Anda di halaman 1dari 48

KAJIAN ISLAM

1. Iman, Islam, Ihsan


2. Islam dan Sains
3. Islam dan Penegakan Hukum
4. Kewajiban Menegakkan Amar Makruf dan Nahi Munkar
5. Fitnah Akhir Zaman
Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampuh:
Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh:
Nama : M. Qamaruzzam Alawiyyin Batin Zohiro
NIM : E1S020037
Fakultas&Prodi : FAKULTAS KEGURUAN dan ILMU
PENDIDIKAN (FKIP), PENDIDIKAN
SOSIOLOGI.
Semester :1

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
T.A. 2020/2021

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas
selesainya tugas Ini. Karena berkat rahmat dan karunialah saya bisa menyelesaikan
tugas ini tepat pada waktunya.
Sholawat dan Salam semoga ALLAH limpahkan kepada Rasulullah Muhammad
SAW, Atas segala jasa dan perjuangan beliaulah kita dapat belajar dan menikmati ilmu
pengetahuan sampa sekarang ini.
Terima kasih saya sampaikan Bapak Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos sebagai
dosen pengampuh mata Kuliah Pendidkan Agama Islam yang sudah membimbing,
mengajar, dan memberi pengarahan kepada kami sehingga tugas artikel ini bisa selesai.
Besar harapan saya tugas ini akan memberi manfaat kepada masyarakat
sehingga kedepannya bisa menambah ilmu pengetahuan dan menjadi acuan bagi penulis
lain untuk membahas bahasan yang sama. Penulis menyadari bahwa artikel ini masih
terdapat banyak kekurangan. Penulis bersedia diberikan kritik dan saran yang sifatnya
membangun yang penulis butuhkan dan yang dijadikan pedoman untuk penulisan yang
lebih baik lagis

Penyusun, Mataram senin, 14 Desember 2020

Nama : M. Qamaruzzam Alawiyyin Batin Zohiro


NIM : E1S020037

ii
DAFTAR ISI

COVE
R.........................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................iii
PEMBAHASAN...............................................................................................................1
IMAN, ISLAM, dan IHSAN...........................................................................................1
A. Iman.......................................................................................................................1
B. Islam.......................................................................................................................3
C. Ihsan.......................................................................................................................5
D. Korelasi Iman, Islam, Dan Ihsan........................................................................6
E. Hubungan Iman, Islam, Dan Ihsan....................................................................7
F. Perbedaan Antara Iman, Islam, Dan Ihsan.......................................................8
G. Keutamaan Iman, Islam, Dan Ihsan Bagi Manusia......................................8
ISLAM dan SAINS........................................................................................................10
A. Pengertian Islam dan Sains...............................................................................10
B. Ilmu Pengetahuan dan Agama Islam...............................................................10
C. Sains dan Ayat-ayat al-Qur’an..........................................................................11
ISLAM dan PENEGAKAN HUKUM.........................................................................14
A. Penengakan hukum............................................................................................14
B. Penegakan hukum Dalam Islam.......................................................................16
C. kewajiban penegakan Hukum...........................................................................17
D. Tugas Negara dalam Penegakan Hukum.........................................................19
E. Peran Hakim Dalam Pengakan Hukum...........................................................20
F. Peran Rasulullah SAW dalam Penegakan Hukum Islam.............................21
AMAR MA’RUF NAHI MUNGKAR.........................................................................23
A. Pengertian Amar Ma’ruf Nahi Mungkar........................................................23
B. Bentuk-bentuk amar ma’ruf dan nahi munkar..............................................23
C. Pentingnya Penegakan Amar Maruf Nahi Mungkar......................................25
D. Hukum Amar Ma’ruf Nahi Mungkar..............................................................26
E. Syarat dan Etika Beramar Ma’ruf Nahi Mungkar.........................................28
FITNAH AKHIR ZAMAN...........................................................................................32

iii
A. Pengertian Fitnah...............................................................................................32
B. Munculnya Fitnah Akhir Zaman......................................................................32
C. Kiat Menghadapi Fitnah Akhir Zaman...........................................................34
LAMPIRAN...................................................................................................................42

iv
PEMBAHASAN

IMAN, ISLAM, dan IHSAN


A. Iman
Secara bahasa (Arab), kata iman berakar kata amana - yu’minu -
imanan yang secara harfiyah (etimologis) artinya percaya dengan yakin. Iman
adalah akidah Islamiyah, yakni sistem keyakinan atau kepercayaan dalam Islam.
Disimpulakn bahwa iman adalah keyakinan atas keberadaan sesuatu yang
diyakini sebagai sosok wajib patuhi dan di taati.
Rasulullah SAW menerangkan rukun iman Yaitu Percaya kepada Allah
SWT, malaikat malaikatNya, kitab-kitabNya yang diturunkan kepada para nabi
dan rasul, rasul-rasulNya, hari kiamat serta qada’ dan qadar. Semua perkara ini
menjadi dasar akidah atau kepercayaan orang Islam yang di atas dasar-dasar
inilah dilaksanakan amal dan ibadah.
Iman berfungsi sebagai fitrah kita untuk bergantung dan berharap kepada
allah swt. (Al-Zumar, 39: 8; Luqman, 31: 32 dan Al-Isra’, 17: 67).

Firman Allah SWT;

ِ ‫هُ َو الَّ ِذي يُ َسيِّ ُر ُك ْم فِي ْالبَ ِّر َو ْالبَحْ ِر ۖ َحتَّ ٰى إِ َذا ُك ْنتُ ْم فِي ْالفُ ْل‬
ٍ ‫ك َو َج َر ْينَ بِ ِه ْم بِ ِر‬
‫يح‬
َ ‫ف َو َجا َءهُ ُم ْال َموْ ُج ِم ْن ُكلِّ َم َكا ٍن َو‬
‫ظ ُّنوا‬ ٌ ‫َاص‬ِ ‫طَيِّبَ ٍة َوفَ ِرحُوا بِهَا َجا َء ْتهَا ِري ٌح ع‬
ِ ِ‫أَنَّهُ ْم أُ ِحيطَ بِ ِه ْم ۙ َد َع ُوا هَّللا َ ُم ْخل‬
َ‫صينَ لَهُ ال ِّدينَ لَئِ ْن أَ ْن َج ْيتَنَا ِم ْن ٰهَ ِذ ِه لَنَ ُكون ََّن ِمن‬
َ‫ال َّشا ِك ِرين‬

Artinya

“Dia lah yang menjalankan kamu di darat dan di laut (dengan diberi
kemudahan menggunakan berbagai jenis kenderaan); sehingga apabila
kamu berada di dalam bahtera, dan bahtera itu pula bergerak laju
membawa penumpang-penumpangnya dengan tiupan angin yang baik,
dan mereka pun bersukacita dengannya; tiba-tiba datanglah kepadanya

1
angin ribut yang kencang, dan mereka pula didatangi ombak menimpa
dari segala penjuru, serta mereka percaya bahawa mereka diliputi oleh
bahaya; pada saat itu mereka semua berdoa kepada Allah dengan
mengikhlaskan kepercayaan mereka kepadanya semata-mata (sambil
merayu dengan berkata): "Demi sesungguhnya! jika Engkau (Ya Allah)
selamatkan kami dari bahaya ini, kami tetap menjadi orang-orang yang
bersyukur" (Yunus, 10: 22).

Dengan memerhatikan keadaan jiwa manusia yang sentiasa mencari-cari


Tuhan seperti yang berlaku kepada Nabi Ibrahim AS (Al-An’am, 6: 76-78), atau
ketika manusia berada di dalam kesusahan atau keadaan yang terdesak (Al-
Zumar, 39: 8; Luqman, 31: 32; Al-Isra’, 17: 67 dan Yunus, 10: 22) yang
menegaskan bahwa perasaaan akan percaya akan keberada allah swt. Merupakan
fitrah yang murni, kemudian dijelmakan atau di infestasikan dalam bentuk
ketaatan beribadah. Sehingga secara tidak langsung nantinya iman ini bisa
membuat seorang manusia itu menyerahkan jiwa dan raganya dan segala urusan
kehidupannya hanya kepada Allah. SWT yang di bawa ajarannya oleh rasulullah
saw.
Firman Allah SWT:

ُ‫ضى هَّللا ُ َو َرسُولُهُ أَ ْمرًا أَ ْن يَ ُكونَ لَهُ ُم ْال ِخيَ َرة‬


َ َ‫َو َما َكانَ لِ ُم ْؤ ِم ٍن َواَل ُم ْؤ ِمنَ ٍة إِ َذا ق‬
‫ضاَل اًل ُمبِينًا‬َ ‫ض َّل‬ ِ ‫ِم ْن أَ ْم ِر ِه ْم ۗ َو َم ْن يَع‬
َ ‫ْص هَّللا َ َو َرسُولَهُ فَقَ ْد‬
“Dan tidaklah harus bagi orang-orang yang beriman, lelaki dan
perempuan - apabila Allah dan RasulNya menetapkan keputusan
mengenai sesuatu perkara - (tidaklah harus mereka) mempunyai hak
memilih ketetapan sendiri mengenai urusan mereka. Dan sesiapa yang
tidak taat kepada hukum Allah dan RasulNya maka Sesungguhnya ia telah
sesat dengan kesesatan yang jelas nyata (Al-Ahzab, 33: 36).

Hubungan iman dan kesehatan jiwa dapat dilihat dari perspektif Islam
dengan merenungi ayat-ayat yang menyatakan bahawa orang yang beriman
dapat merasakan keamanan, ketenangan dan kebahagiaan (Al-An’am, 6: 82; Al-
Ra’d, 13: 28 dan AlTagabun, 64: 11).

2
Firman Allah SWT :

‫وب ۚ ُكاًّل هَ َد ْينَا ۚ َونُوحًا هَ َد ْينَا ِم ْن قَ ْب ُل ۖ َو ِم ْن ُذرِّ يَّتِ ِه‬


َ ُ‫ق َويَ ْعق‬ َ ‫َو َوهَ ْبنَا لَهُ إِ ْس َحا‬
‫ك نَجْ ِزي‬ َ ِ‫ُّوب َويُوسُفَ َو ُمو َس ٰى َوهَارُونَ ۚ َو َك ٰ َذل‬ َ ‫دَا ُوو َد َو ُسلَ ْي َمانَ َوأَي‬
َ‫ْال ُمحْ ِسنِين‬
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman
mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang
mendapat keamanan dan merekalah orang-orang yang mendapat
hidayah petunjuk.” (Al-An’am, 6: 84).

Iman memberi manfaat kepada kita yaitu membersihkan diri kita dari
penyakit jiwa, memberi rasa aman, tentram, terhindar dari rasa bimbang dan
sedih. Peranan iman yang menghasilkan rasa keamanan dan ketenangan apabila
segala harapan, sandaraan, pertolongan, penjagaan dan perlindungan diserahkan
hanya kepada Allah SWT.

B. Islam

Islam secara harfiyah artinya damai, selamat, tunduk, dan bersih. Islam
adalah agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad Saw
sebagai nabi dan rasul terakhir untuk menjadi pedoman hidup seluruh manusia
hingga akhir zaman. Rukun Islam ada lima perkara yaitu mengucap dua kalimah
syahadah, mendirikan solat lima waktu, mengeluarkan zakat, berpuasa di bulan
Ramadhan dan menunaikan haji di Baitullah. Jika seseorang manusia dapat
memenuhi kelima-lima rukun ini maka sempurnalah Islamnya dan dia
terpelihara dari kemurkaan Allah SWT sekiranya ditunaikan rukun-rukun
tersebut serta hukum hukum yang bertalian dengan syariat Islam itu sendiri
(Mustafa, 2009: 76).
Secara sistematiknya, seorang muslim diperintahkan untuk sentiasa
berhubung dengan Allah SWT pada setiap saat dan ketika, tempat dan ruang
yang dapat memenuhi setiap detik kehidupannya. Ini kerana kelima-lima ibadah

3
ini telah tersusun bermula dengan syahadah, solat lima waktu yang wajib
dikerjakan sehari semalam lima kali, zakat setiap tahun, puasa di bulan
Ramadhan selama sebulan dan menunaikan haji sekurang-kurangnya seumur
hidup sekali tertakluk kepada kemampuan sesorang. (Al-Qardhawi, 1986: 54).
solat solat adalah ibadah yang menunjukkan wujudnya ikatan yang kuat
antara hamba dengan tuhanNya. Ini kerana dalam solat, seseorang hamba
seolah-olah berada di hadapan Tuhannya yang dengan penuh kesungguhan
memohon berbagai keperluan dan permintaan di samping rasa merendah diri,
hina, ketaatan dan cinta kepadaNya. Mengerjakan solat dengan penuh keyakinan
dan khusu’ dapat menimbulkan kejernihan spiritual, ketenangan hati dan
keamanan diri sewaktu mengerahkan semua emosi dan anggota tubuh berserah
kepada Allah SWT (Al-Zahrani & Insani., 2005: 481).
Menurut (Anas, 2012: 157), dua syarat perlu dilaksanakan agar solat
dapat berperanan kepada penyucian dan kesihatan jiwa. Pertama, melakukan
solat dengan sempurna, rapi perbuatannya, menjaga waktunya, tidak lalai, ikhlas
dan menepati kaedah berdasarkan Al-Quran dan Sunnah. Kedua, mendirikan
solat dengan penuh khusyu’ dan penuh penghayatan. Ini kerana solat yang tidak
khusyu’ seumpama jasad tanpa roh. Ia kosong dan tidak memberikan kesan
kepada penycian jiwa.
Manakala ibadah puasa pula, Al-Qardhawi (1995: 286), menyatakan
bahawa berpuasa adalah ibadah yang menegah dari makan dan minum serta
mengauli isteri dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Walaupun pada
zahirnya, puasa nampak seperti perbuatan yang negatif, tetapi ia mempunyai
banyak kelebihan pada hakikatnya terutama kebaikannya kepada roh manusia.
Seorang mukmin yang berpuasa menahan jiwanya daripada tuntutan hawa nafsu
dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Al-Quran sendiri telah
menjelaskan matlamat utama berpuasa adalah untuk mencapai ketakwaan (Al-
Baqarah, 2: 183). Firman Allah SWT; Maksudnya:

‫ب َعلَى الَّ ِذينَ ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم‬ َ ِ‫ا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ُكت‬
َ ِ‫ب َعلَ ْي ُك ُم الصِّ يَا ُم َك َما ُكت‬
‫تَتَّقُون‬

4
“Wahai orang-orang yang beriman! kamu diwajibkan berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang yang dahulu daripada kamu,
supaya kamu bertaqwa.” (Al-Baqarah, 2: 183)

Tafsir (Jalalain, t.th: 1/37) menyebutkan bahawa ayat ini bermaksud dengan
mengerjakan amalan berpuasa, ia dapat menghindarkan diri dari melakukan
maksiat. Ini kerana, puasa dapat meredakan keinginan syahwat yang menjadi
punca melakukan maksiat. Manakala (Ibn Kathir, 2011: 1/342) menyatakan
puasa mengandungi penyucian, pembersihan dan penjernihan diri dari
kebiasaan-kebiasaan yang buruk dan akhlak yang tercela. Puasa juga dapat
menyucikan badan dan menyempitkan jalan-jalan syaitan yang boleh mendorong
orang melakukan maksiat. Begitulah dengan ibadah zakat, haji, berzikir, berdoa,
membaca Al-Quran, bersedekah dan membantu orang lain. Ia mempunyai kesan
dan hikmah yang sangat memberi kesan kepada jiwa orang yang melakukannya
apabila dilakukan dengan penuh tawaduk, ikhlas dan kerana Allah SWT semata-
mata.

C. Ihsan
Menurut pengertian ihsan seperti yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW
menerusi hadis Abu Hurairah ini, yaitu seseorang menyembah Allah SWT
seolah-olah dia melihatNya. Jika dia tidak berupaya untuk melihat Allah SWT,
maka sesungguhnya Allah SWT melihat segala amal perbuatannya. Menyembah
Allah SWT bererti mengabdikan diri kepadanya dengan ibadah menurut kaedah
dan cara yang sebaikbaiknya sama ada pada zahir (perbuatan lahiriah) atau batin
iaitu ikhlas pada niat.
Setiap amal yang tidak ikhlas, tidak dinamakan ihsan dan keimanan yang
tidak disertakan dengan ikhlas, belum dinamakan beriman. Ibadah yang
dilaksanakan menurut hakikat ihsan hanya ditumpukan dan dikeranakan oleh
Allah SWT semata-mata. Tidak disertakan niat kerana tujuan-tujuan lain atau
untuk sesyatu yang lain. Kesan dari sikap ihsan ini menyebabkan seseorang
merasa lebih bertanggungjawab di atas ibadahnya sehingga dia melakukan
sesuatu ibadah dengan penuh kejujuran sama ada ketika berada di khalayak

5
ramai atau ketika bersendirian. Ini kerana dia merasa yakin bahawa segala yang
dikerjakannya itu dilihat oleh Allah SWT yang menyebabkannya merasa malu
jika ibadah yang dilakukannya itu sekadar melepaskan tanggungjawab di dunia
sahaja (Mustafa, 2009: 112-113).

D.  Korelasi Iman, Islam, Dan Ihsan


Hubungan iman dan islam bisa diibaratkan dengan Iman yang
merupakan landasan awal,  bila diumpamakan sebagai pondasi dalam
keberadaan suatu rumah, sedangkan islam merupakan entitas yang berdiri
diatasnya. Maka, apabila iman seseorang lemah, maka islamnya akan rubuh.
Zakat tidak tersalurkan, puasa tak terlaksana, dan lain sebagainya. Sebaliknya,
iman akan kokoh bila islam seseorang ditegakkan. Karena iman terkadang bisa
menjadi tebal, kadang pula menjadi tipis, karena amal perbuatan yang akan
mempengaruhi hati. Sedang hati sendiri merupakan wadah bagi iman itu. Jadi,
bila seseorang tekun beribadah, rajin taqorrub, maka akan semakin tebal
imannya, sebaliknya bila seseorang berlarut-larut dalam kemaksiatan, kebal akan
dosa, maka akan berdampak juga pada tipisnya iman. Dalam hal ini, sayyidina
Ali pernah berkata : 

“sesungguhnya iman itu terlihat seperti sinar yang  putih, apabila


seorang hamba melakukan kebaikan, maka sinar tersebut  akan tumbuh
dan bertambah sehingga hati (berwarna) putih. Sedangkan kemunafikan
terlihat seperti titik hitam, maka bila seorang melakukan perkara yang
diharamkan, maka titik hitam itu akan tumbuh dan bertambah hingga
hitamlah (warna) hati”.

Adapun ihsan, bisa diumpamakan sebagai hiasan rumah, bagaimana


rumah tersebut bisa terlihat mewah, terlihat indah, dan megah. Sehingga padat
menarik perhatian dari banyak pihak. Sama halnya dalam ibadah, bagaimana
ibadah ini bisa mendapatkan perhatian dari sang kholiq, sehingga dapat diterima
olehnya. Tidak hanya asal menjalankan perintah dan menjauhi larangannya saja,
melainkan berusaha bagaimana amal perbuatan itu bisa bernilai plus dihadapan-

6
Nya. Sebagaimana yang telah disebutkan diatas kedudukan kita hanyalah
sebagai hamba, budak dari tuhan, sebisa mungkin kita bekerja, menjalankan
perintah-Nya untuk mendapatkan perhatian dan ridlonya. Disinilah hakikat dari
ihsan.

E.   Hubungan Iman, Islam, Dan Ihsan


Iman, Islam dan Ihsan satu sama lainya memiliki hubungan karena
merupakan unsur-unsur agama (Ad-Din). Iman,Islam dan Ihsan adalah satu
kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya. Iman adalah keyakinan
yang menjadi dasar akidah. Keyakinan itu kemudian diwujudkan dengan
pelaksanaan rukun islam. Dan rukun Islam dilakukan dengan cara Ihsan, sebagai
upaya pendekatan diri kepada Allah. Selain itu Iman, Islam, dan Ihsan sering
juga diibaratkan hubungan diantara ketiganya adalah seperti segitiga sama sisi
yang sisi satu dan sisi lainya berkaitan erat. Segitiga tersebut tidak akan
terbentuk kalau ketiga sisinya tidak saling mengait. Jadi manusia yang bertaqwa
harus bisa meraih dan menyeimbangkan antara iman, islam dan ihsan. Didalam
al-qur’an juga disebutkan bahwa Iman, Islam, dan Ihsan memiliki
keterkaitan,yaitu dalam QS Al-Maidah ayat 3 dan QS Ali-Imron ayat 19 yang
berbunyi :
QS Al-Maidah ayat 3  :

ۚ ‫يت لَ ُك ُم اإْل ِ ْساَل َم ِدينًا‬


ُ ‫ض‬ ِ ‫ت َعلَ ْي ُك ْم نِ ْع َمتِي َو َر‬ ُ ‫ت لَ ُك ْم ِدينَ ُك ْم َوأَ ْت َم ْم‬
ُ ‫ْاليَوْ َم أَ ْك َم ْل‬
٣ ﴿ ‫ف إِل ِ ْث ٍم ۙ فَإ ِ َّن هَّللا َ َغفُو ٌر َر ِحي ٌم‬
ٍ ِ‫ص ٍة َغي َْر ُمت ََجان‬َ ‫﴾ فَ َم ِن اضْ طُ َّر فِي َم ْخ َم‬

“ Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi kaliam agama kalian dan
Aku telah menyempurnakan nikmat kepada kalian dan Aku telah meridhai
Islam adalah agama yang benar bagi kalian”.

QS Ali-Imron ayat 19 :

‫إِ َّن ال ِّدينَ ِع ْن َد هَّللا ِ اإْل ِ ْساَل ُم‬


“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam”.

7
Di dalam ayat tersebut dijelaskan kata Islam dan selalu diikuti dengan
kata addin yang artinya agama. Addin terdiri atas 3 unsur yaitu, Iman, Islam, dan
Ihsan. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa iman merupakan keyakinan
yang membuat seseorang ber-Islam dan menyerahkan sepenuh hati kepada Allah
dengan menjalankan syareatnya dan meninggalkan segala yang dilarang oleh
syariat Islam.

F. Perbedaan Antara Iman, Islam, Dan Ihsan


Iman lebih menekankan pada segi keyakinan dalam hati. Islam
merupakan sikap untuk berbuat dan beramal. Sedangkan Ihsan merupakan
pernyataan dalam bentuk tindakan nyata. Dengan ihsan, seseorang bisa diukur
tipis atau tebal iman dan islamnya. man dan islam bila disebutkan secara
bersamaan, maka yang dimaksud dengan Islam adalah amal perbuatan yang
nampak, yaitu rukun Islam yang lima, dan pengertian iman adalah amal
perbuatan yang tidak nampak, yaitu rukun iman yang enam. Dan bila hanya
salah satunya (yang disebutkan) maka maksudnya adalah makna dan hukum
keduanya. Ruang lingkup ihsan lebih umum daripada iman, dan iman lebih
umum daripada Islam. Ihsan lebih umum dari sisi maknanya; karena ia
mengandung makna iman. Seorang hamba tidak akan bisa menuju martabat
ihsan kecuali apabila ia telah merealisasikan iman dan ihsan lebih spesifik dari
sisi pelakunya; karena ahli ihsan adalah segolongan ahli iman. Maka, setiap
muhsin adalah mukmin dan tidak setiap mukmin adalah muhsin.

G. Keutamaan Iman, Islam, Dan Ihsan Bagi Manusia


Ali Bin Abi Thalib mengemukakan tentang keutamaan Iman,Islam dan
Ikhsan sebagai berikut:

“ Sahabat Ali Berkata : sesungguhnya iman itu terlihat seperti sinar


yang  putih, apabila seorang hamba melakukan kebaikan, maka sinar
tersebut  akan tumbuh dan bertambah sehingga hati (berwarna) putih.
Sedangkan kemunafikan terlihat seperti titik hitam, maka bila seorang

8
melakukan perkara yang diharamkan, maka titik hitam itu akan tumbuh
dan bertambah hingga hitamlah (warna) hati”.

Jadi Iman,Islam dan Ikhsan mempunyai keutamaan yang sangat besar dalam
pandangan islam ini karena bagi para pelakunya akan diberikan Syurga oleh
Allah SWT sebagaimana yang telah dijanjikan oleh Allah SWT didalam Al-
Qur’an dan Al-Hadits.

9
ISLAM dan SAINS
A. Pengertian Islam dan Sains
Harun Nasution menerangkan bahwa Islam adalah agama yang ajaran-
ajarannya diwahyukan kepada seluruh masyarakat melalui Nabi Muhammad
sebagai Rasul yang isinya tenang kehidupan manusia dengan Sumber dari
ajaran-ajaran alquran dan hadis.
Secara istilah sains berarti mempelajari berbagai aspek dari alam semesta
yang teroganisir, sistematik dan melalui berbagai metode saintifik yang
terbakukan. Ruang lingkup sains terbatas pada beberapa yang dapat dipahami
oleh indera (penglihatan, sentuhan, pendengaran, rabaan, dan pengecapan) atau
dapat dikatakan bahwa sains itu pengetahuan yang diperoleh melalui
pembelajaran dan pembuktian
B. Ilmu Pengetahuan dan Agama Islam
Hubungan antara Islam dan sains dapat diketahui dengan dua sudut
pandang. Pertama, apakah konsepsi dalam Islam melahirkan keimanan dan
sekaligus rasional, atau semua gagasan ilmiah itu bertentangan dengan agama.
kedua, merupakan landasan dalam membahas hubungan antara Islam dan sains,
yakni bagaimana keduanya ini berpengaruh pada manusia.
Agama dan sains sama-sama memberikan kekuatan, sains memberi
manusia peralatan dan mempercepat laju kemajuan, agama menetapkan maksud
tujuan upaya manusia. Sains membawa revolusi lahiriah (material), agama
membawa revolusi batiniah (spiritual). Sains memperindah akal dan pikiran,
agama memperindah jiwa dan perasaan. Sains melindungi manusia dari
penyakit, banjir, badai, dan bencana alam lain. Agama melindungi manusia dari
keresahan, kegelisahan dan rasa tidak nyaman. Sains mengharmoniskan dunia
dengan manusia dan agama menyelaraskan dengan dirinya. Dasar dari gagasan-
gagasan tinggi kaum muslim adalah wahyu, wahyu berperan menginternalisasi
(menjadikan dirinya sebagai bagian dari karakter manusia dengan cara manusia

10
memperlajarinya) aspek-aspek lahiriahnya sendiri. Bagi intelektual muslim,
basis spiritual dari kehidupan adalah tentang keyakinan.
Agama harus dipahami dengan perkembangan sains, sehingga terjadi
pembaruan agama dari cengkrama mitos-mitos. Apabila agama tanpa sains
hanya akan dijadikan alat orang-orang munafik mencapai tujuannya. Sains tanpa
agama bagaikan lampu terang yang dipegang pencuri yang membantu pencuri
lain untuk mencuri barang berharga di tengah malam. Atau bahkan sains tanpa
agama adalah pedang tajam ditangan pemabuk yang kejam.

C. Sains dan Ayat-ayat al-Qur’an


Pada abad pertengahan, dunia Islam telah memainkan peranan penting
baik di bidang sains teknologi. Harun Nasution menyatakan bahwa
cendekiawan-cendekiawan Islam tidak hanya mempelajari sains-teknologi dan
filsafat dari buku Yunani, tetapi menambahkan ke dalam hasil-hasil
penyelidikan yang mereka lakukan dalam lapangan sains-teknologi dan hasil
pemikiran mereka dalam ilmu Filsafat. Dengan demikian, lahirlah ahli-ahli ilmu
pengetahuan dan filsuf-filsuf Islam, seperti, al-Farazi (abad VIII) sebagai
astronom Islam yang pertama kali menyusun Astrolabe (alat yang digunakan
untuk mengukur tinggi bintang) dan sebagainya. Para ilmuwan tersebut
memiliki pengetahuan yang bersifat desekuaristik, yaitu ilmu pengetahuan
umum yang mereka kembangkan tidak terlepas dari ilmu agama atau tidak
terlepas dari nilai-nilai Islam.
Ibnu Sina di samping hafal al-Qur‘an dia dikenal ahli di bidang
kedokteran. al-Biruni, seorang ahli filsafat, astronomi, geografi, matematika,
juga sejarah. Ibnu Rusyd, yang oleh dunia barat dikenal dengan Averous, dia
bukan hanya terkenal dalam 19 bidang filsafat, akan tetapi juga dalam bidang
Fiqh. Bahkan kitab fiqih karangannya, yakni Bidayatul Mujtahid dipakai sebagai
rujukan umat Islam di berbagai negara. Begitu tingginya nilai ilmu dalam
peradaban manusia, Allah menegaskan dalam al-Qur‘an bahwa Dia akan
meninggikan derajat orangorang yang berilmu dan beriman sebagaimana dalam
Al-Mujadalah ayat 11, Allah Berfirman

11
®‫®س®®® ُح® و®ا‬®َ ®‫س® فَ® ا® ْف‬ ِ ®ِ‫®س®®® ُح® و®ا® فِ® ي® ا® ْل® َم® َج®®®® ا®ل‬ ®َّ ®َ‫ا® أَ® ُّي® هَ®®®® ا® ا®لَّ® ِذ® ي® َ®ن® آ® َم® نُ®®® و®ا® إِ® َذ® ا® قِ®®ي®®® َل® لَ® ُك® ْم® تَ® ف‬
®‫®ش® ® ُز® و®ا® يَ® ْ®ر® فَ® ® ِع® هَّللا ُ® ا®لَّ® ِذ® ي® َ®ن® آ® َم® نُ® ®و®ا‬
ُ ®‫®ش® ® ُز® و®ا® فَ® ا® ْن‬ ُ ®‫ح® هَّللا ُ® لَ® ُك® ْم® ۖ® َ®و® إِ® َذ® ا® قِ®®ي ® َل® ا® ْن‬ ِ ® ‫®س‬®َ ®‫يَ® ْف‬
ٍ ®‫ِم® ْن® ُك® ْم® َ®و® ا®لَّ® ِذ® ي® َ®ن® أُ®و®تُ® و®ا® ا® ْل® ِ®ع® ْل® َم® َد® َ®ر® َ®ج® ا‬
®‫ت® ۚ® َ®و® هَّللا ُ® بِ® َم® ا® تَ® ْع® َم® لُ® و® َ®ن® َخ® بِ® ي® ٌر‬

“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang


lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan
memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah
kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.”

Ayat tersebut menekankan kepada kita bahwa agama memebrika perhatian besar
terhadap ilmu pengetahuan, mengingat ilmu pengetahuan memberikan manfaat
yang lebih kepada seluruh umat manusia.
Islam dan Sains tidak saling bertentangan, bahkan sebaliknya yakni
memiliki keselarasan. Al-Qur'an sebagai wahyu Allah yang bersumber langsung
dari Allah telah memberikan informasi-informasi tentang alam semesta,
khususnya yang berhubungan dengan matahari, bulan dan bumi. Ada 20 ayat
yang menyebut kata matahari, dan ada 463 ayat yang menyebut kata bumi serta
ada 5 ayat yang menyebut kata bulan. Belum lagi ayat yang menjelaskan tentang
langit, pergantian siang dan malam, serta ayat yang menyebut tentang bintang-
bintang. Terkait dengan teori Heliocentris, ada beberapa ayat yang menjelaskan
tentang gerak matahari, bulan dan bumi, yaitu surat Yunus: 5, surat Yasin: 38,
dan surat al-Naml: 88. Beberapa ayat tersebut adalah Dialah yang menjadikan
matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah
(tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan
tahun dan perhitungan (waktu).
Secara khusus Allah menjelaskan perjalanan matahari dalam surat Yāsīn
ayat Keselarasan Islam dan Sains Dan matahari berjalan ditempat peredarannya.

12
Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Sedangkan
mengenai gerak bumi, sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Naml: 88

‫ص ْن َع هَّللا ِ الَّ ِذي‬ ِ ‫ال تَحْ َسبُهَا َجا ِم َدةً َو ِه َي تَ ُمرُّ َم َّر الس ََّحا‬
ُ ۚ‫ب‬ َ َ‫َوت ََرى ْال ِجب‬
َ‫أَ ْتقَنَ ُك َّل َش ْي ٍء ۚ إِنَّهُ خَ بِي ٌر بِ َما تَ ْف َعلُون‬

“ Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di


tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah)
perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu;
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Selain itu, ada juga kajian yang telah menafsirkan ayat al-Qur’an yang
memiliki kesesuaian dengan ilmu geologi yang ditulis oleh Izzatul Laila. Ia
mengatakan bahwa lempeng-lempeng litosfer bergerak dan saling berinteraksi
satu sama lain. Pada tempat-tempat tertentu saling bertemu dan pertemuan
lempengan ini menimbulkan gempa bumi. Sebagai contoh adalah Indonesia
yang merupakan tempat pertemuan tiga lempeng: Eurasia, Pasifik dan Indo-
Australia. Bila dua lempeng bertemu maka terjadi tekanan (beban) yang terus
menerus. Dan bila lempengan tidak tahan lagi menahan tekanan (beban) maka
lepaslah beban yang telah terkumpul ratusan tahun itu, Restiana Mustika Sari
dan Yudi Setiadi: akhirnya dikeluarkan dalam bentuk gempa bumi. Sebagaimana
termaktub dalam Surat al-Zalzalah, 99: 1–3

{ ‫ت اأْل َرْ ضُ ِز ْلزَ الَهَا‬


ِ َ‫}إِ َذا ُز ْل ِزل‬2{ ‫ت اأْل َرْ ضُ أَ ْثقَالَهَا‬
ِ ‫} َوأَ ْخ َر َج‬3{ ‫َوقَا َل اإْل ِ ْن َسانُ َما لَهَا‬
}1
“Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan (yang dahsyat). Dan
bumi telah mengeluarkan beban-beban beratnya. Dan manusia
bertanya: ”Mengapa bumi (jadi begini)?”

Pada hari itu bumi menceritakan beritanya.Beban berat yang dikeluarkan dalam
bentuk gempa bumi merupakan suatu proses geologi yang berjalan bertahun-

13
tahun. Begitupun seterusnya, setiap selesai beban dilepaskan, kembali proses
pengumpulan beban terjadi. Proses geologi atau ‘berita geologi’ ini dapat
direkam baik secara alami maupun dengan menggunakan peralatan geofisika
ataupun geodesi. Sebagai contoh adalah gempa-gempa yang beberapa puluh atau
ratus tahun yang lalu, peristiwa pelepasan beban direkam dengan baik oleh
terumbu karang yang Keselarasan Islam dan Sains berada dekat sumber gempa.
Pada masa modern, pelepasan energi ini terekam oleh peralatan geodesi yang
disebut GPS (Global Position System)

ISLAM dan PENEGAKAN HUKUM


A. Penengakan hukum
Penegakan hukum adalah proses pemungsian norma-norma hukum
secara nyata sebagai pedoman perilaku atau hubungan–hubungan hukum dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Menurut seokanto, faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum
sebagaimana diuraikan dibawah ini :3
1. Faktor Hukum itu sendiri
Hukum yang dimaksudkan adalah undang-undang dalam arti material. Agar
supaya undang-undang mempunyai dampak yang positif, maka setidaknya
harus memenuhi asas-asas yaitu :
a. undang-undang hanya boleh diterapkan terhadap peristiwa yang disebut
dalam undangundang, dan terjadi setelah undang-undang itu dinyatakan
berlaku;
b. undang-undang yang dibuat peguasa yang lebih tinggi mempunyai
kedudukan yang lebih tinggi pula;
c. undang-undang yang bersifat khusus mengesampingkan undang-undang
yang bersifat umum jika pembuatnya sama;
d. undang-undang yang berlaku belakangan, membatalkan undang-undang
yang berlaku terdahulu;
e. undangundang tidak dapat diganggu gugat;
f. undang-undang merupakan suatu sarana untuk mencapai kesejahteraan
spiritual dan material bagi masyarakat maupun pribadi seseorang. Tidak
terpenuhi 6 asas di atas, juga karena; belum adanya peraturan

14
pelaksanaan yang dibutuhkan untuk menerapkan undang-undang dan
ketidakjelasan arti kata-kata kesimpangsiuran dalam penafsiran serta
penerapannya.
2. Faktor Penegak Hukum
Penegak hukum yang dimaksudkan adalah penegak hukum yang mencakup
mereka yang secara langsung berkecimpung dalam bidang penegakan hukum
yaitu (law enforcement and peace maintenance) yang meliputi hakim, jaksa,
polisi, pengacara dan masyarakat, demikian pula mereka yang secara tidak
langsung berkecimpung dalam bidang penegakan hukum, seperti pemerintah
dalam arti umum, pelaku ekonomi, elit-elit politik. Penegak hukum yang
berkecimpung langsung dalam penegakan hukum, mempunyai jenjang peran
tertentu, yaitu;
a. peranan yang ideal (ideal role),
b. peranan yang seharusnya (expected role);
c. peranan yang dianggap oleh diri sendiri (perceived role);
d. peranan yang sebenarnya dilakukan (actual role). Kelemahan segi
penegak hukum bisa disebabkan karena para penegak hukum tidak
memahami peranannya, khususnya peranan yang seharusnya dan peranan
yang sebenarnya dilakukan.
3. Faktor Sarana atau Fasilitas
Yang dimaksud sarana atau fasilitas dalam hal ini mencakup;
a. Sumber daya manusia (manpower),
b. organisasi yang baik,
c. peralatan yang memadai, dan
d. keuangan yang cukup. Keempat faktor tersebut harus terpenuhi dalam
penegakan hukum demi terwujudnya tujuan hukum.
4. Faktor Masyarakat
para penegak hukum harus memperhatikan stratifikasi sosial, tatanan
status dan peranan yang ada di lingkungan tersebut. Setiap stratifikasi sosial
pasti ada dasar-dasarnya, seperti kekuasaan, kekayaan materi, kehormatan
dan pendidikan. Dari pengetahuan dan pemahaman terhadap stratifikasi
sosial tersebut, akan dapat diketahui lambing lambang kedudukan yang

15
berlaku dengan segala macam gaya, disamping akan dapat diketahui pula
faktor-faktor yang mempengaruhi kekuasaan dan wewenang beserta
penerapannya di dalam kenyataan. Karena itu para pembuat dan penegak
hukum harus memahami masyarakat dimana hukum akan diterapkan.
5. Faktor kebudayaan
Kebudayaan merupakan faktor yang tidak kalah pentingnya dari faktor-
faktor lainnya yang mempengaruhi penegakan hukum. Sebab kebudayaan
(sistem) hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum
yang berlaku, nilai-nilai mana merupakan konsepsikonsepsi abstrak
mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dianutnya), dan apa yang
dianggap buruk (sehingga dihindari). Nilai-nilai tersebut lazimnya
merupakan pasangan nilai-nilai yang mencerminkan dua keadaan ekstrim
yang harus diserasikan. Pasangan nilai yang dimaksud adalah:
a. Nilai ketertiban dan ketenteraman.
b. Nilai kebendaan dan keakhlakan.
c. Nilai konservatisme dan inovatisme.
B. Penegakan hukum Dalam Islam
Dalam Al-Qur’an, Tuhan meletakkan dasar-dasar penegakan hukum,
sebagaimana yang ditegaskan dalam beberapa firman-Nya seperti Surah AnNisa
ayat 58 yang artinya:

۞ ‫اس‬ ِ َّ‫ت إِلَ ٰى أَ ْهلِهَا َوإِ َذا َح َك ْمتُ ْم بَ ْينَ الن‬ ِ ‫إِ َّن هَّللا َ يَأْ ُم ُر ُك ْم أَ ْن تُ َؤ ُّدوا اأْل َ َمانَا‬
ِ َ‫أَ ْن تَحْ ُك ُموا بِ ْال َع ْد ِل ۚ إِ َّن هَّللا َ نِ ِع َّما يَ ِعظُ ُك ْم بِ ِه ۗ إِ َّن هَّللا َ َكانَ َس ِميعًا ب‬
‫صيرًا‬
“Sesungguhnya Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan bila menetapkan keputusan hukum antara
manusia hendaklah kamu tetapkan dengan adil.”

Dengan itu Allah telah memberikan pengajaran dengan sebaik-baiknya kepadam


tentang pelaksanaan amanat dan keadilan hukum.

Surah An-Nisa’ ayat 135 yang artinya:

16
“Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu yang benar-benar
menegakkan keadilan, menjadi saksi (dalam menegakkan keadilan)
karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapakmu atau
kerabatmu, jika ia kaya atau miskin, maka Allah lebih utama (tahu) atas
(kemaslahatan) keduanya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
sehingga kamu tidak berlaku adil. Dan jika kamu memutarbalikkan
keadilan atau menolak menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan”.

Mencermati makna yang terkandung pada ayat diatas, maka ayat 58 adalah dasar
kejujuran untuk menegakkan hukum yakni kepada siapa hukum itu ditujukan,
sedang pada ayat 135 adalah dasar keberanian penegak hukum untuk
menetapkan hukum tanpa melihat siapa yang dihukum. Namun untuk
menegakkan keberanian dalam pelaksanaan hukum, harus ditunjang dengan sifat
sabar, sebab pada dasarnya orang yang bersabar dalam menegakkan kebenaran
dari Allah akan dilindungi oleh Allah SWT. Sebagaimana ditegaskan dalam
firman-Nya surah Al-Baqarah ayat 153 yang artinya:

َ‫صاَل ِة ۚ إِ َّن هَّللا َ َم َع الصَّابِ ِرين‬ َّ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ا ْستَ ِعينُوا بِال‬
َّ ‫صب ِْر َوال‬
“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan dalam
menghadapi musibah dengan sikap tabah dan mengerjakan shalat.
Sesungguhnya Allah bersama orang yang bersabar”.
Bersabar menurut ayat diatas adalah tolak ukur keberhasilan seseorang dalam
melaksanakan tugas dan aktifitasnya. Kesabaran merupakan “sejata untuk
mencapai suatu kebenaran dan kesuksesan. kejujuran dan keberanian adalah inti
dari penegakan hukum dalam arti supremasi hukum. Tegasnya, penegakan
hukum dapa tercapai jika dalam pelaksanaannya dilandasi nilai-nilai agama dan
moral, walaupun masyarakat Indonesia miskin jika agama dan moral baik, tidak
akan berbuat kejahatan, katakanlah lebih baik krisis ekonomi daripada krisis
agama dan moral. Sebab pelanggaran seseorang terhadap hukum tidak hanya
karena faktor sanksi atau hukuman, tetapi yang utama adalah faktor konsekuensi
(dosa).

17
C. kewajiban penegakan Hukum
Allah menegaskan dalam surat anNisa ayat 135:

۞ ‫ْط ُشهَدَا َء هَّلِل ِ َولَوْ َعلَ ٰى أَ ْنفُ ِس ُك ْم أَ ِو‬ ِ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ُكونُوا قَ َّوا ِمينَ بِ ْالقِس‬
‫ْال َوالِ َد ْي ِن َواأْل َ ْق َربِينَ ۚ إِ ْن يَ ُك ْن َغنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاهَّلل ُ أَوْ لَ ٰىبِ ِه َما ۖ فَاَل تَتَّبِعُوا ْالهَ َو ٰى‬
‫ْرضُوا فَإ ِ َّن هَّللا َ َكانَ بِ َما تَ ْع َملُونَ خَ بِيرًا‬ ِ ‫أَ ْن تَ ْع ِدلُوا ۚ َوإِ ْن ت َْل ُووا أَوْ تُع‬
“Wahai orang-orang yang beriman jadilah kamu orang yang benar-
benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap
dirimu sendiri atau ibu bapakmu dan kaum kerabatmu, jika ia kaya atau
miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran, dan
jika kamu memutarbalikkan kata atau enggan menjadi saksi, maka
sesungguhnya Allah maha mengetahui segala sesuatu yang kamu
kerjakan”

Dari ayat ini dapat ditarik tiga hukum, pertama, menegakkan hukum adalah
kewajiban bagi semua orang. Kedua, setiap orang apabila menjadi saksi
hendaklah berlaku jujur dan adil. Ketiga, manusia dilarang mengikuti hawa
nafsu serta dilarang menyeleweng dari kebenaran. Keadilan dalam Islam adalah
kebenaran, kebenaran merupakan salah satu nama Allah.
Prinsip keadilan sangat ditekankan dengan kuat, karena dalam doktrin
Islam, keadilan adalah motivasi keagamaan yang esensi. Apabila keadilan
dikaitkan dengan hukum, maka dua hal tersebut dalam tatanan peradilan Islam
dianggap sebagai sesuatu interdependetie. Lahirnya hukum dituntut adanya rasa
keadilan, terwujudnya keadilan melahirkan teori keadilan, teori keadilan perlu
diwujudkan dalam hukum, dan hukum harus melahirkan keputusan hukum yang
mencerminkan rasa keadilan. Islam merupakan sendi yang fundamental dalam
rangka penegakan supremasi hukum.
Maka dalam suatu tatanan masyarakat sangat memerlukan lembaga
peradilan yang menciptakan rasa dan nilai keadilan. Lembaga peradilan
merupakan tempat memutar roda keadilan guna menjaga keseimbangan hidup
dalam masyarakat. Hal ini bisa dilihat dari praktik Rasulullah, sebagaimana

18
dinyatakan dalam hadis: Ketika Uzamah binti Zaid meminta maaf atas kesalahan
Fatimah binti al-Aswad karena telah mencuri, maka Rasulullah berkata,

“Apakah kamu meminta syafaat mengenai sesuatu dari hukuman yang


telah ditetapkan oleh Allah”.

Kemudian Rasulullah bersabda:

“Bahwasanya yang menyebabkan kehancuran umat sebelum kamu ialah


mereka menegakkan had terhadap kaum lemah dan meninggalkan had
terhadap kaum bangsawan. Saya bersumpah demi Allah seandainya
Fatimah putri Muhammad mencuri niscaya akan kupotong tangannya”

Prinsip keadilan dalam menegakkan hukum yang dilakukan oleh Rasulullah


sematamata menjalankan keadilan Ilahi. Rasulullah sebagai hakim pada saat itu
hanya mengemban hukum Allah sehingga setiap keputusannya selalu berpegang
kepada hukum Allah yaitu alQur’an. Sedang al-Qur’an sendiri memberi
petunjuk bahwa kita disuruh berlaku adil, baik untuk diri sendiri maupun
keluarga dan jangan mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari
kebenaran. Di sini Nabi bersikap sebagai seorang penguasa atau eksekutif
sekaligus sebagai yudikatif. Namun bila dihadapkan dengan tugasnya sebagai
yudikatif, maka kekuasaan eksekutif tidak akan mempengaruhi setiap
keputusannya.
Prinsip keadilan dalam Islam mengandung konsep yang bernilai tinggi.
Ia tidak identik dengan keadilan yang diciptakan manusia. Keadilan manusia
dengan doktrin humanismenya telah mengasingkan nilai-nilai transendental dan
telah mengagungkan manusia sebagai individu, sehingga manusia menjadi titik
sentral. Sebaliknya konsep keadilan dalam Islam menempatkan manusia dalam
kedudukannya yang wajar, baik sebagai individu maupun sebagai anggota
masyarakat. Manusia bukan titik sentral mutlak melainkan “hamba Allah” yang
nilainya ditentukan oleh hablu min Allah wa habl min an-nas. Dalam doktrin
Islam hanya Allah yang menempati posisi sentral. Karena itu keadilan dalam

19
humanisme Islam selalu bersifat teosentrik. Artinya bertumpu dan berpusat pada
kekuasaan Allah semata. Dengan demikian keadilan Islam memiliki kelebihan
yang tidak dijumpai dalam konsepkonsep keadilan menurut versi manusia.

D. Tugas Negara dalam Penegakan Hukum


Apabila prinsip keadilan dihubungkan dengan hukum, maka harus ada
intervensi kekuasan yang dapat mengantarkan ke arah tegaknya hukum. Ada
beberapa tugas pokok bagi penyelenggara negara dalam rangka menegakkan
supremasi hukum.
1. kewajiban menerapkan kekuasaan negara dengan adil, jujur dan bijaksana.
Seluruh rakyat tanpa kecuali, harus dapat merasakan nikmat keadilan yang
timbul dari kekuasaan negara.
2. kewajiban menerapkan kekuasaan kehakiman dengan seadil-adilnya. Hukum
harus ditegakkan sebagaimana mestinya, hukum berlaku bagi siapa saja,
tanpa memandang kedudukannya.
3. kewajiban penyelenggara negara untuk mewujudkan suatu tujuan
masyarakat yang adil dan kesejahteraan sosial.

E. Peran Hakim Dalam Pengakan Hukum


Seorang hakim dalam Islam memiliki kewenangan yang luas dalam
melaksanakan keputusan hukum dan bebas dari pengaruh siapapun. Hakim
wajib menerapkan prinsip keadilan dan persamaan terhadap siapapun. Al-Qur’an
dalam surat an-Nisa ayat 58 telah menetapkan garis hukum:

‫اس أَ ْن تَحْ ُك ُموا‬ ِ ‫إِ َّن هَّللا َ يَأْ ُم ُر ُك ْم أَ ْن تُ َؤ ُّدوا اأْل َ َمانَا‬
ِ َّ‫ت إِلَ ٰىأَ ْهلِهَا َوإِ َذا َح َك ْمتُ ْم بَ ْينَ الن‬
‫بِ ْال َع ْد ِل‬
“….bila kamu menetapkan hukum antara manusia, maka hendaklah
kamu tetapkan dengan cara adil”

20
Putusan seorang hakim harus mencerminkan rasa keadilan hukum dengan tidak
memandang kepada siapa hukum itu diputuskan. Sikap ini didasarkan pada
firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 8:

ُ ‫ْط ۖ َواَل يَجْ ِر َمنَّ ُك ْم َشن‬


‫َآن قَوْ ٍم‬ ِ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ُكونُوا قَ َّوا ِمينَ هَّلِل ِ ُشهَدَا َء بِ ْالقِس‬
‫َعلَ ٰى أَاَّل تَ ْع ِدلُوا ۚ ا ْع ِدلُوا هُ َو أَ ْق َربُ لِلتَّ ْق َو ٰى ۖ َواتَّقُوا هَّللا َ ۚ إِ َّن هَّللا َ َخبِي ٌر بِ َما‬
َ‫تَ ْع َملُون‬
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang yang
lurus karena Allah, menjadi saksi yang adil dan janganlah kebencianmu
terhadap suatu kaum menyebabkan kamu berlaku tidak adil. Bersikaplah
adil, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa”

Dari ayat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap adil itu tidak akan
memihak kepada siapapun kecuali kepada kebenaran. Dalam peradilan Islam,
satu hal yang perlu diperhatikan, bahwa seorang hakim harus menghindari suatu
bentuk hukuman sebelum adanya bukti kesalahan yang jelas. Artinya hakim
menghindari hukuman pokok karena adanya unsur subhat. Demikian juga dianut
doktrin bahwa seorang hakim lebih baik salah dalam memaafkan dari pada salah
menjatuhkan putusan. Prinsip ini perlu ditegakkan oleh para hakim dalam
rangka membangun supremasi hukum.
F. Peran Rasulullah SAW dalam Penegakan Hukum Islam
Dalam kaitannya dengan keberlangsungan hukum pra-Islam, Nabi
Muhammad tidak melakukan tindakan-tindakan perubahan terhadap hukum
yang ada sepanjang hukum tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam
yang fundamental. Dengan demikian Nabi Muhammad dalam kapasitasnya
sebagai pembuat hukum dari sebuah agama yang baru melegalkan hukum lama
di satu sisi, dan mengganti beberapa hal yang tampaknya tidak konsisten dengan
prinsip-prinsip hukum.
Hukum yang direvisi bahkan dirombak oleh Rasulullah antara lain:
perkawinan dengan ibu tiri, poliandri, menikahi wanita tanpa batas jumlahnya,
hubungan seksual yang tidak sah, aborsi, pembunuhan terhadap bayi perempuan,

21
balas dendam dalam hukum qisas, perlindungan pencuri bagi bangsawan,
perceraian berulang-ulang dan lain sebagainya.
Penyimpangan nilai-nilai moral dalam hukum praIslam nampak sekali
dalam sistem pemidanaan (peradilan), terutama pada jarimah qisas diyat.
Keadaan demikian dapat dibuktikan dengan peristiwa sejarah yang terjadi di
kalangan masyarakat Arab jahiliyah: Salah seorang kabilah Gani membunuh
Syas bin Zuhair, maka datanglah Zuhair, ayah Syas, untuk minta pembalasan
kepada suku Gani. Mereka berkata, “Apa kehendakmu atas kematian Syas?”.
Jawab Zuhair, “Satu dari tiga hal dan tidak bisa diganti, yaitu menghidupkan
kembali Syas, atau mengisi selendangku dengan binatang-binatang dari langit,
atau engkau serahkan kepadaku semua anggota kabilah Gani untuk saya bunuh
semua, dan sesudah itu aku belum merasa telah mengambil sesuatu ganti rugi
atas kematian Syas”.13 Tuntunan semacam ini semakin membuat rawannya
keadaan bila ternyata si korban dari kalangan kabilah terhormat atau pemimpin
kabilah itu sendiri. Hal ini terjadi karena ada sebagian dari kabilah-kabilah Arab
yang mengabaikan tuntutan wali si korban, bahkan sebaliknya mereka
memberikan perlindungan terhadap si pembunuh, Sehingga tidak menutup
kemungkinan terjadi perang antar kabilah yang di dalamnya melibatkan orang-
orang yang tak berdosa, Di sisi lain, memang orang-orang Arab mempunyai
tradisi balas dendam, bahkan terhadap persoalan yang telah terjadi beberapa
tahun yang silam. Kalau seseorang anggota keluarga terbunuh, maka
pembalasan dilakukan terhadap keluarga pembunuh yang tidak berdosa di
samping pembunuhnya sendiri.
Al-Qur’an dan praktik Nabi memperkenalkan berbagai modifikasi
terhadap praktek hukuman ini, akan tetapi ide utama dari prinsip-prinsip yang
mendasarinya tidak bersifat baru, melainkan telah lama dipraktekkan masyarakat
Arab sebelum munculnya Islam.Perubahan utama yang dilakukan oleh Islam
adalah prinsip keseimbangan dalam kerangka hukum yang berdimensi keadilan.

22
AMAR MA’RUF NAHI MUNGKAR
A. Pengertian Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
Munkar Menurut kamus al-Munawir Arab-Indonesia Ma‟ruf artinya
adalah kebajikan. Nahi artinya melarang atau mencegah. Munkar artinya adalah
keji atau munkar. ma‟ruf juga diartikan melaksanakan apa yang diperintahkan
oleh Allah SWT dalam kitabnya atau melalui lisan rasulnya Muhammad SAW.
Sedangkan yang munkar diartikan apa yang dilarang oleh Allah dalam kitabnya
atau melalui lisannya Muhammad SAW. Dinamakan ma‟ruf karena jiwa yang
sehat akan mengenalinya dan mengetahui kebaikannya serta menerimanya dan
akan terus melakukan perbuatan yang ma‟ruf dan dinamakan munkar karena
jiwa dan fitrah yang sehat akan mengingkari dan menjauhi serta menjelekkan
perbuatan tersebut.
Arti amar ma‟ruf nahi munkar secara terminologi ialah megajak kepada
perbuatan yang baik dan mencegah kepada perbuatan yang munkar. Secara
etimologi amar berarti adalah perintah, ajakan, anjuran, himbauan bahkan juga
berarti permohonan. ma‟ruf artinya baik, layak, patut. Nahi munkar berarti
melarang, mencegah dan munkar berarti durhaka.

B. Bentuk-bentuk amar ma’ruf dan nahi munkar


1. Dengan senjata

23
Islam juga menyerukan untuk mengangkat senjata jika hal tersebut benar
benar memungkinkan sebagaimana firman Allah dalam suratan-Nisa ayat 75
yang berbunyi Artinya:“mengapa kamu tidak mau berperang dijalan Allah
membela kaum yang lemah baik laki-laki maupun wanita dan anak-anak
yang semuanya berdoa:

‫َربَّنَا أَ ْخ ِرجْ نَا ِم ْن ٰهَ ِذ ِه ْالقَرْ يَ ِة الظَّالِ ِم أَ ْهلُهَا َواجْ َعلْ لَنَا ِم ْن لَ ُد ْنكَ َولِيًّا‬
‫صيرًا‬ ِ َ‫ك ن‬ َ ‫َواجْ َعلْ لَنَا ِم ْن لَ ُد ْن‬
“Ya robb kami, keluarkanlah kami dari negeri ini(makkah) yang
zhalim penduduknnyadan berilah kami pelindung dari sisia engkau
dan berikanlah kami penolong dari sisi Allah.”(QS.an-Nisa: 75).

Apabila masyarakat tidak mampu melawan tirani dan kezhaliman serta


kediktatoran maka tidak ada alasan baginya untuk mengangkat senjata atau
paling tidak hijrah dari kampung mereka dan tidak ada alasan bagi mereka
untuk mereka kebinasaan. Kalau darah manusia sudah tidak berharga dan
ummat Islam diperangi, maka tidak ada kedamaian dalam kehidupan. Oleh
karena itu Islam mewajibkan umatnya untuk bangkit demi membela diri dan
haram hukumnya bagi ummat Islam untuk berdiam diri menerima kehinaan
dan penindasan.
2. Dengan politik
Perjuangan dengan menggunakan kekuatan politik dalam suatu negara
dikemas berbagai bentuk diantaranya adalah dalam bentuk wadah atau
membentuk kelompok atau kekuatan politik yang disebut dengan partai.
Yusuf Qordhawi mengatakan “bahwa partai suatu wadah bagi umat untuk
mengatakan “tidak” atau “kenapa”. Partai yang dimaksud oleh Yusuf
Qordhawi harus memenuhi 2 syarat yaitu:
a. Partai-partai tersebut harus mengakui Islam sebagai akidah dan Syari‟ah,
tidak boleh melanggar ajaran-ajarannya dan tidak boleh pula menjadikan
partai sebagai kedik, walaupun berbagai partai tersebut mempunyai
ijtihad sendiri memahaminya berdasarkan kaidah-kaidah ilmiah yang
sudah ditetapkan.

24
b. Partai-partai tersebut tidak boleh bekerja demi kepintingan pihak-pihak
yang memusuhi Islam dan umatnya, apapun nama dan bentuknya.
3. Dengan dakwah
Menurut M. Abu al-Fath al-Bayanuni, dakwah adalah menyampaikan
dan mengajarkan Islam kepada manusia serta menerapkannya dalam
kehidupan manusia. Menurut Taufik al-Wa‟i, dakwah adalah mengajak
kepada pengesaan Allah dengan menyatakan dua kalimat sahadat dan
mengikuti manhaj Allah di muka bumi baik perkataan dan perbuuatan,
sebagaimana yang terdapat dalam al-Qur‟an dan Assunnah, agar
memperoleh agama yang diridha‟inya dan manusia memperoleh
kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Dalam menegakkan amar ma‟ruf nahi mukar dalam rangka
merealisasikan negara yang berwibawa dan bermartabat. Hal tersebut
berpedoman kepada tindakan yang dilakukan Abu Bakar sewaktu beliau
diangkat jadi khalifah. Oleh karena itu, setiap umat Islam dalam suatu negara
dituntut untuk selalu aktif dalam menegakkan amar ma‟ruf nahi munkar
sekalipun terhadap seorang pemimpin karena hal tersebut sebagai salah satu
bentuk yang harus dilakukan secara bijaksana dan bersifat konstruktif serta
tidak dengan jalan inkonstitusional. Umat ini akan kehilangan keistimewaan
dan kelebihannya jika mereka meniggalkan perjuangan amar ma‟ruf nahi
munkar-nya, maka mereka akan ditimpa musibah dan dilaknat Allah SWT.

C. Pentingnya Penegakan Amar Maruf Nahi Mungkar


Amar ma’ruf nahi mungkar merupakan amal yang paling tinggi karena
posisinya sebagai landasan utama dalam Islam. Allah subhanahu wa
ta’ala berfirman: “Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan
untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, mencegah
dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka.

25
ِ ‫اس تَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر‬
‫ُوف َوتَ ْنهَوْ نَ َع ِن ْال ُم ْن َك ِر‬ ِ َّ‫ت لِلن‬ ْ ‫ُك ْنتُ ْم خَ ْي َر أُ َّم ٍة أُ ْخ ِر َج‬
َ‫ب لَ َكانَ َخ ْيرًا لَهُ ْم ۚ ِم ْنهُ ُم ْال ُم ْؤ ِمنُون‬
ِ ‫َوتُ ْؤ ِمنُونَ بِاهَّلل ِ ۗ َولَوْ آ َمنَ أَ ْه ُل ْال ِكتَا‬
َ‫َوأَ ْكثَ ُرهُ ُم ْالفَا ِسقُون‬
Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka
adalah orang-orang fasik.” (Ali Imran: 110)
Jika kita perhatikan dengan saksama, sebenarnya diutusnya para rasul dan
diturunkannya Al-Kitab adalah dalam rangka memerintah dan mewujudkan
yang ma’ruf, yaitu tauhid yang menjadi intinya, kemudian untuk mencegah
dan menghilangkan yang mungkar, yaitu kesyirikan yang menjadi
sumbernya.
Jadi, segala perintah Allah subhanahu wa ta’ala yang disampaikan melalui
rasul-Nya adalah perkara yang ma’ruf. Begitu pula seluruh larangan-Nya
adalah perkara yang mungkar. Kemudian, Allah subhanahu wa
ta’ala menjadikan amar ma’ruf nahi mungkar ini sebagai sifat yang melekat
dalam diri nabi-Nya dan kaum mukminin secara menyeluruh.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian


mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh
(berbuat) yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar,
melaksanakan shalat, menunaikan zakat, serta taat kepada Allah dan
Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah
Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (at-Taubah: 71)

Siapa pun meyakini bahwa kebaikan manusia dan kehidupannya ada dalam
ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu
‘alaihi wa sallam. Dan hal tersebut tidak akan sempurna tercapai melainkan
dengan adanya amar ma’ruf nahi mungkar. Dengan hal inilah umat ini
menjadi sebaik-baik umat di tengah-tengah manusia.

D. Hukum Amar Ma’ruf Nahi Mungkar

26
Amar ma’ruf nahi mungkar adalah kewajiban bagi tiap-tiap muslim yang
memiliki kemampuan. Artinya, jika ada sebagian yang melakukannya, yang
lainnya terwakili. Dengan kata lain, hukumnya fardhu kifayah.
Namun, boleh jadi, hukumnya menjadi fardhu ‘ain bagi siapa yang
mampu dan tidak ada lagi yang menegakkannya. Al-Imam an-
Nawawi rahimahullah mengatakan, “Amar ma’ruf nahi mungkar menjadi wajib
‘ain bagi seseorang, terutama jika ia berada di suatu tempat yang tidak ada
seorang pun yang mengenal (ma’ruf dan mungkar) selain dirinya; atau jika tidak
ada yang dapat mencegah yang (mungkar) selain dirinya. Misalnya, saat melihat
anak, istri, atau pembantunya, melakukan kemungkaran atau mengabaikan
kebaikan.” (Syarh Shahih Muslim) Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah rahimahullah berkata, “Amar ma’ruf nahi mungkar adalah fardhu
kifayah. Namun, terkadang menjadi fardhu ‘ain bagi siapa yang mampu dan
tidak ada pihak lain yang menjalankannya.
Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdillah bin
Baz rahimahullah mengemukakan hal yang sama, “Ketika para da’i sedikit
jumlahnya, kemungkaran begitu banyak, dan kebodohan mendominasi, seperti
keadaan kita pada hari ini, maka dakwah (mengajak kepada kebaikan dan
menjauhkan umat dari kejelekan) menjadi fardhu ‘ain bagi setiap orang sesuai
dengan kemampuannya.”
Dengan kata lain, kewajibannya terletak pada kemampuan. Dengan
demikian, setiap orang wajib menegakkannya sesuai dengan kemampuan
masing-masing. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu,


dengarlah serta taatlah dan infakkanlah harta yang baik untuk dirimu.
Dan barang siapa dijaga dirinya dari kekikiran, mereka itulah orang
yang beruntung.” (at-Taghabun: 16)

Kemampuan, kekuasaan, dan kewenangan adalah tiga hal yang terkait erat
dengan proses amar ma’ruf nahi mungkar. Yang memiliki kekuasaan tentu saja

27
lebih mampu dibanding yang lain sehingga kewajiban mereka tidak sama
dengan yang selainnya.
Al-Qur’an telah menunjukkan bahwa amar ma’ruf nahi mungkar tidak
wajib bagi tiap-tiap individu (wajib ‘ain), namun secara hukum menjadi fardhu
kifayah. Inilah pendapat yang dipegangi mayoritas para ulama, seperti al-Imam
al-Qurthubi, Abu Bakar al-Jashash, Ibnul Arabi al-Maliki, Ibnu Taimiyah, dan
lain-lain rahimahumullah. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru


kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari
yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Ali
Imran: 104)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Siapa di antara kalian yang melihat suatu kemungkaran, maka cegahlah


dengan tangannya. Jika belum mampu, cegahlah dengan lisannya. Jika
belum mampu, dengan hatinya, dan pencegahan dengan hati itu adalah
selemah-lemah iman.” (HR. Muslim)

E. Syarat dan Etika Beramar Ma’ruf Nahi Mungkar


Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan kita agar kita beribadah dan
menjalankan ketaatan kepada-Nya sebaik mungkin. Allah subhanahu wa
ta’ala berfirman:

“(Dialah) yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu, siapa
di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha
Pengampun.” (al-Mulk: 2)

Amar ma’ruf nahi mungkar adalah ibadah, ketaatan, dan amal saleh.
Karena itu, harus dilakukan dengan benar dan penuh keikhlasan agar menjadi
amalan saleh yang diterima. Al-Imam Fudhail Ibnu

28
Iyadh rahimahullah mengemukakan bahwa suatu amalan meskipun benar tidak
akan diterima jika tidak ada keikhlasan, begitu pun sebaliknya. Keikhlasan
berarti semata-mata karena Allah subhanahu wa ta’ala, sedangkan kebenaran
berarti harus berada di atas sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Para penegak amar ma’ruf nahi mungkar hendaknya memerhatikan dan
memenuhi beberapa syarat berikut.:
1. Ilmu dan pemahaman sebelum memerintah dan melarang.
Apabila tidak ada ilmu, dapat dipastikan yang ada adalah kebodohan dan
kecenderungan mengikuti hawa nafsu. Padahal siapa saja yang beribadah
kepada Allah subhanahu wa ta’ala tanpa ilmu, maka kerusakan yang
diakibatkannya jauh lebih dominan daripada kebaikan yang diharapkan.
Dalam kaitannya dengan amar ma’ruf nahi mungkar, ilmu yang harus
dimiliki meliputi tiga hal, antara lain: Mengetahui yang ma’ruf dan yang
mungkar serta dapat membedakan antara keduanya; Mengetahui dan
memahami keadaan objek yang menjadi sasarannya; serta mengetahui dan
menguasai metode atau langkah yang tepat dan terbaik sesuai dengan
petunjuk jalan yang lurus (ketentuan syariat). Tujuan utamanya adalah
supaya tercapai maksud yang diinginkan dari proses amar ma’ruf nahi
mungkar dan tidak menimbulkan kemungkaran yang lain.
2. Lemah lembut dalam beramar ma’ruf dan bernahi mungkar.
Penyambutan yang baik, penerimaan, dan kepatuhan adalah harapan
yang tidak mustahil apabila proses amar ma’ruf nahi mungkar selalu dihiasi
oleh kelembutan.
Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyatakan dalam
sabdanya:

“Sesungguhnya Allah Mahalembut dan menyukai sikap lemah


lembut dalam tiap urusan. Allah subhanahu wa ta’ala akan
memberikan kepada sikap lemah lembut sesuatu yang tidak akan
diberikan kepada sikap kaku atau kasar dan Allah subhanahu wa
ta’ala akan memberikan apa-apa yang tidak diberikan kepada
selainnya.” (HR. Muslim “Fadhlu ar-Rifq” no. 4697)

29
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

“Tidaklah sikap lemah lembut itu ada dalam sesuatu, melainkan


akan menghiasinya, dan tidaklah sikap lemah lembut itu dicabut dari
sesuatu, melainkan akan menghinakannya.” (HR. Muslim)
Al-Imam Sufyan ibnu Uyainah rahimahullah mengatakan, “Tidak boleh
beramar ma’ruf dan bernahi mungkar selain orang yang memiliki tiga sifat:
lemah lembut, bersikap adil (proporsional), dan berilmu yang baik.”

Termasuk sikap lemah lembut apabila senantiasa memerhatikan kehormatan


dan perasaan manusia. Oleh karena itu, dalam beramar ma’ruf nahi mungkar
hendaknya mengedepankan kelembutan dan tidak menyebarluaskan aib atau
kejelekan. Kecuali, mereka yang cenderung senang dan bangga untuk
menampakkan aibnya sendiri dengan melakukan kemungkaran dan
kemaksiatan secara terang-terangan. Sebab itu, tidak mengapa untuk
mencegahnya dengan cara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi.
Al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Siapa yang menasihati
saudaranya dengan sembunyi-sembunyi, sungguh ia benar-benar telah
menasihatinya dan menghiasinya. Siapa yang menasihati saudaranya dengan
terang-terangan (di depan khalayak umum), sungguh ia telah
mencemarkannya dan menghinakannya.” (Syarh Shahih Muslim)
3. Tenang dan sabar menghadapi kemungkinan adanya gangguan setelah
beramar ma’ruf nahi mungkar.
Gangguan seolah-olah menjadi suatu kemestian bagi para penegak amar
ma’ruf nahi mungkar. Oleh karena itu, jika tidak memiliki ketenangan dan
kesabaran, tentu kerusakan yang ditimbulkannya jauh lebih besar daripada
kebaikan yang diinginkan. Al-Imam ar-Razi rahimahullah menjelaskan
bahwa orang yang beramar ma’ruf nahi mungkar itu akan mendapat
gangguan, maka urusannya adalah bersabar.
Al-Imam Ibnu Taimiyah rahimahullah juga mengemukakan bahwa para
rasul adalah pemimpin bagi para penegak amar ma’ruf nahi mungkar.

30
Allah subhanahu wa ta’ala telah memerintah mereka semua agar bersabar,
seperti firman-Nya:

“Maka bersabarlah engkau (Muhammad) sebagaimana kesabaran rasul-


rasul yang memiliki keteguhan hati, dan janganlah engkau meminta agar
azab disegerakan untuk mereka. Pada hari mereka melihat azab yang
dijanjikan, merasa seolah-olah tinggal (di dunia) hanya sesaat saja pada
siang hari. Tugasmu hanya menyampaikan. Maka tidak ada yang
dibinasakan, selain kaum yang fasik (tidak taat kepada Allah subhanahu wa
ta’ala).” (al-Ahqaf: 35)

“Dan karena Rabbmu, bersabarlah!” (al-Mudatstsir: 7)

“Dan bersabarlah (Muhammad) menunggu ketetapan Rabbmu, karena


sesungguhnya engkau berada dalam pengawasan Kami, dan bertasbihlah
dengan memuji Rabbmu ketika engkau bangun.” (at-Thur: 48)

Allah subhanahu wa ta’ala juga menyebutkan wasiat Luqman kepada


putranya dalam firman-Nya:

“Wahai anakku! Laksanakanlah shalat dan suruhlah (manusia) berbuat


yang ma’ruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah
terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk
perkara yang penting.” (Luqman: 17)

Seseorang yang beramar ma’ruf nahi mungkar berarti telah memosisikan


dirinya sebagai penyampai kebenaran. Padahal tidak setiap orang ridha dan
suka dengan kebenaran. Oleh karena itu, ia pasti akan mendapat gangguan,
dan itu menjadi cobaan serta ujian baginya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

31
“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan
mengatakan, ‘Kami telah beriman’, dan mereka tidak diuji? Dan sungguh,
Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti
mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang
yang dusta.” (al-‘Ankabut: 2—3)

FITNAH AKHIR ZAMAN


A. Pengertian Fitnah
Fitnah merupakan komunikasi kepada satu orang atau lebih yang
bertujuan untuk memberikan stigma negative atas suatu peristiwa yang
dilakukan oleh pihak lain berdasarkan atas fakta palsu yang dapat
mempengarhui kehormatan, wibawa, atau reputasi seseorang. Fitnah
maknanya adalah cobaan dan ujian. Di akhir zaman akan bermunculan
berbagai macam fitnah yang semakin beragam dan semakin berat. Sehingga
manusia yang berada pada zaman tersebut akan merasakan ujian kehidupan
yang tidak ringan.

32
B. Munculnya Fitnah Akhir Zaman
Di antara fitnah yang muncul di akhir zaman adalah :
1. Banyaknya Praktek Kesyirikan
Kesyirikan merupakan dosa besar yang terbesar. Semakin
jauhnya manusia dari masa kenabian, menjadikan manusia semakin
berani menyelisihi petunjuk Nabi Sehingga pelan-pelan manusia akan
terseret ke dalam jurang kesyirikan tanpa ia sadari. Allah q berfirman;

”Maka hendaklah takut orang-orang yang menyelisihi perintah Rasul


mereka akan ditimpa fitnah atau ditimpa azab yang pedih.” QS. An-
Nur : 63.

Berkata Imam Ahmad 5

”Tahukah engkau apakah fitnah yang dimaksud? Fitnah tersebut adalah


kesyirikan, jika seorang menolak sebagian sabda Nabi a maka hatinya
akan ditimpa sesuatu, berupa kecondongan kepada kesesatan yang akan
membinasakan(nya).” 3 Syarhu Tsalatsatil Ushul, 6

2. Banyak Terjadi Perpecahan


Di akhir zaman akan muncul perpecahan di kubu kaum muslimin.
Sehingga dengan perpecahan tersebut akan mengurai kekuatan kaum
muslimin dan akan banyak energi yang terbuang. Banyaknya
Pembunuhan
Di akhir zaman nyawa manusia menjadi murah harganya.
Terkadang karena permasalahan yang sepele darah ditumpahkan. Selain
itu pula banyak terjadi peperangan di akhir zaman. Diriwayatkan dari
Abu Hurairah i, bahwa Rasulullah a bersabda;

“Tidak akan terjadi Hari Kiamat hingga banyaknya ‘Al-Harju.’” Para


sahabat bertanya, ”Apa yang dimaksud dengan ’AlHarju,’ wahai
Rasulullah?”

33
Rasulullah a bersabda,

”Pembunuhan-pembunuhan.” 5 HR. Muslim Juz 4 : 157

3. Munculnya Syubhat (Kesamaran)


Di akhir zaman banyak tulisan dan buku-buku. Di satu sisi ini
merupakan kenikmatan dan kemudahan. Namun disisi lain, jika tulisan
dan buku-buku tersebut tidak disusun berdasarkan sumber rujukan yang
benar, maka justru akan menimbulkan syubhat (kesamaran) bagi
pembacanya. Sehingga akan menjadi samar pula antara kebenaran
dengan kebatilan. Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud y, bahwa
Rasulullah a bersabda;

“Sesungguhnya dihadapan Hari Kiamat (akan terjadi); memberi salam


hanya kepada orang khusus. Tersebarnya perdagangan hingga seorang
wanita membantu suaminya di dalam berdagang. Terputusnya
silaturrahim, saksi palsu, disembunyikannya saksi yang benar, dan
tersebarnya pena.”
6 HR. Ahmad. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani 5 dalam As-
Silsilah Ash-Shahihah Juz 2 : 647.
4. Tersebarnya fitnah Wanita Jumlah wanita di akhir zaman mengalahkan
jumlah laki-laki.
Dan banyak di antara mereka yang tidak mengerti bagaimana
seharusnya berhijab secara syar’i, sehingga akan menimbulkan fitnah
yang besar bagi kaum laki-laki. Diriwayatkan dari Abu Hurairah i, bahwa
Rasulullah a bersabda
“Sepeninggalku tidak ada fitnah yang lebih berbahaya bagi kaum laki-
laki daripada (fitnahnya) wanita.”7 7 HR. Muslim Juz 4 : 2470. - 9 –
5. Terbukanya Lumbung-lumbung Harta
Perhatian utama sebagian besar manusia akhir zaman adalah
harta. Hal inilah yang menjadikan maraknya perdagangan di akhir

34
zaman. Padahal bukanlah kefakiran yang ditakutkan oleh Rasulullah a
akan menimpa umat ini, akan tetapi yang ditakutkan oleh Rasulullah a
adalah ketika dibukakannya lumbung harta, sehingga manusia akan
berlomba-lomba untuk memperebutkannya. Rasulullah a pernah
bersabda; َ

“Demi Allah, bukanlah kefakiran yang lebih aku takutkan menimpa


kalian, akan tetapi yang aku takutkan atas kalian jika dunia dibentangkan
kepada kalian sebagaimana telah dibentangkan kepada orang-orang-
orang sebelum kalian. Sehingga kalian berlomba-lomba sebagaimana
mereka berlomba-lomba, dan (dunia) akan menghancurkan kalian
sebagaimana (dunia) telah menghancurkan mereka.” 8 8 HR. Bukhari Juz
4 : 3791 dan Muslim Juz 4 : 2961

C. Kiat Menghadapi Fitnah Akhir Zaman


Ada beberapa kiat dalam menghadapi fitnah akhir zaman, antara lain :

1. Hadir Dalam Majelis Ilmu Di antara cara untuk menjaga konsistensi


iman di akhir zaman adalah dengan menghadiri majelis-majelis
keilmuan. Karena di dalam majelis ilmu seorang akan ditunjukkan
kepada jalan kebenaran dan kebaikan, dan ia akan dibimbing di atasnya.
Di dalam majelis ilmu seorang dimotivasi untuk melakukan ketaatan dan
menjauhi kemaksiatan. Sehingga dengan demikian diharapkan
keimanannya akan terus kontinu dan konsisten. Karena demikian
pentingnya duduk dalam majelis ilmu, sehingga ‘Umar bin Khaththab y
pernah berkata;

”Sesungguhnya seorang keluar dari rumahnya dengan membawa dosa


sebesar gunung Tihamah. Jika mereka mendengarkan ilmu, (maka) ia
akan takut kemudian akan bertaubat. (Dan) ia kembali ke rumahnya
dalam keadaan tidak berdosa lagi. Maka janganlah engkau berpisah
dari majelis para ulama’.” 9 Kaifa Tatahammas. - 13 –

35
2. Sibukkan Diri Dengan Ibadah dan Amalan Kebaikan
Dengan menyibukkan diri dengan ibadah dan amal kebaikan akan lebih
bermanfaat bagi seorang muslim untuk kehidupannya di dunia dan di
akhirat. Dan seorang yang menyibukkan dirinya dengan kebaikan, maka
ia tidak akan mempunyai waktu untuk melakukan keburukan. Dengan
demikian, hari-harinya akan terisi dengan hal-hal kebaikan dan ketaatan.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah y ia berkata, bahwa Rasulullah a
bersabda;

“Bersegeralah untuk beramal (sebelum datangnya) fitnah-fitnah seperti


potongan malam yang gelap. Pagi harinya seorang masih beriman,
namun sore harinya ia telah kafir. Atau sore harinya seorang masih
beriman, namun pagi harinya ia telah kafir. Ia menjual agamanya
dengan sedikit bagian dari dunia.”

10 Imam Asy-Syafi’i 5 pernah berkata; “Aku bertemu dengan orang-


orang sufi, aku tidak mengambil manfaat (dari mereka), kecuali dua
kata; Pertama, waktu seperti pedang jika engkau tidak memotongnya,
maka ia yang akan memotongmu. Kedua, jika engkau tidak menyibukkan
dirimu dalam kebenaran, maka ia akan menyibukkanmu dalam
kebatilan.”11 10 HR. Muslim Juz 1 : 118. 11 Al-Jawabul Kafi.

3. Mejauhi Berbagai Macam Syubhat dan Syahwat Hati manusia itu lemah,
sedangkan syubhat menyambar-nyambar.Sebagaimana perkataan Imam
Adz-Dzahabi 5, menukil perkataan imam-imam salaf :

36
ٌ “Hati itu lemah dan syubhat itu menyambar-nyambar. Sehingga barangsiapa yang
menjauhkan diri dari syubhat, maka ia telah menyelamatkan agamanya.”

Diriwayatkan dari Abu ‘Abdillah Nu’man bin Basyir y ia berkata,


Rasulullah a bersabda; 12 Siyar A’lamin Nubala’, 7/261.

“Barangsiapa menjaga diri dari yang syubhat, maka berarti ia telah


menyelamatkan agamanya.”

Demikian pula dengan menjauhi berbagai macam hal-hal yang


merangsang syahwat akan menjadikan hati bersih. Dan ketika syahwat
diperturutkan, maka banyak waktu yang akan terbuang dalam perkara
yang sia-sia.

4. Senantiasa Berdoa Kepada Allah q Hendaklah seorang muslim berdoa


kepada AllaH, agar diselamatkan dari berbagai fitnah kehidupan dan
dijadikan hatinya senantiasa istiqamah dalam kebenaran dan ketaatan.
Karena hati manusia berada di antara Jari-jemari Allah q, maka Allahlah
yang mampu memberikan hidayah kepada hati tersebut agar tetap
istiqamah di atas kebenaran dan kebaikan, atau memalingkanya kepada
kesesatan –wal’iyadzubillah.- Dan hendaknya seorang muslim juga
memohon perlindungan kepada Allah q dari fitnah kehidupan. Di antara
doanya adalah : -

“(Wahai) Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong


kepada kesesatan, sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami. Dan
karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, karena sesungguhnya
Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” HR. Bukhari Juz 1 : 1311 dan
Muslim Juz 1 : 588, lafazh ini miliknya.

37
Atau membaca
“Wahai Pembolak-balik hati, tetapkanlah hatiku pada agama-Mu.”16
15 QS. Ali ‘Imran : 8. 16 HR. Tirmidzi Juz 4 : 2140. Hadits ini
dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani 5 dalam Shahihul Jami’ : 4801.

Atau membaca “Ya Allah, yang memalingkan hati, palingkanlah hati


kami kepada ketaatan (kepada)-Mu.” HR. Muslim Juz 4 : 2654.

DAFTAR PUSTAKA

38
Jasmi, Kamarul Azmi. (2016). Amar Makruf Nahi Mungkar. Ensiklopedia Pendidikan
Islam

Sabir, Muhammad. 2015. AMAR MA’RUF DAN NAHI MUNKAR (Suatu Pendekatan
Hadis Dakwah dalam Perubahan Sosial). journal.iain-manado.
19(2).  http://dx.doi.org/10.30984/pp.v19i2.729

Purwono, Eko. M. Wahid Nur Tualeka. 2015. Amar Ma’ruf Nahy Munkar dalam
Perspektif Sayyid Guthb. AL-Hikmah: Jurnal Studi Agama-Agama. 1(2)

Sholihah, Mar‟Atus. 2019. “Konsep Amar Ma’ruf Nahi Munkar Al-Ghazali Dalam
Kitab Ihya’ ‘Ulumuddin Dan Relevansinya Dengan Dakwah Zaman Modern Di
Indonesia”. Skripsi. Fakultas Dakwah Dan Komunikasi. Universitas Islam
Negeri Walisongo Semarang.

Muhammad, Munzir. 2016. “IMPLEMENTASI AMAR MAKRUF DAN NAHI


MUNGKAR (Studi Analitis Terhadap Hadis Nabi”. Tesis. Theologi Islam. UIN
Alauddin Makassar.

Pancasilawati, Abnan. 2013. PENEGAKAN HUKUM DALAM SYARI’AT ISLAM.


journal.iain-samarinda. 11 (1). https://doi.org/10.21093/mj.v11i1.116

Ahmad, M. Rais. 2013. Penegakan Hukum Atas Keadilan Dalam Pandangan Islam.
Jurnal Ilmu Syariah, FAI Universitas Ibn Khaldun (UIKA) BOGOR. 1(2)
https://www.academia.edu/31651189

Sarono, Agus. "Penegakan Hukum dalam Perspektif Hukum Islam." Value Added:
Majalah Ekonomi dan Bisnis, vol. 11, no. 2, 2015.

39
Handayani, Tri. "Alternatif Penegakan Hukum dalam Perspektif Islam." Iqtisad, vol. 4,
no. 1, 2017, doi:10.31942/iq.v4i1.1996.

Zulkifli, Zulkifli. "Tuntutan Keadilan Perspektif Hukum Islam." Juris, vol. 17, no. 1,
2018, doi:10.1234/juris.v17i1.1005.

asyim, Baso. "Islam Dan Ilmu Pengetahuan (Pengaruh Temuan Sains Terhadap
Perubahan Islam)." Jurnal Dakwah Tabligh, vol. 14, no. 1, 2013,
doi:10.24252/jdt.v14i1.319.

Arifullahl, Mohd. HUBUNGAN SAINS DAN AGAMA (Rekonstruksi Citra Islam di


tengah Ortodoksi dan Perkembangan Sains Kontemporer).
KONTEKSTUALITA Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan I Vol.21 No. 1, Juni
2006

Taqiyuddin, Muhammad & Umam, Khoirul. (2016). HUBUNGAN ISLAM DENGAN


SAINS.

https://khotbahjumat.com/763-fitnah-akhir-zaman.html

4 Pesan Rasulullah untuk Penegak Hukum | Republika Online

Kewajiban Amar Ma’ruf Nahi Mungkar - Majalah Islam Asy-Syariah

Pengertian Iman secara Bahasa dan Istilah dalam Islam - Risalah Islam
Pengertian Islam Menurut Bahasa, Istilah, dan Al-Quran - Risalah Islam

pengertian penegakan hukum | eka_sasmitha (wordpress.com)

40
Index Surat | Tafsirq.com
Multilingual Quran (al-islam.org)

LAMPIRAN

41
42
43
44

Anda mungkin juga menyukai