Anda di halaman 1dari 26

SKENARIO 3

BLOK KEDOKTERAN KELUARGA

PEMBIAYAAN KESEHATAN

DISUSUN OLEH

KELOMPOK A-8

Ketua : Atena Suci Fauzia 1102009046

Sekretaris : Fitria Apriliani 1102009117

Anggota : Fathia Nurafiatin 1102008103

Agung Bhakti Wiratama 1102009014

Ayu Agustin 1102009048

Briantara Bagus Haryanto 1102009057

Dessy Amarantha 1102009074

Dhita Kemala Ratu 1102009075

Fadli Fadil Ramadhan 1102009102

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS YARSI
0
2012-2013

SKENARIO 3

PEMBIAYAAN KESEHATAN

Dr. Ahmad, 31 tahun, praktek di sebuah klinik dokter keluarga. Klinik ini dikelola
dengan baik sehingga dalam waktu yang relatif singkat mengalami kemajuan yang cukup
pesat dan dikenal luas di masyarakat. Suatu hari klinik ini dikunjungi seorang pasien, Ny. A,
38 tahun dengan kehamilan trimester 1 pada G5P2A2. Pasien ingin melakukan pemeriksaan
kehamilan secara rutin di klinik Dr. Ahmad karena pasien mendapat informasi bahwa
pelayanan di klinik ini baik. Pasien mempunyai keluhan sering mual, muntah, lemas, cepat
lelah dan sesak. Dokter kemudian melakukan pemeriksaan fisik bersama bidan. Pada
pemeriksaan ditemukan bahwa kandungan dalam kondisi yang baik namun ibu tampak pucat,
takikardi, murmur, takipnea, dan terdapat nyeri tekan epigastrium.
Dr. Ahmad menyarankan agar pasien mengikuti pemeriksaan ANC yang teratur dan
menjelang partus kelak pasien akan dirujuk ke spesialis Obgyn yang sudah bekerja sama
dengan klinik dokter keluarga tersebut. Pasien menanyakan ke dokter tentang pilihan
pembiayaan persalinan, mengingat kemungkinan membutuhkan biaya yang lebih besar.

1
SASARAN BELAJAR

I. Memahami dan menjelaskan sistem pembiayaan kesehatan di klinik kedokteran


keluarga
II. Memahami dan Menjelaskan Konsultasi dan Rujukan
III. Memahami dan Menjelaskan Managemen Klinik Dokter keluarga
IV. Memahami dan Menjelaskan Adab Dokter Merawat Pasien Sakit Menurut Islam
V. Memahami dan Menjelaskan Sistem Pembiayaan Kesehatan dalam Syariah Islam
VI. Memahami dan Menjelaskan Standar Pemeriksaan Kedokteran Keluarga
VII. Memahami dan menjelaskan peran dokter keluarga dengan mitra kerjanya

2
I. Memahami dan menjelaskan sistem pembiayaan kesehatan di klinik kedokteran
keluarga

1. Sumber-sumber dana pada klinik kedokteran keluarga


Sumber dana biaya kesehatan berbeda pada beberapa negara, namun secara garis
besar berasal dari :
a) Bersumber dari anggaran pemerintah. Pada sistem ini, biaya dan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan sepenuhnya ditanggung oleh
pemerintah. Untuk negara yang kondisi keuangannya belum baik, sistem
ini sulit dilaksanakan karena memerlukan dana yang sangat besar.
b) Bersumber dari anggaran masyarakat. Dapat berasla dari individu ataupun
perusahaan. Sistem ini mengharapkan agar masyarakat (swasta) berperan
aktif secara mandiri dalam penyelenggaraan maupun pemanfaatannya. Hal
ini memberikan dampak adanya pelayanan-pelayanan kesehatan yang
dilakukan oleh pihak swasta, dengan fasilitas dan penggunaan alat-alat
berteknologi tinggi disertai peningkatan biaya pemanfaatan atau
penggunaannya oleh pihak pemakai jasa layanan kesehatan tersebut. 
c) Bantuan biaya dari dalam dan luar negeri. Sumber pembiayaan kesehatan,
khususnya untuk penatalaksanaan penyakit-penyakit tertentu sering
diperoleh dari bantuan biaya pihak lain, misalnya dari organisasi sosial
ataupun pemerintah negara lain. misalnya untuk penanganan HIV dan
virus H5N1. 
d) Gabungan anggaran pemerintah dan masyarakat. Sistem ini banyak
diambil oleh negara-negara di dunia karena dapar mengakomodasi
kelemahan-kelemahan yang timbul pada sumber pembiayaan kesehatan
sebelumnya. Tingginya biaya kesehatan yang dibutuhkan ditanggung
sebagian oleh pemerintah dengan menyediakan layanan kesehatan
bersubsidi. Sistem ini juga menuntut peran serta masyarakat dalam
memenuhi biaya kesehatan yang dibutuhkan dengan mengeluarkan biaya
tambahan.

2. Mekanisme Pembayaran
Penyelenggaraan Subsistem Pembiayaan Kesehatan mengacu pada prinsip-prinsip
sebagai berikut: 
1. Jumlah dana untuk kesehatan harus cukup tersedia dan dikelola secara
berdaya-guna, adil dan berkelanjutan yang didukung oleh transparansi dan
akuntabilitas 
2. Dana pemerintah diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan masyarakat
dan upaya kesehatan perorangan bagi masyarakat rentan dan keluarga miskin
3. Dana masyarakat diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan perorangan
yang terorganisir, adil, berhasil-guna dan berdaya-guna melalui jaminan
pemeliharaan kesehatan baik berdasarkan prinsip solidaritas sosial yang wajib
maupun sukarela, yang dilaksanakan secara bertahap
4. Pemberdayaan masyarakat dalam pembiayaan kesehatan diupayakan melalui
penghimpunan secara aktif dana sosial untuk kesehatan (misal: dana sehat)
atau memanfaatkan dana masyarakat yang telah terhimpun (misal: dana sosial
keagamaan) untuk kepentingan kesehatan

3
5. Pada dasarnya penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan pembiayaan
kesehatan di daerah merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. Namun
untuk pemerataan pelayanan kesehatan, Pemerintah menyediakan dana
perimbangan (maching grant) bagi daerah yang kurang mampu

3. Jenis sistem pembiayaan


Jenis pelayanan kesehatan dan pembiayaan kesehatan antara lain :
1. Penataan Terpadu (managed care)
Merupakan pengurusan pembiayaan kesehatan sekaligus dengan pelayanan
kesehatan. Pada saat ini penataan terpadu telah banyak dilakukan di
masyarakat dengan program Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat atau
JPKM. Managed care membuat biaya pelayanan kesehatan yang dikeluarkan
bisa lebih efisien.

Persyaratan agar pelayanan managed care di perusahaan dapat berhasil baik,


antara lain:
a. Para pekerja dan keluarganya yang ditanggung perusahaan harus sadar
bahwa kesehatannya merupakan tanggung jawab masing-masing atau
tanggung jawab individu. Perusahaan akan membantu upaya untuk
mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
b. Para pekerja harus menyadari bahwa managed care menganut sistem
rujukan.
c. Para pekerja harus menyadari bahwa ada pembatasan fasilitas berobat,
misalnya obat yang digunakan adalah obat generik kecuali bila keadaan
tertentu memerlukan life saving.
d. Prinsip kapitasi dan optimalisasi harus dilakukan

2. Sistem reimbursement
Perusahaan membayar biaya pengobatan berdasarkan fee for services. Sistem
ini memungkinkan terjadinya over utilization. Penyelewengan biaya kesehatan
yang dikeluarkan pun dapat terjadi akibat pemalsuan identitas dan jenis
layanan oleh karyawan maupun provider layanan kesehatan.

3. Asuransi
Perusahaan bisa menggunakan modal asuransi kesehatan dalam upaya
melaksanakan pelayanan kesehatan bagi pekerjanya. Dianjurkan agar asuransi
yang diambil adalah asuransi kesehatan yang mencakup seluruh jenis
pelayanan kesehatan (comprehensive), yaitu kuratif dan preventif. Asuransi
tersebut menanggung seluruh biaya kesehatan, atau group health insurance
(namun kepada pekerja dianjurkan agar tidak berobat secara berlebihan).

4. Pemberian Tunjangan Kesehatan


Perusahaan yang enggan dengan kesukaran biasanya memberikan tunjangan
kesehatan atau memberikan biaya kesehatan kepada pegawainya dalam bentuk
uang. Sakit maupun tidak sakit tunjangannya sama. Sebaiknya tunjangan ini
digunakan untuk mengikuti asuransi kesehatan (family health insurance).
Tujuannya adalah menghindari pembelanjaan biaya kesehatan untuk
kepentingan lain, misalnya untuk membeli rokok, minuman beralkohol, dan
hal – hal lain yang malah merugikan kesehatannya.

4
5. Rumah Sakit Perusahaan
Perusahaan yang mempunyai pegawai berjumlah besar akan lebih diuntungkan
apabila mengusahakan suatu rumah sakit untuk keperluan pegawainya dan
keluarga pegawai yang ditanggungnya. Menyangkut kesehatan pegawainya,
rumah sakit perusahaan harus menyiapkan rekam medis khusus, yang lebih
lengkap, dan perlu dievaluasi secara periodik. Perlu diingatkan bahwa
pelayanan kesehatan yang didapat dari rumah sakit perusahaan diupayakan
bisa lebih baik bila dibandingkan jika dilayani oleh rumah sakit lain. Dengan
demikian, pegawai perusahaan yang dirawat akan merasa puas dan bangga
terhadap fasilitas yang disediakan. Rasa senang menerima fasilitas kesehatan
ini akan membuahkan semangat bekerja untuk membalas jasa perusahaan
yang dinikmatinya.

Secara universal, beberapa jenis asuransi kesehatan yang berkembang di


Indonesia :

 Asuransi Kesehatan Sosial (Social Health Insurance)


Asuransi ini memegang teguh prinsipnya bahwa kesehatan adalah
sebuah pelayanan sosial, pelayanan kesehatan tidak boleh semata-mata
diberikan berdasarkan status sosial mayarakat sehingga semua lapisan
berhak untuk memperoleh jaminan pelayanan kesehatan.

Asuransi Kesehatan Sosial dilaksanakan menggunakan prinsip :


a) Keikutsertaan bersifat wajib
b) Menyertakan tenaga kerja dan keluarganya
c) Iuran/premi berdasarkan gaji/pendapatan
d) Untuk Askes menetapkan 2% dari gaji pokok PNS
e) Premi untuk tenaga kerja ditanggung bersama (50%) oleh
pemberi kerja dan tenaga kerja
f) Premi tidak ditentukan oleh resiko perorangan tetapi didasarkan
pada resiko kelompok
g) Tidak diperlukan pemeriksaan kesehatan awal
h) Jaminan pemeliharaan kesehatan bersifat menyeluruh
i) Peran pemerintah sangat besar untuk mendorong
berkembangnya asuransi kesehatan sosial di Indonesia

Semua PNS diwajibkan untuk mengikuti asuransi kesehatan. Di


Indonesia, asuransi kesehatan bagi PNS dan penerima pensiun dikelola
oleh PT. Askes

 Asuransi Kehatan Komersial Perorangan (Private Voluntary Health


Insurance)
Model asuransi kesehatan ini juga berkembang di Indonesia, dapat
dibeli preminya baik oleh individu maupun segmen masyarakat kelas
menengah ke atas.
Asuransi kesehatan komersial perorangan mempunyai prinsip kerja
sebagai berikut :
5
a) Kepesertaannya bersifat perorangan dan sukarela
b) Iuran/premi berdasarkan angka absolut, ditetapkan berdasar jenis
tanggungan yang dipilih
c) Premi didasarkan atas resiko perorangan dan ditentukan oleh faktor
usia, jenis kelamin, dan jenis pekerjaan
d) Dilakukan pemeriksaan kesehatan awal
e) Santunan diberikan sesuai kontrak
f) Peranan pemerintah relatif kecil

Di Indonesia, produk asuransi kesehatan komersial dikelola oleh Lipo


Life, BNI Life, Tugu mandiri dan sebagainya

 Asuransi Kesehatan Komersial Kelompok (Regulated Voluntary


Health Insurance)
Prinsip-prinsip dasar sebagai berikut :
a) Keikutsertaannya bersifat sukarela tetapi berkelompok
b) Iuran / preminya dibayar berdasarkan atas angka absolut
c) Perhitungan premi bersifat community rating yang berlaku
untuk kelompok masyarakat
d) Santunan diberikan sesuai kontrak
e) Tidak diperlukan pemeriksaan awal
f) Peranan pemerintah cukup besar dengan membuat undang-
undang

Di Indonesia, asuransi kesehatan sukarela juga dikelola oleh PT. Askes

4. Tujuan pembiayaan kesehatan


Tujuan pembiayaan kesehatan adalah tersedianya pembiayaan kesehatan dengan jumlah
yang mencukupi, teralokasi secara adil dan termanfaatkan secara berhasil-guna dan
berdaya-guna, untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Pokok utama dalam pembiayaan kesehatan adalah:
a) Mengupayakan kucukupan dan kesinambungan pembiayaan kesehatan pafa tingkat
pusat dan daerah
b) Mengupayakan pengurangan pembiayaan OOP dan meniadakan hambatan
pembiayaan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan terutama kelompok miskin
dan rentan melalui pengembangan jaminan
c) Peningkatan efisiensi dan efektifitas pembiayaan kesehatan

II. Memahami dan Menjelaskan Konsultasi dan Rujukan


1 Definisi

Sistem rujukan ialah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang


melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap satu kasus penyakit atau
masalah kesehatan secara vertikal (dari unit yang lebih mampu menangani), atau secara
horizontal (antar unit-unit yang setingkat kemampuannya). Hal yang dirujuk bukan hanya

6
pasien saja tapi juga masalah-masalah kesehatan lain, teknologi, sarana, bahan-bahan
laboratorium, dan sebagainya.

Konsultasi adalah upaya meminta bantuan profesional penanganan suatu kasus penyakit
yang sedang ditangani oleh seorang dokter kepada dokter lainnya yang lebih ahli.

Secara garis besar rujukan dibedakan menjadi 2, yakni :


 Rujukan medik
Rujukan ini berkaitan dengan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
pasien. Disamping itu juga mencakup rujukan pengetahuan (konsultasi medis) dan bahan-
bahan pemeriksaan. Tujuan: untuk menyembuhkan penyakit dan atau memulihkan status
kesehatan pasien

1. Rujukan pasien (transfer of patient)


Penatalaksanaan pasien dari strata pelayanan kesehatan yang kurang mampu ke strata
pelayanan kesehatan yang lebih sempurna atau sebaliknya untuk pelayanan tindak lanjut
2. Rujukan ilmu pengetahuan (transfer of knowledge)
Pengiriman dokter/ tenaga kesehatan yang lebih ahli dari strata pel. kes. Yang lebih mampu
ke strata pelayanan kesehatan yang kurang mampu untuk bimbingan dan diskusi atau
sebaliknya, untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan
3. Rujukan bahan pemeriksaan laboratorium (transfer of specimens)
Pengiriman bahanbahan pemeriksaan bahan laboratorium dari strata pelayanan kesehatan
yang
kurang mampu ke strata yang lebih mampu atau sebaliknya, untuk tindak lanjut.

 Rujukan kesehatan masyarakat


Rujukan ini berkaitan dengan upaya pencegahan penyakit (preventif) dan peningkatan
kesehatan (promosi). Rujukan ini mencakup rujukan teknologi, sarana dan operasional.
Tujuan: untuk meningkatkan derajat kesehatan dan ataupun mencegah penyakit yang ada di
masyarakat.
1. Rujukan tenaga,
Pengiriman dokter/tenaga kesehatan dari strata pelayanan kesehatan yang lebih mampu
ke strata pelayanan kesehatan yang kurang mampu untuk menanggulangi masalah
kesehatan yang ada di masyarakat atau sebaliknya, untuk pendidikan dan latihan.
2. Rujukan sarana
Pengiriman berbagai peralatan medis/ non medis dari strata pelayanan kesehatan yang
lebih mampu ke strata pelayanan kesehatan yang kurang mampu untuk menanggulangi
masalah kesehatan di masyarakat, atau sebaliknya untuk tindak lanjut.
3. Rujukan operasional
Pelimpahan wewenang dan tanggungjawab penanggulangan masalah kesehatan
masyarakat dari strata pelayanan kesehatan yang kurang mampu ke strata pelayanan
kesehatan yang lebih mampu atau sebaliknya untuk pelayanan tindak lanjut.

Rujukan kesehatan:
 Lingkup: Masalah kesehatan masyarakat
 Tujuan: Pemeliharaan den pencegahan
 Jalur: Dinas Kesehatan secara bertingkat

2 Karakteristik
7
a. Ruang lingkup kegiatan
Konsultasi memintakan bantuan profesional dari pihak ketiga. Rujukan,
melimpahkan wewenang dan tanggung jawab penanganan kasus penyakit yang
sedang dihadapi kepada pihak ketiga
b. Kemampuan dokter
Konsultasi ditujukan kepada dokter yang lebih ahli dan atau yang lebih pengalaman.
Pada rujukan hal ini tidak mutlak.
c. Wewenang dan tanggung jawab
Konsultasi wewenang dan tanggung jawab tetap pada dokter yang meminta
konsultasi. Pada rujukan sebaliknya.

3. Manfaat
a) Dari sudut pandang pemerintah sebagai penentu kebijakan
 Membantu penghematan dana, karena tidak perlu menyediakan berbagai macam
alat kedokteran pada setiap sarana kesehatan.
 Memperjelas system pelayanan kesehatan, kemudian terdapat hubungan antara
kerja berbagai sarana kesehatan yang tersedia.
 Memudahkan pekerjaan administrasi, terutama pada aspek perencanaan
b) Dari sudut masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan
 Meringankan biaya pengobatan, karena dapat dihindari pemeriksaan yang sama
secara berulang-ulang
 Mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, karena telah
diketahui dengan jelas fungsi dan wewenang setiap sarana pelayanan kesehatan
c) Dari sudut tenaga kesehatan
 Memperjelas jenjang karir tenaga kesehatan dengan berbagai akibat positif,
semangat kerja, ketekunan dan dedikasi.
 Membantu peningkatan pengetahuan dan ketrampilan melalui jalinan kerjasama
 Memudahkan/ meringankan beban tugas, karena setiap sarana kesehatan
mempunyai tugas dan kewajiban tertentu

4. Tata Cara
Dasar: Kepatuhan terhadap kode etik profesi yg telah disepakati bersama, dan sistem
kesehatan terutama sub sistem pembiayaan kesehatan yang berlaku

Tata cara konsultasi (McWhinney, 1981):


a. Penjelasan lengkap kepada pasien alasan untuk konsultasi
b. Berkomunikasi secara langsung dengan dokter konsultan (surat, form khusus, catatan di
rekam medis, formal/ informal lewat telfon
c. Keterangan lengkap tentang pasien
d. Konsultan bersedia memberikan konsultasi

Tata cara rujukan


• Terbatas hanya pada masalah penyakit yang dirujuk saja
• Tetap berkomunikasi antara dokter konsultan dan dokter yg meminta rujukan
• Perlu disepakati pembagian wewenang dan tanggungjawab masing-masing pihak

Pembagian wewenang & tanggungjawab

8
1. Interval referral, pelimpahan wewenang dan tanggungjawab penderita sepenuhnya kepada
dokter konsultan untuk jangka waktu tertentu, dan selama jangka waktu tersebut dokter tsb
tidak ikut menanganinya
2. Collateral referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita
hanya untuk satu masalah kedokteran khusus saja
3. Cross referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita
sepenuhnya kepada dokter lain untuk selamanya
4. Split referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita
sepenuhnya kepada beberapa dokter konsultan, dan selama jangka waktu pelimpahan
wewenang dan tanggungjawab tersebut dokter pemberi rujukan tidak ikut campur.
dr. Rina Amelia, Departemen IKM/ IKP/ IKK, Fakultas Kedokteran USU

III. Memahami dan Menjelaskan Managemen Klinik Dokter keluarga


9
Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang berkesinambunagn, sistematis dan
objektif dalam memantau dan menilai pelayanan yang diselenggrakan dibandingkan dengan
standar yang telah ditetapkan, serta menyelesaikan masalah yang ditemukan untuk
memeperbaiki mutu pelayanan. (Maltos and Keller, 1989)
Karakteristik program menjaga mutu ada empat macam :
1) Program menjaga mutu harus dilakukan secara berkesinambungan. Artinya
pelaksanaan program menjaga mutu tidak hanya satu kali, tetapi harus terus
menerus. Dalam kaitan perlunya memenuhi sifat berkesinambungan, program
menjaga mutu sering pula disebut dengan nama program meningkatkan mutu
berkelanjutan (continous quality improvement program).
2) Program menjaga mutu harus dilaksanakan secara simpatis. Artinya pelaksanaan
program menjaga mutu harus mengikuti alur kegiatan serta sasaran yang baku.
Alur kegiatan yang dimaksud dimulai dengan menetapkan masalah dan penyebab
masalah mutu, dilanjutkan dengan menetapkan dan melaksanakan upaya
penyelesaian masalah, untuk kemudian diakhiri dengan melakukan penilaian serta
menyusun saran-saran untuk tindak lanjut. Sedangkan sasaran yang dimaksud
adalah semua unsur pelayanan yakni lingkungan, masukan proses serta keluaran
pelayanan.
3) Program menjaga mutu harus dilaksanakan secara objektif. Artinya pelaksanaan
program menjaga mutu, terutama pada waktu menetapkan masalah penyebab
masalah dan penilaian, tidak dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan lain.
Kecuali atas dasar data yang ditemukan. Untuk menjamin objektifitas,
dipergunakanlah berbagai standar dan indikator.
4) Program menjaga mutu harus dilakukan secara terpadu. Artinya pelaksanaan
program menjaga mutu harus terpadu dengan pelayanan yang diselengarakan,
bukanlah program menjaga mutu yang baik. Karena adanya sifat terpadu ini.
Program menjaga mutu disebut pula sebagai manajamen mutu terpadu (total
quality management).

Unsur program menjaga mutu banyak macamnya. Unsur-unsur yang dimaksud :


1) Mutu pelayanan. Mutu pelayanan yang dimaksud adalah menunjuk kepada
tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggrakan, yang di satu
pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tinkat
kepuasan rata-rata penduduk, serta di pihak lain tata cara penyelengaraannya
sesuai dengan kode etik dari standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan.
2) Sasaran program menjaga mutu. Untuk melaksanakan hal ini diperkukan empat
hal :
a. Unsur masukan. Yang dimaksud adalah semua hal yang diperlukan untuk
dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Yang termasuk dalam hal ini
adalah tenaga pelaksana, sarana dan dana.
b. Unsur lingkungan. Yang dimakud lingkungan adalah keadaan sekitar yang
mempengaruhi pelayanana kesehatan. Untuk satu saran pelayanan kesehatan
yang terpenting adalah kebijakan (policy), struktur organisasi (organization)
serta sistem manajemen (management) yang diterapkan.
c. Unsur proses. Yang dimaksud dengan unsur proses di sini adalah semua
tindakan yang dilakukan pada pelayanan kesehatan. Tindakan ini secara
umum dapat dibedakan atas dua macam. Pertama, tindakan medis (medical
procedure) mulai dari anamesis sampai dengan pengobatan. Kedua, tindakan
non medis (non medical procedure) seperti tata cara rekam medis, persetujuan
10
tindakan medis, penerimaan dan perawatan pasien dan lain selanjutnya yang
seperti ini.
d. Unsur keluaran. Yang dimaksud dengan unsur keluaran adalah yang
menunjukan pada penampilan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
Penampilan pelyanan tersebut dibedakan atas dua macam :
a) Penampilan aspek media (medical performance) seperti misalnya
kesembuhan penyakit, kecacatan dan atau kematian.
b) Penampilan aspek non medis (non mediacal performance) seperti
misalnya kepuasan dan keluhan pasien.

IV. Memahami dan Menjelaskan Adab Dokter Merawat Pasien Sakit Menurut
Islam

Adab-adab yang bersifat khusus diantaranya:


a. Berusaha menjaga kesehatan pasien sebagai konsekuensi amanah dan tanggung jawabnya
dan berusaha menjaga rahasia pasien kecuali dalam kondisi darurat atau untuk tindakan
preventif bagi yang lainnya.
Rosulullah sholallohu 'alaihi wasalam bersabda : 
"Barangsiapa yang menutup (aib) seorang muslim maka Allah akan menutup (aibnya) pada
hari kiamat. " (HR. al-Bukhari 2442 dan Muslim 7028).

b. Senantiasa menyejukkan hati pasien, menghiburnya dan mendo'akannya.


Salah satunya ialah dengan mengucapkan "Tidak mengapa, insyaallah ini adalah penghapus
dosa", atau meletakkan tangan kanan di tempat yang sakit seraya berdo'a :
" Wahai Robb manusia, hilangkanlah penyakit tersebut, sembuhkanlah, Engkau adalah
penyembuh, tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak
ditimpa penyakit lagi. " (HR. Muslim 2191 dan yang lainnya).

c. Hendaknya memberitahukan kepada pasien bahwa yang menyembuhkan hanya Allah


Ta'ala sehingga hatinya bergantung kepada Allah, bukan kepada dokter.
Nabi sholallohu 'alaihi wasalam berkata kepada Abu Rimtsah (seorang dokter ahli) :
" Allah adalah dokter, sedangkan kamu adalah orang yang menemani yang sakit. " (HR. Abu
Dawud 4209, ash-shahiihah 1537).

d. Seorang dokter tidak boleh membohongi pasiennya.


Misalnya tatkala stok obat habis ia memberikan obat yang tidak sesuai dengan penyakitnya
atau memberikan obat yang di dalamnya terkandung bahan-bahan yang diharamkan.

e. Hendaknya profesi dalam bidang kedokteran bertujuan untuk memuliakan manusia.


Oleh karena itu tidak diperkenankan bagi seorang dokter atau petugas kesehatan lainnya
untuk membakar potongan tubuh pasien, namun hendaknya diberikan kepada sang pasien
atau keluarganya untuk dikubur. Selain itu tidak diperbolehkan memperjualbelikan darah
pasien, mengadakan operasi-operasi plastik untuk mengubah wajah, telinga, alis, hidung dan
lainnya, karena hal itu termasuk mengubah ciptaan Allah yang diharamkan dalam Islam.
Allah Ta'ala berfirman :
(Setan berkata) : "Dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar
mereka mengubahnya. " (QS. an-Nisa' (4) : 119).
Di samping itu, tidak diperbolehkan ta'awun dalam kejelekan, seperti menjual obat-obat
penggugur kehamilan sehingga melariskan perzinaan.
11
f. Seorang dokter, perawat, mantri, bidan, apoteker dan petugas kesehatan lainnya hendaknya
betul-betul meningkatkan dan menekuni pekerjaanya.
Rosulullah sholallohu 'alaihi wasalam :
"Barangsiapa yang menerjuni kedokteran sedangkan tidak diketahui orang itu ahli
kedokteran, maka ia menanggung (kerugian pasien)."  (HR. Abu Dawud 4586, ash-shahiihah
635).

g. Profesi dalam bidang pengobatan termasuk pekerjaan yang mulia sehingga diharapkan bagi
para dokter untuk menggapai ridha Allah dalam setiap aktivitasnya.
Nabi sholallohu 'alaihi wasalam bersabda : "Sebaik-baik manusia adalah yang paling
bermanfaat bagi manusia yang lain." (Dikeluarkan oleh ad-Daruqutni, ash-shahiihah 426).

h. Memberikan keringanan biaya pasien yang kurang mampu.


Rosulullah sholallohu 'alaihi wasalam bersabda : "Barangsiapa yang melapangkan
kesusahan dunia seorang mukmin, maka Allah akan melapangkan kesusahannya di akhirat."
(HR. Muslim 2699).

Adapun adab dan akhlak yang bersifat umum yang harus dimiliki seorang dokter adalah :
1. Tidak boleh berduaan dengan pasien wanita dalam satu ruangan tanpa ditemani
mahram sang perempuan. Minimal pintu ruangan harus terbuka sehingga terlihat oleh
keluarganya.
2. Seorang dokter tidak boleh menyalami perempuan yang bukan mahramnya atau
memperbanyak pembicaraan dengannya kecuali untuk kepentingan pengobatan.
3. Hendaknya tetap menjaga shalatnya, kecuali dalam kondisi genting maka tidak
mengapa ia menjama' dua shalat.
4. Hendaknya menjauhi syiar-syiar dan gaya orang kafir, seperti mencukur jenggot,
memanjangkan kumis, isbal, bebas bercakap-cakap dengan dokter atau perawat
wanita.

Di samping adab-adab tersebut di atas, ada beberapa hal yang perlu diketahui oleh para
petugas kesehatan tentang rumah sakit, klinik, apotek maupun tempat praktiknya, yaitu :
1. Hendaknya mengkhususkan satu ruangan untuk shalat, baik bagi laki-laki maupun
perempaun, mengingat pentingnya masalah sahalat.
2. Menjadi kewajiban dan PR kita bersama untuk menjadikan rumah sakit terhindar dari
ikhtilath (bercampurnya laki-laki dan perempuan yang bukan mahram).
3. Tidak diperkenankan menggantung gambar makhluk bernyawa di tembok atau
dinding.
4. Hendaknya tidak menyediakan asbak bagi para pengunjung rumah sakit karena itu
adalah bentuk ta'awun dalam kejelekan.
5. Hendaknya memisahkan antara ruangan pasien yang berpenyakit menular dengan
yang tidak menular, demikian pula agar para pengunjung tidak kontak langsung
dengan si pasien tersebut sehingga penyakitnya tidak menular- dengan izin Allah-
kepada yang lainnya. Rosulullah sholallohu 'alaihi wasalam bersabda : "Jangan
sekali-kali mencampur yang sakit dengan yang sehat." (HR. al-Bukhari 5328). Hal itu
dikuatkan juga dengan sabda beliau tentang wabah penyakit  menular : "Jika kalian
12
mendengar (ada wabah) di suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya." (HR.
al-Bukhari 5287 dan Muslim 5775).
6. Hendaknya kamar mandi atau WC tidak menghadap ke arah kiblat atau
membelakanginya, sebagaimana sabda Nabi sholallohu 'alaihi wasalam :  "Jangan
menghadap kiblat tatkala buang air besar dan kencing dan jangan pula
membelakanginya." (HR. al-Bukhari 144, Muslim 264, at-Tirmidzi 8, Abu Dawud 9).
7. Dianjurkan untuk mengubah kantornya ke arah kiblat dan duduk menghadap kiblat,
berdasarkan hadits Abu Hurairah, bahwa Rowulullah sholallohu 'alaihi wasalam
bersabda : "Sesungguhnya segala sesuatu memiliki tuan, dan tuannya majelis adalah
arah kiblat." (HR. ath-Thabrani dalam al-Ausath 2354, dan dihasankan Syaikh al-
Haitsami 8/114, as-Sakhawi (102) dan Syaikh al-albani dalam ash-Shahiihah (2645)
dan Shahiih at-Targhib (3085) ).

Adab pemeriksaan terhadap pasien

Jika dokter laki-laki (dikarenakan tidak terdapat dokter perempuan) dengan dalih
mengobati dan atau pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan pekerjaan di atas
(memandang dan menyentuh) seperti; mendeteksi denyut nadi, mengambil darah dan
memijit, dimana dokter tidak memiliki cara lain kecuali terpaksa memandang badan yang
bukan mahramnya atau menyentuh badannya (dan tidak memungkinkan dia menggunakan
kaos tangan atau semacamnya, dengan maksud menyentuh secara tidak langsung), dalam hal
ini menyentuh dan memandang tidak ada masalah.
Akan tetapi jika dalam masalah ini dokter mampu mengobati hanya dengan
memandang saja dan atau hanya dengan menyentuh pasien yang bukan mahramnya tersebut
maka dokter harus mencukupkan dengan memandang saja atau menyentuh saja (itupun
sebatas darurat) dan lebih daripada itu tidak boleh. Dokter perempuan dalam hal memandang
dan menyentuh pasien laki-laki yang bukan mahramnya juga berlaku hukum demikian.
Begitu para ulama mengatakan.
            Karena orang yang sakit sengaja menemui dan menaruh kepercayaan terhadap dokter,
para terapis atau ahli medis harus memberikan pelayanan dan perlindungan yang terbaik bagi
pesiennya. Namun harus tetap menjaga syariat. Misalnya tidak boleh memberikan obat yang
haram. Juga harus menjaga hubungan lawan jenis. Jika pasiennya bukan muhrimnya,
hendaklah ada pihak ketiga yang menemani. Jangan hanya berdua didalam kamar
pengobatan.
Telah di nukil dari Imam Musa ibnu Ja’far  yang mengatakan: Seorang lelaki buta
dengan lebih dahulu meminta izin telah memasuki rumah Fatimah  (sepertinya dia perlu
dengan Rasulullah SAW) Fatimah  mengambil kerudungnya dan beliau bersembunyi di
dalam kerudung tersebut (mengambil hijab), Nabi SAW berkata: Putriku mengapa engkau
menutup dirimu sedangkan dia tidak melihatmu? Beliau berkata: Apabila dia tidak melihat
saya, tapi saya melihat dia dan dia (jika tidak melihat dan buta) tetapi dia mencium bau
wanita. Rasulullah SAW sedemikian gembiranya sambil berkata: Saya bersaksi bahwa
engkau adalah belahan jiwaku. (Hayaatu Al-Imam Husain,Khutbah Hadrat Zaenab)
Lihatlah begitu diagungkannya urusan hijab oleh Rasulullah SAW. 
Allah Ta`ala menyebutkan dalam firman-Nya surat al-An'am/6 ayat 119:

‫ص َل لَ ُك ْم َما َح َّر َم َعلَ ْي ُك ْم إِال َما اضْ طُ ِررْ تُ ْم إِلَ ْي ِه‬


َّ َ‫َوقَ ْد ف‬

13
"Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya
atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya".
Bila memang dalam keadaan darurat dan terpaksa, Islam memang membolehkan
untuk menggunakan cara yang mulanya tidak diperbolehkan. Selama mendatangkan
maslahat, seperti untuk pemeliharaan dan penyelamatan jiwa dan raganya.
Meskipun dibolehkan dalam kondisi yang betul-betul darurat, tetapi harus mengikuti
rambu-rambu yang wajib untuk ditaati. Tidak berlaku secara mutlak. Keberadaan mahram
adalah keharusan, tidak bisa ditawar-tawar. Sehingga tatkala seorang muslim/muslimah
terpaksa harus bertemu dan berobat kepada dokter yang berbeda jenis, ia harus didampingi
mahramnya saat pemeriksaan. Tidak berduaan dengan sang dokter di kamar praktek atau
ruang periksa.
Syarat ini disebutkan Syaikh Bin Baz rahimahullah untuk pengobatan pada bagian
tubuh yang nampak, seperti kepala, tangan, dan kaki. Jika obyek pemeriksaan menyangkut
aurat wanita, meskipun sudah ada perawat wanita misalnya, maka keberadaan suami atau
wanita lain (selain perawat) tetap diperlukan, dan ini lebih baik untuk menjauhkan dari
kecurigaan.
Adab pergaulan antara laki-laki dan perempuan berguna agar kaum Muslim tidak
tersesat di dunia. Adab-adab tersebut antara lain:
1.    Menundukkan pandangan terhadap lawan jenis
Allah berfirman: “Katakanlah kepada laki-laki beriman: Hendaklah mereka menundukkan
pandangannya dan memelihara kemaluannya. Dan katakalah kepada wanita beriman:
Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. An-
Nur: 30-31)
2.    Tidak berdua-duaan
Rasulullah saw bersabda: “Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan (khalwat) dengan
wanita kecuali bersama mahromnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
3.    Tidak menyentuh lawan jenis
Di dalam sebuah hadits, Aisyah ra berkata, “Demi Allah, tangan Rasulullah tidak pernah
menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun saat membaiat (janji setia kepada
pemimpin).” (HR. Bukhari)
Hal ini karena menyentuh lawan jenis yang bukan mahromnya merupakan salah satu perkara
yang diharamkan di dalam Islam. Rasulullah bersabda, “Seandainya kepala seseorang ditusuk
dengan jarum besi, (itu) masih lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal
baginya.” (HR. Thabrani dengan sanad hasan)

V. Memahami dan Menjelaskan Sistem Pembiayaan Kesehatan dalam Syariah Islam

Pengertian

Penyelenggaraan kesehatan dalam pandangan Islam termasuk pengertian riayatus


su’un (pelayanan umum) yang wajib dilakukan oleh negara atas seluruh rakyatnya, baik
muslim maupun non muslim, kaya ataupun miskin. Seluruh biaya yang diperlukan secara
wajib di tanggung oleh Baitul Mal (kas negara). Adapun peran non-pemerintah (swasta)
dalam pembiayaan kesehatan bukanlah hal yang utama.
Negara bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar itu. Nabi saw
Bersabda : “Imam (Khalifah) laksana pengembala dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya”
(HR al-Bukhari). Tidak terpenuhinya atau terjaminnya kesehatan dan pengobatan akan
mendatangkan dharar bagi masyarakat. Oleh karena itu, penyediaan layanan kesehatan
14
menjadi tanggung jawab dan kewajiban negara (Khilafah). Khilafah wajib membangun
berbagai rumah sakit, klinik, laboratorium medis, apotik , pusat dan lembaga litbang
kesehatan, sekolah kedokteran , apoteker, perawat, bidan dan sekolah lainnya yang
menghasilkan tenaga medis, serta berbagai sarana prasarana kesehatan dan pengobatan
lainnya.
Semua pelayanan kesehatan dan pengobatan harus dikelola sesuai dengan aturan syariah.
Juga harus memperhatikan faktor ihsan dalam pelayanan yaitu wajib memenuhi 3 (tiga)
prinsip baku yang berlaku umum untuk setiap pelayanan masyarakat dalam sistem Islam:
pertama, sederhana dalam peraturan (tidak berbelit-belit). Kedua, cepat dalam pelayanan.
Ketiga, profesional dalam pelayanan, yakni dikerjakan oleh orang yang kompeten dan
amanah
Konsep dasar asuransi syariah adalah tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan
(al birri wat taqwa). Konsep tersebut sebagai landasan yang diterapkan dalam setiap
perjanjian transaksi bisnis dalam wujud tolong menolong (akad takafuli) yang menjadikan
semua peserta sebagai keluarga besar yang saling menanggung satu sama lain di dalam
menghadapi resiko, yang kita kenal sebagai sharing of risk, sebagaimana firman Allah SWT
yang memerintahkan kepada kita untuk taawun (tolong menolong) yang berbentuk al birri
wat taqwa (kebaikan dan ketakwaan) dan melarang taawun dalam bentuk al itsmi wal udwan
(dosa dan permusuhan).
Firman Allah dalam surat al-Baqarah 188, 'Dan janganlah kalian memakan harta di
antara kamu sekalian dengan jalan yang bathil, dan janganlah kalian bawa urusan harta itu
kepada hakim yang dengan maksud kalian hendak memakan sebagian harta orang lain
dengan jalan dosa, padahal kamu tahu." Hadist Nabi Muhammad SAW, "Mukmin terhadap
mukmin yang lain seperti suatu bangunan memperkuat satu sama lain," Dan "Orang-orang
mukmin dalam kecintaan dan kasih sayang mereka seperti satu badan. Apabila satu anggota
badan menderita sakit, maka seluruh badan merasakannya.

Sistem Pembiayaan Kesehatan Dalam Islam


Asuransi Syariah (Takaful)
1) Arti Kata Takaful
Secara bahasa, takaful ( ‫ ) تكافل‬berasal dari akar kata ( ‫ ) ك ف ل‬yang artinya
menolong, memberi nafkah dan mengambil alih perkara seseorang. Dalam Al-Qur'an
tidak dijumpai kata takaful, namun ada sejumlah kata yang seakar dengan kata
takaful, seperti dalam :
QS. Thoha/ 20 : 40
ُ‫ك فَتَقُو ُل هَلْ أَ ُدلُّ ُك ْم َعلَى َم ْن يَ ْكفُلُه‬ َ ُ‫إِ ْذ تَ ْم ِشي أُ ْخت‬
"(yaitu) ketika saudaramu yang perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada (keluarga
Fir'aun): 'Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?"
QS. Annisa/ 04 : 85 :
‫َو َم ْن يَ ْشفَ ْع َشفَا َعةً َسيِّئَةً يَ ُك ْن لَهُ ِك ْف ٌل ِم ْنهَا‬
"Dan barangsiapa yang memberi syafa'at yang buruk, niscaya ia akan memikul
bahagian (dosa) daripadanya.."
Asuransi Syariah (Ta'min, Takaful atau Tadhamun) adalah usaha saling
melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/ pihak melalui investasi
dalam bentuk aset dan / atau tabarru' yang memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
Akad yang sesuai dengan syariah adalah yang tidak mengandung gharar
(penipuan), maysir (perjudian), riba, dzulm (penganiayaan), risywah (suap), barang
haram dan maksiat.
2) Cikal Bakal Asuransi Syariah
15
a. Al-Aqila ( ‫) العاقلة‬
Yaitu saling memikul atau bertanggung jawab untuk keluarganya. Jika salah satu
anggota suku terbunuh oleh anggota suku yang lain, pewaris korban akan dibayar
dengan uang darah (diyat) sebagai konpensasi saudara terdekat dari terbunuh.
Saudara terdekat dari pembunuh disebut aqilah. Lalu mereka mengumpulkan dana
(al-kanzu) yang diperuntukkan membantu keluarga yang terlibat dalam
pembunuhan tidak sengaja.
b. Al-Muwalah ( ‫) الموالة‬
Yaitu perjanjian jaminan. Penjamin menjamin seseroang yang tidak memiliki waris
dan tidak diketahui ahli warisnya. Penjamin setuju untuk menanggung bayaran dia,
jika orang yang dijamin tersebut melakukan jinayah. Apabila orang yang dijamin
meninggal, maka penjamin boleh mewarisi hartanya sepanjang tidak ada ahli
warisnya.

Penyelenggaraan kesehatan dalam pandangan Islam termasuk pengertian riayatus


su’un(pelayanan umum) yang wajib dilakukan oleh negara atas seluruh rakyatnya, baik
muslim maupun non muslim, kaya ataupun miskin. Seluruh biaya yang diperlukan secara
wajib di tanggung oleh Baitul Mal (kas negara). Adapun peran non-pemerintah (swasta)
dalam pembiayaan kesehatan bukanlah hal yang utama.
Negara bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar itu. Nabi saw
Bersabda: “Imam (Khalifah) laksana pengembala dan ia bertanggung jawab atas
rakyatnya” ( HR al-Bukhari).

Beberapa perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional, di antaranya


adalah sebagai berikut:
 Akad (Perjanjian)
◦ Setiap perjanjian transaksi bisnis di antara pihak-pihak yang melakukannya harus
jelas secara hukum ataupun non-hukum untuk mempermudah jalannya kegiatan
bisnis tersebut saat ini dan masa mendatang. Akad dalam praktek muamalah
menjadi dasar yang menentukan sah atau tidaknya suatu kegiatan transaksi secara
syariah. Hal tersebut menjadi sangat menentukan di dalam praktek asuransi
syariah. Akad antara perusahaan dengan peserta harus jelas, menggunakan akad
jual beli (tadabuli) atau tolong menolong (takaful).
◦ Akad pada asuransi konvensional didasarkan pada akad tadabuli atau perjanjian
jual beli. Syarat sahnya suatu perjanjian jual beli didasarkan atas adanya penjual,
pembeli, harga, dan barang yang diperjual-belikan. Sementara itu di dalam
perjanjian yang diterapkan dalam asuransi konvensional hanya memenuhi
persyaratan adanya penjual, pembeli dan barang yang diperjual-belikan.
Sedangkan untuk harga tidak dapat dijelaskan secara kuantitas, berapa besar premi
yang harus dibayarkan oleh peserta asuransi utnuk mendapatkan sejumlah uang
pertanggungan. Karena hanya Allah yang tahu kapan kita meninggal. Perusahaan
akan membayarkan uang pertanggunggan sesuai dengan perjanjian, akan tetapi
jumlah premi yang akan disetorkan oleh peserta tidak jelas tergantung usia. Jika
peserta dipanjangkan usia maka perusahaan akan untung namun apabila peserta
baru sekali membayar ditakdirkan meninggal maka perusahaan akan rugi. Dengan
demikian menurut pandangan syariah terjadi cacat karena ketidakjelasan (gharar)
dalam hal berapa besar yang akan dibayarkan oleh pemegang polis (pada produk
saving) atau berapa besar yang akan diterima pemegang polis (pada produk non-
saving).

16
 Gharar (Ketidakjelasan) 
◦ Definisi gharar menurut Madzhab Syafii adalah apa-apa yang akibatnya
tersembunyi dalam pandangan kita dan akibat yang paling kita takuti.
◦ Gharar/ketidakjelasan itu terjadi pada asuransi konvensional, dikarenakan tidak
adanya batas waktu pembayaran premi yang didasarkan atas usia tertanggung,
sementara kita sepakat bahwa usia seseorang berada di tangan Yang Mahakuasa.
Jika baru sekali seorang tertanggung membayar premi ditakdirkan meninggal,
perusahaan akan rugi sementara pihak tertanggung merasa untung secara materi.
Jika tertanggung dipanjangkan usianya, perusahaan akan untung dan tertanggung
merasa rugi secara financial. Dengan kata lain kedua belah pihak tidak
mengetahui seberapa lama masing-masing pihak menjalankan transaksi tersebut.
Ketidakjelasan jangka waktu pembayaran dan jumlah pembayaran mengakibatkan
ketidaklengkapan suatu rukun akad, yang kita kenal sebagai gharar. Para ulama
berpendapat bahwa perjanjian jual beli/akad tadabuli tersebut cacat secara hukum.
◦ Pada asuransi syariah akad tadabuli diganti dengan akad takafuli, yaitu suatu niat
tolong-menolong sesama peserta apabila ada yang ditakdirkan mendapat musibah.
Mekanisme ini oleh para ulama dianggap paling selamat, karena kita menghindari
larangan Allah dalam praktik muamalah yang gharar.
◦ Pada akad asuransi konvensional dana peserta menjadi milik perusahaan asuransi
(transfer of fund). Sedangkan dalam asuransi syariah, dana yang terkumpul adalah
milik peserta (shahibul mal) dan perusahaan asuransi syariah (mudharib) tidak
bisa mengklaim menjadi milik perusahaan. 

 Tabarru dan Tabungan


◦ Tabarru berasal dari kata tabarraa-yatabarra-tabarrawan, yang artinya
sumbangan atau derma. Orang yang menyumbang disebut mutabarri (dermawan).
Niat bertabbaru bermaksud memberikan dana kebajikan secara ikhlas untuk
tujuan saling membantu satu sama lain sesama peserta asuransi syariah, ketika di
antaranya ada yang mendapat musibah. Oleh karena itu dana tabarru disimpan
dalam rekening khusus. Apabila ada yang tertimpa musibah, dana klaim yang
diberikan adalah dari rekening tabarru yang sudah diniatkan oleh sesama peserta
untuk saling menolong.
◦ Menyisihkan harta untuk tujuan membantu orang yang terkena musibah sangat
dianjurkan dalam agama Islam, dan akan mendapat balasan yang sangat besar di
hadapan Allah, sebagaimana digambarkan dalam hadist Nabi SAW,"Barang siapa
memenuhi hajat saudaranya maka Allah akan memenuhi hajatnya."(HR Bukhari
Muslim dan Abu Daud).
◦ Untuk produk asuransi jiwa syariah yang mengandung unsur saving maka dana
yang dititipkan oleh peserta (premi) selain terdiri dari unsur dana tabarru terdapat
pula unsur dana tabungan yang digunakan sebagai dana investasi oleh perusahaan.
Sementara investasi pada asuransi kerugian syariah menggunakan dana tabarru
karena tidak ada unsur saving. Hasil dari investasi akan dibagikan kepada peserta
sesuai dengan akad awal. Jika peserta mengundurkan diri maka dana tabungan
beserta hasilnya akan dikembalikan kepada peserta secara penuh.
◦ Prof. Mustafa Ahmad Zarqa berkata bahwa dalam asuransi konvensional terdapat
unsur gharar yang pada gilirannya menimbulkan qimar. Sedangkan al qimar
sama dengan al maisir. Muhammad Fadli Yusuf menjelaskan unsur maisir dalam
asuransi konvensional karena adanya unsur gharar, terutama dalam kasus asuransi
jiwa. Apabila pemegang polis asuransi jiwa meninggal dunia sebelum periode
akhir polis asuransinya dan telah membayar preminya sebagian, maka ahliwaris
17
akan menerima sejumlah uang tertentu. Pemegang polistidak mengetahui dari
mana dan bagaimana cara perusahaan asuransi konvensional membayarkan uang
pertanggungannya. Hal ini dipandang karena keuntungan yang diperoleh berasal
dari keberanian mengambil risiko oleh perusahaan yang bersangkutan.
Muhammad Fadli Yusuf mengatakan, tetapi apabila pemegang polis mengambil
asuransi itu tidak dapat disebut judi. Yang boleh disebut judi jika perusahaan
asuransi mengandalkan banyak/sedikitnya klaim yang dibayar. Sebab keuntungan
perusahaan asuransi sangat dipengaruhi oleh banyak /sedikitnya klaim yang
dibayarkannya.

 Riba
◦ Dalam hal riba, semua asuransi konvensional menginvestasikan dananya dengan
bunga, yang berarti selalu melibatkan diri dalam riba. Hal demikian juga
dilakukan saat perhitungan kepada peserta, dilakukan dengan menghitung
keuntungan di depan. Investasi asuransi konvensional mengacu pada peraturan
pemerintah yaitu investasi wajib dilakukan pada jenis investasi yang aman dan
menguntungkan serta memiliki likuiditas yang sesuai dengan kewajiban yang
harus dipenuhi. Begitu pula dengan Keputusan Menteri Keuangan No.
424/KMK.6/2003 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Reasuransi. Semua jenis investasi yang diatur dalam peraturan
pemerintah dan KMK dilakukan berdasarkan sistem bunga.
◦ Asuransi syariah menyimpan dananya di bnak yang berdasarkan syariat Islam
dengan sistem mudharabah. Untuk berbagai bentuk investasi lainnya didasarkan
atas petunjuk Dewan Pengawas Syariah. Allah SWT berfirman dalam surat Ali
Imron ayat 130,"Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba
yang memang riba itu bersifat berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah
supaya kamu mendapatkan keberuntungan." Hadist, "Rasulullah mengutuk
pemakaian riba, pemberi makan riba, penulisnya dan saksinya seraya bersabda
kepada mereka semua sama."(HR Muslim)

 Dana Hangus 
◦ Ketidakadilan yang terjadi pada asuransi konvensional ketika seorang peserta
karena suatu sebab tertentu terpaksa mengundurkan diri sebelum masa reversing
period. Sementara ia telah beberapa kali membayar premi atau telah membayar
sejumlah uang premi. Karena kondisi tersebut maka dana yang telah dibayarkan
tersebut menjadi hangus. Demikian juga pada asuransi non-saving atau asuransi
kerugian jika habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka premi yang
dibayarkan akan hangus dan menjadi milik perusahaan.
◦ Kebijakan dana hangus yang diterapkan oleh asuransi konvensional akan
menimbulkan ketidakadilan dan merugikan peserta asuransi terutama bagi mereka
yang tidak mampu melanjutkan karena suatu hal. Di satu sisi peserta tidak punya
dana untuk melanjutkan, sedangkan jika ia tidak melanjutkan dana yang sudah
masuk akan hangus. Kondisi ini mengakibatkan posisi yang dizalimi. Prinsip
muamalah melarang kita saling menzalimi, laa dharaa wala dhirara ( tidak ada
yang merugikan dan dirugikan).
◦ Asuransi syariah dalam mekanismenya tidak mengenal dana hangus, karena nilai
tunai telah diberlakukan sejak awal peserta masuk asuransi. Bagi peserta yang
baru masuk karena satu dan lain hal mengundurkan diri maka dana/premi yang
sebelumnya dimasukkan dapat diambil kembali kecuali sebagian kecil dana yang
dniatkan sebagai dana tabarru (dana kebajikan). Hal yang sama berlaku pula pada
18
asuransi kerugian. Jika selama dan selesai masa kontrak tidak terjadi klaim, maka
asuransi syariah akan membagikan sebagian dana/premi tersebut dengan pola bagi
hasil 60:40 atau 70:30 sesuai kesepakatan si awal perjanjian (akad). Jadi premi
yang dibayarkan pada awal tahun masih dapat dikembalikan sebagian ke peserta
(tidak hangus). Jumlahnya sangat tergantung dari hasil investasinya.

Pandangan islam mengenai asuransi kesehatan

Melibatkan diri ke dalam asuransi ini, adalah merupakan salah satu ikhtiar untuk
mengahadapi masa depan dan masa tua. Namun karena masalah asuransi ini tidak dijelaskan
secara tegas dalam nash, maka masalahnya dipandang sebagai masalah ijtihadi, yaitu masalah
yang mungkin masih diperdebatkan dan tentunya perbedaan pendapat sukar dihindari. Ada
beberapa pandangan atau pendapat mengenai asuransi ditinjau dari fiqh Islam :
1) Asuransi itu haram dalam segala bentuknya, temasuk asuransi jiwa. Pendapat ini
dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqii (mufti Yordania), Yusuf
Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-Muth‘i (mufti Mesir). Alasannya :
a. Asuransi sama dengan judi.
b. Asuransi mengandung unsur-unsur tidak pasti.
c. Asuransi mengandung unsur riba atau renten.
d. Asuransi mengandung unsur pemerasan, karena pemegang polis, apabila tidak
bisa melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah
dibayar atau dikurangi.
e. Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba.
f. Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai.
g. Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya dengan
mendahului takdir Allah.
2) Asuransi konvensional diperbolehkan. Pendapat kedua ini dikemukakan oleh
Abd. Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad Zarqa (guru besar Hukum Islam Fakultas
Syari‘ah Universitas Syria), Muhammad Yusuf Musa (guru besar Hukum Isalm
Universitas Cairo Mesir), dan Abd. Rakhman Isa (pengarang kitab al-Muamallha
al-Haditsah wa Ahkamuha). Mereka beralasan :
a. Tidak ada nash (al-Qur‘an dan Sunnah) yang melarang asuransi.
b. Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak.
c. Saling menguntungkan kedua belah pihak.
d. Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab premi-premi yang
terkumpul dapat diinvestasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan
pembangunan.
e. Asuransi termasuk akad mudhrabah (bagi hasil).
f. Asuransi termasuk koperasi (Syirkah Ta‘awuniyah).
g. Asuransi dianalogikan (qiyaskan) dengan sistem pensiun seperti taspen.
3) Asuransi yang bersifat sosial diperbolehkan dan yang bersifat komersial
diharamkan. Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad Abdu Zahrah
(guru besar Hukum Islam pada Universitas Cairo). Alasan kelompok ketiga ini
sama dengan kelompok pertama dalam asuransi yang bersifat komersial (haram)

19
dan sama pula dengan alasan kelompok kedua, dalam asuransi yang bersifat
sosial (boleh).

VI. Memahami dan Menjelaskan Standar Pemeriksaan Kedokteran Keluarga

1) Anamnesis
Pelayanan dokter keluarga melaksanakan anamnesis dengan pendekatan pasien (patient-
centered approach) dalam rangka memperoleh keluhan utama pasien, kekhawatiran dan
harapan pasien mengenai keluhannya tersebut, serta memperoleh keterangan untuk dapat
menegakkan diagnosis

2) Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang


Dalam rangka memperoleh tanda - tanda kelainan yang menunjang diagnosis atau
menyingkirkan diagnosis banding, dokter keluarga melakukan pemeriksaan fisik secara
holistik; dan bila perlu menganjurkan pemeriksaan penunjang secara rasional, efektif dan
efisien demi kepentingan pasien semata.

3) Penegakkan diagnosis dan diagnosis banding


Pada setiap pertemuan, dokter keluarga menegakkan diagnosis kerja dan beberapa diagnosis
banding yang mungkin dengan pendekatan diagnosis holistik.

4) Prognosis
Pada setiap penegakkan diagnosis, dokter keluarga menyimpulkan prognosis pasien
berdasarkan jenis diagnosis, derajat keparahan, serta tanda bukti terkini (evidence based).

5) Konseling
Untuk membantu pasien (dan keluarga) menentukan pilihan terbaik penatalaksanaan untuk
dirinya, dokter keluarga melaksanakan konseling dengan kepedulian terhadap perasaan dan
persepsi pasien (dan keluarga) pada keadaan di saat itu.

6) Konsultasi
Pada saat - saat dinilai perlu, dokter keluarga melakukan konsultasi ke dokter lain yang
dianggap lebih piawai dan / atau berpengalaman. Konsultasi dapat dilakukan kepada dokter
keluarga lain, dokter keluarga konsultan, dokter spesialis, atau dinas kesehatan, demi
kepentingan pasien semata.

7) Rujukan
Pada saat - saat dinilai perlu, dokter keluarga melakukan rujukan ke dokter lain yang
dianggap lebih piawai dan/atau berpengalaman. Rujukan dapat dilakukan kepada dokter
keluarga lain, dokter keluarga konsultan, dokter spesialis, rumah sakit atau dinas kesehatan,
demi kepentingan pasien semata.

8) Tindak lanjut
Pada saat - saat dinilai perlu, dokter keluarga menganjurkan untuk dapat dilaksanakan tindak
lanjut pada pasien, baik dilaksanakan di klinik, maupun di tempat pasien.

9) Tindakan
Pada saat - saat dinilai perlu, dokter keluarga memberikan tindakan medis yang rasional pada
pasien, sesuai dengan kewenangan dokter praktik di strata pertama, dan demi kepentingan
pasien.
20
10) Pengobatan rasional
Pada setiap anjuran pengobatan, dokter keluarga melaksanakannya dengan rasional,
berdasarkan tanda bukti (evidence based) yang sahih dan terkini, demi kepentingan pasien.

11) Pembinaan keluarga


Pada saat - saat dinilai bahwa penatalaksanaan pasien akan berhasil lebih baik, bila adanya
partisipasi keluarga, maka dokter keluarga menawarkan pembinaan keluarga, termasuk
konseling keluarga.

VII. Memahami dan menjelaskan peran dokter keluarga dengan mitra kerjanya

1. Peran dokter keluarga

 Menyelenggarakan pelayanan primer secara paripurna menyuruh, dan bermutu guna


penapisan untuk pelayanan spesialistik yang diperlukan
 Mendiagnosis secara cepat dan memberikan terapi secara cepat dan tepat
 Memberikan pelayanan kedokteran secara aktif kepada pasien pada saat sehat dan sakit
 Memberikan pelayanan kedokteran kepada individu dan keluarganya
 Membina keluarga pasien untuk berpartisipasi dalam upaya peningkatan taraf kesehatan,
pencegahan penyakit, pengobatan dan rehabilitasi
 Menangani penyakit akut dan kronik
 Melakukan tindakan tahap awal kasus berat agar siap dikirim ke RS
 Tetap bertanggung-jawab atas pasien yang dirujukan ke Dokter Spesialis atau dirawat di
RS
 Memantau pasien yang telah dirujuk atau di konsultasikan
 Bertindak sebagai mitra, penasihat dan konsultan bagi pasiennya
 Mengkordinasikan pelayanan yang diperlukan untuk kepentingan pasien
 Menyelenggarakan rekam Medis yang memenuhi standar
 Melakukan penelitian untuk mengembang ilmu kedokteran secara umum dan ilmu
kedokteran keluarga secara khusus
2. Hubungan kerjasama antara dokter keluarga dengan mitra kerjanya
Kolaborasi merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk menggambarkan suatu
hubungan kerja sama yang dilakukan pihak tertentu. Berdasarkan kamus Heritage Amerika
(2000), kolaborasi adalah bekerja bersama khususnya dalam usaha penggambungkan
pemikiran. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukanan oleh Gray (1989) menggambarkan
bahwa kolaborasi sebagai suatu proses berfikir dimana pihak yang terlibat memandang
aspek-aspek perbedaan dari suatu masalah serta menemukan solusi dari perbedaan tersebut
dan keterbatasan pandangan mereka terhadap apa yang dapat dilakukan. American Medical
Assosiation (AMA), 1994, Kolaborasi adalah proses dimana dokter dan perawat
merencanakan dan praktek bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam
batasan-batasan lingkup praktek mereka dengan berbagi nilai-nilai dan saling mengakui dan
menghargai terhadap setiap orang yang berkontribusi untuk merawat individu, keluarga dan
masyarakat.
Partnership kolaborasi merupakan usaha yang baik sebab mereka menghasilkan outcome
yang lebih baik bagi pasien dalam mencapai upaya penyembuhan dan memperbaiki kualitas

21
hidup. Kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan sharing pengetahuan yang
direncanakan dan menjadi tanggung jawab bersama untuk merawat pasien. Bekerja bersama
dalam kesetaraan adalah esensi dasar dari kolaborasi yang kita gunakan untuk
menggambarkan hubungan perawat dan dokter.

Anggota Tim interdisiplin

Tim pelayanan kesehatan interdisiplin merupakan sekolompok profesional yang mempunyai


aturan yang jelas, tujuan umum dan berbeda keahlian. Tim akan berfungsi baik jika terjadi
adanya konstribusi dari anggota tim dalam memberikan pelayanan kesehatan terbaik.
Anggota tim kesehatan meliputi : pasien, perawat, dokter, fisioterapi, pekerja sosial, ahli gizi,
manajer, dan apoteker. Dimana fungsinya adalah :
 Pasien secara integral adalah anggota tim yang penting. Partisipasi pasien dalam
pengambilan keputusan akan menambah kemungkinan suatu rencana menjadi efektif.
 Perawat sebagai anggota membawa persfektif yang unik dalam interdisiplin tim.
Perawat memfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
dari praktek profesi kesehatan lain.
 Perawat berperan sebagai penghubung penting antara pasien dan pemberi pelayanan
kesehatan
 Dokter memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati dan mencegah
penyakit. Pada situasi ini dokter menggunakan modalitas pengobatan seperti
pemberian obat dan pembedahan.
Oleh karena itu tim kolaborasi hendaknya memiliki komunikasi yang efektif, bertanggung
jawab dan saling menghargai antar sesama anggota tim. Mereka sering berkonsultasi dengan
anggota tim lainnya sebagaimana membuat referal pemberian pengobatan. Kolaborasi
menyatakan bahwa anggota tim kesehatan harus bekerja dengan kompak dalam mencapai
tujuan. Elemen penting untuk mencapai kolaborasi yang efektif meliputi kerjasama,
asertifitas, tanggung jawab, komunikasi, otonomi dan kordinasi.

Sistem pelayanan dokter keluarga pelayanan diselenggarakan oleh “tim” kesehatan


yang bekerja sama mewujudkan pelayanan yang berumutu. Setiap komponen sistem
mempunyai tugas masing-masng dan harus dikerjakan sungguh-sungguh sesuai dengan
tatanan yang berlaku.

 Bidan dan perawat membantu dokter di klinik misalnya, memberikan obat kepada
pasien d ibawah tanggung-jawab dokter. Jadi bidan dan perawat tidak memberikan
obat tanpa persetujuan dokter. Sebaliknya dokter harus memberikan perintah tertulis
di dalam rekam medis untuk setiap pemberian obat. Bidan dan perawat dibenarkan
mengingatkan dokter jika perintah pemberian obat itu tidak jelas atau belum
dicantumkan
 Dokter keluiarga yang sebenarnya dokter praktik umum dibenarkan mengingatkan
dan diharuskan bertanya langsung kepada dokter spesialis yang dikonsuli atau
dirujuki jika ada hal yang kurang jelas atau berbeda pendapat
 Komponen system yang lain termasuk masyarakat pasien dibenarkan dan bahkan
diharuskan saling kontrol saling mengingatkan agat tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan

Komunikasi dokter – Profesi lain :

22
Kolaborasi dokter –perawat
Komunikasi dokter-Apoteker
Kolaborasi  Prinsip : Perencanaan
Pengambilan keputusan bersama
Berbagi saran / ide
Kebersamaan
Tanggung gugat

 Pendekatan Praktik Hirarkis


Dokter  Registerd nurse  Pemberi pelayanan lain  Pasien
 Menekankan komunikasi satu arah
 Kontak Dokter dengan pasien terbatas
 Dokter merupakan tokoh yang dominan
 Cocok untuk diterapkan di keadaan tertentu, sepert IGD
Pendekatan ini sekarang masih dominan dalam praktik dokter di Indonesia

 Model kolaboratif tipe II :

PASIEN

 Lebih berpusat pada pasien


 Semua pemberi pelayanan harus bekerjasama
 Ada kerja sama dengan pasien
 Tidak ada pemberi pelayanan yang mendominasi secara terus-menerus

Hubungan dokter-Apoteker

McDonough dan Doucette (2001) mengusulkan satu model untuk Hubungan Kerja
Kolaboratif antara Dokter dan Apoteker (Pharmacist-Phycisian Collaborative Working

23
Relationship. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hubungan ini antara lain
disebutkan:
a. Karakteristik partisipan. Yang termasuk karakteristik partisipan adalah faktor
demografi seperti pendidikan dan usia. Contohnya, dokter muda yang sejak awal
dididik untuk dapat bekerja sama dalam tim interdisipliner mungkin akan lebih mudah
menerima konsep hubungan dokter-Apoteker.
b. Karakteristik konteks. Yang dimaksud adalah kondisi pasien, tipe praktek (apakah
tunggal atau bersama), kedekatan jarak praktek, banyaknya interaksi, akan
menentukan seberapa intensif hubungan yang akan terjalin.
c. Karakteristik pertukaran. Yang termasuk di sini antara lain adalah: ketertarikan secara
profesional, komunikasi yang terbuka dan dua arah, kerjasama yang seimbang,
penilaian terhadap performance, konflik dan resolusinya. Semakin seimbang
pertukaran antara kedua belah pihak, akan memungkinkan hubungan kolaboratif yang
lebih baik.

3. Termasuk mitra kerja dokter


Mitra kerja dokter ialah Sesama dokter, perawat, bidan, petugas rumah sakit atau pun
puskesmas serta klinik, pasien dan petugas lainnya

24
DAFTAR PUSTAKA

Anies. 2006. Kedokteran Keluarga & Pelayanan Kedokteran yang Bermutu. Semarang.

Gani A. Pembiayaan Kesehatan. FKM UI. 1996

Sistem Pembiayaan Kesehatan Indonesia. 2010

Tristantoro L. Prinsip-Prinsip Asuransi Kesehatan Untuk Mahasiswa Kedokteran Dan


Residen. FK UGM.

http://mariaagustinasw.blogspot.com/2011/10/adab-menghadapi-pasien-lawan-jenis.html

25

Anda mungkin juga menyukai