Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
Kelompok 3
4. Shofiyatun 2019012209
PSIK 3Bp
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Penderita HIV/
Adapun maksud dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
SitemImundanHematologi.
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari masih banyak kekurangan baik pada
teknik penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
dapat diterapkan dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang berhubungan dengan judul
makalah ini.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGNTAR
DAFTAR ISI
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi
atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi
virus HIV. Virusnya Human Immunodeficiency Virus HIV yaitu virus yang memperlemah
kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap
infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada
dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa
disembuhkan. HIV umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam
(membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti
darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi
melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang
terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk
Penyakit AIDS ini telah menyebar ke berbagai negara di dunia. Bahkan menurut
UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa
sejak pertama kali diakui tahun 1981, dan ini membuat AIDS sebagai salah satu epidemik
paling menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus
bertambah baik di banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8
juta (antara 2,4 dan 3,3 juta) hidup pada tahun 2005 dan lebih dari setengah juta (570.000)
merupakan anak-
1
anak. Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV.Pada tahun 2005,
antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS
meninggal dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.
Desember 2011 yang dikeluarkan oleh Ditjen PP & PL, Kemenkes RI tanggal 29 Februari
2012 menunjukkan jumlah kasus AIDS sudah menembus angka 100.000. Jumlah kasus yang
sudah dilaporkan 106.758 yang terdiri atas 76.979 HIV dan 29.879 AIDS dengan 5.430
kamatian. Angka ini tidak mengherankan karena di awal tahun 2000-an kalangan ahli
epidemiologi sudah membuat estimasi kasus HIV/AIDS di Indonesia yaitu berkisar antara
80.000 – 130.000. Dan sekarang Indonesia menjadi negara peringkat ketiga, setelah Cina dan
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis, keperawatan dan diet pada klien AIDS
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Defenisi
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi
atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi
a. AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyerang seseorang dimana mengalami
( sel T berjumlah 200 atau kurang )dan memiliki antibodi positif terhadap HIV.
(Doenges, 1999)
b. AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari
diperoleh karena orang hanya menderita bila terinfeksi HIV dari orang lain yang sudah
terinfeksi. Immuno berarti sistem kekebalan tubuh, Defeciency berarti kekurangan yang
menyebabkan rusaknya sistem kekebalan tubuh dan Syndrome berarti kumpulan gejala
atau tanda yang sering muncul bersama tetapi mungkin disebabkan oleh satu penyakit
atau mungkin juga tidak yang sebelum penyebabnya infeksi HIV ditemukan. Jadi AIDS
adalah kumpulan gejala akibat kekurangan atau kelemahan system kekebalan tubuh
3
2. Etiologi
HIV yang dahulu disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III (HTLV-III) atau virus
limfadenapati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari famili lentivirus.
setelah masuk ke dalam sel pejamu. HIV -1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik, dengan
Genom HIV mengode sembilan protein yang esensial untuk setiap aspek siklus hidup
virus. Dari segi struktur genomik, virus-virus memiliki perbedaan yaitu bahwa protein HIV-1,
Vpu, yang membantu pelepasan virus, tampaknya diganti oleh protein Vpx pada HIV-2. Vpx
meningkatkan infektivitas (daya tular) dan mungkin merupakan duplikasi dari protein lain,
Vpr. Vpr diperkirakan meningkatkan transkripsi virus. HIV-2, yang pertama kali diketahui
dalam serum dari para perempuan Afrika barat (warga senegal) pada tahun 1985,
menyebabkan penyakit klinis tetapi tampaknya kurang patogenik dibandingkan dengan HIV-1
(Sylvia, 2005)
AIDS dikelompokkan dalam Penyakit Menular Seksual (PMS) karena paling banyak
Cairan tubuh yang paling banyak mengandung HIV adalam semen (air mani) dan cairan
vagina/serviks serta darah, cairan mani yang keluar melalui penis pada laki-laki dan vagina
pada perempuan sebagai perantara yang paling tinggi menularkan penyakit HIV karena bagian
penis dan vagina memiliki struktur lapisan epitel skuamukosa tipis yang mudah ditembusi
oleh kuman HIV sampai ke dalam jaringan ikat yang kaya pembuluh darah dan darah
4
sehingga penularan utama HIV adalah melalui 3 jalur yang melibatkan cairan tubuh tersebut
yaitu :
b. Transhorisontal atau jalur pemindahan darah atau produk darah seperti : transfusi darah,
melalui alat suntik, alat tusuk tato, tindik, alat bedah, dokter gigi, alat cukur dan melukai
c. Transvertikal atau jalur transplasental : janin dalam kandungan ibu hamil denga HIV
positif akan tertular (Infeksi transplasental) dan infeksi perinatal melalui ASI atau virus
HIV dapat ditemukan dalam air liur, air mata tetapi penularan melalui bahan ini belum
terbukti kebenarannya karena jumlah HIV-nya sangat sedikit. HIV juga tidak menular
lewat jabat tangan, bercium pipi, bersin/batuk dekat penderita AIDS, berenag bersama
dalam satu kolam renang, hidup serumah dengan pengidap HIV tanpa hubungan
seksual, hewan seperti nyamuk, kutuk busuk dan serangga lainnya belum terbukti dapat
menularkan HIV.
4. Patofisiologi
Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan antara 10
minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi HIV akan
menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70% dalam sepuluh tahun
akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel target dalam waktu
singkat, virus HIVmenyerang sel target dalam jangka waktu lama. Supaya terjadi infeksi,
virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah putih yang disebut limfosit. Materi
5
genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel, virus
berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang
baru. Partikel virus yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya.
Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut CD4,
yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di
permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit.Sel-sel yang memiliki
reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T penolong. Limfosit T penolong
berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada sistem kekebalan (misalnya
sel-sel ganas dan organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong,
sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan
kanker.
Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong melalui 3
tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat memiliki limfosit CD4
sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV,
jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan ini penderita bisa menularkan
HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus yang terdapat di dalam darah. Meskipun
tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi. Setelah sekitar 6
bulan, jumlah partikel virus di dalam darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada
setiap penderita. Perusakan sel CD4+ dan penularan penyakit kepada orang lain terus
berlanjut. Kadar partikel virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu
dokter dalam menentukan orang-orang yang beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2 tahun
6
sebelum terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis. Jika kadarnya
mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita menjadi rentan terhadap infeksi.
Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit yang
Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang dialami penderita, tetapi
antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan berbagai infeksi oportunistik pada AIDS.
Pada saat yang bersamaan, penghancuran limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan
berkurangnya kemampuan sistem kekebalan tubuh dalam mengenali organisme dan sasaran
Setelah virus HIVmasuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan sebelum
titer antibodi terhadap HIVpositif. Fase ini disebut “periode jendela” (window period). Setelah
itu penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih kurang 1-20 bulan, namun apabila
diperiksa titer antibodinya terhadap HIV tetap positif (fase ini disebut fase laten) Beberapa
tahun kemudian baru timbul gambaran klinik AIDS yang lengkap (merupakan
membutuhkan waktu sedikitnya 26 bulan, bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah
5. ManifestasiKlinis
Gejala penyakit AIDS sangat bervariasi. Berikut ini gejala yang ditemui pada
7
Gejala penyakit AIDS tersebut harus ditafsirkan dengan hati-hati, karena dapat
merupakan gejala penyakit lain yang banyak terdapat di Indonesia, misalnya gejala panas
dapat disebabkan penyakit tipus atau tuberkulosis paru. Bila terdapat beberapa gejala
bersama-sama pada seseorang dan ia mempunyai perilaku atau riwayat perilaku yang mudah
Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2 minggu pasien akan
merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan
mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan
ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.Dan disaat fase infeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari pertama
penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah
Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi
6. Pathway
Perjalanan infeksi HIV, jumlah limfosit T-CD4, jumlah virus dan gejala klinis melalui 3 fase.
Setelah HIV menginfeksi sel target, terjadi proses replikasi yang menghasilkan virus-
virus baru (virion) jumlah berjuta-juta virion. Begitu banyaknya virion tersebut memicu
munculnya sindrom infeksi akut dengan gejala yang mirip sindrom semacam flu.
Diperkirakan bahwa sekitar 50 sampai 70% orang yang terinfeksi HIV mengalami sindrom
infeksi akut (ARS) selama 3 sampai 8 minggu setelah terinfeksi virus dengan gejala umum
yaitu demam, faringitis, limfadenopati, mialgia, malaise, nyeri kepala diare dengan
8
penurunan berat badan. HIV juga sering menimbulkan kelainan pada sistem saraf. Pada
fase akut terjadi penurunan limfosit T (CD4) yang dramatis yang kemudian terjadi
kenaikan limfosit T karena mulai terjadi respon imun. Jumlah limfosit T-CD4 pada fase ini
di atas 500 sel/mm3 dan kemudian akan mengalami penurunan setelah 8 minggu terinfeksi
HIV.
Pembentukan respon imun spesifik HIV dan terperangkapnya virus dalam Sel
Dendritik Folikuler (SDF) dipusat perminativum kelenjar limfe menyebabkan virion dapat
dikendalikan, gejala hilang dan mulai memasuki fase laten (tersembunyi). Pada fase ini
jarang ditemukan virion di plasma sehingga jumlah virion di plasma menurun karena
sebagian besar virus terakumulasi di kelenjar limfe dan terjadi replikasi di kelenjar limfe
sehingga penurunan limfosit T terus terjadi walaupun virion di plasma jumlahnya sedikit.
Pada fase ini jumlah limfosit T-CD4 menurun hingga sekitar 500 sampai 200 sel/mm3.
Meskipun telah terjadi sero positif individu umumnya belum menunjukan gejala klinis
(asintomatis) fase ini berlangsung sekitar rata-rata 8-10 tahun (dapat juga 5-10 tahun).
Selama berlangsungnya fase ini, didalam kelenjar limfe terus terjadi replikasi virus
yang diikuti kerusakan dan kematian SDF karena banyaknya virus. Fungsi kelenjar limfe
sebagai perangkap virus menurun atau bahkan hilang dan virus dicurahkan kedalam darah.
Pada fase ini terjadi peningkatan jumlah virion secara berlebihan didalam sirkulasi sitemik
respon imun tidak mampu meredam jumlah virion yang berkebihan tersebut. Limfosit
semakin tertekan karena intervensi HIV yang semakin banyak. Terjadi penurunan limfosit
9
T ini mengakibatkan sistem imun menurun dan pasien semakin rentan terhadap berbagai
macam penyakit infeksi sekunder. Perjalanan penyakit semakin progesif yang mendorong
ke arah AIDS, infeksi sekunder yang sering menyertai adalah penomonia, TBC, sepsi,
diare, infeksi virus herpes, infeksi jamur kadang-kadang juga ditemukan beberapa jenis
7. Komplikasi
Adapun komplikasi kien dengan HIV/AIDS (Arif Mansjoer, 2000 ) antara lain :
c. Esofagitis
d. Diare
e. Toksoplasmositis
8. Pencegahan
Dengan mengetahui cara penularan HIV/AIDS dan sampai saat ini belum ada obat yang
B = Befaithful (Setia hanya pada satu pasangan atau menghindari berganti - ganti
pasangan)
10
C = use Condom (Gunakan kondom selalu bila sudah tidak mampu menahan seks)
VCT merupakan satu pembinaan dua arah atau dialog yang berlangsung tak terputus antara
konselor dan kliennya dengan tujuan untuk mencegah penularan HIV, memberikan dukungan
moral, informasi serta dukungan lainnya kepada ODHA, keluarga dan lingkungannya.
2) Upaya untuk mengurangi kegelisahan, meningkatkan persepsi atau pengetahuan mereka
mereka menuju ke program pelayanan dan dukungan termasuk akses terapi antiretroviral
Universal precautions adalah tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh
tenaga kesehatan untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi serta mencegah penularan
2) Mamastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak di diagnosis atau terlihat seperti
beresiko.
11
3) Mengurangi resiko bagi petugas kesehatan dan pasien.
4) Dekontaminasi, pembersihan dan sterilisasi atau disterilisasi atau desinfektan tingkat
a. Lakukan anamnesi gejala infeksi oportunistik dan kanker yang terkait dengan AIDS.
c. Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda infeksi oportunistik dan kanker terkait. Jangan
d. Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah limfosot total, antibodi HIV, dan
pemeriksaan Rontgen.
Bila hasil pemeriksaan antibodi positif maka dilakukan pemeriksaan jumlah CD4,
PMS, hepatitis, dan pap smear.Sedangkan pada pemeriksaan follow up diperiksa jumlah CD4.
Bila >500 maka pemeriksaan diulang tiap 6 bulan. Sedangkan bila jumlahnya 200-500 maka
diulang tiap 3-6 bulan, dan bila <200 diberikan profilaksi pneumonia pneumocystis carinii.
Pemberian profilaksi INH tidak tergantung pada jumlah CD4.Perlu juga dilakukan
12
pemeriksaan viral load untuk mengetahui awal pemberian obat antiretroviral dan memantau
hasil pengobatan.
Bila tidak tersedia peralatan untuk pemeriksaan CD4 (mikroskop fluoresensi atau
flowcytometer) untuk kasus AIDS dapat digunakan rumus CD4 = (1/3 x jumlah limfosit total)-
8.
10. PenatalaksanaanMedis
a. Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya yaitu (Endah
Istiqomah : 2009) :
pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat
menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel
T4 nya <>3 Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus
13
adalah :
a) Didanosine
b) Ribavirin
c) Diedoxycytidine
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka
perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses
keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
5) Diet
mempertimbangkan seluruh aspek dukungan gizi pada semua tahap dini penyakit infeksi HIV,
mencapai dan mempertahankan berat badan secara komposisi tubuh yang diharapkan,
terutama jaringan otot (Lean Body Mass), Memenuhi kebutuhan energy dan semua zat gizi,
Tujuan Khusus Diet Penyakit HIV/AIDS adalah Mengatasi gejala diare, intoleransi
laktosa, mual dan muntah, meningkatkan kemampuan untuk memusatkan perhatian, yang
terlihat pada: pasien dapat membedakan antara gejala anoreksia, perasaan kenyang, perubahan
indra pengecap dan kesulitan menelan, mencapai dan mempertahankan berat badan normal,
mencegah penurunan berat badan yang berlebihan (terutama jaringan otot), memberikan
14
kebebasan pasien untuk memilih makanan yang adekuat sesuai dengan kemampuan makan
a) Energi tinggi. Pada perhitungan kebutuhan energi, diperhatikan faktor stres, aktivitas
fisik, dan kenaikan suhu tubuh. Tambahkan energi sebanyak 13% untuk setiap kenaikan
tinggi, yaitu 1,1 – 1,5 g/kg BB untuk memelihara dan mengganti jaringan sel tubuh yang
rusak. Pemberian protein disesuaikan bila ada kelainan ginjal dan hati.
b) Lemak cukup, yaitu 10 – 25 % dari kebutuhan energy total. Jenis lemak disesuaikan
dengan toleransi pasien. Apabila ada malabsorpsi lemak, digunakan lemak dengan
ikatan rantai sedang (Medium Chain Triglyceride/MCT). Minyak ikan (asam lemak
c) Vitamin dan Mineral tinggi, yaitu 1 ½ kali (150%) Angka Kecukupan Gizi yang di
anjurkan (AKG), terutama vitamin A, B12, C, E, Folat, Kalsium, Magnesium, Seng dan
Selenium. Bila perlu dapat ditambahkan vitamin berupa suplemen, tapi megadosis harus
e) Cairan cukup, sesuai dengan keadaan pasien. Pada pasien dengan gangguan fungsi
menelan, pemberian cairan harus hati-hati dan diberikan bertahap dengan konsistensi
yang sesuai. Konsistensi cairan dapat berupa cairan kental (thick fluid), semi kental
f) Elektrolit. Kehilangan elektrolit melalui muntah dan diare perlu diganti (natrium,
15
Jenis Diet dan Indikasi Pemberian
Diet AIDS diberikan pada pasien akut setelah terkena infeksi HIV, yaitu kepada pasien dengan:
b) Infeksi HIV dengan gejala (misalnya panas lama, batuk, diare, kesulitan menelan,
Makanan untuk pasien AIDS dapat diberikan melalui tiga cara, yaitu secara oral,
enteral(sonde) dan parental(infus). Asupan makanan secara oral sebaiknya dievaluasi secara
rutin. Bila tidak mencukupi, dianjurkan pemberian makanan enteral atau parental sebagai
tambahan atau sebagai makanan utama. Ada tiga macam diet AIDS yaitu Diet AIDS I, II dan
III.
a) Diet AIDS I diberikan kepada pasien infeksi HIV akut, dengangejala panas tinggi,
sariawan, kesulitan menelan, sesak nafas berat, diare akut, kesadaran menurun, atau
segera setelah pasien dapat diberi makan.Makanan berupa cairan dan bubur susu,
diberikan selama beberapa hari sesuai dengan keadaan pasien, dalam porsi kecil setiap
3 jam. Bila ada kesulitan menelan, makanan diberikan dalam bentuk sonde atau dalam
bentuk kombinasi makanan cair dan makanan sonde. Makanan sonde dapat dibuat
sendiri atau menggunakan makanan enteral komersial energi dan protein tinggi.
Makanan ini cukup energi, zat besi, tiamin dan vitamin C. bila dibutuhkan lebih
16
b) Diet AIDS IIdiberikan sebagai perpindahan Diet AIDS I setelah tahap akut teratasi.
Makanan diberikan dalam bentuk saring atau cincang setiap 3 jam. Makanan ini rendah
nilai gizinya dan membosankan. Untuk memenuhi kebutuhan energy dan zatgizinya,
c) Diet AIDS IIIdiberikan sebagai perpindahan dari Diet AIDS II atau kepada
pasien dengan infeksi HIV tanpa gejala. Bentuk makanan lunak atau biasa
diberikandalam porsi kecil dan sering. Diet ini tinggi energy, protein, vitamin dan
mineral. Apabila kemampuan makan melalui mulut terbatas dan masih terjadi
b. Sirkulasi.
Alopesia , lesi cacat, menurunnya berat badan, putus asa, depresi, marah, menangis.
d. Elimiinasi.
Feses encer, diare pekat yang sering, nyeri tekanan abdominal, absesrektal.
17
Disfagia, bising usus, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut, kesehatan gigi / gusi yang
f. Neurosensori.
Pusing, kesemutan pada ekstremitas, konsentrasi buruk, apatis, dan respon melambat.
Sakit kepala, nyeri pada pleuritis, pembengkakan pada sendi, penurunan rentang gerak, dan
h. Pernafasan.
a. Diagnosis Keperawatan : nyeri berhubungan dengan inflamasi/ kerusakan jaringan ditandai
dengan keluhan nyeri, perubahan denyutnadi,kejang otot, ataksia, lemah otot dan gelisah.
18
nafas dalam.
Dorong pengungkapan perasaan Dapat mengurangi ansietas dan rasa sakit,
sakit.
Berikan analgesik atau antipiretik Memberikan penurunan nyeri/tidak
b. Diagnosis keperawatan : perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh dihubungkan
dengan gangguan intestinal ditandai dengan penurunan berat badan, penurunan nafsu makan,
kejang perut, bising usus hiperaktif, keengganan untuk makan, peradangan rongga bukal.
Hasil yang harapkan : mempertahankan berat badan atau memperlihatkan peningkatan berat
badan yang mengacu pada tujuan yang diinginkan, mendemostrasikan keseimbangan nitrogen
po;sitif, bebas dari tanda-tanda malnutrisi dan menunjukkan perbaikan tingkat energy.
makan.
19
Auskultasi bising usus Hopermotilitas saluran intestinal
makanan yang panas dan yang susah untuk mulut mungkin akan menyebabakan
meningkatakan pemasukan
makanan.
Tinjau ulang pemerikasaan laboratorium, Mengindikasikan status nutrisi dan
20
c. Diagnosa keperawatan: resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare
berat
Hasil yang diharapkan : mempertahankan hidrasi dibuktikan oleh membrane mukosa lembab,
turgor kulit baik, tanda-tanda vital baik, keluaran urine adekuat secara pribadi.
oleh pasien dan yang menggantikan nyeri untuk dikomsumsi karena lesi
Gatorade.
Kaji turgor kulit, membrane mukosa dan Indicator tidak langsung dari status
21
d. Diagnosa keperawatan: resiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses
Hasil yang diharapkan: mempertahankan pola nafas efektif dan tidak mengalami sesak nafas.
mengi, ronki.
Catat kecepatan pernafasan, sianosis, Takipnea, sianosis, tidak dapat
intervensi medis
Tinggikan kepala tempat tidur. Usahakan Meningkatkan fungsi pernafasan yang
pasien untuk berbalik, batuk, menarik optimal dan mengurangi aspirasi atau
atelektasis.
Berikan tambahan O2 Yng dilembabkan Mempertahankan oksigenasi efektif
mekanis
metabolisme ditandai dengan kekurangan energy yang tidak berubah atau berlebihan,
22
ketidakmampuan untuk mempertahankan rutinitas sehari-hari, kelesuan, dan
Hasil yang diharapkan: melaporkan peningkatan energy, berpartisipasi dalam aktivitas yang
obatan
Rencanakan perawatan untuk Periode istirahat yang sering sangat yang
diri.
Dorong pasien untuk melakukan apapun Memungkinkan penghematan energy,
duduk dikursi, berjalan, pergi makan pasien untuk lebih aktif tanpa
frustasi.
Pantau respon psikologis terhadap Toleransi bervariasi tergantung pada
aktifitas, misal perubahan TD, frekuensi status proses penyakit, status nutrisi,
23
mempertahankan atau meningkatkan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena
2. Etiologi AIDS disebabkan oleh virus HIV-1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik,
3. Cara penularan AIDS yaitu melalui hubungan seksual, melalui darah ( transfuse
darah, penggunaan jarum suntik dan terpapar mukosa yang mengandung AIDS),
.B. Saran
2. Agar pembaca dapat menerapkan asuhan keperawatan AIDS pada klienAIDS.
24
DAFTAR PUSTAKA
Heri.”AsuhanKeperawatan HIV/AIDS”,(Online),(http://mydocumentku.blogspot.
(http://ndandahndutz.blogspot.com/2009/07/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan.html,
Marilyn , Doenges , dkk . 1999 . Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan
Price , Sylvia A dan Lorraine M.Wilson . 2005 . Patofissiologis Konsep Klinis Proses –
25