PROPOSAL PENELITIAN
Oleh:
DEWI RIANTI
SNR19214014
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demam thyfoid adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh
infeksi bakteri Salmonella enterica khususnya turunannya, Salmonella typhi
(Alba, 2016). Penularan demam thyfoid melalui fecal dan oral yang masuk ke
dalam tubuh manusia melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi
(Mogasale, 2016). Demam thyfoid juga disebut sebagai penyakit infeksi
sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam thyfoid
ditandai dengan panas berkepanjangan yang diikuti dengan bakteremia dan
invasi bakteri Salmonella typhi sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit
mononuclear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan peyer’s patch
(Soedarmo, et al., 2015).
Penyakit ini memiliki karakteristik klinis demam tifoid pada anak usia
sekolah dengan infant dan usia <5 tahun berbeda. Pada anak usia sekolah di
awal telah menunjukkan berbagai gejala seperti demam, nyeri perut, malaise,
batuk, dan lain-lain. Pada infant dan <5 tahun, biasanya hanya menunjukkan
kondisi demam dan malaise serta diikuti diare yang sering disangka oleh
praktisi sebagai gejala infeksi virus atau gastroenteritis akut (Nelson, 2004).
Orang tua jarang menyadari bila anaknya mengalami demam tifoid, kondisi
demam yang lama pada anak tidak membuat orang tua untuk membawa
anaknya ke faskes terdekat terlebih dahulu, bahkan pemberian antibiotic
secara mandiri (tanpa resep) sehingga terjadi resistensi dan komplikasi dari
demam tifoid (Ahmad, et al., 2016; Parry, et al., 2011). Untuk mencegah
terjadinya komplikasi lebih lanjut diharapkan ada pertisipasi keluarga dalam
mencegah hal ini terjadi terutama orang tua.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dikemukakan
sebelumnya maka peneliti menetapkan sebuah rumusan masalah sebagai
berikut : “Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan
kejadian thyfoid fever pada anak di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Universitas
Tanjungpura?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini memiliki tujuan umum yaitu mengidentifikasi
hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian thyfoid fever
pada anak di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Universitas Tanjungpura.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik responden.
b. Untuk mengetahui kejadian thyfoid fever.
c. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang penyakit thyfoid
fever di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Tanjungpura.
d. Untuk menganalisis hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan
kejadian thyfoid fever pada anak di Unit Rawat Inap Rumah Sakit
Universitas Tanjungpura.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi
ilmiah serta pengembangan wawasan bagi ilmu keperawatan mengenai
hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian thyfoid fever
pada anak.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman peneliti
tentang hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian
thyfoid fever pada anak.
b. Bagi Praktek Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai landasan praktek
keperawatan berbasis bukti. Perawat dapat menggunakan penelitian ini
sebagai dasar acuan untuk mengembangan intervensi keperawatan dan
memberikan edukasi mengenai pentingnya pengetahuan bagi ibu
dengan anak yang mengalami thyfoid fever.
c. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai publikasi ilmiah
berbasis bukti bagi Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Muhammadiyah
Pontianak.
d. Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar ilmiah dan
dapat menambah pengetahuan serta wawasan perawat dalam pelayanan
keperawatan terutama pada anak dengan thyfoid fever tentang
hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian thyfoid fever pada
anak.
e. Bagi Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan dan sumber referensi
ilmiah bagi peneliti lain dalam mengembangkan penelitian-penelitian
terkait penyakit thyfoid fever dan pengetahuan ibu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Demam Tifoid
1. Definisi
2008).
2. Etiologi
Penyebab yang sering terjadi yaitu faktor kebersihan.
tumbuh pada semua media, dan pada media yang selektif bakteri
(Soegijanto,S, 2002).
(Anonymous, 2010) :
antibodi aglutinin.
3. Patofisiologi
Bakteri yang tertelan melalui makanan akan menembus membran
mukosa epitel usus, berkembang biak di lamina propina kemudian masuk
ke dalam kelenjar getah bening mesenterium. Setelah itu memasuki
peredaran darah sehingga terjadi bakterimia pertama yang asimtomatis,
lalu bakteri akan masuk ke organ- organ terutama hati dan sumsum tulang
yang dilanjutkan dengan pelepasan bakteri dan endotoksin ke peredaran
darah sehingga menyebabkan bakterimiakedua. Bakteri yang berada di hati
akan masuk kembali ke dalam usus merangsang pelepasan sitokin
proinflamasi yang menginduksi reaksi inflamasi. Respon inflamasi akut
menyebabkan diare dan dapat menyebabkan ulserasi serta penghancuran
mukosa. Sebagian bakteri lainnya akan dikeluarkan bersama feses (Bula-
Rudas, et al., 2015)
Demam (pireksia) adalah keadaan suhu tubuh di atas normal
sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus yang
dipengaruhi oleh IL-1. Pengaturan suhu pada keadaan sehat atau demam
merupakan keseimbangan antara produksi dan pelepasan panas (Menteri
Kesehatan Republik Indonesia, 2006). Demam merupakan bagian dari
respon fase akut terhadap berbagai rangsangan infeksi, luka atau trauma,
seperti halnya letargi, berkurangnya nafsu makan dan minum yang dapat
menyebabkan dehidrasi, sulit tidur, hipozinkemia, sintesis protein fase
akut dan lain-lain.Berbagai laporan penelitian memperlihatkan bahwa
peningkatan suhu tubuh berhubungan langsung dengan tingkat sitokin
pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang, terutama
infeksi. Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat dua
jenis yaitu pirogen eksogen dan endogen (Menteri Kesehatan Republik
Indonesia, 2006). Demam dikenal sebagai mekanisme yang boros energi
(setiap kenaikan suhu 10°C akan meningkatkan laju metabolisme sekitar
10%). Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat dua
jenis yaitu pirogen eksogen dan endogen. Pada anak dan balita, demam
tinggi dapat menyebabkan kejang (Sherwood L, 2001). Dari suatu
penelitian didapatkan bahwa jumlah organisme yang dapat menimbulkan
gejala penyakit adalah sebanyak 105-106 organisme, walaupun jumlah
yang diperlukan untuk menimbulkan gejala klinis pada bayi dan anak
mungkin lebih kecil. Semakin besar dosis Salmonella Typhi yang tertelan
semakin banyak pula orang yang menunjukkan gejala klinis, semakin
pendek masa inkubasi tidak merubah sindrom klinik yang timbul (Dougan,
G., & Baker, S, 2014).
4. Manifestasi Klinis
Penyakit Typhoid Fever (TF) atau masyarakat awam mengenalnya
dengan tifus ialah penyakit demam karena adanya infeksi bakteri
Salmonella typhi yang menyebar ke seluruh tubuh. Salmonella typhi (S.
typhi) merupakan kuman pathogen penyebab demam tifoid, yaitu suatu
penyakit infeksi sistemik dengan gambaran demam yang berlangsung
lama, adanya bacteremia disertai inflamasi yang dapat merusak usus dan
organ-organ hati. Gejala penyakit ini berkembang selama satu sampai dua
minggu setelah seorang pasien terinfeksi oleh bakteri tersebut. Gejala
umum yang terjadi pada penyakit tifoid adalah Demam naik secara
bertangga pada minggu pertama lalu demam menetap (kontinyu) atau
remiten pada minggu kedua. Demam terutama sore/malam hari, sakit
kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, konstipasi atau diare. Demam
merupakan keluhan dan gejala klinis terpenting yang timbul pada semua
penderita demam tifoid. Demam dapat muncul secara tiba-tiba, dalam 1-2
hari menjadi parah dengan gejala yang menyerupai septisemia oleh karena
Streptococcus atau Pneumococcus daripada S. typhi. Sakit kepala hebat
yang menyertai demam tinggi dapat menyerupai gejala meningitis,di sisi
lain S. Typhi juga dapat menembus sawar darah otak dan menyebabkan
meningitis. Manifestasi gejala mental kadang mendominasi gambaran
klinis, yaitu konfusi, stupor, psikotik atau koma. Nyeri perut kadang tak
dapat dibedakan dengan apendisitis. Pada tahap lanjut dapat muncul
gambaran peritonitis akibat perforasi usus (Pramita G Dwipoerwantoro,
2012).
5. Komplikasi
Komplikasi dapat lebih sering terjadi pada individu yang tidak
diobati sehingga memungkinkan terjadinya pendarahan dan perforasi usus
ataupun infeksi fecal seperti visceral abses (Naveed and Ahmed, 2016).
Salmonella typhi adalah bakteri gram negatif yang menyebabkan
spektrum sindrom klinis yang khas termasuk gastroenteritis, demam
enterik, bakteremia, infeksi endovaskular, dan infeksi fecal seperti
osteomielitis atau abses (Naveed and Ahmed, 2016).
6. Penatalaksanaan
Terapi Farmakologis
Ciprofloxacin
Azitromisin
Ceftriaxone
Resistensi Antibiotik
Terapi Kortikosteroid
Dexamethasone
Tirah baring
Jenis makanan yang harus dijaga adalah diet lunak rendah serat
karena pada demam tifoid terjadi gangguan pada sistem pencernaan.
Makanan haruslah cukup cairan, kalori, protein, dan vitamin. Memberikan
makanan rendah serat direkomendasikan, karena makanan rendah serat
akan memungkinkan meninggalkan sisa dan dapat membatasi volume
feses agar tidak merangsang saluran cerna. Demi menghindari terjadinya
komplikasi pedarahan saluran cerna atau perforasi usus direkomendasikan
dengan pemberian bubur saring(Sakinah dan Indria, 2016).
Menjaga Kebersihan
B. Pengetahuan
1. Definisi
Pengetahuan dapat didefinisikan adanya penambahan informasi
pada diri seseorang setelah melakukan pengindraan terhadap suatu
objek. Secara otomatis, proses pengindraan sampai menghasilkan
pengetahuan dipengaruhi oleh persepsi dan intensitas perhatian
terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh
melalui indra penglihatan dan indra pendengaran (Notoatmodjo, 2012).
Pengetahuan mendasari seseorang dalam mengambil sebuah keputusan
dan menentukan tindakan dalam menghadapi suatu masalah (Achmadi,
2013).
a. Informasi
Menurut Long (1996) dalam Nursalam dan Pariani (2010)
informasi merupakan fungsi penting untuk membantu mengurangi
rasa cemas. Seseorang yang mendapat informasi akan
mempertinggi tingkat pengetahuan terhadap suatu hal.
b. Lingkungan
Menurut Notoatmodjo (2010), hasil dari beberapa
pengalaman dan hasil observasi yang terjadi di lapangan
(masyarakat) bahwa perilaku seseorang termasuk terjadinya
perilaku kesehatan, diawali dengan pengalaman-pengalaman
seseorang serta adanya faktor eksternal (lingkungan fisik dan non
fisik)
c. Sosial-Budaya
Semakin tinggi tingkat pendidikan dan status sosial
seseorang maka tingkat pengetahuannya akan semakin tinggi pula.
Cara Modern
a. Metode induktif
Mula-mula mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala-
gejala alam atau kemasyarakatan kemudian hasilnya dikumpulkan astu
diklasifikasikan, akhirnya diambil kesimpulan umum.
b. Metode deduktif
Metode yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu
untuk seterusnya dihubungkan dengan bagian-bagiannya yang khusus.
4. Kriteria Pengetahuan
Menurut Arikunto (2010) pengetahuan seseorang dapat diketahui
dan diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:
Komplikasi :
- Gastroenteritis
- Perforasi Usus
- Perdarahan
- Demam Enterik
- Infeksi Fecal
Penatalaksanaan :
Pencegahan : - Terapi
Farmakologis
Selalu menjaga - Terapi
kebersihan Kortikosteroid
- Terapi Non-
Farmakologis
E. Keaslian Penelitian
Sejauh pengetahuan peneliti terdapat beberapa penelitian yang berhubungan dengan peneliti, yaitu :
Rois Kurnia Hubungan Desain penelitian pada hasil uji chisquare didapatkan bahwa nilai PValue < Lokasi Penelitian,
Saputra, dkk pengetahuan, ini adalah α sehingga terdapat hubungan antara pengetahuan waktu penelitian,
(2017) sikap dan
kebiasaan deskriptif analitik dengan gejala demam thypoid pada mahasiswa fakultas variabel penelitian
makan dengan observasional kesehatan masyarakat UHO tahun 2016, dimana nilai
gejala demam
thypoid pada dengan pendekatan hubungan kedua variabel bernilai (phi=0,015). Hasil
mahasiswa cross sectional. uji chisquare didapatkan bahwa nilai PValue < α
fakultas
kesehatan sehingga terdapat hubungan antara sikap dengan gejala
masyarakat
Universitas halu demam thypoid pada mahasiswa fakultas kesehatan
oleo tahun 2017 masyarakat UHO tahun 2016, dimana nilai hubungan
kedua variabel bernilai (phi=0,013). Hasil uji
chisquare didapatkan bahwa nilai PValue < α
sehingga terdapat hubungan antara kebiasaan makan
dengan gejala demam thypoid pada mahasiswa fakultas
kesehatan masyarakat UHO tahun 2016, dimana nilai
hubungan kedua variabel bernilai (phi=0,046).
Ade Putra, Hubungan Antara Penelitian ini didapatkan 13 ibu (72,2%) dengan tingkat pengetahuan Lokasi Penelitian,
(2012) Tingkat Pengetahuan merupakan cukup-tinggi tentang demam tifoid yang memiliki anak waktu penelitian,
Ibu Tentang Demam penelitian dengan kebiasaan jajan yang jarang, dan 5 ibu (27,8%) variabel penelitian
Tifoid Terhadap observational yang memiliki anak dengan kebiasaan jajan sering. Pada
Kebiasaan Jajan Anak analitik dengan penelitian ini juga didapatkan 1 ibu (16,7%) yang
Sekolah Dasar desain cross memiliki tingkat pengetahuan kurang tentang demam
sectional study tifoid yang memiliki anak dengan kebiasaan jajan yang
jarang, dan 5 ibu (83,3%) yang memiliki anak dengan
kebiasaan jajan yang sering. Terdapat hubungan yang
bermakna antara tingkat pengetahuan ibu tentang demam
tifoid terhadap kebiasaan jajan anak sekolah dasar
(p=0,017, RP=3,0). Tidak ada hubungan yang bermakna
antara kebiasaan jajan anak dengan adanya ajakan teman
(p=0,4), nomina uang saku (p=0,2), dan jumlah tempat
jajan.
F. Hipotesis
Hipotesis adalah pernyataa tentatif atau jawaban sementara tersebut harus
di uji apakah benar (di terima) atau salah (di tolak) (Suryanto, 2011).
Ha : Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian thyfoid fever
pada anak di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Universitas Tanjungpura.
Ho : Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian thyfoid
fever pada anak di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Universitas Tanjungpura.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
Konsep merupakan abstraksi, maka konsep tidak dapat langsung
diamati atau diukur, konsep hanya dapat diamati melalui konstruk atau yang
lebih dikenal dengan nama variabel. Kerangka konsep penelitian pada
dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati
atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan untuk dikembangkan atau
diacuhkan kepada tujuan penelitian yang telah dirumuskan, serta didasari oleh
kerangka teori yang telah disajikan dalam tinjauan kepustakaan sebelumnya.
Dengan adanya kerangka konsep akan mengarahkan kita untuk menganalisis
hasil penelitian (Notoatmodjo, 2012 : 100).
G. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian non eksperimen
dengan rancangan penelitian korelasional dengan pendekatan cross sectional
yang pengukuran atau pengamatannya dilakukan secara simultan pada satu
saat (sekali waktu) (Hidayat, 2012). Tiap subjek penelitian hanya diobservasi
sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel
subjek pada saat pemeriksaan. Hal ini tidak berarti bahwa semua subjek
penelitian diamati pada waktu yang sama (Notoadmojo, 2012). Penelitian ini
bertujuan untuk mencari hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan
kejadian thyfoid fever pada anak di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Universitas
Tanjungpura.
J. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan uraian tentang batasan variable yang
dimaksud, atau tentang apa yang diukur. Definisi operasional pada penelitian
ini adalah sebagain berikut:
VARIABEL DEPENDEN
VARIABEL INDEPENDEN
N. Etika Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu mengurus
surat permohonan izin penelitian ke STIK Muhammadiyah Pontianak, dan
mengajukan surat izin meneliti ke Rumah Sakit Universitas Tanjungpura
Pontianak. Untuk meyakinkan penelitian ini dilakukan uji etik pada Komite
Etik di STIK Muhammadiyah Pontianak. Setelah mendapatkan surat izin,
peneliti mulai melakukan penelitian dengan memperhatikan masalah etika
yang meliputi etika penelitian. Menurut Milton, 1999; dalam Notoatmojo
(2012) ada 4 prinsip etika penelitian :