“SYOK SEPTIK”
Diajukan guna memenuhi salah satu tugas Kepaniteraan Klinik
Pada Bagian Oral Surgery
Oleh
RIZKI AULIA
19100707360804031
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
berjudul “Syok Septik” untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan
kepanitraan klinik modul 7 (Bedah Minor dan Kedaruratan Medis) dapat diselesaikan.
Dalam penulisan laporan kasus ini penulis menyadari, bahwa semua proses yang
telah dilalui tidak lepas dari bimbingan drg. Andries Pascawinata, MDSc, Sp. BM
selaku dosen pembimbing, bantuan dan dorongan yang telah diberikan berbagai pihak
lainnya. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu.
kita semua dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat serta dapat memberikan
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Berdasarkan buletin yang diterbitkan oleh WHO (World Health Organization) pada
tahun 2010, sepsis adalah penyebab kematian utama di ruang perawatan intensif pada
negara maju, dan insidensinya mengalami kenaikan. Setiap tahunnya terjadi 750.000
kasus sepsis di Amerika Serikat. Hal seperti ini juga terjadi di negara berkembang,
dimana sebagian besar populasi dunia bermukim. Kondisi seperti standar hidup dan
higienis yang rendah, malnutrisi, infeksi kuman akan meningkatkan angka kejadian
Sepsis merupakan kondisi penyakit yang berat dan meningkatkan angka morbiditas.
Sepsis berat dan syok septik masih menjadi salah satu penyebab kematian pasien
Pada tahun 2004, WHO menerbitkan laporan mengenai beban penyakit global, dan
didapatkan bahwa penyakit infeksi merupakan penyebab tersering dari kematian pada
jantung, suhu tubuh, dan napas ( Artero dkk, 2012). Early goal directed therapy
(EGDT) adalah rekomendasi internasional untuk tata laksana sepsis berat dan syok
septik, dengan optimalisasi mean arterial pressure (MAP), central venous pressure
(CVP), urine output (OUP), dan central venous oxygen (SvO2), namun angka mortalitas
pada sepsis berat dan syok septik masih tinggi (Artero dkk, 2012).
Sampai saat ini sepsis dan syok septik masih merupakan tantangan besar bagi dunia
kedokteran. Seiring penjalanan sepsis menjadi syok septik, risiko kematian meningkat
meningkatkan angka kematian syok septik sebesar 7,6% (Kumar dkk, 2006).
Kompleksnya patogenesis dan patofislogi sepsis melibatkan hampir semua jenis sel,
jaringan, dan sistem organ. Dalam makalah ini dibahas definisi, etiologi, dan
patogenesis/patofisiologi sepsis dan syok septik yang meliputi patogen penyebab infeksi
dengan faktor virulensinya, respon pejamu, respon inflamasi, sistem koagulasi yang
TINJAUAN PUSTAKA
Syok adalah suatu keadaan serius yang terjadi jika sistem kardiovaskuler (jantung
dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah
yang memadai. Syok biasanya berhubungan dengan tekanan darah rendah dan kematian
sel maupun jaringan (Nasroedin, 2007). Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang
jantung atau gagal jantung), volume darah yang rendah (akibat perdarahan hebat atau
dehidrasi) atau perubahan pada pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau
infeksi).
Syok septik merupakan sepsis dengan perfusi abnormal dan hipotensi (tekanan
darah sistolik <90 mmHg atau menurun >40 mmHg di bawah tekanan darah dasar
(baseline) pasien tersebut atau tekanan arteri rata-rata <70 mmHg) selama sekurang-
kurangnya 1 jam meskipun telah dilakukan resusitasi cairan yang adekuat, atau sepsis
yang membutuhkan vasopresor untuk mempertahankan agar tekanan darah sistolik tetap
≥90 mmHg atau tekanan arteri rata-rata ≥70 mmHg. Peningkatan laktat serum menjadi
Definisi baru untuk sepsis dan syok septik telah direkomendasikan oleh SCCM/
ESICM dalam konsensus internasional ke-3 (Sepsis-3) pada tahun 2016. Sepsis didefi-
nisikan sebagai disfungsi organ yang meng-ancam jiwa, disebabkan oleh ketidakmam-
puan respon pejamu terhadap infeksi. Disfungsi organ dapat diidentifikasi seba-gai
perubahan akut sebagai konsekuensi infeksi yang dirumuskan dalam skor sequential
disfungsi organ yang mengan-cam jiwa konsisten dengan pandangan bahwa cacat
seluler mendasari kelainan fisiologik dan biokimia sistem organ spesi-fik. Skor SOFA
≥2 mencerminkan risiko mortalitas rata-rata 10% untuk pasien yang dirawat di rumah
sakit dengan tersangka infeksi. Syok septik merupakan bagian dari sepsis dengan
peningkatan risiko kema-tian. Pasien syok septik dapat diidentifikasi secara klinis yaitu
mempertahankan agar tekanan arteri rata-rata ≥65 mmHg dan konsentrasi laktat darah
>2 mmol/L (>18 mg/dL) meskipun telah dilakukan resusitasi cairan yang adekuat.
Risiko mortalitas pasien yang dirawat menjadi >40% (Singer dkk, 2016).
2.2 Etiologi
terhadap timbulnya sepsis berat, karena infeksi lokal dengan penyebab bakteri yang
menghasilkan produk patogen seperti ekso-toksin, dapat juga memicu respon inflamasi
sistemik sehingga menimbulkan disfungsi organ di tempat lain dan hipotensi. Kultur
darah yang positif hanya ditemukan pada sekitar 20-40% kasus sepsis berat dan
persentasenya meningkat seiring tingkat keparahan dari sepsis, yaitu mencapai 40-70%
pada pasien dengan syok septik. Bakteri Gram negatif atau positif mencakup sekitar
70% isolat, dan sisanya ialah jamur atau campuran mikroorganisme. Pada pasien
dengan kultur darah negatif, agen penyebab sering ditegakkan berdasarkan kultur atau
pemeriksaan mikroskopik dari bahan yang berasal dari fokus infeksi (Munford, 2008).
Sepsis berat terjadi sebagai akibat dari infeksi yang didapat dari komunitas dan
nosokomial. Pneumonia ialah penyebab paling umum, mencapai setengah dari semua
kasus, diikuti oleh infeksi intra-abdominal dan infeksi saluran kemih. Staphylococcus
aureus dan Streptococcus pneumoniae ialah bakteri Gram positif paling sering,
2.3 Patofisiologi
sistemik dengan kebutuhan oksigen yang akan menyebabkan hipoksia jaringan sistemik
Patofisiologi keadaan ini dimulai dari adanya reaksi terhadap infeksi. Hal ini akan
dimulai dengan aktivasi selular monosit, makrofag dan neutrofil yang berinteraksi
dengan sel endotelial. Respon tubuh selanjutnya meliputi mobilisasi dari isi plasma
sebagai hasil dari aktivasi selular dan disrupsi endotelial. Isi Plasma ini meliputi sitokin-
sitokin seperti tumor nekrosis faktor, interleukin, caspase, protease, leukotrien, kinin,
reactive oxygen species, nitrit oksida, asam arakidonat, platelet activating factor, dan
Sedangkan Protein C yang teraktivasi (APC), adalah modulator penting dari rantai
koagulasi dan inflamasi, akan meningkatkan proses fibrinolisis dan menghambat proses
trombosis dan inflamasi (Bernard dkk, 2001). Aktivasi komplemen dan rantai koagulasi
interaksi yang paling dominan terjadi dan sebagai hasilnya akan terjadi cedera
mikrovaskular, trombosis, dan kebocoran kapiler. Semua hal ini akan menyebabkan
terjadinya disfungsi organ dan hipoksia jaringan global (Nguyen dkk, 2006).
Gambar 1. Gambar Rantai Koagulasi dengan dimulainya respon inflamasi, trombosis, dan
fibrinolisis terhadap infeksi (Bernard dkk, 2001).
penurunan kesadaran, anuria. Syok merupakan manifestasi awal dari keadaan patologis
yang mendasari. Tingkat kewaspadaan dan pemeriksaan klinis yang cermat dibutuhkan
untuk mengidentifikasi tanda awal syok dan memulai penanganan awal ( Dries, 2014).
sistemik dengan kebutuhan oksigen yang akan menyebabkan hipoksia jaringan sistemik
atau syok (Rivers dkk, 2001). Menurut Smeltzer, Bare, Hinkle, dan Cheever pada tahun
2010 menyebutkan gejala dari adanya syok septik diantara lainPeningkatan suhu karena
penurunan kadar fibrinogen serum dan peningkatan produk fibrin split, anemia,
penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2, serta perubahan morfologi dan jumlah
neutrofil, granular toksik, dan badan Dohle cenderung menandakan infeksi bakteri.
stadium awal meningitis, bakteri dapat dideteksi dalam cairan serebrospinal sebelum
2.6 Terapi
Komponen dasar dari penanganan sepsis dan syok septik adalah resusitasi awal,
sumber infeksi, diagnosis (kultur dan pemeriksaan radiologi), tata laksana suportif
(ventilasi, dialisis, transfusi) dan pencegahan infeksi (Mehta Y, Kochar G, 2017). Early
Goal-Directed Therapy (EGDT) yang dikembangkan oleh Rivers et al pada tahun 2001
efikasi dari EGDT pada 263 pasien dengan infeksi dan hipotensi atau kadar serum laktat
≥ 4 mmol/L yang dilakukan randomisasi dan diberikan resusitasi standar atau EGDT
(133 kontrol dengan 130 EGDT) di ruang IGD sebelum dipindahkan ke ruang ICU.
Selama 6 jam di ruang IGD, pasien dengan terapi EGDT mendapatkan terapi cairan,
transfusi darah, dan inotropik lebih banyak dibandingkan grup kontrol. Kemudian,
selama 6 – 72 jam di ruang ICU setelah mendapatkan terapi EGDT, kelompok pasien
ini memiliki tingkat ScvO2 dan pH yang lebih tinggi dengan kadar laktat dan defisit
basa yang lebih rendah. Skor disfungsi organ lebih baik secara signifikan pada
kelompok pasien EGDT. Hal ini juga berhubungan dengan masa inap rumah sakit yang
lebih singkat dan penurunan komplikasi kardiovaskular seperti henti jantung, hipotensi,
Pada tahun 2014, protokol EGDT ini dibandingkan dengan 3 protokol lainseperti
Management in Sepsis), dan ProCESS (Protocolized Care for Early Septic Shock) dan
hal ini mengubah rangkaian 6 jam dalam Surviving Sepsis Guideline dimana
pengukuran tekanan vena sentral dan saturasi oksigen vena sentral tidak dilakukan lagi.
Dalam protokol yang dikeluarkan pada tahun 2016, target resusitasi EGDT telah
minimal sebesar 30 ml/kgBB dalam 3 jam atau kurang. Dengan dihilangkannya target
EGDT yang statik (tekanan vena sentral), protokol ini menekankan pemeriksaan ulang
klinis sesering mungkin dan pemeriksaan kecukupan cairan secara dinamis (variasi
Hal ini merupakan perubahan yang signifikan, karena pada protokol sebelumnya
merekomendasikan bahwa klinisi harus menentukan angka tekanan vena sentral secara
spesifik dan ternyata tekanan vena sentral memiliki manfaat terbatas untuk menentukan
respon tubuh terhadap pemberian cairan. Protokol ini menekankan bahwa klinisi harus
pemberian cairan lebih lanjut dapat dipertimbangkan. Namun pemberian carian harus
dihentikan apabila respon terhadap pemberian cairan tidak memberikan efek lebih
lanjut. Maka dari itu, protokol ini telah berubah dari strategi resusitasi kuantitatif ke
arah terapi resusitasi yang fokus terhadap kondisi pasien tersebut dengan dipandu
Dorman T, 2017)
antibiotik berspektrum luas sebaiknya disertai dengan kultur dan identifikasi sumber
Infeksi dental merupakan infeksi yang disebabkan patogen oral yang didominasi
beberapa spesies bakteri anaerob. Infeksi tersebut dibagi menjadi infeksi odontogenik
adalah odontogenik. Infeksi odontogenik merupakan pemyakit yang paling umum dan
berasal dari perkembangan karies dental atau penyakit periodontal yang luas. Patogen
juga dapat masuk lebih dalam ke jaringan akibat trauma pada prosedur dental, seperti
jejak jarum selama pemberian anestesi lokal (Fehrenbach dan Herring, 1997; Fragiskos,
2007).
Infeksi odontogenik kebanyakan disebabkan oleh lebih dari satu spesies bakteri
normal yang ada di rongga mulut. Kira-kira terdapat 50% infeksi odontogenik yang
disebabkan bakteri anaerobik saja, 44% disebabkan kombinasi antara bakteri aerob dan
anaerob, serta hanya 6% yang disebabkan oleh bakteri aerob secara tunggal (Gregoire,
Sepsis merupakan suatu sindroma yang dipicu oleh infeksi yang didefinisikan
sebagai adanya dua atau lebih gambaran inflamasi sistemik, seperti hipotermia,
lekositosis atau leukopenia, takikardia dan takipneu atau ventilasi permenit diatas
normal. Bila suatu organ mengalami kegagalan karena sepsis, maka sepsis tersebut
oleh berbagai insult klinis yang berat, seperti infeksi termasuk termasuk
regio leher dan kepala. Infeksi seringkali menyebar melalui spasia fasialis di
yang cukup lama () TNF-α merupakan sel sitokin sinyal yang terlibat dalam prosses
inflamasi. Pada manusia, gen TNF- terletak di kromosom 6 lengan pendek dan
terdiri atas 4 ekson dan 3 intron. Polimorfisme gen TNF- memengaruhi transkripsi
dan fungsi gen yang akhirnya berpengaruh pada kepekaan penyakit termasuk sepsis
menyebar serta mengakibatkan akumulasi sel inflamasi akut pada ruangan spasium
wajah. Menurut petersen (2003) spasium wajah adalah daerah berlapis fasia yang dapat
terisi atau ditembus oleh eksudat purulen. Daerah ini merupakan ruang potensial yang
tidak ada pada orang yang sehat, tetapi terisi selama infeksi. Beberapa diantaranya
bagian yang diisi oleh jaringan ikat jarang disebut celah. Spasium wajah yang langsung
terlibat pertama kali dikenal sebagai spasium wajah primer baik pada maksila maupun
mandibula. Sedangkan perluasan infeksi melebihi daerah spasium primer ini adalah ke
daerah spasium sekunder. Spasium wajah primer meliputi spasium primer maksila
2009).
tepat dan adekuat untuk meredakan infeksinya. Antibiotik yang efektif untuk
antibiotik bakterisid dosis tinggi secara parenteral bila perlu dilakukan kultur
bakteri dan tes resistensi. Analgetik-antipiretik untuk mengurangi rasa sakit dan
makanan tinggi kalori dan tinggi protein untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
Hal ini dapat mengurangi rasa sakit dan mempercepat penyembuhan. Insisi
dapat dilakukan bila pus telah terlokalisir di daerah permukaan, dan sudah ada
fluktuasi. Misalnya pada daerah intraoral telah mencapai permukaan gingiva dan
mukobukal fold sudah terangkat dan telah ada fluktuasi. Fluktuasi dilakukan
dengan cara palpasi bimanual. Dalam insisi dan drainase abses, perlu
3. Perawatan gigi penyebab. Gigi penyebab perlu dilakukan ekstraksi, bila tidak
bila dilakukan pada fase akut, maka dikhawatirkan akan terjadi penyebaran
infeksi, selain itu anestesi lokal menjadi kurang efektif, sehingga menimbulkan
rasa sakit yang akan menambah penderitaan pasien. Bila kasus infeksi terus
berlanjut secara cepat dan progresif, penjalaran infeksi telah mencapai ruang
facia, pasien sulit bernafas dan menelan, suhu tubuh meningkat dan terdapat
trismus kurang dri 1 cm, maka dokter gigi umum harus segera merujuk ke
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Sepsis merupakan suatu sindroma yang dipicu oleh infeksi yang didefinisikan
sebagai adanya dua atau lebih gambaran inflamasi sistemik, seperti hipotermia,
lekositosis atau leukopenia, takikardia dan takipneu atau ventilasi permenit diatas
normal. Bila suatu organ mengalami kegagalan karena sepsis, maka sepsis tersebut
oleh berbagai insult klinis yang berat, seperti infeksi termasuk termasuk
regio leher dan kepala. Infeksi seringkali menyebar melalui spasia fasialis di
yang cukup lama () TNF-α merupakan sel sitokin sinyal yang terlibat dalam prosses
inflamasi. Pada manusia, gen TNF- terletak di kromosom 6 lengan pendek dan
terdiri atas 4 ekson dan 3 intron. Polimorfisme gen TNF- memengaruhi transkripsi
dan fungsi gen yang akhirnya berpengaruh pada kepekaan penyakit termasuk sepsis
Komponen dasar dari penanganan sepsis dan syok septik adalah resusitasi awal,
sumber infeksi, diagnosis (kultur dan pemeriksaan radiologi), tata laksana suportif
(ventilasi, dialisis, transfusi) dan pencegahan infeksi (Mehta Y, Kochar G, 2017). Early
Goal-Directed Therapy (EGDT) yang dikembangkan oleh Rivers et al pada tahun 2001
efikasi dari EGDT pada 263 pasien dengan infeksi dan hipotensi atau kadar serum laktat
≥ 4 mmol/L yang dilakukan randomisasi dan diberikan resusitasi standar atau EGDT
(133 kontrol dengan 130 EGDT) di ruang IGD sebelum dipindahkan ke ruang ICU.
Selama 6 jam di ruang IGD, pasien dengan terapi EGDT mendapatkan terapi cairan,
transfusi darah, dan inotropik lebih banyak dibandingkan grup kontrol. Kemudian,
selama 6 – 72 jam di ruang ICU setelah mendapatkan terapi EGDT, kelompok pasien
ini memiliki tingkat ScvO2 dan pH yang lebih tinggi dengan kadar laktat dan defisit
basa yang lebih rendah. Skor disfungsi organ lebih baik secara signifikan pada
kelompok pasien EGDT. Hal ini juga berhubungan dengan masa inap rumah sakit yang
lebih singkat dan penurunan komplikasi kardiovaskular seperti henti jantung, hipotensi,
Angus DC, van der Poll T. Severe sepsis and septic shock. N Engl J Med. 2013;
369:840-51.
Artero A, Zaragoza R, Nogueira JM, 2012. Epidemiology of severe sepsis and septic
shock understanding a serious killer, Spain: Departement of Medicine and
Microbiology.
Bagheri, S.C., Bell, R.B., Khan, H.A., 2012, Current Therapy in Oral and
Maxillofaacial Surgery, Missouri: Elsevier Saunders, p. 1068, 1669, 1092,
1093.
Bataar O, Lundeg G, Tsenddorj G, Jochberger S, Grander W, Baelan I, et al.
Nationwide survey on resource availability for implementing current sepsis
guidelines in Mongolia. [Internet]. 2010
Backer D, Dorman T. Surviving sepsis guidelines: a continuous move toward better
care of patients with sepsis. JAMA. 2017; 317(8): 807-8.
Bernard GR, Vincent JL, Laterre PF, LaRosa S, Dhainaut JP, Rodriguez AL, et al.
Efficacy and safety of recombinant human activated protein c for severe
sepsis. N Eng J Med. 2001; 344 (10): 699-709.
Cepinskas G, Wilson JX, 2008, Inflamatory respons in microvasculer endothelium in
sepsis: role of oxidants, Jurnal. Biochemi Nutr, Vol. 42, Hlm. 175-84.
Dries JD, editors. Fundamental Critical Care Support. 5nd ed. Mount Prospect: Third
Printing; 2014.
Fehrenbach, M.J., Herring, S.W., 1997, Spread of Dental Infection, Practical Hygiene,
13-18.
T Handley, M Devlin, D Koppel, J McCaul. The sepsis syndrome in odontogenic
infection. JICS, 10(1), Januari 2009
Howell MD, Davis AM. Management of sepsis and septic shock. JAMA. 2017;
317(8): 847-8.
Kumar A, Roberts D, Wood KE, Light B, Parrillo JE, Sharma S, et al. Duration of
hypotension before initiation of effective antimicrobial therapy is the
critical determinant of survival in human septic shock. Crit Care Med.
2006;34:1589-96.
Levy MM, Fink MP, Marshall JC, Abraham E, Angus D, Cook D, et al. 2001
SCCM/ESICM/ACCP/ATS/SIS International sepsis definitions confe-rence.
Intensive Care Med. 2003; 29:530-8.
Mehta Y, Kochar G. Sepsis and septic shock. Journal of Cardiac Critical Care TSS.
2017; 1(1): 3-5.
Munford RS. Severe sepsis and septic shock. In: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL,
Baunwalda E, Hauser SL, Jameson JL, editors. Harrison’s Principle of
Internal Medicine (17th ed). New York: Mc Graw Hill, 2008 p. 1695-
702.
Nguyen BH, Rivers EP, Abrahamian FM, Moran GJ, Abraham E, Trzeciak S, et al.
Severe sepsis and septic shock: review of the literature and emergeny
department management guidelines. Annals of Emergency Medicine.
2006; 48(1): 28-50.
Rivers, E, Nguyent B, Havstad S, Ressler J, Muzzin A, Knoblich B, et al. Early goal
directed therapy in the treatmenr of severe sepsis and septic shock. N Eng J
Med. 2001; 345 (19): 1368-77.
Singer M, Deutschman CS, Seymour CW, Shankar-Hari M, Annane D, Bauer M, et al. The
third international consensus definitions for sepsis and septic shock (sepsis-3).
JAMA. 2016; 315:801-10.
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., Cheever, K. H. (2010). Brunner &
suddarth’s:Textbook of medical-surgical nursing, 12th edition. China:
Wolters Kluwer Health, Lippincott Williams & Wilkins.
Wheeler, AP, M.D., dkk : Treating Patients with Severe Sepsis, N Engl. J Med 1999,
340:207-14.