Anda di halaman 1dari 16

Hubungan Antara Penerapan GDPF dengan Tingkat Pendapatan Peternak.............................

Nurdana

HUBUNGAN ANTARA PENERAPAN GOOD DAIRY FARMING PRACTICE DENGAN


TINGKAT PENDAPATAN PETERNAK PADA
PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT
(Suatu Kasus di Wilayah Kerja KPBS Pangalengan Kabupaten Bandung)

Nurdana Fitri Lestari*, Moch. Makin**, Achmad Firman**


Universitas Padjadjaran
*Alumni Fakultas Peternakan Unpad Tahun 2015
**Staf Pengajar Fakultas Peternakan Unpad
Email : nurdanafitril@gmail.com

ABSTRAK
Usaha peternakan sapi perah di Indonesia saat ini didominasi oleh peternak rakyat yang
kemampuan produksi dan tingkat pendapatannya masih relatif rendah serta manajemen
pemeliharaan yang dilaksanakan juga masih bersifat tradisional. Tuntutan dan kepedulian
konsumen terhadap mutu dan keamanan susu mendorong adanya sebuah standarisasi tatalaksana
peternakan sapi perah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penerapan Good
Dairy Farming Practice (GDFP) dengan tingkat pendapatan peternak. Penerapan GDFP dianalisis
menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP), perhitungan pendapatan dihitung
menggunakan metode Income Over Feed Cost (IOFC), dan analisis hubungan menggunakan
korelasi rank Spearman. Hasil analisis AHP menunjukan urutan prioritas penerapan GDFP oleh
peternak yaitu secara berurutan reproduksi, higien pemerahan, kesehatan ternak, nutrisi (pakan dan
air), kesejahteraan ternak, lingkungan, dan manajemen sosial ekonomi. Pendapatan peternak
berdasarkan IOFC pada skala usaha I sebesar Rp. 845.537/bulan, pada skala usaha II sebesar Rp.
1.391.134/bulan, dan pada skala usaha III sebesar Rp. 3.593.959/bulan. Hasil analisis korelasi
Spearman dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan nyata (P<0,05) antara
penerapan GDFP dan pendapatan peternak dengan koefisien korelasi sebesar 0,51 artinya hubungan
cukup berarti.
Kata Kunci : Good Dairy Farming Practice, Income Over Feed Cost.

ABSTRACT
Dairy farm in Indonesia has been dominated by smallholders. They both of milk production
and income under standar level and manage dairy traditionally. The demand of consumers need
milk quality and safety, therefore it drives a good practice management in dairy farm. This study
was held to find out the relationship between Good Dairy Farming Practice (GDFP) with level of
farmer income. The implementation GDFP was analyzed by Analytical Hierarchy Process (AHP),
the level of farmer income calculation used an Income Over Feed Cost (IOFC) method, and analysis
of relationship used rank Spearman corelation method. Result of the research showed respectively
the priority of GDFP are reproduction aspect, and followed by milking hygiene, animal health,
nutrition (feed and water), animal welfare, environment, and socio economic management. The
farmer income which is based on IOFC analysis were devide into three level of incomes such as
first scale is Rp. 845.537/mounth, second scale is Rp. 1.391.134/mounth, and third scale Rp.
3.593.959/mounth. The rank Spearman corelation indicated there are positive relationship between
GDFP and IOFC with 0,51 level of corelation (sufficient) and significant statistically (P<0,05).
Keywords : Good Dairy Farming Practice, Income Over Feed Cost.
Hubungan Antara Penerapan GDPF dengan Tingkat Pendapatan Peternak.............................Nurdana
PENDAHULUAN

Usaha peternakan sapi perah di Indonesia saat ini didominasi oleh peternak rakyat yang

tergabung dalam koperasi peternak sapi perah. Salah satu koperasi peternak sapi perah di Jawa

Barat adalah Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan. Jumlah anggota koperasi

per januari 2015 sebanyak 3.420 orang dengan total populasi sapi perah 12.355 ekor. Selama kurun

waktu dua bulan yaitu dari bulan November 2014–Januari 2015 terjadi penurunan populasi sapi

perah sebanyak 582 ekor. Hal yang sama hampir terjadi diseluruh wilayah Jawa Barat dimana

peningkatan populasi sapi perah berjalan lamban bahkan terjadi penurunan.

Beternak sapi perah merupakan mata pencaharian utama bagi sebagian besar peternak,

namun pada kenyataannya pendapatan dari usaha ini masih relatif rendah. Beberapa hasil penelitian

menunjukan bahwa keuntungan atau pendapatan yang diperoleh peternak sapi perah masih belum

optimal dan memungkinkan untuk ditingkatkan. Optimalisasi pendapatan peternak dapat dipelajari

melalui sudut pandang perbaikan manajemen usaha peternakan. Good Dairy Farming Practices

adalah suatu standarisasi usaha peternakan sapi perah. Aspek utama dalam GDFP yaitu reproduksi

ternak, kesehatan ternak, higien pemerahan, nutrisi (pakan dan air), kesejahteraan ternak,

lingkungan, dan manajemen sosial ekonomi.

OBJEK DAN METODE PENELITIAN

Objek dalam penelitian ini adalah peternak sapi perah yang tergabung dalam anggota KPBS

Pangalengan dan memiliki sapi perah produktif. Penelitian dilaksanakan di Desa Margamukti

karena memiliko populasi sapi perah dan peternak paling banyak di KPBS Pangalengan. Desa

Margamukti terdiri dari lima Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) : Cipanas II, Los Cimaung I, Los

Cimaung II, Pangkalan, dan Rancamanyar. Lokasi penelitian ditentukan dengan cara memilih dua

TPK yang memiliki anggota (peternak) dan populasi ternak paling banyak yaitu Los Cimaung I dan

Los Cimaung II.


Hubungan Antara Penerapan GDPF dengan Tingkat Pendapatan Peternak.............................Nurdana
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik multistage random sampling. Berdasarkan

perhitungan rumus penentuan jumlah sampel, diperoleh jumlah total sebanyak 40 responden.

Jumlah sampel pada masing-masing TPK dan Skala Usaha dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Sampel Penelitian di TPK Los Cimaung I dan Los Cimaung II per Skala
Usaha
Skala Usaha TPK (orang) Total
Los Cimaung I Los Cimaung II
I 12 10 22
II 4 8 12
III 2 4 6
Jumlah 18 22 40

Analisis mengenai penerapan GDFP menggunakan metode Analytic Hierarchy Process

(AHP). Ranking seluruh prioritas (skala prioritas) menggunakan Pairwise Comparison

(perbandingan berpasangan). Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan alat pengambil

keputusan yang menguraikan suatu permasalahan kompleks dalam struktur hirarki dengan banyak

tingkatan yang terdiri dari tujuan, kriteria dan alternatif (Suyatno dkk., 2011). Analisis pendapatan

peternak dihitung menggunakan metode IOFC yaitu nilai yang didapat dari selisih penerimaan

usaha ternak sapi perah dengan biaya pakan yang dikeluarkan. Perhitungan IOFC terlepas dari biaya

lain yang belum diperhitungkan seperti upah tenaga kerja, fasilitas kandang, bibit dan lain

sebagainya yang tidak termasuk ke dalam kriteria yang diamati dalam biaya variabel. Hubungan

antara penerapan GDFP dengan Tingkat Pendapatan Peternak dianalisis menggunakan rank

Spearman.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Daerah Penelitian

Desa Margamukti berada di wilayah Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung Provinsi

Jawa Barat. Batas-batas admistratif Desa Margamukti, Utara dan Barat berbatasan dengan Desa

Pangalengan, Selatan berbatasan dengan Desa Sukamanah dan Timur berbatasan dengan Desa

Tarumajaya Kecamatan Kertasari. Perkembangan peternakan sapi perah di Kecamatan Pangalengan

banyak dipengaruhi oleh keberadaan KPBS Pangalengan, yang didirikan pada tanggal 22 Maret
Hubungan Antara Penerapan GDPF dengan Tingkat Pendapatan Peternak.............................Nurdana
1969. Data hasil penelitian memperlihatkan bahwa usia peternak berkisar antara 19-59 tahun. Pada

setiap skala usaha persentase terbesar usia peternak berada pada selang usia 40-49 tahun. Hal ini

berarti sebagian besar peternak berada dalam usia produktif. Tingkat pendidikan formal yang

dicapai peternak pada skala usaha I lebih beragam bila dibandingkan skala usaha lainnya. Peternak

pada skala usaha II dan skala usaha III sebagian besar tingkat pendidikan formal yang dicapai

adalah Sekolah Dasar (SD). Usaha peternakan sapi perah pada umumnya tidak hanya memelihara

induk laktasi saja, tetapi juga memelihara sapi perah non produktif. Sapi perah yang non produktif

terdiri dari sapi kering, pedet, dan dara yang diperuntukan untuk replacement stock.

Menurut Kusnadi, dkk. (1983) bahwa dalam usaha pemeliharaan sapi perah yang ekonomis,

satu ekor sapi perah yang sedang berproduksi hanya dapat dibebani 0,40 Satuan Ternak (ST) sapi

perah yang belum produktif. Berdasarkan Tabel 9, pada skala usaha I satu ekor sapi produktif

dibebani 0,54 ST hal ini berarti komposisi pemeliharaan sapi perah pada skala usaha I tidak

ekonomis, sedangkan sapi produktif pada skala usaha II dan skala usaha III masing-masing dibebani

0,15 ST dan 0,07 ST sapi non produktif.

Penerapan Good Dairy Farming Practice

Good Dairy Farming Practice terdiri dari tujuh aspek, yaitu reproduksi, kesehatan ternak,

higien pemerahan nutrisi, kesejahteraan ternak, lingkungan, dan manajemen sosial ekonomi.

Penerapan GDFP pada setiap skala usaha disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata Persentase Penerapan Good Dairy Farming Practice

No Aspek GDFP Skala Usaha


I II III
1 Reproduksi ternak 85,33 86,31 87,22
2 Kesehatan ternak 77 79,45 83,58
3 Higien pemerahan 82,67 86,17 86,24
4 Nutrisi (pakan dan air) 55,3 62,44 82,74
5 Kesejahteraan ternak 52,99 55,09 60,76
6 Lingkungan 49,07 51,17 56,14
7 Manajemen sosial ekonomi 36,4 51,38 57,89
Rata-rata 62,69 67,43 73,50
Hubungan Antara Penerapan GDPF dengan Tingkat Pendapatan Peternak.............................Nurdana
Tabel 2 menunjukan bahwa tingkat penerapan GDFP pada skala usaha III menunjukan nilai

rataan tertinggi bila dibandingkan dengan skala usaha II dan skala usah I. Hasil ini sesuai dengan

hasil penelitian Sopiyana (2006) dimana tingkat tatalaksana peternakan pada skala usaha yang lebih

besar, nyata lebih tinggi diabandingkan dengan skala usaha yang lebih kecil. Berdasarkan

perhitungan perbandingan berpasangan terhadap aspek-aspek GDFP menggunakan metode AHP

didapatkan urutan prioritas penerapan aspek-aspek GDFP oleh peternak. Urutan prioritas aspek-

aspek GDFP oleh peternak disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Prioritas Penerapan Aspek-aspek Good Dairy Farming Practice oleh Peternak per
Skala Usaha

No Aspek GDFP Ranking


Skala Usaha Skala Usaha II Skala Usaha III
I
1 Reproduksi 1 1 1
2 Kesehatan Ternak 3 3 3
3 Higien Pemerahan 2 2 2
4 Nutrisi (Pakan dan Air) 4 4 4
5 Kesejahteraan Ternak 5 5 5
6 Lingkungan 6 7 7
7 Sosial Ekonomi 7 6 6

Reproduksi Ternak

Efisiensi reproduksi adalah salah satu kriteria keberhasilan usaha peternakan sapi perah.

Pengetahuan dan pengalaman peternak mengenai zooteknis khususnya performa reproduksi sangat

berperan dalam mencapai tingkat efisiensi reproduksi. Rata-rata persentase penerapan GDFP aspek

reproduksi disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata Persentase Penerapan Good Dairy Farming Practice Aspek Reproduksi
No Sub Aspek Skala Usaha (%)
Reproduksi I II III
1. Bangsa sapi perah yang dipelihara 100 100 100
2. Cara pemilihan bibit (seleksi) 77,56 84,90 91,67
3. Cara kawin 100 100 100
4. Pengetahuan birahi 100 100 100
5. Umur pertama beranak 100 100 100
6. Kawin pertama setelah beranak 66,67 66,67 66,67
7. Jarak kelahiran (calving interval) 100 100 100
8. Service per Conception (S/C) 66,67 66,67 66,67
Rata-rata 88,86 89,78 90,63
Hubungan Antara Penerapan GDPF dengan Tingkat Pendapatan Peternak.............................Nurdana
Sapi FH merupakan sapi perah yang tergolong sensitif terhadap temperatur dan kelembaban.

Pemeliharaan sapi FH pada ketinggian 561-750 m di atas permukaan laut dengan kisaran suhu

antara 22-310C memungkinkan terjadinya stres panas dan berpengaruh negatif terhadap

produktivitas (Sudrajad dan Adiarto, 2011). Kondisi lingkungan Pangalengan dengan suhu sebesar

16-200C, berada pada kisaran suhu nyaman untuk berproduksi susu bagi sapi FH. Penerapan GDFP

harus disertai dengan pelaksanaan seleksi untuk memilih sapi perah dengan kualitas genetik yang

baik. Program seleksi dasar yang dapat dilakukan oleh peternak rakyat adalah pemilihan bibit

berdasarkan silsilah (keturunan), produksi susu, dan penampilan eksterior.

Cara kawin yang dilakukan adalah seluruhnya secara Inseminasi Buatan (IB). Peternak

sudah mengetahui tanda-tanda birahi. Setelah mengetahui bahwa sapi birahi, peternak langsung

menghubini inseminator. Rata-rata umur beranak pertama 30 bulan. Interval kawin pertama setelah

beranak di lokasi penelitian sesuai dengan pendapat Toelihere (1993) yaitu rata-rata 90 hari pada

birahi ke tiga, tetapi menurut Sudono, dkk. (2005) sapi FH dapat dikawinkan kembali 40-60 hari

(birahi kedua) setelah melahirkan. Selang beranak di lokasi penelitian sesuai dengan pendapat

Izquierdo, dkk. (2008) dimana selang beranak berada pada kisaran 12-13 bulan, sedangkan sapi

perah di BBPTU mengalami gangguan reproduksi karena selang beranak lebih lama dari 400 hari

atau 13,30 bulan (Atabany, 2012). Rata-rata nilai S/C sapi FH di lokasi penelitian adalah 2-3.

Kesehatan Ternak

Manajemen program kesehatan ternak bertujuan untuk menjamin susu yang dihasilkan aman dan

layak dikonsumsi serta mengontrol penyakit ternak. Penerapan GDFP aspek kesehatan ternak yang

dijalankan oleh peternak pada setiap skala usaha disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata Persentase Penerapan Good Dairy Farming Practice Aspek Kesehatan

No Sub Aspek Skala Usaha (%)


Kesehatan Ternak I II III
1. Pembentukan ternak yang resisten terhadap penyakit 91,67 91,67 91,67
2. Pencegahan penyakit masuk ke dalam peternakan 68,56 70,83 79,17
3. Penerapan manajemen kesehatan ternak yang efektif 67,61 71,88 69,79
4. Penggunaan bahan kimia dan obat ternak sesuai petunjuk 80,11 83,33 93,75
Rata-rata 76,99 79,43 83,59
Hubungan Antara Penerapan GDPF dengan Tingkat Pendapatan Peternak.............................Nurdana
Berdasarkan Tabel 5, rata-rata penerapan GDFP aspek kesehatan ternak adalah sebesar 80%.

Lebih lanjut data memperlihatkan bahwa 91,67% peternak menjamin bahwa sapi perah yang

dipelihara resisten terhadap penyakit. Performa peternak dalam mencegah masuknya penyakit ke

dalam peternakan rata-rata sebesar 72,85%. Biosecurity merupakan pencegahan dasar masuknya

suatu penyakit. Elemen dasar biosecurity antara lain isolasi, pembersihan dan desinfeksi serta

pengaturan lalulintas, dalam hal ini peternak lebih fokus terhadap kebersihan terutama kebersihan

kandang. Penerapan manajemen kesehatan ternak yang efektif oleh peternak rata-rata hanya sebesar

69,76% bila dibandingkan dengan sub aspek kesehatan ternak lainnya adalah yang paling rendah.

Hal ini disebabkan peternak mengesampingkan hal yang sangat penting dan mendasar yaitu catatan.

Sebagain besar peternak menggunakan bahan kimia dan obat ternak sesuai petunjuk

penerapannya rata-rata sebesar 85,73%. Hal yang harus diperhatikan dalam pengobatan yaitu waktu

henti obat. Peternak tidak mengetahui apa yang dimaksud dengan waktu henti obat tetapi dokter

hewan dan paramedis selalu memberikan saran bahwa selama beberapa hari ke depan susu dari sapi

yang baru diobati harus dipisahkan. Hal tersebut guna mencegah adanya residu kimia pada susu.

Hasil penelitian Kusmaningsih dkk. (1996) hanya 14,28% peternak yang mengetahui waktu henti

obat dan sebanyak 8,16%. tidak menjual susu ke koperasi selama 2-5 hari setelah pengobatan.

Higien Pemerahan

Konsumen menuntut standar kualitas susu yang tinggi, di sisi lain susu adalah produk ternak

yang sangat peka terhadap berbagai cemaran/ kontaminasi baik itu dari mibroba ataupun zat-zat

lainnya. Penanganan susu yang pertama dan paling penting adalah pada saat proses pemerahan yang

dilakukan oleh peternak. Proses higieni pemerahan melingkupi pemerah, area pemerahan, peralatan

dan perlengkapan pemerahan, serta ternak sapi perah. . Penilaian aspek higien pemerahan disajikan

pada Tabel 6.
Hubungan Antara Penerapan GDPF dengan Tingkat Pendapatan Peternak.............................Nurdana
Tabel 6. Rata-rata Persentase Penerapan Good Dairy Farming Practice Aspek Higien
Pemerahan

No Sub Aspek Skala Usaha (%)


Higien Pemerahan I II III
1. Pemerahan tidak melukai ternak dan pencegahan masuknya 85,87 92,78 90,74
kontaminan ke dalam susu
2. Lingkungan pemerahan berada dalam kondisi yang bersih 75,57 78,99 81,25
(kandang, peralatan, dan pemerah)
3. Penanganan susu setelah proses pemerahan 86,67 86,67 86,67
Rata-rata 82,70 86,15 86,22

Berdasarkan Tabel 15 bahwa rata-rata penerapan GDFP aspek higien pemerahan adalah

sebesar 85,02%. Lebih lanjut data memperlihatkan sebesar 89,80% peternak menjamin bahwa

proses pemerahan yang dilakukan tidak melukai ternak dan mencegah susu terkontaminasi. Dari 40

orang peternak 14 orang diantaranya mencelupkan puting atau dipping ke dalam desinfektan

sebelum atau sesudah pemerahan. Pemakaian larutan antiseptik dengan dosis 2 ml dilarutkan dalam

1 liter air sebelum pemerahan bertujuan untuk membersihkan puting dan mencegah terjadinya

penyakit radang ambing atau mastitis (Suwito dan Andriani, 2012).

Penerapan kebersihan lingkungan pemerahan oleh peternak sebesar 78,60%. Seluruh

Peternak membersihkan kandang dan memandikan sapi secara rutin sebelum pemerahan. Sebesar

85,02% peternak sudah melakukan penanganan susu pasca pemerahan dengan baik dan benar.

Peternak menyetor susu ke tempat pengumpulan susu atau TPK segera setelah pemerahan selesai.

Waktu yang ditempuh peternak untuk menyetor susu ke TPK kurang lebih berkisar 5-10 menit

karena TPK berada dilokasi tidak jauh dari pemukiman penduduk.

Nutrisi (Pakan dan Air)

Manajemen pemberian pakan pada sapi perah sangat mempengaruhi produksi susu. Nutrisi adalah

kunci utama produktivitas, kesehatan, dan kesejahteraan sapi perah. Salah satu permasalahan

pengembangan peternakan sapi perah di daerah adalah ketersediaan sumber pakan, terutama

hijauan. Biaya pakan pada peternakan ruminansia mencapai 65-80% dari total seluruh biaya

produksi. Berikut hasil penilaian GDFP aspek nutrisi (pakan dan air) pada setiap skala usaha

disajikan pada Tabel 7.


Hubungan Antara Penerapan GDPF dengan Tingkat Pendapatan Peternak.............................Nurdana
Tabel 7. Rata-rata Persentase Penerapan Good Dairy Farming Practice Aspek Nutrisi
(Pakan dan Air)

No Sub Aspek Skala Usaha (%)


Nutrisi (Pakan dan Air) I II III
1. Menjamin ketersediaan pakan dan air 63,64 72,22 88,89
2. Menjamin kebutuhan pakan dan air (kuantitas dan kualitas) 59,34 60,88 81,02
terpenuhi
3. Kontrol kondisi gudang pakan 45,96 58,33 77,78
4. Menjamin pakan yang dibeli berasal dari supplier yang 52,27 58,33 83,33
terjamin kualitasnya
Rata-rata 55,30 62,44 82,74

Berdasarkan Tabel 14 rata-rata persentase penerapan GDFP aspek nutrisi (pakan dan air)

sebesar 66,83% dan 74,92% peternak menjamin ketersediaan pakan dan air. Konsentrat utama yang

digunakan oleh peternak adalah konsentrat reguler (RC) dan pellet dengan kandung protein kasar

(PK) masing-masing 14% dan 17% yang diperoleh dari koperasi. Seluruh peternak pada skala usaha

II dan skala usaha III memperoleh rumput dengan cara menanam sendiri sedangkan pada skala

usaha I hanya sebagian peternak.

Sebesar 67,08% peternak menjamin kebutuhan pakan dan air baik secara kuantitas ataupun

kualitas. Sebanyak 47,85% peternak memberikan pakan kepada sapi berdasarkan usia, bobot badan,

periode laktasi, dan kebuntingan. Sebagian besar peternak menyimpan persedian pakan di area

dekat kandang, peternak tidak memiliki bangunan khusus yang diperuntukan untuk gudang pakan.

Area penyimpanan persediaan pakan tersebut memiliki ventilasi yang baik sehingga dapat

mencegah pertumbuhan jamur.

Kesejahteraan Ternak

Kesejahteraan ternak bertujuan menjamin terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar ternak.

Kesejahteraan ternak sangat berhubungan erat dengan kesehatan, yang juga merupakan aspek

GDFP. Penerapan kesejahteraan ternak memberikan efek positif terhadap produktivitas ternak.

Kebutuhan-kebutuhan dasar ternak yang menjadi fokus utama kesejahteraan ternak diantaranya

ternak bebas dari rasa lapar dan haus, bebas dari ketidaknyamanan lingkungan, bebas dari rasa

sakit, cedera, dan penyakit, bebas dari cekaman dan tekanan, serta bebas bergerak dan berprilaku
Hubungan Antara Penerapan GDPF dengan Tingkat Pendapatan Peternak.............................Nurdana
normal. Kelima kebutuhan dasar seekor ternak tersebut dikenal dengan istilah five freedoms.

Berikut hasil penilaian GDFP aspek kesejahteraan ternak pada setiap skala usaha disajikan pada

Tabel 8.

Tabel 8. Rata-rata Persentase Penerapan Good Dairy Farming Practice Kesejahteraan


Ternak (animal welfare)

No Sub Aspek Skala Usaha (%)


Kesejahteraan Ternak (animal welfare) I II III
1. Bebas dari rasa lapar dan haus 48,35 46,46 54,79
2. Bebas dari ketidaknyamanan lingkungan 66,67 66,67 66,67
3. Bebas dari rasa sakit, cedera, dan penyakit 84,38 94,79 100
4. Bebas dari cekaman dan tekanan 65,61 67,50 82,22
5. Bebas bergerak dan berprilaku normal - - -
Rata-rata 53,00 55,08 60,74

Berdasarkan Tabel 17, rata-rata persentase penerapan GDFP aspek kesejahteraan ternak

sebesar 56,27%. Lebih lanjut data memperlihatkan bahwa penerapan indikator five freedoms bebas

dari rasa lapar dan haus rata-rata sebesar 49,87%, nilai ini jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan

persentase penerapan indikator five freedoms lainnya. Hal ini dikarenakan hanya sebagian kecil

peternak yang memberikan air minum secara adlibitum. Kebutuhan minum ternak hanya dicukupi

dari lolohan yang merupakan campuran dari pakan konsentrat yang dilarutkan dengan air hangat

ataupun air dingin. Penerapan indikator five freedoms ternak bebas dari ketidaknyamanan rata-rata

sebesar 67,67%. Sebagian besar peternak menggunakan kandang yang semi terbuka atau tanpa

dinding, dengan demikian ventilasi berjalan baik, temparatur tidak panas, dan sinar matahari dapat

masuk ke kandang.

Penerapan indikator five freedoms ternak bebas dari sakit, cedera, dan penyakit rata-rata

sebesar 93,06%. Pengobatan, kelahiran, pemasangan eartag dibantu oleh dokter hewan dan

paramedis sehingga dapat dijamin bahwa prosedurnya dilakukan dengan baik dan benar. Penerapan

indikator five freedoms ternak bebas dari cekaman dan tekanan rata-rata sebesar 71,78%. Proses

tatalaksana peternakan tidak menyebabkan cekaman dan ketakutan yang menimbulkan penderitaan

psikologis. Peternak harus memiliki kemampuan teknis beternak guna menghindari ternak
Hubungan Antara Penerapan GDPF dengan Tingkat Pendapatan Peternak.............................Nurdana
mengalami ketakutan selama proses pemeliharaan. Salah satu indikator dalam implementasi

kesejahteraan ternak adalah kemampuan atau pengetahuan peternak. Kemampuan dan pengetahuan

yang mutlak harus dimiliki oleh seorang peternak diantaranya mengenal ternak dalam keadaan sakit

atau tidak, mengenali tingkah laku ternak, melakukan pengobatan, menguasai manajemen secara

teknis, dan mengenali keadaan lingkungan.

Lingkungan

Peternakan sapi perah dapat menyebabkan dampak lingkungan seperti emisi GRK,

perubahan iklim, pencemaran terhadap air, dan hilangnya unsur hara tanah. Pada umumnya

peternak tidak memahami dampak lingkungan tersebut. Penerapan GDFP aspek lingkungan dapat

dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rata-rata Persentase Penerapan Good Dairy Farming Practice Aspek Lingkungan

No Sub Aspek Skala Usaha (%)


Lingkungan I II III
1. Implementasi sistem peternakan ramah lingkungan 49,04 34,17 35,00
2. Manajemen penanganan limbah 50,00 50,00 50,00
3. Menjamin peternakan tidak menimbulkan efek terhadap 68,18 69,44 83,33
lingkungan sekitar
Rata-rata 49,04 51,20 56,11

Berdasarkan Tabel 9, rata-rata persentase penerapan GDFP aspek lingkungan sebesar

52,27%. Implementasi sistem peternakan ramah lingkungan adalah sebesar 39,40% hal ini

disebabkan peternak tidak mengetahui dan menerapkan sistem peternakan berkelanjutan. Penerapan

manajemen penanganan limbah sebesar 50,00%. Hal tersebut dikarenakan pada umumnya peternak

tidak melakukan pengolahan limbah atau kotoran ternak, namun mengalirkannya ke suatu kolam

penampungan. Kotoran sapi di kolam penampungan dimanfaatkan oleh petani untuk digunakan

sebagai pupuk pada lahan tanaman pangannya. Beberapa peternak pada skala usaha III

memanfaatkan sendiri kotoran ternak sebagai pupuk kandang untuk digunakan pada kebun rumput

atau untuk dijual. Penggunaan pupuk kandang untuk kebun rumput hanya tambahan saja, pupuk

utama yang digunakan peternak adalah pupuk urea.


Hubungan Antara Penerapan GDPF dengan Tingkat Pendapatan Peternak.............................Nurdana
Manajemen Sosial Ekonomi

Sosial ekonomi adalah bagian yang tidak terpisahkan dari peternakan sapi perah. Penerapan

GDFP aspek manejemen sosial ekonomi dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Rata-rata Persentase Penerapan Good Dairy Farming Practice Aspek Manajemen
Sosial Ekonomi

No Sub Aspek Skala Usaha (%)


Manajemen Sosial Ekonomi I II III
1. Implementasi manajemen SDM yang efektif dan bertanggung 40,43 59,72 79,17
jawab
2. Menjamin kegiatan di dalam peternakan dilakukan dengan 34,09 50,00 50,00
aman dan kompeten
3. Manajemen keuangan 34,85 44,44 44,44
Rata-rata 36,43 51,39 57,87

Berdasarkan Tabel 10 persentase penerapan GDFP aspek manajemen sosial ekonomi

sebesar 48,56%. Lebih lanjut data memperlihatkan bahwa implementasi manajemen SDM yang

efektif dan bertanggung jawab pada skala usaha I labih kecil bila dibandingkan dengan skala usaha

II dan skala usaha III. Hal tersebut dikarenakan pada skala usaha I mayoritas peternak tidak

memiliki pekerja atau staf dari luar, pekerjaan di kandang dibantu oleh keluarga (family worker)

dengan itu peternak beranggapan tidak perlu menerapkan social responsible karena pekerja

merupakan anggota keluarga sendiri.

Jam kerja yang diberlakukan peternak sesuai dengan jobdesc yang diberikan apabila

diakumulasikan dalam satu hari pekerja bekerja rata-rata 8 jam, tetapi tidak memenuhi standar jam

kerja mingguan dimana dalam satu minggu minimal dalam satu hari mendapat libur. Semua

peternak pada skala usaha III memiliki pekerja (yang bukan pekerja keluarga) sehingga mereka

sangat mementingkan kesejahteraan para pekerja atau staf dengan pemberian bonus. Para peternak

beranggapan tidak perlu melakukan training kepada para pekerjanya kecuali kepada keluarganya.

Hanya sebagian kecil peternak yang menerapkan manajemen keuangan. Hal ini disebabkan

peternak hanya fokus terhadap aspek-aspek teknis yang berhubungan langsung dengan produksi.

Menurut Moran (2008) dengan mengetahui biaya produksi memungkin peternak pada skala usaha
Hubungan Antara Penerapan GDPF dengan Tingkat Pendapatan Peternak.............................Nurdana
kecil dapat meningkatkan keuntungannya dan sangat esensial untuk menjaga keberlangsungan

usaha.

Analisis Pendapatan Peternak

Pendapatan peternak ditentukan oleh besarnya produksi dan harga jual susu. Biaya produksi

yang dikeluarkan seperti pengadaan pakan konsentrat, tenaga kerja, kesehatan ternak, dll juga

menentukan tingkat pendatan peternak. Dalam hal ini, perhitungan pendapatan menggunakan

analisis Income Over Feed Cost (IOFC). Penerimaan peternak atas penjualan susu dapat dilihat

pada Tabel 11.

Tabel 11. Rata-rata Penerimaan Peternak atas Penjualan Susu

Skala Usaha Setoran Susu Rata-rata Rata-rata Harga Susu Total Penerimaan
per Hari (liter/hari) (Rp/liter) (RP/bulan)
I 32 4.094 4.063.215
II 49 4.063 6.017.176
III 93 4.136 11.546.451

Rata-rata produksi susu per hari oleh masing-masing peternak antar skala usaha berbeda-

beda hal ini disebabkan jumlah kepemilikan sapi laktasi yang berbeda-beda pula. Harga susu

ditentukan oleh kualitas dan kebersihan susu untuk saat ini harga susu dapat mencapai Rp. 4.097,-

per liter yang merupakan harga tertinggi dan harga terendah mencapai Rp. 3.587,- per liter.

Pendapatan peternak atas biaya pakan yang dikeluarkan dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Income Over Feed Cost

Skala Total Penerimaan Total Biaya Pakan Total Biaya Pakan IOFC
Usaha (Rp/bulan) (Rp/bulan) (Rp/ST/hari)
I 4.063.215 3.334.969 27.320 845.537
II 6.017.176 4.626.042 28.555 1.391.134
III 11.546.451 10.434.492 30.569 3.593.959

Berdasarkan Tabel 12, total biaya pakan yang dikelurakan per Satuan Ternak (ST) per hari

adalah Rp. 28.815/ST/hari. Lebih lanjut data memperlihatkan bahwa semakin tinggi jumlah

kepemilikan sapi perah semakin tinggi pula biaya pakan yang dikeluarkan per ST. Berdasarkan

Tabel 12 rata-rata pendapatan peternak di lokasi penelitian adalah Rp. 1.943.543/bulan. Lebih lanjut
Hubungan Antara Penerapan GDPF dengan Tingkat Pendapatan Peternak.............................Nurdana
data memperlihatkan bahwa semakin tinggi skala usaha semakin tinggi pula tingkat pendapatan

yang diperoleh.

Hubungan Antara Penerapan Good Dairy Farming Practice dengan Tingkat Pendapatan
Peternak

Penelitian ini menguji hubungan antara penerapan GDFP dengan pendapatan peternak

dengan menggunakan korelasi Spearman. Berikut hasil analisis statistika disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13. Hasil Uji Korelasi Spearman Variabel Penerapan GDFP terhadap Pendapatan
Peternak

Skala Usaha Koefisien Korelasi


Skala Usaha I 0,39
Skala Usaha II 0,21
Skala Usaha III 0,66
Seluruh Responden Penelitian 0,51*
Keterangan : *berhubungan nyata pada P<0,05

Berdasarkan Tabel 13, hasil uji korelasi Spearman menunjukan bahwa terdapat hubungan

yang nyata dan positif antara penerapan GDFP dengan pendapatan peternak, nilai koefisien korelasi

sebesar 0,51 (hubungan cukup berarti). Hal ini berarti semakin tinggi penerapan GDFP, maka

semakin tinggi pula tingkat pendapatan peternak. Dairy Farming Practice memiliki peran sangat

penting karena tidak hanya bertujuan untuk menjalankan usaha sapi perah dengan baik dan benar

sesuai prosedur tetapi juga menjaga agar sapi tetap sehat, menjamin terciptanya produk susu yang

aman dan sehat untuk dikonsumsi, serta meminimalisir dampak lingkungan. Pendapatan utama

peternak adalah penjualan susu yang dipengaruhi oleh produksi susu dan harga jual susu yang juga

dipengaruhi oleh kualitas susu. Peningkatan kuantitas dan kualitas susu merupakan salah satu

kondisi yang dapat dicapai dengan penerapan GDFP.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1). Penerapan GDFP pada peternakan sapi perah di KPBS Pangalengan pada skala usaha I

sebesar 62,69%, skala usaha II 67,43%, dan skala usaha III 73,50%.
Hubungan Antara Penerapan GDPF dengan Tingkat Pendapatan Peternak.............................Nurdana
2). Urutan prioritas penerapan GDFP pada skala usaha I : pertama aspek reproduksi, kedua

higien pemerahan, ketiga kesehatan ternak, keempat nutrisi (pakan dan air), kelima

kesejahteraan ternak, keenam lingkungan, dan ketujuh manajemen sosial ekonomi. Urutan

prioritas penerapan GDFP pada skala usaha II dan skala usaha III adalah sama : pertama

aspek reproduksi, kedua higien pemerahan, ketiga kesehatan ternak, keempat nutrisi (pakan

dan air), kelima kesejahteraan ternak, keenam sosial ekonomi, dan ketujuh lingkungan.

3). Pendapatan peternak berdasarkan IOFC pada skala usaha I sebesar Rp. 845.537/bulan, skala

usaha II Rp. 1.391.134/bulan, dan skala usaha III Rp. 3.593.959/bulan.

4). Hubungan penerapan GDFP dengan tingkat pendapatan peternak adalah hubungan yang

positif dan signifikan pada taraf α = 5% dengan koefisien korelasi sebesar 0,51 artinya

hubungan cukup berarti. Koefisien korelasi masing-masing skala usaha : skala usaha I 0,39

skala usaha II 0,21 dan skala usaha III 0,66.

Saran

1). Peternak yang tingkat penerapan GDFP masih di bawah rata-rata harus aktif dan terbuka

terhadap perubahan dan inovasi agar dapat menerapkan GDFP dengan baik dan benar.

2). Pihak koperasi atau Dinas Peternakan setempat harus aktif memberikan pemahaman dan

informasi perihal penerapan GDFP khususnya aspek kesejahteraan ternak, lingkungan, dan

manajemen sosial ekonomi yang persentase penerapannya masih rendah. Dalam hal ini,

pihak koperasi atau Dinas Peternakan setempat harus memanfaatkan seoptimal mungkin

para pengurus kelompok agar informasi yang disampaikan dapat segera terdistribusi secara

merata pada seluruh anggota kelompok masing-masing.

3). Bagi para kalangan akademisi perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan

penerapan GDFP dengan tingkat pendapatan peternak pada setiap aspek GDFP untuk

mengetahui aspek mana yang memiliki pengaruh lebih besar.


Hubungan Antara Penerapan GDPF dengan Tingkat Pendapatan Peternak.............................Nurdana
UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimaksih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Moch. Makin,

M. S. dan Achmad Firman, S. Pt., M. Si. yang telah meluangkan waktu, bimbingan, dorongan, dan

memberikan pengarahan sejak penyusunan proposal penelitian hingga penulisan skripsi.

DAFTAR PUSTAKA

Suyatno, M. dan A. Sugiarto. 2011. Rancang Bangun Sistem Pendukung Keputusan Untuk
Pemilihan Gagasan Dengan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Thesis.
Universitas Diponegoro. Semarang.
Kusnadi, U., M.P.R. Soeharto dan M. SabraniI. 1983. Efisiensi usaha peternakan sapi perah yang
tergabung dalam koperasi D.I. Yogyakarta. Prosiding : Pertemuan Ilmiah Ruminansia
Besar. Puslitbang Peternakan, Bogor : 94-103.
Sopiyana, S. 2006. Analisis Penerapan Teknis Peternakan pada Berbagai Skala Usaha Peternakan
Sapi Perah di Kabupaten Garut Jawa Barat. Animal Production. Vol. 8, No. 3 : 216-225
Sudrajad, P. dan Adiarto. 2011. Pengaruh Stress Panas terhadap Performa Produksi Susu Sapi
Friesian Holstein di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Sapi Perah baturaden.
Prosiding : Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011. Bogor : 341-346
Toelihere MR. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Bandung: Penerbit Angkasa.
Sudono A, Rosdiana RF, Setiawan BS. 2005. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Agromedia
Pustaka. Jakarta.
Izquierdo, C.A., V.M.X. Campos, C.G.R. Lang, J.A.S. Oaxaca, S.C. Suares, C.A.C. Jimenez,
M.S.C. Jimenez, S.D.P. Betancurt, dan J.E.G. Liera. 2008. Effect of the offsprings on open
days in dairy cattle. J. Ani. Vet. Adv. 7: 1329-1331.
Atabany, A. 2012. Efisiensi Reproduksi dan Produksi Susu Sapi Friesian Holstein (FH) pada
Generasi Induk dan Generasi Keturunannya. Disertasi. IPB. Bogor.
Kusmaningsih, A., T. B. Murdianti, dan S. Bahri. 1996. Pengetahuan Peternak serta Waktu Henti
Obat dan Hubungannya dengan Residu Antibiotika pada Susu. Media Kedokteran Hewan12
(4) : 260-267.
Suwito, W. dan Andriani. 2012. Teknlogi Penanganan Susu yang Baik dengan Mencermati Profil
Mikroba Susu Sapi di Berbagai Daerah. J. Pascapanen 9(1) : 35-44.

Anda mungkin juga menyukai