PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Difteri merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri
Corynebacterium Diphtheria bersifat toxin-mediated desease yang ditandai dengan
pembentukan membran pada tenggorokan yaitu nasofaring (disebut pseudomembrane)
serta toksin yang dapat menyebar ke dalam aliran darah. Jika toksin telah menyebar ke
dalam aliran darah maka toksin dapat merusak otot jantung (miokarditis), jaringan saraf
(neuritis), trombositopenia dan proteinuria. Penyakit difteri merupakan salah satu
penyakit menular yang akan berakibat fatal jika tidak ditangani atau diberi pengobatan
dengan cepat. Akibat paling berat adalah kerusakan atau gagal jantung hingga kematian
mendadak.(1, 3) Penyakit difteri dapat dicegah dengan pemberian imunisasi. Imunisasi
merupakan upaya untuk meningkatkan kekebalan tubuh seseorang secara aktif terhadap
suatu penyakit. Pencegahan penyakit difteri dapat dilakukan dengan pemberian
imunisasi Difteri, Pertusis, dan Tetanus (DPT) pada bayi dan vaksin Difteri, Tetanus
(DT) pada anak usia sekolah dasar. Menurut Widoyono anak yang tidak diberi
imunisasi akan mengakibatkan mortalitas pada anak empat kali lebih besar
dibandingkan dengan anak yang diberi imunisasi.
Berdasarkan data World Health Organitation (WHO), jumlah kasus difteri di dunia
terjadi peningkatan tiap tahun dimulai dari tahun 2012 sampai 2014. Jumlah kasus
difteri di dunia tahun 2012 sebanyak 4490 kasus dan tahun 2013 sebanyak 4680 kasus.
Peningkatan yang besar terjadi pada tahun 2014 yaitu sebanyak 7321 kasus. Ada
beberapa negara di dunia yang masih tergolong endemik penyakit difteri. Negara
tersebut adalah negara di bagian Asia, Afrika, dan Amerika Selatan.
Pada tahun 2011 Indonesia adalah negara tertinggi kedua dunia setelah India jumlah
kasus difteri yaitu sebanyak 806 kasus dan (CFR) Case Fatality Rate sebesar 4,71%.
Tahun 2012 Indonesia berada pada urutan kedua dunia setelah India dan jumlah kasus
meningkat sebanyak 1192 kasus dan CFR sebesar 6,38%. Begitu juga pada tahun 2013
Indonesia berada pada urutan kedua tertinggi dunia setelah India yaitu terdapat 778
kasus dan CFR 5.01% sedangkan tahun 2014 jumlah kejadian difteri di Indonesia
adalah sebanyak 396 kasus dan CFR sebesar 4,04 %. Meskipun pada tahun 2014
jumlah kasus difteri menurun namun, Indonesia masih berada pada urutan tertinggi
1
kejadian difteri diantara negara ASEAN. (5) Pada tahun 2014, diantara 33 provinsi di
Indonesia sebanyak 22 provinsi melaporkan terdapat kasus difteri diwilayahnya.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
3. Perasaan tidak enak, mual muntah dan lesu
4. Sakit kepala
5. Rinorea, berlendir dan kadang-kadang bercampur darah
(Sudoyo Aru,2009)
2.4 PATHWAY
Faktor Pencetus Imunisasi tidak lengkap Kuman C. Difteriae Masuk melalui mukosa
Faktor lingkungan dan kulit
Daerah endemik bakteri
Menghambat
Sel mati, respon inflasi pembentukan protein Lokal Seluruh tubuh
lokal dalam sel toksin
Psudomembran
(eksudat, fibrin, sel Jantung Saraf Ginjal
radang, eritrosit,
nekrosis, sel-sel epitel)
Nekrosis toksik Neurotististoksik Tampak
dan degenarasi dengen perdarahan
Udem sof tissue hialin degenerasi lemah adrebnal dan
pada selaput nekrosis tubular
melien adekuat
Miokarditis payah
Obstruksi saluran jantung
pernafasan toksin Paralisis
dipalatumole, Proteinuria
otot mata,
Edema kongesti ekstremitas
Menyumbat jalan infiltrasi sel mono inferior
nafas nuclear pada serat Inkotinensia
dan sistem urine aliran
konduksi berlebih
Ketidakefektifan pola
nafas
Kelebihan volume
cairan penurunan Ansietas Hambatan
curah jantung gangguan komunikasi
menelan verbal
4
2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Bakteriologik, preparat apusan kuman difteri dari bahan asupan mukosa hidung
dan tenggorokan (nasofaringeal swab)
2. Darah rutin : Hb, leukosit, hitung jenis, eritrosit, albumin
3. Urin lengkap : aspek, protein, dan sidimen
4. Enzim CPK, segera saat masuk RS
5. Ureum dan kreatinin (Bila dicurigai ada komplikasi ginjal)
6. EKG (Endo Kardio Gram)
7. Pemeriksaan radiografi torak untuk mengecek adanya hiperinflasi
8. Tes schick
(Hidayat,2006)
2.6 PENATALAKSANAAN
1. Memperhantikan intake cairan dan makanan
2. Pastikan kemudahan depekasi
3. Pemberian antitusif untuk mengurangi batuk
4. Aspirasi skret secara periodik
5. Berikan oksigen dan trakeostomi
6. Pemberian serum anti difteri (SAD)
7. Antibiotik
8. Kortikostiroid
(Hidayat,2006)
5
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
1. Identitas : dapat terjadi pada semua golongan umur tapi sering dijumpai pada anak
(usia 1-10 tahun).
2. Keluhan utama : biasanya klien dating dengan keluhan kesulitan bernapas pada
waktu tidur, nyeri pada waktu makan , dan bengkak pada tenggorokan /leher.
3. Riwayat kontak dengan keluarga perlu dikaji.
a. Pemeriksaan fisik
Pada difteri tonsil-faring terdapat malise, suhu tubuh > 38,9°C, terdapat
pseudomembran pada tonsil dan dinding faring, serta bullnek.
Pada difteri laring terdapat stidor,suara parau, dan batuk kering, sementara
pada obstruksi laring yang besar terdapat retraksi supra sterna, sub costal,
dan supra clavicular.
Pada difteri hidung terdapat pilek ringan,secret hidung yang serosauinus
sampai mukopurulen dan membrane putih pada septum nasi.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Untuk menentukan diagnosis pasti diperlukan sediaan langsung dengan kultur
dan pemeriksaan toksigenitas.
6
3.3 INTERVENSI
DIAGNOSA
NO. KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI
7
informasi. klien dan keluarganya pengobatan, proses
dapat memahami tentang penyakit,cara penanganan,
penyakitnya dengan tentang penyakit yang
criteria hasil : dialami klien.
1. Pasien dan keluaraga 2. Sediakan sumber informasi
menyatakan paham yang tepat tentang kondisi
tentang penyakit pasien
yang dideritanya, 3. Instruksikan pasien dan
kondisi prognosis, keluarga mengenai tanda
dan program dan gejala yang terjadi untuk
pengobatan. dilaporkan pada perawat
2. Pasien dan klien
mampu melakukan
prosedur yang
dijelaskan dengan
benar.
3. Pasien dan klien
mampu menjelaskan
kembali apa yang
telah dijelaskan oleh
perawat atau tim
kesehatan yang
lainnya.
4. .Hipertermi berhubungan NOC NOC
dengan proses penyakit Setelah diberikan askep Setelah diberikan askep 2x24
2x24 jam diharapkan jam diharapkan suhu badan klien
suhu badan klien ada ada dalam rentang normal
dalam rentang normal dengan criteria hasil :
dengan criteria hasil : 1. Suhu badan pasien
1. Suhu badan pasien dalam rentang normal
dalam rentang normal yaitu 36-38⁰ C
yaitu 36-38⁰ C 2. Badan pasien sudah
2. Badan pasien sudah tidak hangat lagi
tidak hangat lagi 3. Warna kulit pasien
3. Warna kulit pasien normal,yaitu tidak
normal,yaitu tidak kemerahan
kemerahan
3.4 IMPLEMENTASI
8
Dilakukan berdasarkan interverensi
3.5 EVALUASI
a. Evaluasi Formatif (merefleksikan observasi perawat dan analisis terhadap klien
terhadap respon langsung pada intervensi keperawatan)
b. Evaluasi Sumatif (Merefleksikan rekapitulasi dan sinopsi observasi dan analisis
mengenai status kesehatan klien terhadap waktu
9
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Deftri merupakan penyakit yang mudah` menular yang terjadi secara lokal pada
mukosa saluran pernafasan atau kulit, yang disebabkan bakteri Corynabacterium
Diphteria, ditandai oleh terbentuknya eksudat yang membentuk membran pada
tempat infeksi, dan diikuti oleh gejala-gejala umum yang ditimbulkan oleh eksotoksin
yang diproduksi bakteri tersebut
4.1 SARAN
Saran untuk tenaga medis
Diharapkan makalah ini dapat dijadikan sebagai panduan untuk melakukan
tindakan serta meningkatkan kualitas dari pelayanan tenaga medis
Saran untuk pembaca
Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan referensi untuk
menambah pengetahuan dari pembaca
10
DAFTAR PUSTAKA
Moorhead, Sue., dkk. 2013. Nursing Outcomes Clasification (NOC) Ed.5. Uniteed Kingdom :
Elsevier
Moorhead, Sue., dkk. 2013. Nursing Outcomes Clasification (NOC) Ed.5. Uniteed Kingdom :
Elsevier
Sudoyo, Aru., dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed. 1. Jakarta : Internal Publishing
11