secara regional baik itu fisiografi regional, stratigrafi regional, struktur geologi
regional dan geologi sejarah regional di daerah penelitian yang termasuk dalam
garis besar daerah Jawa Tengah dibagi menjadi enam bagian, yaitu :
33
34
Serayu Selatan merupakan elemen yang muncul dari Zona Depresi Bandung yang
membujur secara longitudinal di Jawa Barat dan terdiri atas bagian barat dan
timur, yang keduanya dipisahkan oleh Lembah Jatilawang yang termasuk kedalam
Zona Pusat Depresi Jawa Tengah dan bagian baratnya merupakan tinggian di
dalam Zona Bandung di Jawa Tengah. Pegunungan ini merupakan antiklin yang
kilometer yaitu di sekitar Lok Ulo. Bagian timur Pegunungan Serayu Selatan ini
merupakan struktur dome sedangkan dekat Jatilawang terdapat suatu antiklin yang
Zona Depresi Serayu, atau lebih dikenal dengan sebutan Zona Depresi Jawa
lebar dari zona ini sekitar 15 kilometer, tetapi di sebelah timur Wonosobo
antaranya G. Sundoro (3155 m) dan G. Sumbing (3317 m) dan ke arah timur Zona
Depresi Jawa Tengah ini muncul kembali, yaitu di sekitar Datar Temanggung,
Magelang.
35
merupakan bagian dari lajur yang sama, tetapi terpisah baik dari yang terdapat di
Pegunungan Serayu Utara (gambar 2.1), dan secara struktur termasuk ke dalam
Besuki Majenang High. Secara regional, Zona Pegunungan Serayu Utara mempunyai
relief yang agak menonjol membentuk jalur Pegunungan Slamet, dan menuju ke arah
gambaran umum dari beberapa formasi yang erat hubungannya dengan stratigrafi
daerah penelitian dan diuraikan dari satuan yang tua ke satuan yang lebih muda.
36
Menurut Peta Geologi Lembar Purwokerto dan Tegal, Jawa (Djuri, Samodra, Amin
dan Gafoer, 1996), urutan stratigrafi regional daerah penelitian dari yang tua ke yang
muda tersusun atas Formasi Rambatan, Formasi Halang, dan Batuan Terobosan.
mengandung foraminifera kecil. Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut dalam,
dan diperkirakan diendapkan pada cekungan depan busur (fore arc basin).
Rambatan dalam Peta Geologi Lembar Purwokerto dan Tegal, merupakan kelanjutan
juga dapat disebandingkan dengan Fm. Merawu bagian atas Marks (1957, dalam
batulempung napalan dengan ciri permukaan lapisan berupa pola retakan heksagonal,
Formasi Rambatan, diendapkan secara selaras di atas Formasi Pemali (di luar
daerah penelitian), berumur Miosen Bawah bagian atas (Van Bemmelen, 1949;
Kastowo, 1975, dalam Syahputra, 2009). Bagian bawah formasi terususun dari
batupasir gampingan dan konglomerat, berselingan dengan lapisan tipis napal dan
serpih. Bagian atas terdiri dari batugamping berwarna abu-abu sampai kebiruan.
37
dari dua bagian: bagian bawah formasi ini terdiri dari batupasir gampingan
batupasir gampingan dan batulanau. Formasi ini diendapkan oleh mekanisme arus
turbid dari suatu sistem kipas bawah laut (inner – outer fan). Umur Formasi
Formasi Halang tersusun atas batupasir andesit, konglomerat tufan dan napal,
bersisipan batupasir. Formasi ini berumur Miosen Akhir dan memiliki ketebalan
hingga 800 meter (Djuri, Samodra, Amin dan Gafoer, 1996). Menurut Kastowo dan
tersusun atas perselingan batupasir, batulempung, napal, dan tuf dengan interkalasi
breksi. Formasi ini diendapkan dalam lingkungan submarine fan pada kedalaman
neritik, dan terbentuk pada fore arc basin, dengan ketebalan berkisar antara 400 – 700
meter. Oleh Safarudin (1982), bagian bawah formasi ini berumur Miosen (N15 –
atas batupasir andesit yang resisten dan konglomerat tufan dengan sisipan napal.
mencapai 1260 meter, dan pada ketinggian yang lebih rendah membentuk lembah
lembah sempit dan curam. Formasi Halang diendapkan secara selaras di atas Formasi.
38
Rambatan dan ditindih secara selaras oleh Fm. Kumbang. Berdasarkan hubungan
Akhir, dan diendapkan pada lingkungan laut dangkal yang berangsur mendalam ke
arah Timur.
Formasi Halang sebagai perluasan dari Formasi Penyatan dengan perubahan bagian
yang kaya aliran lava diubah menjadi Formasi Kumbang, sedangkan yang didominasi
Kumbang menindih tidak selaras Formasi Halang. Dari beberapa paragraf di atas
dapat dilihat bahwa antara para pemeta dan penyelidik terdahulu terdapat berbagai
tersebut berkelanjutan dari satu lembar peta ke kembar lainnya. “tampak bahwa setiap
satuan stratigrafi di lembar petanya dengan satuan stratigrafi yang telah ada”,
Martono (1992).
Batuan terobosan di daerah penelitian berupa retas lempeng dan retas diorit,
yang berumur Miosen Akhir (Djuri, Samodra, Amin dan Gafoer, 1996). Berdasarkan
umur di atas, diperkirakan bahwa retas lempeng dan retas diorit ini dapat
Van Bemmelen (1973) di dalam Martono (1992), berupa retas gabro dan dioritporfirit
dengan ciri holokristalin dan tekstur porfiritik. Dimana varitas basa adalah
gabroporfirit dan yang menengah adalah diorit porfirit, dengan peralihan di antara
39
keduanya. Ada indikasi diferensiasi ke arah alkalin. Batuan ini lazim mengandung
Menurut Djuri, Samodra, Amin dan Gafoer, 1996, Batuan Gunungapi Slamet
Tak Teruai pada daerah penitian yaitu berupa breksi gunungapi, lava, dan tuff
2.2.5 Aluvium
Menurut Djuri, Samodra, Amin dan Gafoer, 1996, Aluvium pada daerah
penelitian berupa kerikil, pasir, lanau, dan lempung, sebagai endapan sungai dan
Selama zaman Tersier di Pulau Jawa telah terjadi tiga periode tektonik
yang telah membentuk lipatan dan zona-zona sesar yang umumnya mencerminkan
3. Tektonik Holosen.
40
sesar yang terjadi adalah sesar naik, sesar sesar geser-jurus, dan sesar normal.
Sesar naik di temukan di daerah barat dan timur daerah ini, dan berarah hampir
sesar geser. Sesar geser-jurus yang terdapat di daerah ini berarah hampir
yang menganan dan ada pula yang mengiri. Sesar geser-jurus ini memotong
struktur lipatan dan diduga terjadi sesudah perlipatan. Sesar normal yang terjadi
di daerah ini berarah barat-timur dan hampir utara-selatan, dan terjadi setelah
periode tektonik sebelumnya, yang juga disertai dengan aktivitas vulkanik, yang
Vulkanik Kuarter.
41
menghasilkan adanya gaya kompresi ke bawah akibat beban yang sangat besar,
yang dihasilkan oleh endapan vulkanik selama Kala Plio-Plistosen. Hal tersebut
blok sesar yang telah terbentuk sebelumnya, bahkan sesar-sesar normal tipe horst
dan graben ataupun sesar bongkah atau sesar menangga dapat saja terjadi. Sesar-
sesar menangga yang terjadi pada periode inidapat dikenal sebagai gawir-gawir
sesar yang mempunyai ketinggian ratusan meter dan menoreh kawah atau kaldera
gunung api muda, seperti gawir sesar di Gunung Beser, dan gawir sesar pada
Wrench Fault Tectonics Moody and Hill (1956) yang didasarkan pada model
shear murni.
Lempeng Benua Asia Tenggara dan Lempeng Hindia-Australia sejak Kapur akhir
atau Tersier Awal. Dua hal yang pokok pada pembentukan batuan sedimen
adalah pembentukan cekungan sebagai wadah dari endapan tersebut yang erat
42
diendapkan.
selatan yang dihasilkan karena pergerakan mengarah ke utara oleh lempeng Indo-
utama (conjugate set of primary shear fractures) yang nantinya mengontrol posisi
aktivitas volkanik. Pada akhir Paleosen kompresi agak berkurang, hal ini
laut dangkal menempati bagian sedimen Paleosen Awal yang telah tererosi.
Selama Oligosen terjadi penurunan muka air laut secara tajam di seluruh
dunia yang menyebabkan erosi pada blok yang paling tinggi dan bersamaan
dengan itu, terendapnya material erosi ini di blok yang lebih rendah (Ratman dan
Robinson, 1996). Sedangkan menurut Martono (1992) Gejala tektonik tertua yang
yang melibatkan barbagai jenis batuan, termasuk sedimen yang sedang dalam
terjadi akibat naiknya geantiklin bagian selatan. Penurunan ini terjadi sampai intra
Miosen Tengah, saat itu terjadi reaksi gravitasional yang menyebabkan geantiklin
43
bagian selatan patah, sayap utara geantiklin tersebut tergelincir ke arah depresi
geosinklin.
Miosen Awal merupakan kala yang tenang dengan penaikan muka air laut
dan pembentukan terumbu di sekitar dan pada bagian blok sesar yang tererosi.
aktivitas volkanik secara bertahap menurun selama Miosen Tengah dan Akhir dan
berhenti pada awal Pliosen (Ratman dan Robinson, 1996). Menurut Martono
yang menampung sedimen pelitik dari arah benua dan sesekali bahan volkanik
berbutir halus dari arah busur volkanik. Masa ketenangan tektonik Miosen Awal
ini diikuti oleh periode pengangkatan disertai perlipatan dan penyesaran. Dalam
proses perlipatan ini, Formasi Merawu membentuk pola lipatan yang dikendalikan
oleh sesar naik batuan Paleogen yang teraktifkan kembali. Pada akhir Miosen –
Formasi Merawu, sebagian diantaranya melalui zona sesar dan sumbu lipatan
dan Samodra (1996), pada Miosen Tengah terjadi genang laut dan terendapkannya
Formasi Rambatan serta terjadi penerobosan batuan bersusunan diorit pada akhir
Miosen Tengah.
44
Menurut van Bemmelen (1949), pada awal Pliosen, Pegunungan Serayu Utara
arah dataran Sunda). Pada Akhir Pliosen pengangkatan terus terjadi yang diiringi
meningkat disertai unsur tektonik hingga membentuk pola struktur geologi seperti
sekarang ini.
kekar-kekar gerus gunting utama. Pada zaman ini kompresi sudah sangat
di utara bagian tengah Jawa, yang terjadi disepanjang kekar-kekar gerus utama
vertikal.