Anda di halaman 1dari 12

Pendidikan Karakter dan Anti Korupsi

Urgensi Pendidikan Karakter Anti Korupsi di Indonesia


dan Revitalisasi Nilai Pancasila dalam Pendidikan Karakter
Anti Korupsi

Oleh

Nama : Era Fazira


Nim : A 24118 041

Dosen Pengampu :
Drs. H. Muhammad Ali, M.Si

Program Studi Pendidikan Fisika


Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Tadulako
2020

1
I. Tujuan
I.1 Untuk mengetahui urgensi Pendidikan Karakter Anti Korupsi di Indonesia
I.2 Untuk mengetahui Revitalisasi Nilai Pancasila dalam Pendidikan Karakter Anti
Korupsi

II. Pembahasan
II.1 Urgensi Pendidikan Karakter Anti Korupsi di Indonesia
Perkembangan peradaban dunia semakin sehari seakan-akan berlari
menuju modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam
setiap sendi kehidupan tampak lebih nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-
bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan jaman dan
bertransformasi dalam bentuk-bentuk yang semakin canggih dan
beranekaragam. Kejahatan dalam bidang teknologi dan ilmu pengetahuan
senantiasa turut mengikutinya. Kejahatan masa kini memang tidak lagi selalu
menggunakan cara-cara lama yang telah terjadi selama bertahun-tahun seiring
dengan perjalanan usia bumi ini. Bisa kita lihat contohnya seperti, kejahatan
dunia maya (cybercrime), tindak pidana pencucian uang (money
laundering), tindak pidana korupsi dan tindak pidana lainnya.
Salah satu penyakit terbesar di Indonesia adalah korupsi dimana korupsi
terjadi dimana-mana, tidak pandang bulu baik tingkat desa, kabupaten, provinsi
maupun pusat. Banyak sekali publik figur atau pejabat pemerintahan yang
terjerat kasus korupsi.
Istilah Korupsi berasal dari bahasa latin yaitu “corruptive” atau
“corruptus” selanjutnya. Kata corruption berasal dari kata corrummpore
(suatu kata latin yang tua). Dari bahasa latin inilah yang kemudian diikuti
dalam bahasa Eropa seperti
Inggris: corruption , corrupt;  Perancis: corruption ; Belanda Ccorruptie
(korruptie). Dalam ensiklopedia Indonesia disebutkan bahwa korupsi (dari

2
latincorruptio= penyuapan; dan corrumpore= merusak) yaitu gejala bahwa
para pejabat badan-badan Negara menyalahgunakan terjadinya penyuapan,
pemalsuan serta ketidakberesan lainnya.( IGM Nurdjana, 11. 2010)
Korupsi seakan sudah menjadi tradisi masyarakat kita, sehingga siapapun
berani melakukan tanpa pandang bulu pejabat tingkat desa, bupati, gurbernur,
DPR, bos-bos BUMN maupun menteri. Kasus korupsi di Indonesia sudah
sangat memprihatinkan. Praktik korupsi terjadi di berbagai level pemerintahan
dan melibatkan banyak kalangan. Nominal uang yang digondol para koruptor
pun beragam  ada yang ratusan jutaan, miliaran, sampai yang tertinggi triliunan
rupiah. Jelas, tindakan kriminal yang satu ini merugikan negara secara
ekonomi, juga moral. Ketika mereka yang memegang kekuasaan, atau memiliki
jabatan penting di instansi seharusnya memberikan contoh yang baik, tapi
ternyata malah sering menunjukkan contoh buruk. Miris dan tak etis ketika
melihat pejabat dan publik figur yang tak punya malu, tak punya persaan
terhadap rakyat. Memanfaatkan jabatan untuk melegalkan pragmatisme semata
demi keuntungan yang luar biasa.
Membrantas korupsi memang bukanlah pekerjaan yang gampang
memerlukan proses berlanjut yang harus dilaksanakan secara konsisten. Begitu
berbahayanya korupsi, maka tidak ada jalan lain kecuali semua pihak Negara
menghentikan tindak korupsi tersebut. Harus dimulai gerakan memutus mata
korupsi sejak usia dini melalui pendidikan. Pendek kata, korupsi harus mulai
diberangus dari akar-akarnya melalui pendidikan, khususnya pendidikan
antikorupsi.
Pendidikan merupakan proses dimana suatu bangsa mempersiapkan
generasi mudanya untuk meneruskan tujuan pendidikan. Sebagaimana Ki
Hadjar Dewantara memberikan pernyataan, bahwa pendidikan umumnya berarti
daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran, dan jasmani, sehingga
mampu menjadi anggota masyarakat yang baik. Artinya, pendidikan menurut
segala kekuatan kodrat yang ada pada diri anak-anak, agar mereka sebagai

3
manusia sekaligus anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan
kebahagiaan setinggi-tingginya yang bebas dari tindakan tercela (Korupsi).
Pendidikan merupakan modal dasar untuk menyiapkan insan yang
berkualitas. Menurut Undang-undang Sisdiknas Pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara. Menurut UNESCO pendidikan hendaknya dibangun dengan empat
pilar, yaitu learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live
together.
Pada hakikatnya belajar harus berlangsung sepanjang hayat. Untuk
menciptakan generasi yang berkualitas, pendidikan harus dilakukan sejak usia
dini dalam hal ini melalui Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), yaitu
pendidikan yang ditujukan bagi anak sejak lahir hingga usia 6 tahun. Sejak
dipublikasikannya hasil-hasil riset mutakhir di bidang neuroscience dan
psikologi maka fenomena pentingnya PAUD merupakan keniscayaan. PAUD
menjadi sangat penting mengingat potensi kecerdasan dan dasar-dasar perilaku
seseorang terbentuk pada rentang usia ini. Sedemikian pentingnya masa ini
sehingga usia dini sering disebut the golden age (usia emas).
Pencegahan korupsi bisa ditanamkan dan ditumbuhkembangkan sejak
dini, bisa  diberikan secara langsung kepada anak usia dini, dengan cara
kebiasaan baik di lingkungan sekolah maupun keluarga,  dimana hal ini menjadi
penting, ketika pada usia yang dibilang emas ini, anak akan mudah terdoktrin
tatkala guru ataupun orang tua memberi pengalaman ataupun pembelajaran
yang baik sifatnya menjadi kebiasaan anak. Menakut-nakuti akan bahayanya
korupsi, memberikan contoh prilaku yang bertentengan dengan korupsi.
(mengajari untuk suka memberi/sedekah , melarang untuk meminta-minta dan

4
lain sebagainya). Pada hakikatnya pencegahan sejak usia dini lebih baik
daripada mengobati yang sudah dewasa.
Pendidikan anti korupsi bukan cuma berputar pada pemberian wawasan
dan pemahaman saja.Tetapi diharapkan dapat menyentuh pada ranah avektif
dan psikomotorik, yakni membentuk sikap dan perilaku anti korupsi pada anak
didik.Pengajaran pendidikan anti korupsi hendaknya menggunakan pendekatan
yang bersifat terbuka, dialogis dan dikurtif sehingga mampu merangsang
kemampuan intelektual anak didik dalam membentuk rasa keingintahuan, sikap
kritis dan berani berpendapat.
Menurut Qalbi (2011), berkaca dari usaha pemberantasan korupsi yang
dilakukan oleh pemerintah saat ini, mahasiswa terkesan dipinggirkan dan
dipandang sebelah mata. Padahal sekali lagi mahasiswa adalah pewaris syah
negeri ini mereka menjadi salah satu pilar bahkan penentu keberlangsungan
bangsa dimasa mendatang. Pertama, mahasiswa adalah golongan yang
dipersiapkan untuk mengisi lapisan kekuasaan. Kedua, kebanyakan struktur
ekonomi akan diisi oleh mahasiswa. Ketiga, mahasiswa adalah golongan
terdidik dan sebagian dipersiapkan untuk menjadi pendidik.
Begitu besarnya peranan mahasiswa dimasa mendatang seharusnya
menjadi perhatian khusus oleh pemerintah terutama dalam hal pemberantasan
korupsi. Usaha pemberantasan korupsi melalui perbaikan dan penguatan peran
para penegak hukum serta reformasi sistem pemerintahan harusnya juga diiringi
dengan usaha pencegahan. Mahasiswa memiliki potensi besar untuk melakukan
korupsi sekaligus meberantas korupsi dimasa mendatang. Oleh karena itu
pemberdayaan mahasiswa dalam hal pemberantasan korupsi adalah kunci
tindakan preventif (pencegahan) yang harus dilakukan.
Salah satu poin penting yang harus dilakukan pemerintah dalam hal
tindakan preventif (pencegahan) serta pemberantasan korupsi adalah dengan
memberikan Pendidikan Antikorupsi untuk merevitalisai atau membangun
kembali kebanggaan terhadap budaya anti korupsi serta moralitas mahasiswa.

5
Suram sekali kelihatannya nasib bangsa dikemudian hari bila pemuda hanya
menjadi orang yang bebas dari sekedar buta huruf. Ungkapan tersebut diartikan
bahwa, pendidikan tidak hanya sebatas menjadikan generasi muda (mahasiswa)
melek huruf. Tapi, lebih dari itu berperan dalam enlighten (mencerahkan),
mencerdaskan, dan membuka pola pikir mahasiswa. Perguruan tinggi sebagai
tempat mahasiswa hidup dan belajar seharusnya disertakan didalamnya
mengenai pemberantasan korupsi berupa mata kuliah wajib agar tertanam
semangat pemberantasan korupsi.

II.2 Revitalisasi Nilai Pancasila dalam Pendidikan Karakter Anti Korupsi


Korupsi merupakan suatu bentuk kejahatan yang dilakukan secara
terselubung dengan mengambil sesuatu yang bukan haknya. Banyak kasus
korupsi yang dilakukan di Indonesia, mulai dari tingkatan birokrasi yang tinggi
hingga paling rendah. Kasus kroupsi seakan dianggap sebagai sesuatu yang
sudah tidak asing lagi di Indonesia, karena tindakan suap menyuap seolah
menjadi kegiatan yang telah menjadi rahasia umum. Bukti nyatanya bahwa
kasus korupsi di Indonesia memang sudah tidak asing lagi dapat dilihat dari
banyaknya kasus yang telah di tangani dan diselidiki oleh KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi). Selain itu, berdasarkan studi Transparency
Internasional, Indonesia berada di peringkat 114 dari 177 negara. Hal itu sangat
ironi, mengingat “katanya”  Indonesia menjunjung ideologi pancasila yang di
situ tersuratakan dalam sila ke 4 yaitu “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
dalam kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan”.
Di dalam sila ke 4 pancasila tersebut terkandung makna tersirat
bahwasanya dalam kehidupan bernegara, kepemimpinan nasional hendaklah
terus mengupayakan berjalannya suatu unsur demokrasi yang benar-benar nyata
dengan ditunjukkan oleh keterwakilannya seluruh unsur bangsa untuk
menjalankan kedaulatan rakyat, bukan suatu sistem demokrasi yang hanya
mengutamakan kekuasaan mayoritas atau kaum penguasa dan kaum elite yang

6
berusaha menguasai segala aspek kenegaraan yang selama ini nampak sehingga
berakhir serta bermuara pada tindakan korupsi. Adapun, sistemnyata yang
diperlukan ialah demokrasi yang menjalankan kedaulatan rakyat atas dasar
kearifan lah yang seharusnya ada dalam suatu negara yang menjunjung ideologi
pancasila seperti di Indonesia. Namun, hal itu terasa masih jauh dari kata ideal
sebagaimana pengertian tersirat dalam sila pancasila tersebut.
Korupsi bukanlah sekedar mengambil uang rakyat, namun lebih
mengarah pada pembuktian rendahnya mental bangsa dalam menyikapi sebuah
kekuasaan yang telah ditanggungjawabkan. Hal itu dapat dibuktikan dari kasus
gayus, kasus hambalang, kasus century dan masih banyak lagi yang terjadi
karena adanya suatu kesempatan. Bahkan ada juga yang terjadi karena
adanya skenario seperti kasus korupsi simulator sim. Kasus tindak pidana
korupsi justru lebih berat dibandingkan dengan kejahatan-kejahatan yang lain.
Karena, tindak korupsi berarti menyalahgunakan kepercayaan rakyat atas uang
yang talah mereka sumbangkan untuk kemajuan negara. Dengan demikian,
sudah pasti bahwa korupsi menunjukkan sikap yang tidak menjunjung rasa
nasionalisme. Karena salah satu cermin rasa nasionalime adalah menjunjung
tinggi ideologi bangsa yang tertuang di dalam pancasila, yaitu keterwakilannya
seluruh unsur bangsa untuk menjalankan kedaulatan rakyat. Namun, dewasa ini
keterwakilan seluruh unsur bangsa untuk menjalankan kedaulatan rakyat oleh
wakil-wakil raykat terasa belum maksimal. Bahkan, para petinggi dan wakil
rakyat cenderung untuk mendahulukan kepentingan mereka tanpa
mempedulikan keluh kesah rakyat Indoesia. Hal itu dapat dibuktikan dari kasus
korupsi yang dilakukan oleh para wakil rakyat di tengah kondisi rakyat
Indonesia yang serba kesusahan. Tentu itu sudah dapat dijadikan bukti bahwa,
kedaulatan untuk kepentingan rakyat pada perwakilah di lembaga pemerintahan
belum mampu terapresiasikan.
Melihat pada kondisi seperti di atas, maka solusi yang dapat dilakukan
untuk membangun generasi muda yang anti korupsi adalah dengan

7
merevitalisasi kembali pancasila sebagai ideologi, tujuan, maupun pandangan
hidup bangsa pada generasi muda. Penekanan jiwa nasionalisme pada generasi
muda tidak cukup dilakukan dengan hanya mewajibkan mengikuti upacara
bendera, memperingati hari besar nasional, atau sekedar mengikuti perlombaan
untuk memperingati hari kemerdekaan saja, tetapi lebih ditekankan pada
penanaman dalam diri sebagai bentuk mentalitas generasi muda. Jangankan
untuk memaknai dari falsafah pancasila, karena pada kenyataannya saja masih
ada generasi muda yang tidak hafal sila-sila di dalam pancasila. Selain
itu,kapan korupsi akan berhenti jika dari generasi ke generasi memandang
korupsi sebagai suatu budaya bangsa yang turun temurun jika generasi muda
sendiri sudah tidak paham lagi akan nilai nilai yang tersimpan dalam sila
pancasila? Sebab, nilai pancasila merupakan pedoman yang ideal untuk
terbentuk suatu negara yang mandiri, makmur, dan sejahtera. Selain itu, bentuk
implikasi yang lainnya para pemimpin atau generasi sebelumnya dapat menjadi
model peran dan pusat identifikasi bagi generasi muda dalam melaksanakan
tindakan anti korupsi, termasuk juga dapat dijadikan pembelajaran. Oleh karena
itu, penegakan hukum yang jelas dan tegas sangat perlu untuk diterapkan dalam
menangani kasus korupsi agar generasi muda juga dapat melihat kebernaran
yang sesungguhnya. Sehingga anggapan bahwa korupsi adalah budaya dapat
dipatahkan dengan penanganan yang tegas terhadap kasus korupsi.
Langkah selanjutnya adalah upaya menanamkan virus anti korupsi. Jika
David Mc Clelland sukses dengan menyebarkan virus n-ach, Stephan Covey
dengan seven habits, untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia,
tentunya virus-virus anti korupsi juga perlu untuk disebarkan kepada generasi
muda yang merupakan agen perubahan bangsa (Helmi, 1996:9). Penyebaran
virus tersebut dapat dilakukan dengan melalui lembaga pendidikan yang
merupakan agen sosial yang cukup strategis untuk menamkan nilai-nilai pada
individu (generasi muda).

8
Model penyampaian atau penyebaran virus tersebut dapat dilakukan
dalam bentuk pelatihan, sosialisasi, kemudian diharuskan untuk
mengimplementasikan ke dalam kehidupan sehari-hari yang nyata sebagai
bentuk pembelajaran. Seperti halnya dalam kegiatan belajar mengajar di dalam
kelas. Sejauh ini, guru memandang kepandaian siswa siswi mereka dilihat dari
aspek nilai yang mereka dapatkan di akhir ujian. Sehingga anak akan
menghalalkan berbagai macam cara untuk mendapatkan nilai yang baik, seperti
mencontek teman atau membawa catatan kecil ketika ujian. Padahal, secara
tidak langsung hal tersebut merupakan awal mula bibit penyakit korupsi itu
muncul. Anak berusaha mendapatkan apa yang mereka mau dengan cara yang
tidak benar. Hal itu juga sejalan dengan tindak korupsi yang ingin mendapatkan
apa yang diinginkan dengan mengambil bukan haknya. Sudah semestinya
sistem yang selama ini ada dalam pendidikan untuk disesuaikan dengan tujuan
bangsa serta pandangan hidup bangsa, yaitu pancasila dengan cara direvitalisasi
kembali nilai-nilai pancasila dalam diri peserta didik. Selain itu, penilaian
dalam kegiatan belajar mengajar perlulah untuk lebih memperhatikan penilaian
secara proses, bukan diukur dari hasil akhir yang pada kenyataannya banyak
dilakukan dengan cara menyimpang oleh peserta didik.
Generasi muda merupakan bibit awal pemimpin negara dan pemimpin
merupakan penggerak serta motivator seluruh komponen bangsa untuk
menjalankan kehidupan nasional. Termasuk di dalamnya juga menjadi
pemimpin negara yang anti korupsi. Jadi, sudah menjadi kewajiban untuk
menekankan nilai-nilai pancasila sejak usia dini agar tercipta mental
nasionalisme yang kuat sehingga kasus korpsi tidak akan terjadi lagi.

9
III. Kesimpulan
Membrantas korupsi memang bukanlah pekerjaan yang gampang
memerlukan proses berlanjut yang harus dilaksanakan secara konsisten. Begitu
berbahayanya korupsi, maka tidak ada jalan lain kecuali semua pihak Negara
menghentikan tindak korupsi tersebut. Harus dimulai gerakan memutus mata
korupsi sejak usia dini melalui pendidikan. Pendek kata, korupsi harus mulai
diberangus dari akar-akarnya melalui pendidikan, khususnya pendidikan
antikorupsi.
Pendidikan merupakan proses dimana suatu bangsa mempersiapkan generasi
mudanya untuk meneruskan tujuan pendidikan. Sebagaimana Ki Hadjar
Dewantara memberikan pernyataan, bahwa pendidikan umumnya berarti daya
upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran, dan jasmani, sehingga mampu
menjadi anggota masyarakat yang baik. Artinya, pendidikan menurut segala
kekuatan kodrat yang ada pada diri anak-anak, agar mereka sebagai manusia
sekaligus anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan
setinggi-tingginya yang bebas dari tindakan tercela (Korupsi).
Untuk membangun generasi muda yang anti korupsi adalah dengan
merevitalisasi kembali pancasila sebagai ideologi, tujuan, maupun pandangan
hidup bangsa pada generasi muda. Penekanan jiwa nasionalisme pada generasi
muda tidak cukup dilakukan dengan hanya mewajibkan mengikuti upacara
bendera, memperingati hari besar nasional, atau sekedar mengikuti perlombaan
untuk memperingati hari kemerdekaan saja, tetapi lebih ditekankan pada
penanaman dalam diri sebagai bentuk mentalitas generasi muda. Jangankan untuk
memaknai dari falsafah pancasila, karena pada kenyataannya saja masih ada
generasi muda yang tidak hafal sila-sila di dalam pancasila. Selain itu,kapan
korupsi akan berhenti jika dari generasi ke generasi memandang korupsi sebagai
suatu budaya bangsa yang turun temurun jika generasi muda sendiri sudah tidak
paham lagi akan nilai nilai yang tersimpan dalam sila pancasila? Sebab, nilai

10
pancasila merupakan pedoman yang ideal untuk terbentuk suatu negara yang
mandiri, makmur, dan sejahtera. Selain itu, bentuk implikasi yang lainnya para
pemimpin atau generasi sebelumnya dapat menjadi model peran dan pusat
identifikasi bagi generasi muda dalam melaksanakan tindakan anti korupsi,
termasuk juga dapat dijadikan pembelajaran. Oleh karena itu, penegakan hukum
yang jelas dan tegas sangat perlu untuk diterapkan dalam menangani kasus korupsi
agar generasi muda juga dapat melihat kebernaran yang sesungguhnya. Sehingga
anggapan bahwa korupsi adalah budaya dapat dipatahkan dengan penanganan
yang tegas terhadap kasus korupsi.

11
Daftar Pustaka
AR, Lukman Hakim. 2019. Urgensi Pendidikan Anti Korupsi. (Online) Tersedia di
https://radarjember.jawapos.com/opini/20/11/2019/urgensi-pendidikan-anti-
korupsi/. Di akses pada tanggal 5 November 2020
Triyono, Sugeng. 2015. Revitalisasi Nilai-nilai Pancasila pada Generasi Muda untuk
Tercipta Negara Bersih dari Korupsi. (Online) Tersedia di
https://www.kompasiana.com/sugengtr/555479036523bd221e4af010/revitalisas
i-nilainilai-pancasila-pada-generasi-muda-untuk-tercipta-negara-bersih-dari-
korupsi. Di akses pada tanggal 5 November 2020

12

Anda mungkin juga menyukai