PEMBIAYAAN KESEHATAN
DISUSUN OLEH
KELOMPOK A-8
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
0
2012-2013
SKENARIO 3
PEMBIAYAAN KESEHATAN
Dr. Ahmad, 31 tahun, praktek di sebuah klinik dokter keluarga. Klinik ini dikelola
dengan baik sehingga dalam waktu yang relatif singkat mengalami kemajuan yang cukup
pesat dan dikenal luas di masyarakat. Suatu hari klinik ini dikunjungi seorang pasien, Ny. A,
38 tahun dengan kehamilan trimester 1 pada G5P2A2. Pasien ingin melakukan pemeriksaan
kehamilan secara rutin di klinik Dr. Ahmad karena pasien mendapat informasi bahwa
pelayanan di klinik ini baik. Pasien mempunyai keluhan sering mual, muntah, lemas, cepat
lelah dan sesak. Dokter kemudian melakukan pemeriksaan fisik bersama bidan. Pada
pemeriksaan ditemukan bahwa kandungan dalam kondisi yang baik namun ibu tampak pucat,
takikardi, murmur, takipnea, dan terdapat nyeri tekan epigastrium.
Dr. Ahmad menyarankan agar pasien mengikuti pemeriksaan ANC yang teratur dan
menjelang partus kelak pasien akan dirujuk ke spesialis Obgyn yang sudah bekerja sama
dengan klinik dokter keluarga tersebut. Pasien menanyakan ke dokter tentang pilihan
pembiayaan persalinan, mengingat kemungkinan membutuhkan biaya yang lebih besar.
1
SASARAN BELAJAR
2
I. Memahami dan menjelaskan sistem pembiayaan kesehatan di klinik kedokteran
keluarga
2. Mekanisme Pembayaran
Penyelenggaraan Subsistem Pembiayaan Kesehatan mengacu pada prinsip-prinsip
sebagai berikut:
1. Jumlah dana untuk kesehatan harus cukup tersedia dan dikelola secara
berdaya-guna, adil dan berkelanjutan yang didukung oleh transparansi dan
akuntabilitas
2. Dana pemerintah diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan masyarakat
dan upaya kesehatan perorangan bagi masyarakat rentan dan keluarga miskin
3. Dana masyarakat diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan perorangan
yang terorganisir, adil, berhasil-guna dan berdaya-guna melalui jaminan
pemeliharaan kesehatan baik berdasarkan prinsip solidaritas sosial yang wajib
maupun sukarela, yang dilaksanakan secara bertahap
4. Pemberdayaan masyarakat dalam pembiayaan kesehatan diupayakan melalui
penghimpunan secara aktif dana sosial untuk kesehatan (misal: dana sehat)
atau memanfaatkan dana masyarakat yang telah terhimpun (misal: dana sosial
keagamaan) untuk kepentingan kesehatan
3
5. Pada dasarnya penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan pembiayaan
kesehatan di daerah merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. Namun
untuk pemerataan pelayanan kesehatan, Pemerintah menyediakan dana
perimbangan (maching grant) bagi daerah yang kurang mampu
2. Sistem reimbursement
Perusahaan membayar biaya pengobatan berdasarkan fee for services. Sistem
ini memungkinkan terjadinya over utilization. Penyelewengan biaya kesehatan
yang dikeluarkan pun dapat terjadi akibat pemalsuan identitas dan jenis
layanan oleh karyawan maupun provider layanan kesehatan.
3. Asuransi
Perusahaan bisa menggunakan modal asuransi kesehatan dalam upaya
melaksanakan pelayanan kesehatan bagi pekerjanya. Dianjurkan agar asuransi
yang diambil adalah asuransi kesehatan yang mencakup seluruh jenis
pelayanan kesehatan (comprehensive), yaitu kuratif dan preventif. Asuransi
tersebut menanggung seluruh biaya kesehatan, atau group health insurance
(namun kepada pekerja dianjurkan agar tidak berobat secara berlebihan).
4
5. Rumah Sakit Perusahaan
Perusahaan yang mempunyai pegawai berjumlah besar akan lebih diuntungkan
apabila mengusahakan suatu rumah sakit untuk keperluan pegawainya dan
keluarga pegawai yang ditanggungnya. Menyangkut kesehatan pegawainya,
rumah sakit perusahaan harus menyiapkan rekam medis khusus, yang lebih
lengkap, dan perlu dievaluasi secara periodik. Perlu diingatkan bahwa
pelayanan kesehatan yang didapat dari rumah sakit perusahaan diupayakan
bisa lebih baik bila dibandingkan jika dilayani oleh rumah sakit lain. Dengan
demikian, pegawai perusahaan yang dirawat akan merasa puas dan bangga
terhadap fasilitas yang disediakan. Rasa senang menerima fasilitas kesehatan
ini akan membuahkan semangat bekerja untuk membalas jasa perusahaan
yang dinikmatinya.
6
pasien saja tapi juga masalah-masalah kesehatan lain, teknologi, sarana, bahan-bahan
laboratorium, dan sebagainya.
Konsultasi adalah upaya meminta bantuan profesional penanganan suatu kasus penyakit
yang sedang ditangani oleh seorang dokter kepada dokter lainnya yang lebih ahli.
Rujukan kesehatan:
Lingkup: Masalah kesehatan masyarakat
Tujuan: Pemeliharaan den pencegahan
Jalur: Dinas Kesehatan secara bertingkat
2 Karakteristik
7
a. Ruang lingkup kegiatan
Konsultasi memintakan bantuan profesional dari pihak ketiga. Rujukan,
melimpahkan wewenang dan tanggung jawab penanganan kasus penyakit yang
sedang dihadapi kepada pihak ketiga
b. Kemampuan dokter
Konsultasi ditujukan kepada dokter yang lebih ahli dan atau yang lebih pengalaman.
Pada rujukan hal ini tidak mutlak.
c. Wewenang dan tanggung jawab
Konsultasi wewenang dan tanggung jawab tetap pada dokter yang meminta
konsultasi. Pada rujukan sebaliknya.
3. Manfaat
a) Dari sudut pandang pemerintah sebagai penentu kebijakan
Membantu penghematan dana, karena tidak perlu menyediakan berbagai macam
alat kedokteran pada setiap sarana kesehatan.
Memperjelas system pelayanan kesehatan, kemudian terdapat hubungan antara
kerja berbagai sarana kesehatan yang tersedia.
Memudahkan pekerjaan administrasi, terutama pada aspek perencanaan
b) Dari sudut masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan
Meringankan biaya pengobatan, karena dapat dihindari pemeriksaan yang sama
secara berulang-ulang
Mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, karena telah
diketahui dengan jelas fungsi dan wewenang setiap sarana pelayanan kesehatan
c) Dari sudut tenaga kesehatan
Memperjelas jenjang karir tenaga kesehatan dengan berbagai akibat positif,
semangat kerja, ketekunan dan dedikasi.
Membantu peningkatan pengetahuan dan ketrampilan melalui jalinan kerjasama
Memudahkan/ meringankan beban tugas, karena setiap sarana kesehatan
mempunyai tugas dan kewajiban tertentu
4. Tata Cara
Dasar: Kepatuhan terhadap kode etik profesi yg telah disepakati bersama, dan sistem
kesehatan terutama sub sistem pembiayaan kesehatan yang berlaku
8
1. Interval referral, pelimpahan wewenang dan tanggungjawab penderita sepenuhnya kepada
dokter konsultan untuk jangka waktu tertentu, dan selama jangka waktu tersebut dokter tsb
tidak ikut menanganinya
2. Collateral referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita
hanya untuk satu masalah kedokteran khusus saja
3. Cross referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita
sepenuhnya kepada dokter lain untuk selamanya
4. Split referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita
sepenuhnya kepada beberapa dokter konsultan, dan selama jangka waktu pelimpahan
wewenang dan tanggungjawab tersebut dokter pemberi rujukan tidak ikut campur.
dr. Rina Amelia, Departemen IKM/ IKP/ IKK, Fakultas Kedokteran USU
IV. Memahami dan Menjelaskan Adab Dokter Merawat Pasien Sakit Menurut
Islam
g. Profesi dalam bidang pengobatan termasuk pekerjaan yang mulia sehingga diharapkan bagi
para dokter untuk menggapai ridha Allah dalam setiap aktivitasnya.
Nabi sholallohu 'alaihi wasalam bersabda : "Sebaik-baik manusia adalah yang paling
bermanfaat bagi manusia yang lain." (Dikeluarkan oleh ad-Daruqutni, ash-shahiihah 426).
Adapun adab dan akhlak yang bersifat umum yang harus dimiliki seorang dokter adalah :
1. Tidak boleh berduaan dengan pasien wanita dalam satu ruangan tanpa ditemani
mahram sang perempuan. Minimal pintu ruangan harus terbuka sehingga terlihat oleh
keluarganya.
2. Seorang dokter tidak boleh menyalami perempuan yang bukan mahramnya atau
memperbanyak pembicaraan dengannya kecuali untuk kepentingan pengobatan.
3. Hendaknya tetap menjaga shalatnya, kecuali dalam kondisi genting maka tidak
mengapa ia menjama' dua shalat.
4. Hendaknya menjauhi syiar-syiar dan gaya orang kafir, seperti mencukur jenggot,
memanjangkan kumis, isbal, bebas bercakap-cakap dengan dokter atau perawat
wanita.
Di samping adab-adab tersebut di atas, ada beberapa hal yang perlu diketahui oleh para
petugas kesehatan tentang rumah sakit, klinik, apotek maupun tempat praktiknya, yaitu :
1. Hendaknya mengkhususkan satu ruangan untuk shalat, baik bagi laki-laki maupun
perempaun, mengingat pentingnya masalah sahalat.
2. Menjadi kewajiban dan PR kita bersama untuk menjadikan rumah sakit terhindar dari
ikhtilath (bercampurnya laki-laki dan perempuan yang bukan mahram).
3. Tidak diperkenankan menggantung gambar makhluk bernyawa di tembok atau
dinding.
4. Hendaknya tidak menyediakan asbak bagi para pengunjung rumah sakit karena itu
adalah bentuk ta'awun dalam kejelekan.
5. Hendaknya memisahkan antara ruangan pasien yang berpenyakit menular dengan
yang tidak menular, demikian pula agar para pengunjung tidak kontak langsung
dengan si pasien tersebut sehingga penyakitnya tidak menular- dengan izin Allah-
kepada yang lainnya. Rosulullah sholallohu 'alaihi wasalam bersabda : "Jangan
sekali-kali mencampur yang sakit dengan yang sehat." (HR. al-Bukhari 5328). Hal itu
dikuatkan juga dengan sabda beliau tentang wabah penyakit menular : "Jika kalian
12
mendengar (ada wabah) di suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya." (HR.
al-Bukhari 5287 dan Muslim 5775).
6. Hendaknya kamar mandi atau WC tidak menghadap ke arah kiblat atau
membelakanginya, sebagaimana sabda Nabi sholallohu 'alaihi wasalam : "Jangan
menghadap kiblat tatkala buang air besar dan kencing dan jangan pula
membelakanginya." (HR. al-Bukhari 144, Muslim 264, at-Tirmidzi 8, Abu Dawud 9).
7. Dianjurkan untuk mengubah kantornya ke arah kiblat dan duduk menghadap kiblat,
berdasarkan hadits Abu Hurairah, bahwa Rowulullah sholallohu 'alaihi wasalam
bersabda : "Sesungguhnya segala sesuatu memiliki tuan, dan tuannya majelis adalah
arah kiblat." (HR. ath-Thabrani dalam al-Ausath 2354, dan dihasankan Syaikh al-
Haitsami 8/114, as-Sakhawi (102) dan Syaikh al-albani dalam ash-Shahiihah (2645)
dan Shahiih at-Targhib (3085) ).
Jika dokter laki-laki (dikarenakan tidak terdapat dokter perempuan) dengan dalih
mengobati dan atau pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan pekerjaan di atas
(memandang dan menyentuh) seperti; mendeteksi denyut nadi, mengambil darah dan
memijit, dimana dokter tidak memiliki cara lain kecuali terpaksa memandang badan yang
bukan mahramnya atau menyentuh badannya (dan tidak memungkinkan dia menggunakan
kaos tangan atau semacamnya, dengan maksud menyentuh secara tidak langsung), dalam hal
ini menyentuh dan memandang tidak ada masalah.
Akan tetapi jika dalam masalah ini dokter mampu mengobati hanya dengan
memandang saja dan atau hanya dengan menyentuh pasien yang bukan mahramnya tersebut
maka dokter harus mencukupkan dengan memandang saja atau menyentuh saja (itupun
sebatas darurat) dan lebih daripada itu tidak boleh. Dokter perempuan dalam hal memandang
dan menyentuh pasien laki-laki yang bukan mahramnya juga berlaku hukum demikian.
Begitu para ulama mengatakan.
Karena orang yang sakit sengaja menemui dan menaruh kepercayaan terhadap dokter,
para terapis atau ahli medis harus memberikan pelayanan dan perlindungan yang terbaik bagi
pesiennya. Namun harus tetap menjaga syariat. Misalnya tidak boleh memberikan obat yang
haram. Juga harus menjaga hubungan lawan jenis. Jika pasiennya bukan muhrimnya,
hendaklah ada pihak ketiga yang menemani. Jangan hanya berdua didalam kamar
pengobatan.
Telah di nukil dari Imam Musa ibnu Ja’far yang mengatakan: Seorang lelaki buta
dengan lebih dahulu meminta izin telah memasuki rumah Fatimah (sepertinya dia perlu
dengan Rasulullah SAW) Fatimah mengambil kerudungnya dan beliau bersembunyi di
dalam kerudung tersebut (mengambil hijab), Nabi SAW berkata: Putriku mengapa engkau
menutup dirimu sedangkan dia tidak melihatmu? Beliau berkata: Apabila dia tidak melihat
saya, tapi saya melihat dia dan dia (jika tidak melihat dan buta) tetapi dia mencium bau
wanita. Rasulullah SAW sedemikian gembiranya sambil berkata: Saya bersaksi bahwa
engkau adalah belahan jiwaku. (Hayaatu Al-Imam Husain,Khutbah Hadrat Zaenab)
Lihatlah begitu diagungkannya urusan hijab oleh Rasulullah SAW.
Allah Ta`ala menyebutkan dalam firman-Nya surat al-An'am/6 ayat 119:
13
"Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya
atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya".
Bila memang dalam keadaan darurat dan terpaksa, Islam memang membolehkan
untuk menggunakan cara yang mulanya tidak diperbolehkan. Selama mendatangkan
maslahat, seperti untuk pemeliharaan dan penyelamatan jiwa dan raganya.
Meskipun dibolehkan dalam kondisi yang betul-betul darurat, tetapi harus mengikuti
rambu-rambu yang wajib untuk ditaati. Tidak berlaku secara mutlak. Keberadaan mahram
adalah keharusan, tidak bisa ditawar-tawar. Sehingga tatkala seorang muslim/muslimah
terpaksa harus bertemu dan berobat kepada dokter yang berbeda jenis, ia harus didampingi
mahramnya saat pemeriksaan. Tidak berduaan dengan sang dokter di kamar praktek atau
ruang periksa.
Syarat ini disebutkan Syaikh Bin Baz rahimahullah untuk pengobatan pada bagian
tubuh yang nampak, seperti kepala, tangan, dan kaki. Jika obyek pemeriksaan menyangkut
aurat wanita, meskipun sudah ada perawat wanita misalnya, maka keberadaan suami atau
wanita lain (selain perawat) tetap diperlukan, dan ini lebih baik untuk menjauhkan dari
kecurigaan.
Adab pergaulan antara laki-laki dan perempuan berguna agar kaum Muslim tidak
tersesat di dunia. Adab-adab tersebut antara lain:
1. Menundukkan pandangan terhadap lawan jenis
Allah berfirman: “Katakanlah kepada laki-laki beriman: Hendaklah mereka menundukkan
pandangannya dan memelihara kemaluannya. Dan katakalah kepada wanita beriman:
Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. An-
Nur: 30-31)
2. Tidak berdua-duaan
Rasulullah saw bersabda: “Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan (khalwat) dengan
wanita kecuali bersama mahromnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
3. Tidak menyentuh lawan jenis
Di dalam sebuah hadits, Aisyah ra berkata, “Demi Allah, tangan Rasulullah tidak pernah
menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun saat membaiat (janji setia kepada
pemimpin).” (HR. Bukhari)
Hal ini karena menyentuh lawan jenis yang bukan mahromnya merupakan salah satu perkara
yang diharamkan di dalam Islam. Rasulullah bersabda, “Seandainya kepala seseorang ditusuk
dengan jarum besi, (itu) masih lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal
baginya.” (HR. Thabrani dengan sanad hasan)
Pengertian
16
Gharar (Ketidakjelasan)
◦ Definisi gharar menurut Madzhab Syafii adalah apa-apa yang akibatnya
tersembunyi dalam pandangan kita dan akibat yang paling kita takuti.
◦ Gharar/ketidakjelasan itu terjadi pada asuransi konvensional, dikarenakan tidak
adanya batas waktu pembayaran premi yang didasarkan atas usia tertanggung,
sementara kita sepakat bahwa usia seseorang berada di tangan Yang Mahakuasa.
Jika baru sekali seorang tertanggung membayar premi ditakdirkan meninggal,
perusahaan akan rugi sementara pihak tertanggung merasa untung secara materi.
Jika tertanggung dipanjangkan usianya, perusahaan akan untung dan tertanggung
merasa rugi secara financial. Dengan kata lain kedua belah pihak tidak
mengetahui seberapa lama masing-masing pihak menjalankan transaksi tersebut.
Ketidakjelasan jangka waktu pembayaran dan jumlah pembayaran mengakibatkan
ketidaklengkapan suatu rukun akad, yang kita kenal sebagai gharar. Para ulama
berpendapat bahwa perjanjian jual beli/akad tadabuli tersebut cacat secara hukum.
◦ Pada asuransi syariah akad tadabuli diganti dengan akad takafuli, yaitu suatu niat
tolong-menolong sesama peserta apabila ada yang ditakdirkan mendapat musibah.
Mekanisme ini oleh para ulama dianggap paling selamat, karena kita menghindari
larangan Allah dalam praktik muamalah yang gharar.
◦ Pada akad asuransi konvensional dana peserta menjadi milik perusahaan asuransi
(transfer of fund). Sedangkan dalam asuransi syariah, dana yang terkumpul adalah
milik peserta (shahibul mal) dan perusahaan asuransi syariah (mudharib) tidak
bisa mengklaim menjadi milik perusahaan.
Riba
◦ Dalam hal riba, semua asuransi konvensional menginvestasikan dananya dengan
bunga, yang berarti selalu melibatkan diri dalam riba. Hal demikian juga
dilakukan saat perhitungan kepada peserta, dilakukan dengan menghitung
keuntungan di depan. Investasi asuransi konvensional mengacu pada peraturan
pemerintah yaitu investasi wajib dilakukan pada jenis investasi yang aman dan
menguntungkan serta memiliki likuiditas yang sesuai dengan kewajiban yang
harus dipenuhi. Begitu pula dengan Keputusan Menteri Keuangan No.
424/KMK.6/2003 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Reasuransi. Semua jenis investasi yang diatur dalam peraturan
pemerintah dan KMK dilakukan berdasarkan sistem bunga.
◦ Asuransi syariah menyimpan dananya di bnak yang berdasarkan syariat Islam
dengan sistem mudharabah. Untuk berbagai bentuk investasi lainnya didasarkan
atas petunjuk Dewan Pengawas Syariah. Allah SWT berfirman dalam surat Ali
Imron ayat 130,"Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba
yang memang riba itu bersifat berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah
supaya kamu mendapatkan keberuntungan." Hadist, "Rasulullah mengutuk
pemakaian riba, pemberi makan riba, penulisnya dan saksinya seraya bersabda
kepada mereka semua sama."(HR Muslim)
Dana Hangus
◦ Ketidakadilan yang terjadi pada asuransi konvensional ketika seorang peserta
karena suatu sebab tertentu terpaksa mengundurkan diri sebelum masa reversing
period. Sementara ia telah beberapa kali membayar premi atau telah membayar
sejumlah uang premi. Karena kondisi tersebut maka dana yang telah dibayarkan
tersebut menjadi hangus. Demikian juga pada asuransi non-saving atau asuransi
kerugian jika habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka premi yang
dibayarkan akan hangus dan menjadi milik perusahaan.
◦ Kebijakan dana hangus yang diterapkan oleh asuransi konvensional akan
menimbulkan ketidakadilan dan merugikan peserta asuransi terutama bagi mereka
yang tidak mampu melanjutkan karena suatu hal. Di satu sisi peserta tidak punya
dana untuk melanjutkan, sedangkan jika ia tidak melanjutkan dana yang sudah
masuk akan hangus. Kondisi ini mengakibatkan posisi yang dizalimi. Prinsip
muamalah melarang kita saling menzalimi, laa dharaa wala dhirara ( tidak ada
yang merugikan dan dirugikan).
◦ Asuransi syariah dalam mekanismenya tidak mengenal dana hangus, karena nilai
tunai telah diberlakukan sejak awal peserta masuk asuransi. Bagi peserta yang
baru masuk karena satu dan lain hal mengundurkan diri maka dana/premi yang
sebelumnya dimasukkan dapat diambil kembali kecuali sebagian kecil dana yang
dniatkan sebagai dana tabarru (dana kebajikan). Hal yang sama berlaku pula pada
18
asuransi kerugian. Jika selama dan selesai masa kontrak tidak terjadi klaim, maka
asuransi syariah akan membagikan sebagian dana/premi tersebut dengan pola bagi
hasil 60:40 atau 70:30 sesuai kesepakatan si awal perjanjian (akad). Jadi premi
yang dibayarkan pada awal tahun masih dapat dikembalikan sebagian ke peserta
(tidak hangus). Jumlahnya sangat tergantung dari hasil investasinya.
Melibatkan diri ke dalam asuransi ini, adalah merupakan salah satu ikhtiar untuk
mengahadapi masa depan dan masa tua. Namun karena masalah asuransi ini tidak dijelaskan
secara tegas dalam nash, maka masalahnya dipandang sebagai masalah ijtihadi, yaitu masalah
yang mungkin masih diperdebatkan dan tentunya perbedaan pendapat sukar dihindari. Ada
beberapa pandangan atau pendapat mengenai asuransi ditinjau dari fiqh Islam :
1) Asuransi itu haram dalam segala bentuknya, temasuk asuransi jiwa. Pendapat ini
dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqii (mufti Yordania), Yusuf
Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-Muth‘i (mufti Mesir). Alasannya :
a. Asuransi sama dengan judi.
b. Asuransi mengandung unsur-unsur tidak pasti.
c. Asuransi mengandung unsur riba atau renten.
d. Asuransi mengandung unsur pemerasan, karena pemegang polis, apabila tidak
bisa melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah
dibayar atau dikurangi.
e. Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba.
f. Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai.
g. Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya dengan
mendahului takdir Allah.
2) Asuransi konvensional diperbolehkan. Pendapat kedua ini dikemukakan oleh
Abd. Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad Zarqa (guru besar Hukum Islam Fakultas
Syari‘ah Universitas Syria), Muhammad Yusuf Musa (guru besar Hukum Isalm
Universitas Cairo Mesir), dan Abd. Rakhman Isa (pengarang kitab al-Muamallha
al-Haditsah wa Ahkamuha). Mereka beralasan :
a. Tidak ada nash (al-Qur‘an dan Sunnah) yang melarang asuransi.
b. Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak.
c. Saling menguntungkan kedua belah pihak.
d. Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab premi-premi yang
terkumpul dapat diinvestasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan
pembangunan.
e. Asuransi termasuk akad mudhrabah (bagi hasil).
f. Asuransi termasuk koperasi (Syirkah Ta‘awuniyah).
g. Asuransi dianalogikan (qiyaskan) dengan sistem pensiun seperti taspen.
3) Asuransi yang bersifat sosial diperbolehkan dan yang bersifat komersial
diharamkan. Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad Abdu Zahrah
(guru besar Hukum Islam pada Universitas Cairo). Alasan kelompok ketiga ini
sama dengan kelompok pertama dalam asuransi yang bersifat komersial (haram)
19
dan sama pula dengan alasan kelompok kedua, dalam asuransi yang bersifat
sosial (boleh).
1) Anamnesis
Pelayanan dokter keluarga melaksanakan anamnesis dengan pendekatan pasien (patient-
centered approach) dalam rangka memperoleh keluhan utama pasien, kekhawatiran dan
harapan pasien mengenai keluhannya tersebut, serta memperoleh keterangan untuk dapat
menegakkan diagnosis
4) Prognosis
Pada setiap penegakkan diagnosis, dokter keluarga menyimpulkan prognosis pasien
berdasarkan jenis diagnosis, derajat keparahan, serta tanda bukti terkini (evidence based).
5) Konseling
Untuk membantu pasien (dan keluarga) menentukan pilihan terbaik penatalaksanaan untuk
dirinya, dokter keluarga melaksanakan konseling dengan kepedulian terhadap perasaan dan
persepsi pasien (dan keluarga) pada keadaan di saat itu.
6) Konsultasi
Pada saat - saat dinilai perlu, dokter keluarga melakukan konsultasi ke dokter lain yang
dianggap lebih piawai dan / atau berpengalaman. Konsultasi dapat dilakukan kepada dokter
keluarga lain, dokter keluarga konsultan, dokter spesialis, atau dinas kesehatan, demi
kepentingan pasien semata.
7) Rujukan
Pada saat - saat dinilai perlu, dokter keluarga melakukan rujukan ke dokter lain yang
dianggap lebih piawai dan/atau berpengalaman. Rujukan dapat dilakukan kepada dokter
keluarga lain, dokter keluarga konsultan, dokter spesialis, rumah sakit atau dinas kesehatan,
demi kepentingan pasien semata.
8) Tindak lanjut
Pada saat - saat dinilai perlu, dokter keluarga menganjurkan untuk dapat dilaksanakan tindak
lanjut pada pasien, baik dilaksanakan di klinik, maupun di tempat pasien.
9) Tindakan
Pada saat - saat dinilai perlu, dokter keluarga memberikan tindakan medis yang rasional pada
pasien, sesuai dengan kewenangan dokter praktik di strata pertama, dan demi kepentingan
pasien.
20
10) Pengobatan rasional
Pada setiap anjuran pengobatan, dokter keluarga melaksanakannya dengan rasional,
berdasarkan tanda bukti (evidence based) yang sahih dan terkini, demi kepentingan pasien.
VII. Memahami dan menjelaskan peran dokter keluarga dengan mitra kerjanya
21
hidup. Kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan sharing pengetahuan yang
direncanakan dan menjadi tanggung jawab bersama untuk merawat pasien. Bekerja bersama
dalam kesetaraan adalah esensi dasar dari kolaborasi yang kita gunakan untuk
menggambarkan hubungan perawat dan dokter.
Bidan dan perawat membantu dokter di klinik misalnya, memberikan obat kepada
pasien d ibawah tanggung-jawab dokter. Jadi bidan dan perawat tidak memberikan
obat tanpa persetujuan dokter. Sebaliknya dokter harus memberikan perintah tertulis
di dalam rekam medis untuk setiap pemberian obat. Bidan dan perawat dibenarkan
mengingatkan dokter jika perintah pemberian obat itu tidak jelas atau belum
dicantumkan
Dokter keluiarga yang sebenarnya dokter praktik umum dibenarkan mengingatkan
dan diharuskan bertanya langsung kepada dokter spesialis yang dikonsuli atau
dirujuki jika ada hal yang kurang jelas atau berbeda pendapat
Komponen system yang lain termasuk masyarakat pasien dibenarkan dan bahkan
diharuskan saling kontrol saling mengingatkan agat tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan
22
Kolaborasi dokter –perawat
Komunikasi dokter-Apoteker
Kolaborasi Prinsip : Perencanaan
Pengambilan keputusan bersama
Berbagi saran / ide
Kebersamaan
Tanggung gugat
PASIEN
Hubungan dokter-Apoteker
McDonough dan Doucette (2001) mengusulkan satu model untuk Hubungan Kerja
Kolaboratif antara Dokter dan Apoteker (Pharmacist-Phycisian Collaborative Working
23
Relationship. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hubungan ini antara lain
disebutkan:
a. Karakteristik partisipan. Yang termasuk karakteristik partisipan adalah faktor
demografi seperti pendidikan dan usia. Contohnya, dokter muda yang sejak awal
dididik untuk dapat bekerja sama dalam tim interdisipliner mungkin akan lebih mudah
menerima konsep hubungan dokter-Apoteker.
b. Karakteristik konteks. Yang dimaksud adalah kondisi pasien, tipe praktek (apakah
tunggal atau bersama), kedekatan jarak praktek, banyaknya interaksi, akan
menentukan seberapa intensif hubungan yang akan terjalin.
c. Karakteristik pertukaran. Yang termasuk di sini antara lain adalah: ketertarikan secara
profesional, komunikasi yang terbuka dan dua arah, kerjasama yang seimbang,
penilaian terhadap performance, konflik dan resolusinya. Semakin seimbang
pertukaran antara kedua belah pihak, akan memungkinkan hubungan kolaboratif yang
lebih baik.
24
DAFTAR PUSTAKA
http://mariaagustinasw.blogspot.com/2011/10/adab-menghadapi-pasien-lawan-jenis.html
25