I Gusti Ayu Dharmapadni1 , Bambang Admadi H2, I Wayan Gede Sedana Yoga2
1
Mahasiswa Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian UNUD
2
Dosen Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian UNUD
Email: ayudarmapadni@hotmail.com1
Email koresponden: bambang.admadi@unud.ac.id2
ABSTRACT
This study aims to 1) Determine the effect of drying temperature on the characteristics of
pumpkin flour 2) Determine the best temperature to produce the best characteristics pumpkin
flour 3) Determine the financial feasibility of flour pumpkin. This research is designed using a
laboratory scale randomized block design with treatments that drying temperature (50, 60, 70,
and 80) ˚C and 3 grouping processing time. The best treatment is determined by the effectiveness
of the test, followed by analysis of financial. The resut showeds that drying temperature of the
flour pumpkin had very significant effect on yield, water content, ash content, protein content, fat
content, carbohydrate content and levels of beta carotene. Pumpkin flour best treatment is
temperature 60˚C with characteristics: yield of 22.00%, 14.51% water content, ash content of
5.79%, 1.07% protein content, and fat content 1.19%, carbohydrate content 82.02% and beta
carotene levels of 2295.81 g / 100g. Pumpkin flour production costs with the best treatment
Rp.166.780.400 a year and price was Rp.41.063/ kg, Break Event Point analysis of 2.241,77 kg a
year, Return on Investment of 35.06%, and Pay Back Period of 2,85 years so it is feasible to run
the bussines.
PENDAHULUAN
Produk olahan labu kuning yang masih banyak ditemui adalah produk olahan labu kuning
basah, yang cenderung umur simpannya pendek, mengingat potensi gizi dan ketersediaan labu
kuning di Indonesia yang besar, maka perlu dilakukan upaya pengolahan labu kuning sehingga
memiliki umur simpan lebih lama. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan
mengolahnya menjadi tepung. Pengolahan labu kuning menjadi tepung mempunyai beberapa
kelebihan dibandingkan buah segarnya, yaitu sebagai bahan baku fleksibel untuk industri
pengolahan lanjutan, daya simpan lebih lama karena kadar air yang rendah, tidak membutuhkan
tempat yang besar dalam penyimpanannya, dan dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat,
protein dan vitamin.
73
Jurnal REKAYASA DAN MANAJEMEN AGROINDUSTRI ISSN: 2503-488X, Vol. 4. No. 2. Juni 2016 (73-82)
Pengolahan labu kuning menjadi tepung memerlukan beberapa tahapan. Salah satu
tahapan proses pengolahan tepung adalah pengeringan yaitu proses mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian air dalam suatu bahan (Winarno, 1997). Menurut Muchadi et al. 1997
pengeringan merupakan salah satu cara untuk mengawetkan bahan pangan yang mudah rusak
atau busuk. Tujuan pengeringan yaitu untuk mengurangi kandungan air dalam bahan sehingga
dapat menghambat pertumbuhan mikroba maupun reaksi yang tidak diinginkan. Keberhasilan
pengeringan sangat tergantung pada beberapa faktor, salah satunya suhu pengeringan. Suhu
pengeringan yang terlalu rendah akan menyebabkan kegagalan dalam pengeringan yang
berdampak pada pembusukan bahan. Sementara itu suhu pengeringan yang terlalu tinggi
menyebabkan pencoklatan bahan akibat karamelisasi, oleh karena itu suhu pengeringan yang
o
tepat perlu dicari. Mohamed dan Hussein (1994) mengatakan bahwa suhu pengeringan 40 C –
o
60 C pada pengeringan wortel dapat mempertahankan kandungan asam askorbat, sifat rehidrasi
wortel yang dikeringkan dan juga mempertahankan kandungan karoten dan warna wortel kering.
o o
Merujuk dari refrensi diatas, maka penelitian ini menggunakan suhu 50 C – 80 C dalam
pengeringan labu kuning untuk mencari suhu pengeringan terbaik. Proses pengolahan atau
pembuatan tepung labu kuning perlu dikaji secara finansial untuk mengetahui kelayakannya
dalam produksi secara komersial.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh suhu pengeringan
terhadap karakteristik tepung labu kuning sekaligus mengetahui suhu terbaik tepung labu kuning
dan mengetahui kelayakan secara finansial dari tepung labu kuning.
METODE PENELITIAN
Alat
Peralatan yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu oven, slicer, nampan, pisau,
talenan, baskom, nyiru, mesin penepung (diskmill), alat pengayak, corong pemisah, timbangan
analitik, unit protein kjedhal, unit ekstraksi soxhlet, unit peralatan analisis kadar abu.
74
Jurnal REKAYASA DAN MANAJEMEN AGROINDUSTRI ISSN: 2503-488X, Vol. 4. No. 2. Juni 2016 (73-82)
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan baku dan bahan kimia.
Bahan baku yaitu labu kuning jenis bokor dengan warna oranye yang diperoleh dari Pasar
Badung di Kota Denpasar.
Rancangan percobaan
Penelitian ini dilaksanakan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan
o
perlakuan suhu pengeringan yaitu (50, 60, 70, dan 80) C dan pengelompokkan 3 waktu proses.
Model matematis RAK yang digunakan adalah sebagai berikut .
Keterangan :
i = Perlakuan Pengeringan ke- 1,2,3,...n = Pengaruh perlakuan ke-i
j = Kelompok ke1,2,3,...n = Pengaruh kelompok ke j
Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan = pengaruh acak pada perlakuan ke-i
kelompok ke-j dan ke-j
µ = rerata umum
Apabila perlakuan berpengaruh nyata terhadap variabel yang diamati maka dilanjutkan
dengan uji BNT (Harsojuwono et al., 2011).
Pelaksanaan percobaan
Proses pembuatan tepung labu kuning diawali dengan proses pencucian labu kuning lalu
dipisahkan bagian kulit dan daging buahnya, selanjutnya daging buah labu kuning dipotong/diiris
setebal 1 mm. Selanjutnya dimasukkan dalam oven dengan blower pada suhu sesuai
perlakuan(50˚, 60˚, 70˚, 80°C) selama 12 jam dengan laju udara 5 ± 0,1 m³/menit. Setelah bahan
kering dilakukan proses penepungan menggunakan mesin penepungan yang dilengkapi dengan
alat ayakan ukuran sesuai perlakuan 60 mesh.
75
Jurnal REKAYASA DAN MANAJEMEN AGROINDUSTRI ISSN: 2503-488X, Vol. 4. No. 2. Juni 2016 (73-82)
Analisis finansial dilakukan terhadap tepung labu kuning dengan karakteristik terbaik (Anon,
2011).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan suhu pengeringan berpengaruh
nyata (P<0,05) terhadap rendemen tepung labu kuning. Nilai rata-rata rendemen tepung labu
kuning dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rendemen Tepung Labu Kuning
Perlakuan Kadar rendemen (% bb)
o
Tepung labu kuning suhu 50 C
o
22,84 a
Tepung labu kuning suhu 60 C 22,00 bc
o
Tepung labu kuning suhu 70 C 22,22 b
o
Tepung labu kuning suhu 80 C 21,91 c
Keterangan: huruf yang berbeda di belakang nilai rata-
rata menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05).
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa rendemen tepung labu kuning berkisar antara 21,91%
sampai 22,84%. Pada suhu 50˚C selama 12 jam pengeringan dengan laju udara 5 ± 0,1 m³/menit
menghasilkan rendemen tepung labu kuning tertinggi dibandingkan lainnya hal ini disebabkan
karena suhu pengeringan yang digunakan tergolong rendah sebesar 50˚C, sehingga menyebabkan
kandungan air yang teruapkan lebih sedikit dan mengakibatkan rendemen yang dihasilkan tinggi.
Perbedaan tinggi dan rendahnya rendemen suatu bahan pangan sangat dipengaruhi oleh
kandungan air suatu bahan pangan. Hal ini diperkuat oleh Ramelan et al., (1996) yang
menyatakan bahwa, suhu merupakan salah satu faktor penentu dalam proses pengeringan. Selain
itu sifat bahan yang dikeringkan seperti kadar air awalan ukuran produk akan mempengaruhi
proses pengeringan.
Kadar Air
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan suhu pengeringan berpengaruh
nyata (P<0,05) terhadap kadar air tepung labu kuning. Nilai rata-rata kadar air tepung labu
kuning dapat dilihat pada Tabel 2.
76
Jurnal REKAYASA DAN MANAJEMEN AGROINDUSTRI ISSN: 2503-488X, Vol. 4. No. 2. Juni 2016 (73-82)
Kadar Karbohidrat
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan suhu pengeringan berpengaruh
nyata (P<0,05) terhadap kadar karbohidrat tepung labu kuning. Nilai rata-rata kadar karbohidrat
tepung labu kuning dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Karbohidrat Tepung Labu Kuning
Perlakuan Kadar karbohidrat (% bb)
o
Tepung labu kuning suhu 50 C
o
75,38 c
Tepung labu kuning suhu 60 C 82,02 b
o
Tepung labu kuning suhu 70 C 85,61 a
o
Tepung labu kuning suhu 80 C 82,53 b
Keterangan: huruf yang berbeda di belakang nilai rata-
rata menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05).
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat nilai rata-rata kadar karbohidrat tepung labu kuning
berkisar antara 85,61% sampai 75,38%. Kadar karbohidrat tertinggi diperoleh dari tepung labu
kuning dengan perlakuan suhu 70˚C yaitu 85,61%. Adapun hasil kadar karbohidrat dipengaruhi
oleh kadar protein, kadar air, kadar abu dan kadar lemak, yang dikarenakan perhitungan kadar
karbohidrat menggunakan metode by difference.
77
Jurnal REKAYASA DAN MANAJEMEN AGROINDUSTRI ISSN: 2503-488X, Vol. 4. No. 2. Juni 2016 (73-82)
Total Karoten
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan pengeringan berpengaruh
nyata (P<0,05) terhadap total karoten tepung labu kuning. Nilai rata-rata total karoten tepung
labu kuning dapat dilihat di Tabel 4.
Tabel 4. Total Karoten Tepung Labu Kuning
Perlakuan Kadar total karoten (µg/100 g)
o
Tepung labu kuning suhu 50 C 2353,2 a
o
Tepung labu kuning suhu 60 C 2295,81 a
o
Tepung labu kuning suhu 70 C 681,73 b
o
Tepung labu kuning suhu 80 C 2381,9 a
Keterangan: huruf yang berbeda di belakang nilai rata-rata
menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05).
Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat nilai rata-rata total karoten tepung labu kuning
berkisar antara 2381,90 µg/100g sampai 2353,20 µg/100g. Kadar karoten tertinggi diperoleh dari
tepung labu kuning dengan suhu 80˚C yaitu 2381,90µg/100g. Hasil penelitian menunjukkan beta
karoten yang dihasilkan oleh masing-masing perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang
begitu nyata. Hal ini sejalan oleh apa yang ditemukan oleh Desty (2013), Suhu yang rendah
dengan waktu yang lama dan suhu yang tinggi dengan waktu yang singkat memberikan pengaruh
kerusakan karoten seperti yang terjadi pada suhu 70˚C.
Uji Efektifitas
Uji efektifitas bertujuan untuk menentukan tepung labu kuning dengan perlakuan
terbaik. Dalam uji efektifitas digunakan nilai dari variabel yang diamati yaitu kadar rendemen,
kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat dan kadar beta karoten.
Hasil uji efektifitas menunjukan bahwa jumlah nilai hasil (Nh) sebesar 0,68 adalah
perlakuan dengan suhu 60˚C. Hal ini berarti perlakuan suhu 60˚C merupakan perlakuan terbaik
dibandingkan dengan perlakuan lainnya, dengan karakterisktik kadar rendemen 22,00%, kadar
air 14,51%, kadar abu 5,79%, kadar protein 1,07%, kadar lemak 1,19%, kadar karbohidrat
82,02% dan kadar beta karoten 2295,81µg/100g.
Analisis Finansial
Analisis financial adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat yang dapat
diperoleh dalam melaksanakan suatu kegiatan usaha. Hasil analisis digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam mengambil keputusan, apakah menerima atau menolak dari suatu gagasan
78
Jurnal REKAYASA DAN MANAJEMEN AGROINDUSTRI ISSN: 2503-488X, Vol. 4. No. 2. Juni 2016 (73-82)
usaha (Anon, 2011). Berdasarkan hasil pengujian secara obyektif dan subyektif, tepung labu
kuning yang dapat diterima adalah tepung labu kuning dengan perlakuan suhu 60˚C.
79
Jurnal REKAYASA DAN MANAJEMEN AGROINDUSTRI ISSN: 2503-488X, Vol. 4. No. 2. Juni 2016 (73-82)
= Rp. 31.587/ kg
Harga jual tepung labu kuning dengan q = 30%
b) Harga Jual (P)= (Rp. 31.587 x 30%) + Rp. 31.587
= Rp. 9.476 + Rp. 31.587
= Rp. 41.063/kg
Q BEP =
= 2.241,77 kg
80
Jurnal REKAYASA DAN MANAJEMEN AGROINDUSTRI ISSN: 2503-488X, Vol. 4. No. 2. Juni 2016 (73-82)
e. Return On Investment
ROI usaha tepung labu kuning dengan q = 30% sebesar 35,06%. Menurut Susanto dan
Saneto (1994), suatu penanaman modal dikatakan menguntungkan apabila ROI minimum untuk
suatu usaha lebih besar daripada ROI yang sudah ditentukan sesuai dengan jenis usaha dan besar
kecilnya resiko yang ditanggung.
81
Jurnal REKAYASA DAN MANAJEMEN AGROINDUSTRI ISSN: 2503-488X, Vol. 4. No. 2. Juni 2016 (73-82)
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. 2011. Analisis kelayakan flexi personal info services untuk segmen corporate di
kota bandung. Diakses Tanggal 11 Oktober 2013.
Desty. 2013. Kajian Retensi Karoten Biskuit Berbasis Stearin pada Berbagai Suhu Pemanasan.
MIPAUNTAD. Palu
Sudarmadji, S. B. Haryono., dan Suhardi, 1996. Analisa Bahan Makanna dan Pertanian. Liberty
Yogykarta Bekerjasama Dengan Pusat Antar Universitsa Gadjah Mada, Yogyakarta.
Susanto, T dan B. Saneto, 1994. Teknologi Pemgolahan Hasil Pertanian. PT. Bina Ilmu,
Surabaya.
Winarno, F.G., 1997. Pangan, Gizi, dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
82