Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian
sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum ke dalam pembuluh vena
(pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan
dari tubuh. Tujuan dari sediaan infus adalah memberikan atau menggantikan
cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit, vitamin, protein, lemak, dan kalori,
yang tidak dapat dipertahankan secara adekuat melalui oral, memperbaiki
keseimbangan asam-basa, memperbaiki volume komponen -komponen darah,
memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh,
memonitor tekanan vena sentral (CVP), memberikan nutrisi pada saat sistem
pencernaan mengalami gangguan (Perry & Potter., 2005).
Terapi Intravena (IV) adalah menempatkan cairan steril melalui jarum,
langsung ke vena pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit (natrium,
kalsium, kalium), nutrient (biasanya glukosa), vitamin atau obat (Brunner &
Sudarth, 2002). Terapi intravena adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam
tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk
menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh.
Terapi intravena (IV) digunakan untuk memberikan cairan ketika pasien
tidak dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan garam
yang dirperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit, atau glukosa
yang diperlukan untuk metabolisme dan memberikan medikasi (Perry & Potter.,
2005).
Berdasarkan uraian di atas yang menyebutkan bahwa banyak manfaat dari
sedian infus dibidang pengobatan maka, kami tertarik untuk melakukan praktikum
pembuatan sediaan infus KCL.

1.2 Rumusan Masalah


1. Untuk mengetahui bagaimana cara pembuatan larutan parenteral berupa
sediaan infus
2. Untuk mengetahui bagaimana cara evaluasi sediaan larutan parenteral
berupa sediaan infus
1.3 Tujuan
1. Mempelajari cara pembuatan larutan parenteral berupa sediaan infus.
2. Mempelajari cara evaluasi sediaan larutan parenteral berupa sediaan infus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sediaan Parenteral

Sediaan steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi - bagi yang
bebas dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang termasuk sediaan ini
antara lain sediaan parental preparat untuk mata dan preparat irigasi (misalnya
infus). Sediaan parental merupakan jenis sediaan yang unik di antara bentuk
sediaan obat terbagi - bagi, karena sediaan ini disuntikan melalui kulit atau
membran mukosa ke bagian tubuh yang paling efesien, yaitu membran kulit dan
mukosa, maka sediaan ini harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari bahan -
bahan toksis lainnya, serta harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Semua
bahan dan proses yang terlibat dalam pembuatan produk ini harus dipilih dan
dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi, apakah kontaminasi
fisik, kimia atau mikrobiologis (Priyambodo, B., 2007).

Produk steril yang banyak diproduksi di industri farmasi adalah dalam


bentuk larutan terbagi (ampul) dan bentuk serbuk padat siap untuk digunakan
dengan diencerkan terlebih dahulu dengan larutan pembawa (vial). Sediaan
parental, bisa diberikan dengan berbagai rute : intra vena (i.v), sub cutan (s.c),
intradermal, intramuskular (i.m), intra articular, dan intrathecal. Bentuk sediaan
sangat mempengaruhi cara (rute) pemberian. Sediaan bentuk suspensi, misalnya
tidak akan pernah diberikan secara intravena yang langsung masuk ke dalam
pembuluh darah karena adanya bahaya hambatan kapiler dari partikel yang tidak
larut, meskipun suspensi yang dibuat telah diberikan dengan ukuran partikel dari
fase dispersi yang dikontrol dengan hati - hati. Demikian pula obat yang diberikan
secara intraspinal (jaringan syaraf di otak), hanya bisa diberikan dengan larutan
dengan kemurnian paling tinggi, oleh karena sensivitas jaringan syaraf terhadap
iritasi dan kontaminasi (Priyambodo, B., 2007).

Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau
serbuk yang dilarutkan, atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang
disuntikan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui selaput
lendir. Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsikan atau mensuspensikan
sejumah obat kedalam sejumlah pelarut atau dengan mengisikan sejumlah obat
kedalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda (DepKes., 1979).

Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi adalah injeksi


yang dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. Umumnya hanya laruitan obat
dalam air yang bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan
karena berbahaya yang dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah
kapiler (DepKes., 1995).Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, hal 10 larutan
intravena volume besar adalah injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas
dalam wadah bertanda volume lebih dari 100 mL.

Infus adalah larutan dalam jumlah besar terhitung mulai dari 100 ml yang
diberikan melalui intravena tetes demi tetes dengan bantuan peralatan yang cocok.
Asupan air dan elektrolit dapat terjadi melalui makanan dan minuman dan
dikeluarkan dalam jumlah yang relatif sama, rasionya dalam tubuh adalah air
57%; lemak 20,8%; protein 17,0%; serta mineral dan glikogen 6%. Ketika terjadi
gangguan hemostatif, maka tubuh harus segera mendapatkan terapi untuk
mengembalikan keseimbangan air dan elektrolit larutan untuk infus intravenous
harus jernih dan praktis bebas partikel (Lukas, Syamsuni, H.A., 2006).

Menurut Farmakope Indonesia Edisi III halaman 12, infus intravenous


adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi, bebas pirogen dan sedapat
mungkin dibuat isotonis terhadap darah, disuntikkan langsung ke dalam vena,
dengan volume relatife banyak. Kecuali dinyatakan lain, infus intravenous tidak
diperbolehkan mengandung bakteriasida dan zat dapar. Larutan untuk infus
intravenous harus jernih dan praktis bebas partikel.

Injeksi volume besar atau injeksi yang dimaksudkan untuk pemberian


langsung ke dalam pembuluh darah vena harus steril dan isotonis dengan darah,
dikemas dalam wadah tunggal berukuran 100 mL - 2000 mL. Tubuh manusia
mengandung 60 air dan terdiri atas cairan intraseluler (di dalam sel), 40 yang
mengandung ion-ion K+, Mg+, sulfat, fosfat, protein serta senyawa organik asam
fosfat seperti ATP, heksosa, monofosfat dan lain-lain. Air mengandung cairan
ekstraseluler (di luar sel) 20 yang kurang lebih mengandung 3 liter air dan terbagi
atas cairan intersesier (diantara kapiler) 15 dan plasma darah 5 dalam sistem
peredaran darah serta mengandung beberapa ion seperti Na+, klorida dan
bikarbonat (Anief., 2008).

2.2 Tinjauan Bahan


2.2.1 Tinjauan Bahan Aktif
1. KCL
Tinjuan Farmakologi Bahan Obat
a. Efek Utama
Mencegah atau mengobati hipokalemia/ kekurangan kalium dan biasanya
digunakan sebagai tonicity agent (HPE, 572). Kalium merupakan kation
yang terpenting dalam cairan intraseluler dan sangat essensial untuk
mengatur keseimbangan asam basa serta isotonisitas sel. Glukosa yang ada
dalam infus berfungsi sebagai pengganti kehilangan cairan tubuh sehingga
tubuh mempunyai energi kembali untuk melakukan metabolismenya dan
juga sebagai sumber kalori
b. Efek Samping
Terjadi hiperkalemia apabila jumlah yang digunakan melebihi yang
dibutuhkan, kelemahan obat, paralisis, aritmia, heart block, dan cardiac
arest.
c. Kontraindikasi
Obat-obat yang dapat meningkatkan kadar kalium dalam darah seperti
ACE Inhibitor, ciclosporin, kerusakan ginjal yang berat, kadar plasma
kalium diatas 5 mmol/L, alergi terhadap obat, dehidrasi akut, kadar serum
kalium dalam darah tinggi dan obat yang mengandung kalium ( garam
kalium dari penisilin)

Sifat Fisika Kimia

Pemerian          : Hablur berbentuk kubus atau berbentuk prisma, tidak


berwarna atau serbuk butir putih, tidak berbau, rasa asin, dan mantap di udara.

pH                   :7
Kelarutan        : Larut dalam 3bagian air, sangat mudah larut dalam air
mendidih, praktis tidak larut dalam etanol mutlak p, dan dalam eter p.

Penyimpanan    : Dalam wadah tertutup baik.

Stabilitas : Lindungi dari udara lembab. Simpan pada suhu kamar,


hindarkan dari suhu dingin (freezing), gunakan hanya jika larutan jernih, gunakan
admixture dalam 24 jam.

Cara sterilisasi  : Autoklaf atau filtrasi.

Khasiat            : Sumber Ion Kalium

Literatur           : - FI IV hal 477

2.2.2 Tinjauan Bahan Tambahan

1. Glukosa
Glukosa mengandung tidak kurang dari 99,0 %  dan tidak lebih dari 101,5 %
C6H12O6  dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan

Pemerian         : Hablur tidak berwarna, serbuk hablur atau   butiran


putih, tidak berbau, rasa manis.

 Kelarutan        : Mudah larut air, sangat mudah larut dalam air  mendidih,


agak sukar larut dalam etanol (95 %) P mendidih, sukar larut dalam etanol
(95 %) P.

Penyimpanan   : Dalam wadah tertutup baik

Cara sterilisasi : autoklaf

 pH                   :3,5 – 5,5

Khasiat            : Pengisotonis

 Literatur          :-FI III hal.268

2. HCL

Nama Resmi : ACIDUM HYDROCHLORIDUM

Nama Lain : Asam Klorida


BM/RM : 36, 46 gr/mol

Pemerian : Cairan tidak berwarna, berasap, bau merangsang, jika diencerkan


dengan 2 bagian air, asap dan bau hilang.

Kelarutan : Larutan yang sangat encer masih bereaksi dengan asam kuat
terhadap kertas lakmus.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Zat tambahan

           

3. Norit

Arang Jerap adalah arang yang dibuat dari bahan tumbuh-tumbuhan tertentu
telah diaktifkan untuk mempertinggi daya jerap.

·         Pemerian         : Serbuk hitam tidak berbau,tidak berasa ;hitam

·         Kelarutan        : Praktis tidak larut dalam suasana pelarut biasa

·         Stabilitas         : Stabil ditempat yang tertutup dan kedap udara 

·         Kegunaan        : Menyerap pirogen

·         Konsentrasi     : 0,1%

·         pH                   : 5 – 8

·         Penyimpanan   :Dalam wadah tertutup rapat

·         Literatur          : -Martindale The Exra Pharmacopoeia 28 hal 50

4. Aqua pro injection (p.i)

Menurut FI III, air untuk injeksi adalah air suling segar yang disuling
kembali, disterilkan dengan cara sterilisasi A atau C.Menurut FI IV, air steril
untuk injeksi adalah air untuk injeksi yang disterilkan dan dikemas dengan
cara yang sesuai. Tidak mengandung bahan antimikroba atau bahan tambahan
lainnya.
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau

Sterilisasi : Kalor basah (autoklaf)

Kegunaan : Pembawa dan melarutkan

Alasan pemilihan : Karena digunakan untuk melarutkan zat aktif dan zat-zat
tambahan

Cara pembuatan : didihkan aqua dan diamkan selama 30 menit, dinginkan


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Farmasi STIKES


Rumah Sakit Anwar Medika yang terletak di Jl. Raya By Pass Krian KM 33
Sidoarjo. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2019.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kaca arloji, beaker glass, labu
erlenmayer, batang pengaduk, pinset, sendok porselen, botol infus 100 ml, pipet
tetes, corong, sumbat karet, gelas ukur, aluminium foil dan kertas coklat.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah KCL, glukosa, HCL,
norit dan aqua steril bebas pirogen.

3.3 Metode Kerja


3.3.1 Sterilisasi Bahan
No Bahan Uraian Sterilisasi
1 KCL  Bentuk : serbuk kristal  Filtrasi
 Kelarutan : larut dalam air  Autoklaf 1210C
 Stabil rentang suhu : dibawah suhu selama 30 menit
250C
 Pustaka : FI IV hal 477
2 Glukosa  Bentuk : serbuk Autoklaf 1210C
 Kelarutan : mudah larut dalam air selama 30 menit

 Stabil rentang suhu : dalam bentuk


larutan
 Pustaka : FI IV hal 300
3 HCL  Bentuk : cair Autoklaf 1210C
 Kelarutan : dapat bercampur dalam selama 30 menit
air
 Stabil rentang suhu : dibawah suhu
380C
 Pustaka : HPE hal 166
4 Norit  Bentuk : serbuk hitam Autoklaf 1210C
 Kelarutan : larut dalam suasana selama 30 menit
pelarut biasa
 Stabil rentang suhu : ditempat
tertutup dan kedap udara
 Pustaka : FI IV hal 1169
5 Aqua bebas  Bentuk : cair Pemurnian
pirogen  pH : 7 destilasi

 Stabil rentang suhu : dalam semua


keadaan

3.3.2 Sterilisasi Alat


No Nama alat Keterangan Metode Sterilisasi
1 Kaca arloji  Bentuk : padat berpori Oven 1800C selama
 Bahan : kaca 30 menit
2 Beaker glass  Bentuk : padat berpori Oven 1800C selama
 Bahan : kaca 30 menit
3 Erlenmayer  Bentuk : padat berpori Oven 1800C selama
 Bahan : kaca 30 menit
4 Pengaduk kaca  Bentuk : padat berpori Oven 1800C selama
 Bahan : kaca 30 menit
5 Pinset  Bentuk : padat tidak berpori Oven 1800C selama
 Bahan : logam 30 menit
6 Sendok Porselen  Bentuk : padat tidak berpori Oven 1800C selama
 Bahan : porselen 30 menit
7 Botol infus  Bentuk : padat berpori Oven 1800C selama
 Bahan : kaca 30 menit
8 Pipet tetes  Bentuk : padat berpori halus Oven 1800C selama
 Bahan : kaca 30 menit
9 Corong  Bentuk : padat berpori Oven 1800C selama
 Bahan : kaca 30 menit
10 Kertas saring  Bentuk : padat berpori Oven 1800C selama
 Bahan : kertas 30 menit
11 Sumbat karet  Bentuk : padat berpori Autoklaf 1150C
 Bahan : karet selama 15 menit
12 Gelas ukur  Bentuk : padat berpori Autoklaf 1150C
 Bahan : kaca selama 15 menit

3.3.3 Rancang Formula


1. Tabel Formulasi
No Bahan Kegunaan Konsentrasi Jumlah
1 KCl Bahan aktif 0,38%
2 Glukosa Isotonis qs
3 HCl Pengasam Ad pH 5-6
4 Norit Adsorben 0,1%
5 Aqua bebas pirogrn Pelarut Ad 100 ml

2. Perhitungan bahan
a. Volume infus
Membuat 2 botol infus : 100 ml x 2 = 200 ml
V= V’ + 50 ml
V= 200 ml + 50 ml
V= 250 ml

b. KCl
KCl = 0,38%
0,38
KCl= ×250 ml=0,95 gram
100
Ekivalen KCl : 0,76
1 gram KCl ~ 0,76 gram NaCl
0,959 gram KCl ~ x gram NaCl
0,95 gram ×0,76 gram
x= =0,722 gram NaCl
1 gram

c. NaCl
0,9% NaCl 0,9 gram 100 ml
x gram 250 ml
0,9 gram ×250 ml
x= =2,25 gram NaCl
100 ml
Jadi NaCl yang dibutuhkan = 2,25 gram – 0,722 gram = 1,528 gram NaCl

d. Glukosa
1 gram glukosa ~ 0,169 gram NaCl
x gram glukosa ~ 1,528 gram NaCl
Glukosa = 9,9 gram

e. Norit
Norit 0,1%
0,1
Norit = ¿ × 250ml=0,25 gram
100ml

3.3.4 Cara Pembuatan

Dikalibrasi botol infus 102 ml dan timbangan disetarakan

Ditimbang KCl sebanyak 0,95 gram dan dilarutkan dalam aqua bebas pirogen

Ditimbang glukosa sebanyak 9,9 gram dan dilarutkan dalam aqua bebas
pirogen

Larutan KCl dan larutan Glukosa dicampur sampai homogen, dan diukur pH
( pH di adjust 5-6 ) kemudian dipanaskan pada suhu 70 – 800C selama 10
menit

Ditimbang norit sebanyak 0,25 gram dan dimasukan dalam larutan kemudian
3.3.5 Evaluasi
1. Uji pH
Uji pH dilakukan dengan menggunakan alat pH meter

2. Uji Kejernihan
Uji kejernihan, yang pertama dilakukan dengan meletakkan kertas putih
dibelakang botol infus, diberi pencahayaan dan diamati kejernihannya. Latar
kertas putih digunakan untuk melihat pengotor yang memiliki warna. Kedua,
dengan meletakkan kertas hitam dibelakang botol infus, diberi pencahayaan
dan diamati kejernihannya. Latar kertas hitam digunakan untuk melihat
pengotor yang berwarna putih.

3. Uji Kebocoran
Uji kebocoran, dilakukan dengan meletakkan kertas perkamen diatas meja
dan botol infus diletakkan dengan posisi terbalik ( tutup dibawah ), kemudian
diamati adanya kebocoran atau tidak. Jika kertas perkamen tidak basah maka
tidak terjadi kebocoran.

4. Uji Sterilisasi
Uji sterilisasi, larutan uji diinokulasikan dalam media agar dan diinkubasi
selama 24 jam. Kemudian amati pertumbuhan mikroorganisme secara visual.

BAB IV
HASIL DAN PENELITIAN

4.1 Hasil Penelitian


Dalam praktikum kali ini, praktikan membuat sediaan steril
volume besar larutan infus KCl. Larutan infus KCl dibuat dengan
mencampurkan lima bahan yaitu asam klorida (HCl), glukosa, kalium klorida
(KCl), aqua bebas pirogen dan norit (arang serap). Didapatkan hasil
percobaan sebagai berikut :

No Evaluasi Sediaan Hasil

1. Uji Ph 6
2. Uji Kejernihan Jernih tanpa partikulat
3. Uji Kebocoran Tidak bocor
4. Uji Sterilisasi Tidak ada bakteri

4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini, kami melakukan pembuatan sediaan steril
volume besar larutan infus KCl dengan bahan aktif berupa kalium klorida
(KCl) yang dibuat dengan sterilisasi akhir. Tujuan suatu sediaan dibuat steril,
karena berhubungan langsung dengan darah atau cairan tubuh dan jaringan
tubuh lain yang pertahanannya terhadap zat asing tidak selengkap pada
saluran cerna atau gastrointestinal. Diharapkan dengan kondisi steril dapat
dihindari adanya infeksi sekunder. Dalam hal ini tidak berlaku relatif steril
atau setengah steril, hanya ada dua pilihan yaitu steril dan tidak steril. Infus
merupakan sediaan yang perlu di sterilkan dan harus bebas dari
mikroorganisme hidup maupun pirogen. Pada praktikum ini dibuat infus KCl
dengan volume besar yaitu 100 ml. Sediaan parenteral volume besar adalah
larutan produk obat yang di sterilisasi akhir dan dikemas dalam wadah dosis
tunggal yang ditujukan untuk manusia. Dalam pembuatannya, sediaan harus
memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk sediaan parenteral volume
besar, seperti : isohidri, steril, bebas pirogen dan isotonis. Hal ini dikarenakan
pemberian infus diinjeksikan ke dalam pembuluh darah. Volume sediaan
yang kami buat adalah 100 ml, namun pada perhitungannya perlu dilebihkan.
Hal ini dimaksudkan karena dikhawatirkan adanya penguapan yang terjadi
pada saat proses pemanasan atau sterilisasi akhir.
Tahap pembuatan infus KCl yang pertama yaitu kalibrasi botol
sediaan sebanyak 102 ml. Kemudian dilarutkan KCl dengan aqua steril bebas
pyrogen, dilarutkan juga glukosa dengan aqua steril bebas pyrogen. Tujuan
penggunaan aqua steril bebas pyrogen yaitu untuk meminimalisir kontainasi
mikroorganisme dan juga untuk menghindari agar pasien tidak demam setelah
disuntikkan infus KCl, selanjutnya dicampurkan larutan KCl dan glukosa
sampai homogen. Kemudian diukur pH dengan menggunakan pH universal.
Jika pH sudah memenuhi syarat maka tidak perlu penambaha HCl. Campuran
larutan KCl dan glukosa ditambahkan sisa aqua bebas pyrogen dan di
tambahkan norit dan diaduk. Tujuan penambahan norit yaitu untuk menyerap
pirogen serta partikel-partikel atau pengotor yang mungkin ada di dalam
larutan. Kemudian dipanaskan selama 10 menit, tujuan pemanasan yaitu
untuk melarutkan partikel bahan yan mungkin belum larut sempurna serta
untuk membunuh mikroorganisme yang ada pada larutan. Tahap selanjutnya
yaitu di saring menggunakan kertas saring rangkap 2, tujuan penggunan
rangkap 2 yaitu agar serbuk norit tersaring sempurna serta tidak ada serbuk
yang larut dalam larutan infus yang di buat. Tahap selanjutnya yaitu
dipanaskan kembali filtrat yang sudah disaring selama 10 menit. Tahap
terakhir yaitu disaring kembali filtrat dengan menggunakan kertas saring
lingkaran yang memiliki pori lebih kecil. Selanjutnya yaitu di ukur sediaan
sebanyak 102 ml dan dimasukkan kedalam wadah sediaan. Dibuat sediaan
sebanyak 2 botol. Selanjutnya sediaan ditutup dan dibungkus dengan
menggunakan kertas roti, pembungkusan dilakukan sebanyak 2 lapis dan
ditali dengan benang wol dan disterilkan mengunakan autoklaf selama 15
menit.
Pada uji evaluasi ada 4 macam yaitu uji kejernihan, uji kebocoran,
uji Ph, dan uji sterilisasi. Uji kejernihan dilakukan dengan cara meletakkan
kertas putih di belakang botol untuk melihat pengotor yang berwarna dan
meletakkan kertas hitam di belakang botol untuk melihat pengotor yang tidak
berwarna dan diberi penerangan cahaya. Pemeriksaan ini dilakukan secara
visual dan dilakukan oleh seseorang yang memeriksa wadah bersih dari luar
di bawah penerangan cahaya, terhalang terhadap refleksi ke dalam matanya.
Uji kebocoran dilakukan dengan meletakkan botol secara terbalik diatas
kertas perkamen dan diamati selama 10 menit lalu botol diambil kembali dan
diamati pada kertas perkamen apakah ada bekas sediaan yang keluar. Uji ph
dilakukan dengan menggunakan pH meter yaitu dikalibrasi terlebih dahulu
pH meter, selanjutnya dibilas elektroda dan sel beberapa kali dengan larutan
uji dan isi sel dengan sedikit larutan uji lalu dibaca harga pH. Uji sterilisasi
dilakukan dengan cara inokulasi langsung ke dalam media agar dan di
inkubasi selama 24 jam, kemudian diamati secara visual adanya pertumbuhan
mikroorganisme
Sifat KCl yang stabil pada pH 5-6 dan tahan terhadap pemanasan
merupakan alasan digunakannya metode sterilisasi akhir dalam pembuatan
infus KCl. Sehingga semua peralatan yang akan digunakan juga harus
disterilkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Karena cairan infus digunakan
secara intravena, maka sediaan infus harus isotonis, isohidri, bebas dari
kuman dan pirogen, semua bahan tersatukan tanpa terjadi reaksi dan bebas
partikel melayang.
Hasil evaluasi yang dilakukan yaitu evaluasi kebocoran. Larutan
yang telah di masukkan kedalam botol kemudian dilakukan uji kebocoran
yang dilakukan dengan cara menyiapkan kertas perkamen, kemudian sediaan
yang sudah dimasukkan botol dan ditutup di balikkan, yaitu posisi tutup botol
di bawah. Setelah dilakukan uji kebocoran ternyata larutan infus dalam botol
tidak bocor yang ditandai dengan larutan infus dalam botol tidak mengalami
perubahan warna. Ketidakbocoran kemasan yang digunakan ini akan
meminimalisir terjadinnya kontaminasi. Hasil uji kejernihan dengan cara
pengamatan visual secara langsung hasilnya adalah sediaan kami jernih dan
tidak tampak warna apapun artinya tidak ada zat pengotor dan bebas partikel
melayang. Hasil uji pH menggunakan alat pH meter didapatkan hasil pH 6,
yang artinya larutan infus KCl yang dibuat sesuai dengan syarat yang
ditentukan yaitu stabil pada pH 5-6 sehingga larutan infus KCl dapat
memenuhi standar. Selanjutnya uji sterilisasi dengan proses inokulasi selama
24 jam didapatkan hasil bahwa infus KCl bebas dari mikroorganisme. Hal ini
berarti bahwa proses praktikum berjalan sesuai prosedur dan steril.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Praktikum pembuatan sediaan steril volume besar larutan infus KCl
didapatkan hasil yang steril dan jernih dengan proses pembuatan secara
sterilisasi akhir dan dilakukan uji evaluasi yang meliputi uji pH, uji
kebocoran, uji kejernihan, dan uji sterilisasi.

5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan yaitu lebih dipersiapkan alat dan bahan
secara lengkap, diperhatikan pemakaian alat pelindung diri dan diperhatikan
prosedur pembuatan agar hasil yang didapatkan dapat memenuhi spesifikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh., 2008. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : UGM Press

DepKes., 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan


Republik Indonesia

DepKes., 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan


Republik Indonesia

Lukas, Syamsuni, H.A., 2006. Ilmu Resep. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC

Priyambodo, B., 2007. Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta : Global


Pustaka Utama

Anda mungkin juga menyukai