Anda di halaman 1dari 14

CIVIL ENGINEERING 2019

HIDROLIKA
BAB II
AMBANG TAJAM

2.1 Tujuan Percobaan


1. Menyatakan hubungan antara tinggi muka air di depan ambang (h) dengan debit
aliran (Q).
2. Menghitung koefisisen debit (Cd)
3. Mengamati pola aliran yang terjadi.

2.2 Alat - Alat Percobaan Dan Gambar Alat Percobaan


2.2.1 Alat – Alat Percobaan
1. Flume
2. Pelimpah ambang tajam
3. Point Gauge
4. Flow Meter
5. Mistar
6. Bangku kerja hidrolik

2.2.2 Gambar Alat Percobaan

Gambar 2.1 Flume


(Sumber : Lab. Mekanika Fluida & Hidrolika, FT-UNTAD, 2020)

AWALIYAH RAHMA RAMADHANI / F111 19 140


CIVIL ENGINEERING 2019
HIDROLIKA

Gambar 2.2 Alat Percobaan Ambang Tajam


(Sumber : Lab. Mekanika Fluida & Hidrolika, FT-UNTAD, 2020)

11.5 cm
11.5 cm

8.75 cm

10 cm
7.5 cm
Tampak Samping Tampak Atas
Tampak Depan
Skala 1 : 3

Gambar 2.3 Sketsa Alat Percobaan Ambang Tajam


(Sumber : https:// www.coursehero.com/file/38361727/BAB-II-AMBANG-
TAJAMdocx/, 2020)

AWALIYAH RAHMA RAMADHANI / F111 19 140


CIVIL ENGINEERING 2019
HIDROLIKA

Gambar 2.4 Point Gauge


(Sumber : Lab. Mekanika Fluida & Hidrolika, FT-UNTAD, 2020)

Gambar 2.5 Flowmeter


(Sumber : Lab. Mekanika Fluida & Hidrolika, FT-UNTAD, 2020)

AWALIYAH RAHMA RAMADHANI / F111 19 140


CIVIL ENGINEERING 2019
HIDROLIKA

Gambar 2.6 Mistar


(Sumber : Lab. Mekanika Fluida & Hidrolika, FT-UNTAD, 2020)

Gambar 2.7 Bangku Kerja Hidrolik


(Sumber : Lab. Mekanika Fluida & Hidrolika, FT-UNTAD, 2020)

AWALIYAH RAHMA RAMADHANI / F111 19 140


CIVIL ENGINEERING 2019
HIDROLIKA
2.3 Teori Dasar
Ambang adalah salah satu jenis bangunan air yang dapat digunakan untuk
menaikkan tinggi muka air serta menentukan debit aliran air. Dalam merancang
bangunan air, perlu diketahui sifat-sifat atau karakteristik aliran air yang melewatinya.
Pengetahuan ini diperlukan dalam perencanaan bangunan air untuk pendistribusian air
maupun pengaturan sungai.
Dalam percobaan ini akan ditinjau aliran pada ambang yang merupakan aliran
berubah tiba-tiba. Selain itu, dengan memperhatikan aliran pada ambang dapat
dipelajari karakteristik dan sifat aliran secara garis besar. Ambang yang akan digunakan
adalah ambang tajam.
Jenis peluap ambang tajam ini merupakan salah satu konstruksi pengukur debit
yang banyak dijumpai di saluran-saluran irigasi maupun laboratorium.
Debit aliran yang terjadi pada ambang tajam dihitung dengan menggunakan
formula sebagai berikut :
3
2
Q=C d √ 2 g b h1 2 ....(2.1)
3

Sehingga

Q
C d=
2
3 ....(2.2)
√ 2 g b h 12
3

Dengan (h) adalah tinggi muka air di atas ambang.


Keterangan :
Q = Debit aliran ( m3/det )
h = Tinggi air di atas ambang (m)
P = Tinggi ambang (m)

AWALIYAH RAHMA RAMADHANI / F111 19 140


CIVIL ENGINEERING 2019
HIDROLIKA
h1

Q y0 P1

Gambar 2.8 Sketsa Aliran pada Ambang Tajam


(Sumber : Bambang Triatmodjo, 1996 )

Dimana :
Q = Debit aliran ( m3/det )
Cd = Koefisien debit
b = Lebar ambang (m)
g = Percepatan gravitasi bumi ( 9.81 m/det2 )
P1 = Tinggi ambang diatas dasar saluran (m)
h1 = Tinggi muka air hulu diatas ambang = y0 - P1 (m)

Pada kondisi dimana lebar ambang sama dengan lebar saluran (flume) maka
koefisien debit Cd dapat ditentukan dengan persamaan Rehbock :

h1
C d =0 . 602+0. 083 ....(2.3)
P1

AWALIYAH RAHMA RAMADHANI / F111 19 140


CIVIL ENGINEERING 2019
HIDROLIKA
2.4 Prosedur Percobaan Dan Prosedur Perhitungan
2.4.1 Prosedur Percobaan
1. Mengukur lebar (b) dan tinggi (P1) dari pelimpah ambang tajam.
2. Mengalirkan air lewat diatas pelimpah ambang tajam dan ukur debit (Q)
dengan membaca pengukur debit.
3. Mengukur tinggi muka air y0 lalu hitung tinggi muka air di atas ambang h 1
= y0 – P 1
4. Mengamati dan sketsa pola aliran di atas ambang
5. Melakukan prosedur di atas setiap perubahan debit 0.001 m3/det minimal 5
kali.

2.4.2 Prosedur Perhitungan


A. Kondisi Tertekan
1. Menghitung tinggi muka air di atas saluran (y0)
2. Menghitung tinggi muka air di atas ambang (h1)

h1 = y0 - P ....(2.4)

3. Menghitung debit aliran (Q)


4. Menghitung log Q
5. Menghitung log h1
6. Menghitung koefisien debit (Cd)

Q
C d= 3 ....(2.5)
2
√ 2 g b h 12
3

7. Menghitung Cd Rehbock

h1
C d =0 . 602+0. 083 ....(2.6)
P1

AWALIYAH RAHMA RAMADHANI / F111 19 140


CIVIL ENGINEERING 2019
HIDROLIKA
2.7 Analisis Grafik
2.7.1 Kondisi Bebas
a. Grafik hubungan antara Q terhadap h1 :
1. Grafik hubungan antara Q terhadap h1 diperoleh dengan cara
menghubungkan titik 3, 4, dan 5 serta meregresi titik 1 dan 2.
2. Grafik hubungan antara Q terhadap h1 membentuk kurva terbuka ke
atas.
3. Grafik hubungan antara Q terhadap h1 adalah berbanding terbalik,
artinya semakin kecil h1 maka semakin besar nilai Q.
b. Grafik hubungan antara log h1 terhadap log Q :
1. Grafik hubungan antara log h1 terhadap log Q diperoleh dengan cara
menghubungkan titik 1, 2, 3, 4, dan 5.
2. Grafik hubungan antara log Q terhadap log h1 membentuk kurva
terbuka ke bawah.
3. Grafik hubungan antara log h1 terhadap log Q adalah berbanding lurus,
artinya semakin besar nilai log h1 maka semakin besar pula log Q.
c. Grafik hubungan antara Cd terhadap h1 :
1. Grafik hubungan antara Cd terhadap h1 diperoleh dengan cara
menghubungkan titik 1,2 dan 5 serta mengabaikan titik 3 dan titik 4.
2. Grafik hubungan antara Cd terhadap h1 membentuk kurva terbuka ke
bawah.
3. Grafik hubungan antara Cd terhadap h1 adalah berbanding lurus, artinya
semakin besar nilai h1 maka semakin besar pula nilai Cd.
d. Grafik hubungan antara Cd rehbock terhadap h1 :
1. Grafik hubungan antara Cd rehbock terhadap h1 diperoleh dengan cara
menghubungkan titik 1, 2, 3, 4,dan 5.
2. Grafik hubungan antara Cd rehbock terhadap h1 membentuk kurva terbuka ke
atas.
3. Grafik hubungan antara Cd rehbock terhadap h1 adalah berbanding terbalik,
artinya semakin kecil nilai h1 maka semakin besar nilai Cd rehbock.

AWALIYAH RAHMA RAMADHANI / F111 19 140


CIVIL ENGINEERING 2019
HIDROLIKA
2.7.2 Kondisi Tertekan
a. Grafik hubungan antara Q terhadap h1 :
1. Grafik hubungan antara Q terhadap h1 diperoleh dengan cara
menghubungkan titik 1, 2, dan 4 serta mengabaikan titik 3 dan 5.
2. Grafik hubungan antara Q terhadap h1 membentuk kurva terbuka ke
atas.
3. Grafik hubungan antara Q terhadap h1 adalah berbanding lurus, artinya
semakin besar nilai Q maka semakin besar pula h1.
b. Grafik hubungan antara log Q terhadap log h1 :
1. Grafik hubungan antara log Q terhadap log h1 diperoleh dengan cara
menghubungkan titik 1, 2,3, dan 4 serta meregresi titik 5.
2. Grafik hubungan antara log Q terhadap log h1 membentuk kurva
terbuka ke bawah.
3. Grafik hubungan antara log h1 terhadap log Q adalah berbanding lurus,
artinya semakin besar nilai log h1 maka semakin besar pula log Q.
c. Grafik hubungan antara Cd terhadap h1 :
1. Grafik hubungan antara Cd dengan h1 diperoleh dengan cara
menghubungkan titik 1, 3 dan 5 serta mengabaikan titik 2 dan
meregresi titik 4.
2. Grafik hubungan antara Cd terhadap h1 membentuk kurva terbuka ke
bawah.
3. Grafik hubungan antara Cd terhadap h1 adalah berbanding lurus, artinya
semakin besar nilai h1 maka semakin besar nilai Cd.
d. Grafik hubungan antara Cd rehbock terhadap h1 :
1. Grafik hubungan antara Cd rehbock dengan h1 diperoleh dengan cara
menghubungkan titik 1, 2, 3, 4 dan 5.
2. Grafik hubungan antara Cd rehbock terhadap h1 membentuk kurva
terbuka keatas.
3. Grafik hubungan antara Cd rehbock terhadap h1 adalah berbanding
lurus, artinya semakin besar nilai Cd rehbock maka semakin besar pula
h1.

AWALIYAH RAHMA RAMADHANI / F111 19 140


CIVIL ENGINEERING 2019
HIDROLIKA
2.8 Kesimpulan dan Saran
2.8.1 Kesimpulan
1. Hubungan antara tinggi muka air di atas ambang (h1) dengan debit aliran
(Q) adalah berbanding lurus, artinya semakin besar nilai debit aliran (Q)
maka akan semakin besar pula nilai tinggi muka air di atas ambang (h1).
2. Koefisien debit berdasarkan percobaan dipengaruhi oleh nilai debit (Q),
gravitasi (g), lebar pintu (b) dan tinggi muka air di atas ambang (h1).
Sedangkan Cd rehbock dipengaruhi oleh tinggi muka air di atas ambang
(h1) dan tinggi ambang di atas dasar saluran (P1). Dari hasil pengolahan
data diperoleh nilai Cd rehbock berkisar antara 0,60662 – 0,61326 untuk
kondisi tertekan dan nilai Cd rehbock berkisar 0,61348 – 0,61896 untuk
kondisi bebas.
3. Pola aliran yang terjadi adalah aliran sempurna, yaitu dibagian hulu
subkritis sedangkan dibagian hilir adalah aliran super kritis. Sedangkan pola
di atas ambang adalah kritis.

2.8.2 Saran
1. Penggunaan dan pembacaan pada point gauge sebaiknya dilakukan dengan
teliti untuk memperoleh data yang akurat.
2. Penyetelan debit sebaiknya dilakukan dengan seimbang untuk memperoleh
data yang akurat.
3. Dalam pengambilan data, ketelitian merupakan hal yang sangat diperlukan,
sehingga akan diperoleh data yang akurat.
4. Pada saat pengukuran waktu dengan stopwatch harus dilakukan dengan
secermat mungkin agar diperoleh data yang lebih akurat.
5. Sebaiknya semua alat yang ada di Laboratorium dapat digunakan oleh
praktikan.
6. Sebaiknya Pengadaan Alat praktikum di laboratorium Harus segera diganti
dengan yang baru.

AWALIYAH RAHMA RAMADHANI / F111 19 140


CIVIL ENGINEERING 2019
HIDROLIKA
NO SKETSA POLA ALIRAN KONDISI BEBAS KETERANGAN

Q = 0,00045 m3/detik
Y0 = 0,13090 m
1
h1 = 0,01590 m
P = 0,115 m

Q = 0,00050 m3/detik
Y0 = 0,13280 m
2
h1 = 0,01780 m
P = 0,115 m

Q = 0,00055 m3/detik
Y0 = 0,13470 m
3
h1 = 0,01970 m
P = 0,115 m

Q = 0,00060 m3/detik
Y0 = 0,13660 m
4
h1 = 0,02160 m
P = 0,115 m

AWALIYAH RAHMA RAMADHANI / F111 19 140


CIVIL ENGINEERING 2019
HIDROLIKA
Q = 0,00065 m3/detik
Y0 = 0,13850 m
5
h1 = 0,02350 m
P = 0,115 m

AWALIYAH RAHMA RAMADHANI / F111 19 140


CIVIL ENGINEERING 2019
HIDROLIKA
N
SKETSA POLA ALIRAN KONDISI TERTEKAN KETERANGAN
O

Q = 0,00045 m3/detik
Y0 = 0,12140m
1
h1 = 0,00640 m
P = 0,115 m

Q = 0,00050 m3/detik
Y0 = 0,12370 m
2
h1 = 0,00870 m
P = 0,115 m

Q = 0,00055 m3/detik
Y0 = 0,12600 m
3
h1 = 0,01100 m
P = 0,115 m

Q = 0,00060 m3/detik
Y0 = 0,12830 m
4
h1 = 0,01330 m
P = 0,115 m

AWALIYAH RAHMA RAMADHANI / F111 19 140


CIVIL ENGINEERING 2019
HIDROLIKA
Q = 0,00065 m3/detik
Y0 = 0,13060 m
5
h1 = 0,01560 m
P = 0,115 m

AWALIYAH RAHMA RAMADHANI / F111 19 140

Anda mungkin juga menyukai