Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN STASE KEPERAWATAN

GERONTIK PROSES MENUA DENGAN GANGGUAN PADA

SISTEM PERKEMIHAN

OLEH :

MARLIYANA, S. Kep

NIM : 113063J120042

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN

BANJARMASIN

2020
I. KONSEP TEORI MENUA

I.1. Definisi

Menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan

manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup yang hanya di

mulai dari satu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan.

Menua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui

tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini

berbeda, baik secara biologis, maupun psikologis. Memasuki usia tua

berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai

dengan kulit mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong,

pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan-

gerakan lambat, dan postur tubuh yang tidak proforsional (Nugroho, 2008).

Proses menua merupakan proses yang terus-menerus secara alami.

Menua bukanlah suatu proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam

menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. Memang harus

diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering menghinggapi kaum lanjut

usia. Lanjut usia akan selalu bergandengan dengan perubahan fisiologi

maupun psikologi (Nugroho, 2008).

Dalam buku keperawatan gerontik dan geriatric, Wahyudi Nugroho

(2008) mengatakan bahwa menua adalah suatu proses menghilangnya

secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti

diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak

dapat bertahan dari jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan


yang di derita. Pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa manusia

secara perlahan mengalami kemunduran struktur dan fungsi organ. Kondisi

ini jelas menunjukkan bahwa proses menua itu merupakan kombinasi dari

bermacam-macam faktor yang saling berkaitan yang dapat mempengaruhi

kemandirian dan kesehatan lanjut usia, termasuk kehidupan seksualnya.

I.2. Batasan Lanjut usia

Secara ekonomis, penduduk lansia dapat diklasifikasikan atas lima

klasifikasi yaitu :

I.2.1. Pralansia

Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.

I.2.2. Lansia

Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih

I.2.3. Lansia resiko tinggi

Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia

60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.

I.2.4. Lansia potensial

Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan

yang dapat menghasilkan barang/jasa.

I.2.5. Lansia tidak potensial

Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya

bergantung pada kehidupan orang lain (Maryam, 2008).

Memberdayakan penduduk lansia potensial dalam berbagai aktifitas

produktif merupakan salah satu upaya penunjang kemandirian


lansia, tidak saja dari aspek ekonomi tetapi sekaligus pemenuhan

kebutuhan psikologi, sosial, budaya, dan kesehatan (Nugroho,

2008).

I.3. Teori Menua

I.3.1. Teori Biologis

a. Teori radikal bebas

Radikal bebas merupakan contoh produk sampah

metabolisme yang dapat menyebabkan kerusakan apabila

terjadi akumulasi. Normalnya radikal bebas akan dihancurkan

oleh enzim pelindung, namun beberapa berhasil lolos dan

berakumulasi di dalam organ tubuh. Radikal bebas yang

terdapat di lingkungan seperti kendaraan bermotor, radiasi,

sinar ultraviolet, mengakibatkan perubahan pigmen dan

kolagen pada proses penuaan. Radikal bebas tidak mengandung

DNA. Oleh karena itu, radikal bebas dapat menyebabkan

gangguan genetik dan menghasilkan produk-produk limbah

yang menumpuk di dalam inti dan sitoplasma. Ketika radikal

bebas menyerang molekul, akan terjadi kerusakan membran

sel; penuaan diperkirakan karena kerusakan sel akumulatif

yang pada akhirnya mengganggu fungsi. Dukungan untuk teori

radikal bebas ditemukan dalam lipofusin, bahan limbah

berpigmen yang kaya lemak dan protein. Peran lipofusin pada

penuaan mungkin kemampuannya untuk mengganggu


transportasi sel dan replikasi DNA. Lipofusin, yang

menyebabkan bintik-bintik penuaan, adalah dengan produk

oksidasi dan oleh karena itu tampaknya terkait dengan radikal

bebas.

b. Teori Genetika

Teori sebab akibat menjelaskan bahwa penuaan

terutama disebabkan oleh pembentukan gen dan dampak

lingkungan pada pembentukan kode genetik. Menurut teori

genetika, penuaan adalah suatu proses yang secara tidak sadar

diwariskan yang berjalan dari waktu ke waktu untuk mengubah

sel atau struktur jaringan.

Peningkatan frekuensi kanker dan penyakit autoimun

yang dihubungkan dengan bertambahnya umur menyatakan

bahwa mutasi atau kesalahan terjadi pada tingkat molekular dan

selular.

c. Teori cross-link

Teori cross-link dan jaringan ikat menyatakan bahwa

molekul kolagen dan elastin, komponen jaringan ikat,

membentuk senyawa yang lama meningkatkan regiditas sel,

cross-linkage diperkirakan akibat reaksi kimia yang

menimbulkan senyawa antara melokul-melokul yang

normalnya terpisah (Ebersole & Hess, 1994 dalam Potter &

Perry, 2005).
d. Teori Wear dan Tear

Teori ini mengusulkan bahwa akumulasi sampah

metabolik atau zat nutrisi dapat merusak sintesis DNA,

sehingga mendorong malfungsi molekular dan akhirnya

malfungsi organ tubuh.

Pendukung teori ini percaya bahwa tubuh akan

mengalami kerusakan berdasarkan suatu jadwal.

e. Teori Imunologis

Teori imunitas berhubungan langsung dengan proses

penuaan. Selama proses penuaan, sistem imun juga akan

mengalami kemunduran dalam pertahanan terhadap organisme

asing yang masuk ke dalam tubuh sehingga pada lamsia akan

sangat mudah mengalami infeksi dan kanker.perubahan sistem

imun ini diakibatkan perubahan pada jaringan limfoid sehingga

tidak adanya keseimbangan dalam sel T intuk memproduksi

antibodi dan kekebalan tubuh menurun. Pada sistem imun akan

terbentuk autoimun tubuh. Perubahan yang terjadi merupakan

pengalihan integritas sistem tubuh untuk melawan sistem imun

itu sendiri.

f. Teori Neuroendokrin

Menurut teori ini, penuaan terjadi oleh karena adanya

suatu perlambatan dalam sekresi hormon tertentu yang

mempunyai suatu dampak pada reaksi yang diatur oleh sistem


saraf. Hal ini lebih jelas ditunjukkan dalam kelenjar hipofisis,

tiroid, adrenal, dan reproduksi.

Salah satu area neurologis yang mengalami gangguan

secara universal akibat penuaan adalah waktu reaksi yang

diperlukan untuk menerima, memproses, dan bereaksi terhadap

perintah. Dikenal sebagai perlambatan tingkah laku, respon ini

kadang-kadang diinterpretasikan sebagai tindakan melawan,

ketulian, atau kurangnya pengetahuan.

g. Teori Riwayat Lingkungan

Menurut teori ini, faktor-faktor di dalam lingkungan

(misalnya karsinogen dari industri, cahaya matahari, trauma

dan infeksi) dapat membawa perubahan dalam proses penuaan.

Walaupun faktor-faktor ini diketahui dapat mempercepat

penuaan, dampak dari lingkungan lebih merupakan dampak

sekunder dan bukan merupakan faktor utama dalam penuaan.

I.3.2. Teori Psikososial

a. Teori Kepribadian

Teori kepribadian menyebutkan aspek-aspek

pertumbuhan psikologis tanpa menggambarkan harapan atau

tugas spesifik lansia.

Jung (1997) mengembangkan suatu teori

pengembangan kepribadian orang dewasa yang memandang

kepribadian sebagai ektrovert atau introvert. Ia berteori bahwa


keseimbangan antara kedua hal tersebut adalah penting bagi

kesehatan.

b. Teori Tugas Perkembangan

Tugas perkembangan adalah aktivitas dan tantangan

yang harus dipenuhi oleh seseorang pada tahap-tahap spesifik

dalam hidupnya untuk mencapai penuaan yang sukses.

Erickson menguraikan tugas utama lansia adalah

mampu melihat kehidupan seseorang sebagai kehidupan yang

dijalani dengan integritas. Pada kondisi tidak adanya

pencapaian perasaan bahwa ia telah menikmati kehidupan yang

baik, maka lansia tersebut beresiko untuk disibukkan dengan

rasa penyesalan atau putus asa.

c. Teori Disengagement (Penarikan Diri)

Teori ini menggambarkan penarikan diri oleh lansia dari

peran masyarakat dan tanggung jawabnya. Lansia akan

dikatakan bahagia apabila kontak sosial telah berkurang dan

tanggungjawab telah diambil oleh generasi yang lebih muda.

Manfaat dari pengurangan kontak sosial bagi lansia adalah agar

dapat menyediakan eaktu untuk mengrefleksi kembali

pencapaian yang telah dialami dan untuk menghadapi harapan

yang belum dicapai.

d. Teori Aktivitas
Teori ini berpendapat apabila seorang lansia menuju

penuaan yang sukses maka ia harus tetap

beraktivitas.kesempatan untuk turut berperan dengan cara yang

penuh arti bagi kehidupan seseorang yang penting bagi dirinya

adalah suatu komponen kesejahteraan yang penting bagi lansia.

Penelitian menunjukkan bahwa hilangnya fungsi peran lansia

secara negatif mempengaruhi kepuasan hidup, dan aktivitas

mental serta fisik yang berkesinambungan akan memelihara

kesehatan sepanjang kehidupan.

e. Teori Kontinuitas

Teori kontinuitas mencoba menjelaskan mengenai

kemungkinan kelanjutan dari perilaku yang sering dilakukan

klien pada usia dewasa. Perilaku hidup yang membahayakan

kesehatan dapat berlangsung hingga usia lanjut dan akan

semakin menurunkan kualitas hidup.

I.4. Etiologi

Menurut Dandi (2012), proses penuaan disebabkan oleh 2 faktor, yaitu :

1.4.1. Faktor Internal

a. Genetik

Faktor genetika merupakan faktor bawaan (keturunan) yang

berbeda pada setiap individu. Faktor inilah yang mempengaruhi

perbedaan efek menua pada setiap individu, yaitu dapat lebih

cepat atau lebih lambat, contohnya seseorang yang mempunyai


bawaan penuaan dini, mempunyai keturunan mengidap

penyakit tertentu, perbedaan tingkat intelegensia, warna kulit,

tipe kepribadian, dan lain-lain. Seseorang yang memahami

adanya faktor keturunan yang dapat mempercepat proses

penuaan harus lebih hati-hati dan harus berusaha menangkal

efek negatif yang ditimbulkan oleh faktor genetikanya.

b. Radikal Bebas

Radikal bebas menerangkan pengaruh suatu elektron

bebas yang tidak berpasangan, bersifat sangat reaktif dan tidak

stabil. Radikal bebas akan bergabung dengan apa saja yang ada

di sekitarnya yang menyebabkan kerusakan sel. Proses inilah

yang dapat menyebabkan perubahan-perubahan fisiologis

maupun biologis dalam proses penuaan, seperti timbulnya flek

dan keriput pada wajah kerontokan rambut, dan lain

sebagainya, serta tidak jarang menimbulkan risiko timbulnya

berbagai penyakit seperti penyakit jantung koroner (PJK),

kanker, dan lain-lain.

c. Penurunan Hormon

Salah satu teori dalam proses penuaan atau agingprocess

adalah teori perubahan hormonal yang dikenal dengan teori

neuroendokrin. Teori ini dimajukan oleh Vladimir Dilman yang

berfokus pada wearandteartheory sistem neuro endokrin, suatu

jaringan biokimiawi kompleks yang mengatur hormon tubuh


dan elemen penting lainnya. Efek dari penurunan hormon ialah

menopause, andropause, dan lain-lain.

d. Penurunan Kekebalan Tubuh

Jika sistem imun mengalami penurunan maka tubuh

akan mudah terkena penyakit, tua dan mati. Seperti halnya

penurunan Sel T helper akan menyebabkan peningkatan

penyakit pada orang dewasa.

e. Proses glikosilasi

Teori glikosilasi menyatakan bahwa

glikosilasinonenzimatik dapat menghasilkan perubahan bentuk

protein, dan mungkin juga makromolekul lainnya, yang

berakumulasi dan menyebabkan disfungsi pada binatang tua.

Teori glikosilasi yang meyatakan bahwa proses

glikosilasinonenzimatik yang menghasilkan pertautan glukosa

protein yang disebut sebagai

advancedglycationendproducts(AGEs) dapat menyebabkan

penumpukan protein dan makromolekul lain yang termodifikasi

sehingga terjadi disfungsi pada hewan atau manusia yang

menua.

1.4.2. Faktor Eksternal

a. Gaya Hidup dan Nutrisi.

b. Lingkungan.

c. Sosial Ekonomi.
Faktor ini berkaitan erat dengan diet dan asupan zat gizi,

kebiasaan merokok, minum alkohol dan kafein, tingkat polusi,

pendidikan, pendapatan, obat-obatan, penyinaran sinar ultra

violet dan sebagainya. Selain itu, sikap lingkungan sosial

budaya juga banyak mempengaruhi kondisi kesehatan. Oleh

karena itu konsumsi nutrisi mikro (vitamin dan mineral) dan

nutrisi makro (karbohidrat, protein, lemak),gaya hidup, stress,

faktor lingkungan, aktivitas yang kurang efektif dapat

mempercepat proses penuaan.

I.5. Manifestasi klinis

Menurut dr. Yustifa Efi. R (2013) tanda dan gejala proses menua yaitu :

I.5.1. Terjadi kemunduran biologis

Terlihat sebagai gejala kemuduran fisik :

a. Timbul garis-garis keriput di wajah

b. Penglihatan dan pendengaran memburuk

c. Mulut mulai mengendur

d. Rambut mulai beruban

e. Gerakan lambat dan mudah lelah

I.5.2. Terjadi kemunduran kognitif :

a. Menjadi pelupa

b. Ingatan tidak berfungsi dengan baik

c. Skor yang dicapai dalam tes intelegensia menjadi lebih rendah

d. Tidak mudah menerima hal-hal atau ide-ide yang baru


I.6. Proses Menua secara Anatomi Fisiologi

Lansia menurut WHO adalah seseorang yang berumur 65 tahun.

Pada lansia efek dari penuaan sudah dapat terlihat. Efek penuaan tersebut

dapat terlihat dari perubahan-perubahanyang terjadi baik dari segi anatomi

maupun fisiologinya. Perubahan-perubahan anatomi padalansia mengenai

hampir seluruh susunan anatomik tubuh, dan perubahan fungsi sel, jaringan

atauorgan. Perubahan anatomi yang terjadi turut berperan terhadap

perubahan fisiologis sistem pernafasan dan kemampuan untuk

mempertahankan homeostasis. Penuaan terjadi secara bertahap sehingga

saat seseorang memasuki masa lansia, ia dapat beradaptasi dengan

perubahanyang terjadi.

Perubahan anatomik sistem respirastory akibat penuaan menurut

Stanley, 2006, sebagai berikut :

a. Paru-paru kecil dan kendur. 

b. Pembesaran alveoli.

c. Penurunan kapasitas vital ; penurunan PaO2 dan residu.

d. Hilangnya recoil elastic.

e. Kelenjar mucus kurang produktif 

f. Pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensi.

g. Penurunan sensivitas sfingter esophagus

h. Klasifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga pada kondisi

pengembangan

i. Hilangnya tonus otot toraks, kelemahan kenaikan dasar paru. 


j. Penurunan sensivitas kemoreseptor.

Sedangkan menurut Blair (2009), perubahan anatomi dan fisiologi yang

terjadi pada lansia, yaitu:

a. Hilangnya silia serta terjadinya penurunan reflex batuk dan muntah

pada lansia menyebabkan terjadinya penurunan perlindungan pada

sistem respiratory. Hal ini terjadi karena saluran pernafasan tidak akan

segera merespon atau bereaksi apabilaterdapat benda asing didalam

saluran pernafasan karena reflex batuk dan muntah padalansia telah

mengalami penurunan

b. Penurunan kompliants paru dan dinding dada. Hal ini menyebabkan

jumlah udara(O2) yang dapat masuk ke dalam saluran pernafasan

menurun dan menyebabkanterjadinya peningkatan kerja pernafasan

guna memenuhi kebutuhan tubuh.

c. Atrofi otot pernafasan dan penurunan kekuatan otot pernafasan. Kedua

hal inimenyebabkan pengembangan paru tidak terjadi sebagai

mestinya sehingga klienmengalami kekurangan suplay O2 dan hal ini

dapat menyebabkan kompensasi penigkatan RR yang dapat

menyebabkan kelelahan otot-otot pernafasan pada lansia.

d. Perubahan interstisium parenkim dan penurunan daerah permukaan

alveolar menyebabkan menurunnya tempat difusi oksigen yang

menyebabkan klienk ekurangan suplay O2.


e. Klasifikasi kartilago kosta menyebabkan terjadinya peningkatan

diameter anterposterior.

Dan hal ini menyebabkan gangguan pada pengembangan paru yang

mengakibatkan berubahnya PaO2 klien.

f. Penurunan recoil elastic. Hal ini menyebabkan peningkatan jumlah

udara yangterjebak pada paru atau biasa disebut dengan peningkatan

volume residu.

g. Pembesaran duktus alveolar. Hal ini menyebabkan terjadinya

penurunan permukaan alveolar yang mengakibatkan jumlah O2 yang

dapat ditampung oleh paru menurun.

h. Peningkatan ukuran dan kekakuan trakea serta jalan nafas pusat.

i. Penurunan fungsi limfosit T dan imunitas humoral. 

j. Penurunan mortilitas esophagus dang aster serta hilangnya tonus

sfringter kardiak.Hal ini menyebabkan lansia mudah mengalami

aspirasi yang apabila terjadi dapatmengganggu fisiologis pernafasan.

k. Paru-paru kecil dan mengendur. Paru-paru yang mengecil

menyebabkan ruang atau permukaan difusi gas berkurang bila

dibandingkan dengan dewasa

l. Pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensi.

m. Kelenjar mucus kurang produktif. Berkurangnya produksi mucus

menyebabkanterganggunya proses penyaringan dan pelembaban udara

yang masuk kedalamsaluran nafas


n. Penurunan sensitivitas kemoreseptor. Penurunan sensitivitas

kemoreseptor pada paru- paru lansia menyebabkan respon paru

terhadap berubahnya keadaan asam basa didalam tubuh melambat. Hal

ini mengakibatkan fungsi paru sebagai salah satu organyang

mengkompensasi perubahan asam basa didalam tubuh terganggu.

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN

GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN

II.1. Pengkajian dan riwayat keperawatan

II.1.1. Identitas klien

Inkontinensia pada umumnya biasanya sering atau cenderung

terjadi pada lansia (usia ke atas 65 tahun), dengan jenis kelamin

perempuan, tetapi tidak menutup kemungkinan lansia laki-laki juga

beresiko mengalaminya.

II.1.2. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat kesehatan sekarang

Meliputi gangguan yang berhubungan dengan gangguan yang

dirasakan saat ini. Berapakah frekuensi inkonteninsianya,

apakah ada sesuatu yang mendahului inkonteninsia (stres,

ketakutan, tertawa, gerakan), masukan cairan, usia/kondisi

fisik,kekuatan dorongan/aliran jumlah cairan berkenaan dengan

waktu miksi. Apakah ada penggunaan diuretik, terasa ingin

berkemih sebelum terjadi inkontenin, apakah terjadi

ketidakmampuan.
b. Riwayat kesehatan masa lalu

Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami penyakit

serupa sebelumnya, riwayat urinasi dan catatan eliminasi klien,

apakah pernah terjadi trauma/cedera genitourinarius,

pembedahan ginjal, infeksi saluran kemih dan apakah dirawat

dirumah sakit.

c. Riwayat kesehatan keluarga

Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita

penyakit serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit

bawaan atau keturunan, penyakit ginjal bawaan/bukan bawaan.

II.2. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaanumum

Klien tampak lemas dan tanda tanda vital terjadi peningkatan karena

respon dari terjadinya inkontinensia

b. Pemeriksaan Sistem

1) B1 (breathing)

Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis karena

suplai oksigen menurun. kaji ekspansi dada, adakah kelainan pada

perkusi.

2) B2 (blood)

Peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan gelisah

3) B3 (brain)

Kesadaran biasanya sadar penuh


4) B4(bladder)

Inspeksi: periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau

menyengat karena adanya aktivitas mikroorganisme (bakteri) dalam

kandung kemih serta disertai keluarnya darah apabila ada lesi pada

bladder, pembesaran daerah supra pubik lesi pada meatus

uretra,banyak kencing dan nyeri saat berkemih menandakan disuria

akibat dari infeksi, apakah klien terpasang kateter sebelumnya.

Palpasi : Rasa nyeri di dapat pada daerah supra pubik / pelvis, seperti

rasa terbakar di urera luar sewaktu kencing / dapat juga di luar waktu

kencing.

5) B5 (bowel)

Bising usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya nyeri tekan

abdomen, adanya ketidaknormalan perkusi, adanya ketidaknormalan

palpasi pada ginjal.

6) B6(bone)

Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan

ekstremitas yang lain, adakah nyeri pada persendian.

II.3. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Ouslander, tes diagnostik pada inkontinensia perlu

dilakukan untuk mengidentifikasi faktor yang potensial

mengakibatkan inkontinensia, mengidentifikasi kebutuhan klien dan

menentukan tipe inkontinensia. Mengukur sisa urin setelah berkemih,

dilakukan dengan cara setelah buang air kecil, pasang kateter, urin
yang keluar melalui kateter diukur atau menggunakan pemeriksaan

ultrasonik pelvis, bila sisa urin > 100 cc berarti pengosongan kandung

kemih tidak adekuat.

a. Urinalisis

Dilakukan terhadap spesimen urin yang bersih untuk mendeteksi

adanya faktor yang berperan terhadap terjadinya inkontinensia urin

seperti hematuri, piouri, bakteriuri, glukosuria, dan proteinuria. Tes

diagnostik lanjutan perlu dilanjutkan bila evaluasi awal didiagnosis

belum jelas. Tes lanjutan tersebut adalah:

b. Laboratorium tambahan

Kultur urin, blood urea nitrogen, creatinin, kalsium glukosa sitologi.

c. Tes urodinamik

Untuk mengetahui anatomi dan fungsi saluran kemih bagian bawah.

d. Tes tekanan urethra

Mengukur tekanan di dalam urethra saat istirahat dan saat dianmis.

e. Radiologi

Imaging --> tes terhadap saluran perkemihan bagian atas dan bawah

II.4. Diagnosa Keperawatan

II.4.1. Inkontinensia urine stres berhubungan dengan kelemahan otot

pelvik

a. Definisi

Rembesan urine tiba-tiba karena aktivitas yang meningkatkan

tekanan intra-abdomen
b. Batasan karakteristik

1. Rembesan involunter sedikit urine

2. Rembesan involunter sedikit urine pada tidak adanya

kontraksi detrusor

3. Rembesan involunter sedikit urine pada tidak adanya

overdistensi kandung kemih

c. Faktor yang berhubungan

Kelemahan otot pelvik

II.4.2. Ketidakefektifan manajemen kesehatan berhubungan dengan

kurang pengetahuan dalam mengikuti program terapi dan

pengobatan terkait masalah kesehatan yang dialami dan kurang

informasi tentang kondisi, prognosis dan proses penyakit.

a. Definisi

Ketiadaan atau defisien informasi kognitif yang berkaitan

dengan topic tertenrtu, atau kemahiran.

b. Batasan karakteristik

1. Ketidakakuratan mengikuti perintah

2. Ketidakakuratan melakukan tes

3. Perilaku tidak tepat

4. Kurang pengetahuan

c. Faktor yang berhubungan

- Kurang informasi

- Kurang minat untuk belajar


- Kurang sumber pengetahuan

- Keterangan yang salah dari orang lain

II.5. Perencanaan

a. Ketidakefektifan manajemen kesehatan berhubungan dengan kurang

pengetahuan dalam mengikuti program terapi dan pengobatan terkait

masalah kesehatan yang dialami dan kurang informasi tentang kondisi,

prognosis dan proses penyakit.

b. Tujuan dan kriteria hasil :

Setelah diberikan asuhan keperawatan lansia selama kunjungan,

diharapakan ketidakefektifan manajemen kesehatan pada lansia dapat

teratasi dengan criteria dengan hasil:

- Klien mengungkapakan bahwa ia mampu mengenal, menyadari dan

memahami masalah kesehatan yang dialami secara khusus tentang

Hipertensi, serta bersedia mengikuti program, terapi dan

pengobatan yang diberikan oleh layanan kesehatan

- Klien mampu mengambil keputusan dalam mengikuti program

terapi seperti control rutin, tensi rutin, dan ikut terlibat dalam

kegiatan posyandu lansia yang diadakan di wilahnya.

- Klien mampu menerapkan pola hidup sehat terkait, diet, aktivitas

dan terapi

- Klien mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan terdekat

sesuai dengan kebutuhan masalah kesehatan yang dialami.


c. Intervensi dan rasioanal

- Kaji tingkat pengetahuan klien terkait masalah kesehatan

(Hipertensi )

- Jelaskan tentang proses penyakit, program penggobatan dan

alternatif pengobatan

- Berikan pendidikan kesehatan terkait Hipertensi

- Berikan Leaflet terkait Hipertensi

- Berikan motivasi klien dalam pemanfaatan fasilitas pelayanan

kesehatan dalam hal terapi dan kegiatan posyandu lansia.

- Jelaskan tindakan untuk mencegah komplikasi dan tanyakan

kembali pengetahuan pasien tentang penyakit prosedur perawatan

dan pengobatan
DAFTAR PUSTAKA

Nugroho (2008). Keperawatan Gerontik. Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Maryam, Siti. (2008). Menengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba

Medika

Potter dan Perry. (2005). Fundamental keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik.

Jakarta: EGC.

Jung, H. C. and Wells, W. W. (1997). Spontaneous Conversion of L-

Dehydroascorbic Acid to L-Ascorbic Acid and L-Erythroascorbic Acid.

Biochemistry and Biophysic article. 355:9-14.

Dandi (2012). Penyebab Penuaan. (Online) : Available : scribd.com/doc/78277776/:

Penyebab Penuaan-Dandi-PW (diakses pada tanggal 08 September 2020, Pukul

12.00 Wib)

dr. Yustifa Efi. R (2013). Proses penuaan. (online) :Available https://www.

slideshare.net/ Kampus-Sakinah/proses-penuaan (diakses pada tanggal 08

September 2020, pukul 13.00 Wib)

Blair, J.P. & Carroll, M.C. 2009. Local Economic Development : Analysis, Practices

and Globalization (2nd ed). Los Angeles : Sage Publications, Inc.

Stanley, M., & Beare, P. G. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.

Manurung, N. (2018). Keperawatan Medikal Bedah Konsep, Mind Mapping dan

NANDA NIC NOC. Jakarta: TIM.

Anda mungkin juga menyukai