Anda di halaman 1dari 6

A.

Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh AIA terhadap proses absisi pada daun?

B. Tujuan Percobaan

Mengetahui pengaruh AIA terhadap proses absisi pada daun.

C. Hipotesis

H0: Tidak terdapat pengaruh AIA terhadap proses absisi pada daun

HA: Terdapat pengaruh AIA terhadap proses absisi pada daun

D. Kajian Pustaka
Imbibisi adalah absorbsi air oleh bahan-bahan koloid dan zat padat dalam
(bagian) tumbuhan. Masuknya air disertai membengkaknya bahan kontrol
dan peningkatan berat tumbuhan. Imbibisi dapat menimbulkan kekuatan
yang sangat besar (Said Haran, 1985).
Menurut (Siti Sutarmini Tjitrosomo, 1985) imbibisi adalah absorpsi air
oleh bahan-bahan koloid dan zat padat dalam bagian tumbuhan. Masuknya
air sering disertai dengan membengkaknya bahan kontrol dan peningkatan
besar tumbuhan. Misalnya, biji akan menjadi lebih besar jika diletakkan
dalam air atau tanah yang lembab, dan hal ini dikatakan sebagai proses
imbibisi. Pada imbibisi tidak ada keterlibatan membran dalam sel tumbuhan
seperti selulosa, butir pati, protein, dan bahan lainnya menarik dan
memegang molekul air dengan gaya tarik antar molekul.
Pada dasarnya imbibisi meliputi dua proses yang berjalan bersama yaitu
difusi dan osmosis. Pada umumnya air dan bahan yang larut di dalamnya,
masuk dan keluar sek, bukan sebagai aliran masa melainkan satu persatu
molekul setiap kali. Pergerakan netto dari suatu tempat ke tempat lain akibat
aktivitas kinetik acak atau gerak termal dari molekul atau ion yang disebut
difusi. Difusi terjadi aibat pergerakan konsentrasi dari satu tititk dengan titik
lain (Frank Salisbury, 1995).
Difusi berbeda dengan molekul osmosis. Osmosis terjadi karena adanya
membran yang bersifat permeable terhadap molekul air. Difusi dan osmosis
merupakan suau proses perembesan air melalui selaput, sehingga terjadi
keseimbangan antara kepekatan cairan di sebelah menyebelah (kedua bagian)
yang kedua bagian dibatasi dengan selaput tersebut. Perbedaan kepekatan
sitoplasma suatu sel dengan lingkungannya dapat menyebabkan perubahan
bentuk atau kerusakan sel.
Cara yang terbaik untuk menyatakan gejala difusi suatu zat dengan
menggunakan perbedaan nilai potensial kimia (satuan energi per gram
molekul) zat tersebut antara dua daerah. Jika terdapat perbedaan nilai

1
potensial kimia air diantara dua daerah, air akan bergerak secara spontan.
Asalkan tidak ada yang menghalangi aliran air tersebut. Arah gerakan neto
air akan terhenti. Istilah potensial kimia air ini biasanya dikenal dengan
istilah potensial air (Siti Sutarmini Tjitrosomo, 1985)

E. Variabel Penelitian

1. Variabel Manipulasi : Jenis perlakuan


2. Variabel Kontrol : Jenis tanaman
3. Variabel Respon : Lama hari absisi pada daun
F. Definisi Operasional Variabel
Pada percobaan pengaruh AIA terhadap absisi pada daun variabel kontrol,
yaitu jenis tanaman yang digunakan adalah Coleus sp. Variabel manipulasi,
adalah jenis perlakuan pada tanaman Coleus sp,yaitu perlakuan A dan B.
Perlakuan A memotong 1 pasang lamina yang terletak paling bawah,
sedangkan perlakuan B memotong 1 pasang lamina yang terletak tepat di
atas lamina yang paling bawah. Kemudian mengolesi potongan tersebut
dengan satu sisi lanolin dan satu sisi lainnya AIA+lanolin. Variabel respon
yang didapatkan adalah lama hari absisi pada daun.
G. Alat dan Bahan

Alat :

 Silet 1 buah

Bahan :

 Tanaman Coleus sp 2 buah


 Lanolin Secukupnya
 Lanolin+AIA Secukupnya
H. Rancangan Percobaan

Menyediakan 2 Perlakuan A Perlakuan B


buah jenis memotong satu memotong satu
tanaman Coleus lamina yang lamina yang
sp terletak paling terletak tepat di
bawah atas lamina yang
paling bawah

Mengamati Kemudian mengoleskan pada


waktu gugur satu sisi dengan lanolin dan
tangkai pada sisi lainnya AIA+lanolin
daun setiap hari
2
I. Langkah Kerja

1. Menyiapkan 2 buah pot tanaman Coleus sp kemudian melakukan


kegiatan sebagai berikut:
 Pot 1: potong satu pasang lamina yang terletak paling bawah.
 Pot 2: potong satu pasang lamina yang terletak tepat di atas
lamina yang paling bawah.
2. Mengolesi bekas potongan tersebut pada satu sisi dengan lanolin dan
sisi lainnya dengan lanolin+AIA.
3. Memberi tanda agar tidak tertukar.
4. Mengamati setiap hari dan mencatat waktu gugur tangkai-tangkai
daun tersebut.
J. Rancangan Tabel Pengamatan
Tabel 1. Hasil Pengamatan Pengaruh AIA Terhadap Absisi Daun Coleus sp.
Waktu Terjadi Absisi (Hari)
Perlakuan
1 2 3 4 5 6 7
Lanolin
A
Lanolin+AIA
Lanolin
B
Lanolin+AIA

K. Rencana Analisis Data

L. Hasil Analisis Data

Tabel 2. Hasil Pengamatan Pengaruh AIA Terhadap Absisi Daun Coleus sp.
Waktu Terjadi Absisi (Hari)
Perlakuan
1 2 3 4 5 6 7
Lanolin 
A
Lanolin+AIA 
Lanolin 
B
Lanolin+AIA 
1. Analisis Data
Berdasarkan tabel hasil percobaan yang telah dilakukan didapatkan
hasil waktu gugur tangkai yang diolesi lanolin pada perlakuan A pada
hari ke-2, sedangkan waktu gugur tangkai yang diolesi lanolin+AIA hari
ke-3. Pada perlakuan B waktu gugur tangkai yang diolesi lanolin hari ke-
4, sedangkan waktu gugur tangkai yang diolesi lanolin+AIA hari ke-5.

3
2. Pembahasan
Absisi adalah suatu proses secara alami terjadinya pemisahan
bagian atauorgan tanaman, seperti: daun, bunga, buah atau batang.
Menurut Addicot (1964) maka dalam proses absisi ini faktor alami
seperti: panas, dingin, kekeringan akan berpengaruh terhadap absisi.
Dalam hubungannya dengan hormon tumbuh, manamungkin hormon ini
akan mendukung atau menghambat proses tersebut.
Mengenai hubungan antara absisi dengan zat tumbuh auksin,
Addicot Etall (1955) mengemukakan bahwa absisi akan terjadi apabila
jumlah auksin yang ada di daerah proksimal sama atau lebih dari jumlah
auksin yang terdapat didaerah distal. Tetapi apabila junlah auksin berada
di daerah distal lebih besar daridaerah proksimal maka tidak akan terjadi
absisi. Dengan kata lain proses absisi iniakan terlambat. Teori lain (Biggs
dan Leopld 1957, 1958) menerangkan bahwa pengaruh auksin terhadap
absisi ditentukan oleh konsentrasi auksin itu sendiri.Konsentrasi auksin
yang tinggi akan menghambat terjadinya absisi, sedangkanauksin dengan
konsentrasi rendah akan mempercepat terjadinya absisi. Teori terakhir
ditentukan oleh Robinstein dan Leopold (1964) yang menerangkan
bahwarespon absisi pada daun terhadap auksin dapat dibagi ke dalam dua
fase jika perlakuan auksin diberikan setelah auksin terlepas. Fase
pertama, auksin akan menghambat absisi dan fase kedua auksin dengan
konsentrasi yang sama akan mendukung terjadinya absisi
Peranan etilen dalam memacu gugurnya daun lebih banyak
diketahui dari pada peranannya
dalam hal perubahan warna daun yang rontok dan pengeringan daun.
Pada saat daun rontok, bagian pangkal tangkai daunnya terlepas dari
batang. Daerah yang terpisah ini disebut lapisan absisi yang
merupakan areal sempit yang tersusun dari sel-sel parenkima berukuran
kecil dengan dinding sel yang tipis dan lemah. Setelah daun rontok,
daerah absis imembentuk parut/luka pada batang. Sel-sel yang mati
menutupi parut untuk membantu melindungi tumbuhan terhadap patogen.
Dari gambaran teori di atas maka untuk dapat mengetahui pengaruh AIA
terhadap proses absisi daun, dilakukan percobaan pada tanaman Coleus
sp. Gugurnya daun dipacu juga oleh faktor lingkungan, termasuk panjang
hariyang pendek pada musim gugur dan suhu yang rendah. Rangsangan
dari faktor lingkungan ini menyebabkan perubahan keseimbangan antara
etilen dan auksin. Auksin mencegah absisi dan tetap mempertahankan
proses metabolisme daun,tetapi dengan bertambahnya umur daun jumlah
etilen yang dihasilkan juga akan meningkat. Sementara itu, sel-sel yang
mulai menghasilkan etilen akan mendorong pembentukan lapisan
absisi. Selanjutnya etilen merangsang lapisan absisi yang terpisah dengan

4
memacu sintesis enzim yang merusak dinding-dinding sel pada lapisan
absisi.
Peranan etilen dalam memacu gugurnya daun lebih banyak
diketahui daripada peranannya dalam hal perubahan warna daun yang
rontok dan pengeringan daun. Pada saat daun rontok, bagian pangkal
tangkai daunnya terlepas dari batang. Daerah yang terpisah ini disebut
lapisan absisi yang merupakan areal sempit yang tersusun dari sel-sel
parenkima berukuran keci dengan dinding sel yang tipis dan
lemah.Proses pencernaan dinding, yang disertai dengan tekanan akibat
pertumbuhan yang tidak imbang antara sel proksimal yang membesar
dan sel distal yang menua di zona absisi, mengakibatkan pematahan.
Selama konsentrasi auksin yang lebih tinggi dipertahankan di helai daun,
pengguguran dapat ditundanamun penuaan menyebabkan penurunan
tingkat auksin pada organ tersebut dankonsentrasi etilen mulai
meningkat. Etilen, zat pemacu pengguguran yang terkuat dan tersebar
luas diberbagai organ tumbuhan dan pada banyak spesies tumbuhan
menyebabkan pembesaran sel dan menginduksi sintesis serta sekresi
hidrolase pengurai dinding sel. Ini akibat efeknya pada transkripsi, sebab
jumlah molekul mRNA yang menjadikan hidrolase (paling tidak selulase)
meningkatkan sekali setelah diberi perlakuan etilen.
Gugur daun pada musim gugur merupakan adaptasi tumbuhan
untuk mencegah kehilangan air melalui penguapan pada musim salju
karena pada saat itu akar tidak mampu menyerap air pada tanah yang
membeku. Bagi tumbuhan, gugurnya daun ini berguna untuk membuang
organ yang tidak berguna yang mungkin sebagai sumber infeksi yang
potensial dan pada beberapa spesies untuk memberi tempat bagi daun
baru yang akan tumbuh pada musim berikutnya, (Vidy, 2009).

M. Kesimpulan

Berdasarkan Percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa


AIA berpengaruh dalam menunda atau menghambat proses absisi daun.
Absisi daun akan terhambat atau tertunda apabila jumlah auksin yang berada
di daerah distal lebih besar dari pada jumlah ayksin yang berada di
proksimal.

N. Daftar Pustaka

Campbell, Neil A.; Jane B. Reece and Lawrence G.Mitchell. 2012.


Biologi Jilid 2 edisi kedelapan. Jakarta: Erlangga.
Dwidjoseputro. 1983. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT
Gramedia.

5
Hendaryono, D.P dan A. Wijayani. 1994. Tehnik Kultur Jaringan:
Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman secara
Vegetatif-modern. Yogyakarta: Kanisius.
Loveless, A. R. 1991. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah
Tropik. Jakarta : Erlangga.
Rahayu, Yuni Sri, dkk. 2019. Petunjuk Praktikum Mata Kuliah Fisiologi
Tumbuhan. Surabaya: Jurusan Biologi-FMIPA Unesa.
Salisbury, Frank B dan Ross, Cleon W. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid
3. Bandung : ITB.
Sasmitamihardja, Dardjat. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: ITB.
Yong, Jean W. H. 2009. The Chemical Composition and Biological
Properties of Coconut (Cocos nucifera L.) Water Molecules, 14,
5144-5164; doi:10.3390/molecules14125144.
Abidin, Z. (1985). Dasar-Dasar Pengetahuan tentang Zat Pengatur
Tumbuh. Bandung: Aksara.

Lovelles, A. R. 1999. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah

Sallisbury dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: ITB Press.

Anda mungkin juga menyukai