ABSTRAK. Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik telah menjadi
acuan awal bagi pemerintah, khususnya pemerintah daerah dalam menetapkan standar
pelayanan bagi masyarakat pengguna jasa pelayanan pemerintah. Berdasarkan data
Ombudsan RI , standar pelayanan membutuhkan waktu yang relatif lama dalam praktek
pelaksanaannya. Tulisan ini mengurai tentang faktor penghambat pelayanan publik,
tantangan yang dihadapi pemerintah daerah, masalah yang muncul seperti mal
administrasi, sampai dengan perlunya sinergi layanan antar pemerintah daerah dengan
Ombudsman RI guna percepatan kualitas layanan, hingga ide electronic government dengan
menggunakan teknologi informasi yang terkoneksi dengan menyeluruh. Tulisan ini
berbasiskan penelitian pustaka dengan analisa data-data sekunder, melalui beberapa
penelitian yang ada pada pemerintah daerah di Indonesia.Hasilnya tantangan kualitas
pelayanan publik di Indonesia terletak pada penyedia layanan (birokrasi) dan pengguna
layanan (masyarakat), keduanya sama-sama bermasalah namun dengan porsi birokrasi
dipihak yang lebih bermasalah dalam pelayanan publik.
ABSTRACT. Law No. 25 of 2009 on public services has become an early reference for the
government, especially local governments in setting service standards for public service
users of the government. Based on data Ombudsman RI, service standards require a
relatively long time in practice implementation. This paper describes the inhibiting
factors of public services, the challenges faced by local governments, emerging problems
such as maladministration, to the need for service synergies between local governments
with the Ombudsman RI to accelerate the quality of service, to the idea of electronic
government by using information technology that is connected thoroughly . This paper is
based on literature research with the analysis of secondary data, through several studies
that exist in local government in Indonesia. The result of public service quality challenge
in Indonesia lies in service providers (bureaucracy) and service users (community), both
equally problematic With portions of bureaucracy on the more troubled side of public
service.
demikian, warga negara memiliki hak itu sendiri masih sangat minim. Tulisan ini
untuk menilai, menolak dan menuntut ingin memaparkan lebih lanjut mengenai
siapapun yang secara politis tantangan pelayanan publik, khususnya
bertanggungjawab atas penyediaan pada pemerintah daerah.
pelayanan publik. Konsep ini disebut
sebagai The New Public Service (NPS) B.KAJIAN LITERATUR
yang dikembangkan oleh Janet V.
Denhardt dan Robert B. Denhardt pada 1.Pelayanan Publik
tahun 2003 (Mindarti,2007:163-164). Pelayanan publik dapat diartikan
sebagai pemberian layanan (melayani)
Kinerja pelayanan publik dapat
keperluan orang atau masyarakat yang
ditingkatkan apabila ada mekanisme
”exit” dan ”voice”. Mekanisme ”exit” mempunyai kepentingan pada organisasi
itu sesuai dengan aturan pokok dan tata
berarti bahwa jika pelayanan publik tidak
cara yang telah ditetapkan. Pemerintahan
berkualitas maka konsumen harus
memiliki kesempatan untuk memilih pada hakekatnya adalah pelayanan
lembaga penyelenggara pelayanan publik kepada masyarakat, tidak dapat untuk
melayani dirinya sendiri, tetapi untuk
lain yang disukainya. Sedangkan
mekanisme ”voice” berarti adanya melayani masyarakat serta menciptakan
kondisi yang memungkinkan setiap
kesempatan untuk mengungkapkan
ketidakpuasan kepada lembaga penye- anggota masyaraakat mengembangkan
lenggara pelayanan publik. Pendekatan kemam-puan dan kreativitasnya demi
Pelayanan Publik Baru ini senada dengan mencapai tujuan bersama (Rasyid, 1998).
Teori ”Exit” dan ”Voice” yang lebih Masyarakat setiap waktu selalu
dahulu dikembangkan oleh Albert menuntut pelayanan publik yang
Hirschman (Ratminto & Winarsih, berkualitas dari birokrat, meskipun
2005:71-72) tuntutan tersebut sering tidak sesuai
dengan harapan karena secara empiris
Indonesia sejak tahun 2009 telah
memiliki peraturan perundangan pelayanan publik yang terjadi selama ini
bercirikan : berbelit-belit, lambat,
tersendiri sebagai sebuah standar bagi
mahal, dan melelahkan. Kecendrungan
pelayanan kepada masyarakat, maka pada
tanggal 18 Juli 2009 Indonesia mensahkan seperti itu terjadi karena masyarakat
masih diposisikan sebagai pihak yang
Undang-Undang No 25 tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik. Menurut UU tersebut, melayani bukan yang dilayani. Reformasi
Pelayanan publik adalah kegiatan atau pelayanan publik dengan mengembalikan
rangkaian kegiatan dalam rangka dan mendudukkan “pelayan” dan
“dilayani” ke pengertian yang
pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai
dengan peraturan perundangan bagi sesungguhnya. Pelayanan yang seharusnya
setiap warga negara dan penduduk atas ditunjukan pada masyarakat umum
kadang dibalik menjadi pelayanan
barang, jasa, dan/atau pelayanan
administratif yang disediakan oleh masyarakat terhadap negara, meskipun
penyelenggara pelayanan publik. negara berdiri sesungguhnya adalah untuk
kepentingan masyarakat yang
Sejak UU pelayanan publik mendirikannya, birokrat sesungguhnya
diberlakukan sejak 2009 lalu, standar haruslah memberikan pelayanan
pelayanan yang tertera dalam peraturan terbaiknya kepada masyarakat.
perundangan itu sedikit demi sedikit (Sinambela dkk, 2006)
mulai dijalankan walau membutuhkan
proses yang panjang. Namun, hanya Pelayanan umum oleh Lembaga
sebatas pemenuhan standar-standar yang Administrasi Negara (dalam Shafrudin,
ada di undang-undang tersebut.Dilain 2014) diartikan sebagai segala bentuk
pihak, inovasi yang dilakukan oleh kegiatan pelayanan umum yang
pemerintah baik lembaga, instansi, dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di
Pusat, di Daerah dan di lingkungan Badan
BUMN, BUMD maupun pemerintah daerah
Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk yang bernama rules atau aturan
barang dan atau jasa baik dalam rangka (kebijakan publik). Barang publik murni
upaya kebutuhan masyarakat maupun yang berupa aturan tersebut tidak pernah
dalam rangka pelaksanaan ketentuan dan tidak boleh diserahkan
peraturan perundang-undangan. penyediaannya kepada swasta di dalam
Pelayanan publik dengan demikian dapat aturan tersebut. Menimbulkan
diartikan sebagai pemberian layanan kepentingan-kepentingan swasta yang
(melayani) keperluan orang atau membuat aturan, sehingga aturan
masyarakat yang mempunyai kepentingan menjadi penuh dengan vested interest
pada organisasi itu sesuai dengan aturan dan menjadi tidak adil (unfair rule).
pokok dan tata cara yang telah Peran pemerintah yang akan tetap
ditetapkan. melekat di sepanjang keberadaannya
adalah sebagai penyedia barang publik
Birokrasi publik harus dapat murni yang bernama aturan (Widodo,
memberikan layanan publik yang lebih 2001: 101).
profesional, efektif, sederhana,
transparan, terbuka, tepat waktu, Dalam buku Delivering Quality
responsif dan adaptif serta sekaligus Services karangan Zeithaml, Valarie A.
dapat membangun kualitas manusia et.al, 1990 (dalam Shafrudin, 2014), yang
dalam arti meningkatkan kapasitas membahas tentang bagaimana tanggapan
individu dan masyarakat untuk secara dan harapan masyarakat pelanggan
aktif menentukan masa depannya sendiri terhadap pelayanan yang mereka terima,
(Effendi dalam Widodo, 2001). baik berupa barang maupun jasa. Menurut
Valarie hal-hal yang perlu diperhatikan
Menurut Thoha dalam Widodo adalah :
(2001), secara teoritis sedikitnya ada tiga a. Menentukan pelayanan publik yang
fungsi utama yang harus dijalankan oleh disediakan, apa saja macamnya;
pemerintah tanpa memandang b. Memperlakukan pengguna pelayanan,
tingkatannya, yaitu fungsi pelayan sebagai customers;
masyarakat (public service function), c. Berusaha memuaskan pengguna
fungsi pembangunan (development pelayanan, sesuai dengan yang
function) dan fungsi perlindungan diinginkannya;
(protection function). d. Mencari cara penyampaian pelayanan
yang paling baik dan berkualitas;
Pemerintah tidak harus berperan e. Menyediakan cara-cara, bila
sebagai monopolist dalam pelaksanaan
pengguna pelayanan tidak ada pilihan
seluruh fungsi-fungsi tadi. Bagian dari
lain.
fungsi tadi bias menjadi bidang tugas
yang pelaksanaannya dapat dilimpahkan Penilaian terhadap kualitas
kepada pihak swasta ataupun dengan pelayanan tidak dapat lepas dari
menggunakan pola kemitraan kemampuan pegawai dalam pemberian
(partnership), antara pemerintah dengan pelayanan serta penyediaan fasilitas fisik.
swasta untuk mengadakannya. Pola Hal ini sesuai dengan teori “The triangle
kerjasama antara pemerintah dengan of balance in service quality: dari Morgan
swasta dalam memberikan berbagai dan Murgatroyd (1994), bahwa perlu
pelayanan kepada masyarakat tersebut dipertahankan keseimbangan dari ketiga
sejalan dengan gagasan reinventing komponen (interpersonal component,
government yang dikembangkan Osborne procedures environment/process
dan Gaebler (1995). component, and technical/professional
component) guna menghasilkan pelayanan
Pemerintah adalah satu-satunya yang berkualitas.
pihak yang berkewajiban menyediakan
barang publik murni dalam kaitannya Memang pada dasarnya ada 3 (tiga)
dengan sifat barang privat dan barang ketentuan pokok dalam melihat tinggi
publik murni, khususnya barang publik rendahnya suatu kualitas pelayanan
ADMINISTRATIO ISSN: 2087-0825
18
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol. 7 No. 1, Januari-Juni 2016
tentang hukum yang ada atau tentang ciri atau kriteria akan adanya
hukum yang diharapkan ada. Dengan kepatuhan atau ketaatan hukum yang
demikian, pada dasarnya setiap manusia cukup tinggi.
mempunyai rasa keadilan, dan asas Penelitian mengenaikepatuhan dalam
kesadaran hukum ada di dalam diri setiap pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25
manusia. Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Ada pendapat yang menyatakan telah dilaksanakan oleh Ombudsman RI
bahwa kesadaran hukum yang tinggi pada sejak tahun 2013 dengan objek
menyebabkan warga masyarakat penelitian Kementerian Negara, Instansi
mematuhi ketentuan-ketentuan yang Pemerintah, dan Pemerintah daerah baik
berlaku. Sebaliknya apabila kesadaran Provinsi , Kabupaten dan Kota khususnya
hukum sangat rendah maka derajat unit pelayanan perizinan langsung kepada
kepatuhan terhadap hukum juga rendah kelompok
(Soekanto, 1982:216). Indikator-indikator masyarakat/perorangan/instansi.
kesadaran hukum menurut B. Kutschincky Penelitian atau survey tersebut
adalah : mengkategorisasipenilaian berdasarkan
2. Pengetahuan tentang peraturan- perolehan nilai dari setiap Pemerintah
peraturan hukum (law awareness); Daerah. Pertama, zona merah (skor 0-50):
3. Pengetahuan tentang isi peraturan- menggambarkan kepatuhan yang rendah
peraturan hukum (law dari penyelenggara pelayanan publik
acquaintance); terhadap pelaksanaan Undang-Undang
4. Sikap terhadap peraturan-peraturan Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
hukum (legal attitude); Publik; kedua, zona kuning (skor 51-80):
5. Pola-pola perilaku hukum (law menggambarkan kepatuhan yang sedang;
behavior). dan ketiga, zona hijau (skor 81-100):
menggambarkan kepatuhan yang tinggi.
Indikator tersebut di atas
menunjukkan pada tingkat kesadaran Berdasarkan Pasal 15 dan Bab V
hukum tertentu mulai dari yang terendah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
sampai dengan yang tertinggi. Apabila tentang Pelayanan Publik ini
indikator–indikator kesadaran hukum, Penyelenggara Pelayanan Publik wajib
yaitu pengetahuan tentang hukum, memenuhi 10 unsur mengenai
pengeta-huan tentang isi hukum, sikap penyelenggaraan pelayanan publik itu
terhadap hukum serta pola perilaku sendiri, yang terdiri atas:
hukum dihubungkan dengan kepatuhan 1. Standar Pelayanan
hukum, maka akan diperoleh pengertian Komponen standar pelayanan yang
sebagai berikut: dimaksud sekurang-kurangnya
1. Pengetahuan tentang peraturan meliputi : dasar hukum, persyaratan,
hukum tidak mempengaruhi sistem mekanisme dan prosedur,
kepatuhan terhadap peraturan; jangka waktu penyelesaian,
2. Pengetahuan tentang isi peraturan biaya/tarif, produk pelayanan,
hukum sangat mempengaruhi sikap sarana, prasarana, atau fasilitas,
terhadap suatu peraturan, akan kompetensi pelaksana, pengawasan
tetapi sukar untuk menetapkan internal, penanganan pengaduan,
secara pasti derajat kepatuhan saran dan masukan, jumlah
macam apakah yang dicapai dengan pelaksana, jaminan pelayanan yang
pengetahuan tersebut; dilaksanakan sesuai dengan standar
3. Sikap terhadap peraturan cenderung pelayanan, jaminan keamanan dan
mempengaruhi taraf kepatuhan keselamatan pelayanan dalam bentuk
hukum; komitmen untuk memberikan rasa
4. Pola perilaku hukum sangat aman bebas dari bahaya dan resiko
mempengaruhi kepatuhan hukum, keragu-raguan, dan evaluasi kinerja
yang mana perilaku yang sesuai pelaksana.
dengan hukum merupakan salah satu
Santoso, Singgih dan Tjiptono, Fandy Holle, Erick S. 2011. “Pelayanan Publik
2001, Riset Pemasaran: Konsep dan Melalui Electronic Government:
Aplikasi dengan SPSS, PT. Elex Upaya Meminimalisir Praktek Mal
Media Komputindo, Jakarta. Administrasi dalam Meningkatkan
Public Service”. Jurnal Sasi, Volume
Simamora, Bilson. 2003. Memenangkan 17, No. 3 Bulan Juli-September
Pasar dengan Pemasaran Efektif dan 2011, hal.21-30.
Profitabel. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama Kabir. 2016. “Pelayanan Publik dalam
Kerangka Otonomi
Sinambela, Lijan P. Rochadi, Sigit. Daerah”.Prosiding Seminar Nasional
Ghazali, Rusman. Muksin, Akhmad. Unisbank , Semarang 28 Juli 2016,
Setiabudi, Didit. Bima, Djohan. dan hal 709-716
Syaifudin. 2006. Reformasi
Pelayanan Publik: Teori, Kebijakan, Marom, Aufarul. 2015. “ Inovasi Birokrasi
dan Implementasi. Bumi Aksara: Pelayanan Publik Bidang Sosial
Jakarta Tenaga Kerja dan Transmigrasi di
Kabupaten Kudus”. Gema Publica,
Jurnal Manajemen dan Kebijakan
Sumber Lain