Anda di halaman 1dari 9

BAB 6

PEMBAHASAN
6.1 Pembahasan

Bab pembahasan ini menguraikan tentang hasil penelitian yang telah

dilakukan oleh peneliti dan keterbatasan yang ditemui selama melakukan proses

penelitian berlangsung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya

Hubungan Pelaksanaan KIE oleh Tenaga Kesehatan dengan Kepatuhan Minum

Obat pada Penderita Tuberkulosis di Puskesmas Sumurgung Kecamatan Palang

Kabupaten Tuban Tahun 2020.

6.1.1 Pelaksanaan KIE oleh Tenaga Kesehatan pada Penderita


Tuberkulosis di Puskesmas Sumurgung Kecamatan Palang
Kabupaten Tuban Tahun 2020.

Bahwa hampir seluruhnya pelaksanaan KIE yang dilakukan yaitu 30

(83%) dan sebagian kecil pelaksanaan KIE yang tidak dilakukan yaitu 6 (17%).

Menurut (Murwani, 2009) komunikasi menjadi penting karena: merupakan sarana

terbina hubungan yang baik antara pasien dan tenaga kesehatan, dapat melihat

perubahan perilaku yang terjadi pada individu atau pasien, dapat sebagai kunci

keberhasilan tindakan kesehatan yang telah dilakukan, dapat sebagai tolak ukur

kepuasan pasien, dan dapat sebagai tolak ukur komplain (keluhan) tindakan dan

rehabilitasi.

Penelitian ini menunjukan bahwa sebanyak 7 pasien tuberkulosis yang

mengaku tidak mendapatkan KIE tentang penjelasan efek samping obat

tuberkulosis yaitu sebanyak 3 orang hal ini menyebabkan KIE yang diterima oleh

pasien tuberkulosis tidak lengkap. Pemberian komunikasi, informasi dan edukasi

63
64

(KIE) kepada penderita oleh petugas kesehatan atau oleh PMO sebelum menjalani

masa pengobatan menjadi sesuatu hal yang amat penting. Melalui KIE yang

lengkap dan baik diharapkan penderita memahami apa saja yang perlu diketahui

menganai penyakit tuberkulosis sehingga diharapkan kepada petugas kesehatan

yang ada di puskesmas sumurgung agar memperhatikan KIE yang akan diberikan

oleh pasien tuberkulosis.

Sebagian besar pasien tuberkulosis yang mengaku mendapat KIE yaitu

pasien tuberkulosis yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 82,6% sedangkan

pasien tuberkulosis yang mengaku tidak mendapat KIE yaitu yang berjenis

kelamin perempuan sebanyak 23,1%. Selanjutnya menurut usia, pasien

tuberkulosis yang mengaku mendapat KIE paling banyak pada usia 15-20 tahun

yaitu sebanyak 100% atau seluruhnya, sedangkan pasien tuberkulosis yang

mengaku tidak mendapat KIE yaitu pada usia >60 tahun yaitu sebanyak 33,3%.

Umur produktif merupakan masa yang berperan penting dalam mencari nafkah di

luar rumah dan frekuensi keluar rumah yang sering dapat dimungkinkan

terjadinya penularan TB paru (Tirtana, 2011). Faktor usia bisa saja menjadi faktor

penularan tuberkulosis misalnya jika pasien tuberkulosis pada usia produktif yang

telah menerima KIE tentang cara penularan penyakit tuberkulosis tetapi disisi lain

mempunyai tanggung jawab untuk mencari nafkah yang berhubungan dengan

orang banyak hal ini yang bisa mempermudah penularan tuberkulosis jika pasien

tersebut melanggar KIE yang sudah diterima dari petugas kesehatan.

Menurut pendidikan, pasien tuberkulosis yang mengaku mendapat KIE

paling banyak berpendidikan SLTA yaitu sebanyak 100% atau seluruhnya,


65

sedangkan pasien tuberkulosis yang mengaku tidak mendapat KIE yaitu

berpendidikan SD yaitu sebanyak 33,3%. Menurut Hidayat (2012) dapat

disimpulkan bahwa kesetaraan dalam komunikasi yang efektif adalah penting

dalam meningkatkan kepatuhan. Menurut Effendi (2003) orang yang

berkomunikasi dalam suasana ketidaksetaraan akan menimbulkan ketidak

mengertian dalam komunikasi, selanjutnya akan menyebabkan pesan yang

disampaikan kepada mereka diabaikan. Jadi dalam hal penerimaan informasi

khususnya dalam hal tuberkulosis pendidikan dan umur sangat berpengaruh

sehingga jika berhadapan dengan seseorang yang berpendidikan rendah dan pada

usia non produktif maka cara kita untuk menyampikan informasi tersebut harus

bisa mudah dipahami sehingga tidak salah faham antara apa yang disampaikan

petugas kesehatan dengan pasien tuberkulosis.

6.1.2 Kepatuhan Minum Obat pada Penderita Tuberkulosis di Puskesmas


Sumurgung Kecamatan Palang Kabupaten Tuban Tahun 2020.

Bahwa hampir seluruhnya pasien tuberkulosis patuh minum obat yaitu 29

(81%) dan sebagian kecil pasien tuberkulosis yang tidak patuh minum obat yaitu 7

(19%). Kepatuhan adalah tingkat perilaku pasien yang setuju terhadap intruksi

atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi apapun yang ditentukan, baik

itu diit, latihan pengobatan, atau menepati janji pertemuan dengan dokter (Mc.

Donald & Grimm, 1985 dalam Stanley & Beare, 2006). (Istianah, 2011)

mendefinisikan kepatuhan berobat penderita TBC adalah ketaatan dan keteraturan

penderita TBC dalam melakukan pengobatan atau minum obat.

Sebanyak 9 pasien terlihat tidak patuh minum obat dilihat dari data yang

ada di puskesmas sumurgung hal ini menunjukan masih adanya kurang kepatuhan
66

menjalani pengobatan yang sudah ditetapkan. (Depkes 2011 tentang Pedoman

Nasional Penanggulanagan Tuberkulosis) Pengobatan TB bertujuan untuk

menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan,

memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap

Obat Anti Tuberkulosis (OAT).

Pasien tuberkulosis yang patuh minum obat yaitu pasien tuberkulosis yang

berjenis kelamin perempuan sebanyak 76,9% sedangkan pasien tuberkulosis yang

tidak patuh minum obat yaitu berjenis kelamin laki laki sebanyak 26,1%,

selanjutnya menurut usia, pasien tuberkulosis yang patuh minum obat paling

banyak pada usia 15-20 tahun yaitu sebanyak 100% atau seluruhnya, sedangkan

pasien tuberkulosis yang tidak patuh minum obat yaitu pada usia >60 tahun

sebanyak 44,5%. Umur tidak produktif (>50 tahun) dalam melakukan pengobatan

TB paru diperumit dengan pengobatan untuk penyakit-penyakit lain yang

menyertai sehingga menyebabkan bertambahnya efek samping obat, putus obat,

dan meningkatnya kasus pengobatan ulang dan resistensi Obat Anti Tuberkulosis

(OAT) (Puspasari, 2014). kebanyakan pasien yang tidak patuh minum obat yaitu

pada usia non produktif ini berkaitan dengan komplikasi yang dialami pasien non

produktif lebih banyak dibandingkan dengan usia produktif yang mengakibatkan

ketidakpatuhan minum obat, hal ini bisa terjadi karena usia di atas 60 tahun

merupakan masa yang rentan terhadap penyakit sehingga jika pasien tuberkulosis

yang mempunyai komplikasi penyakit lain yang sedang menjalani pengobatan

bisa saja jenuh dengan pengobatan tuberkulosi yang panjang ditambah dengan

pengobatan penyakit lain mengakibatkan Ketidakpatuhan tersebut.


67

Menurut pendidikan, pasien tuberkulosis yang patuh minum obat paling

banyak berpendidikan SLTA yaitu sebanyak 100% atau seluruhnya, sedangkan

pasien tuberkulosis yang tidak patuh minum obat yaitu berpendidikan SD

sebanyak 44,5%. Berhasil atau tidaknya pengobatan tuberkulosis tergantung pada

pengetahuan pasien, motivasi, keadaan sosial ekonomi serta dukungan dari

keluarga. Tidak ada upaya dari diri sendiri atau motivasi dari keluarga yang

kurang memberikan dukungan untuk berobat secara tuntas akan mempengaruhi

kepatuhan pasien untuk mengkonsunsi obat (Dr.Indan Enjang, 2002). Pasien

tuberkulosis yang tidak patuh minum obat terbanyak pada usia >60 tahun dan

pada pasien yang berpendidikn SD sehingga dapat diketahui bahwa faktor usia

dan faktor pendidikan sangat berpengaruh terhadap kepatuhan minum obat.

Selanjutnya menurut pekerjaan, pasien tuberkulosis yang patuh minum

obat yaitu yang bekerja sebagai karyawan/PNS yaitu sebanyak 100% atau

seluruhnya, sedangkan pasien tuberkulosis yang tidak patuh minum obat yaitu

yang bekerja sebagai petani sebanyak 42,9%.

Kepatuhan terhadap pengobatan adalah kesetiaan mengikuti program yang

di rekomendasikan sepanjang pengobatan dengan pengambilan semua paket obat

yang ditentukan untuk keseluruhan panjangnya waktu yang diperlukan untuk

mencapai kesembuhan diperlukan kepatuhan atau keteraturan berobat bagi setiap

penderita. Penderita memiliki alasan tersendiri untuk tidak melanjutkan

pengobatan. Pada umumnya alasan penderita menghentikan pengobatan karena

paket obat terlalu banyak dan besar-besar, merasa sudah sembuh yang ditandai
68

dengan batuk berkurang, perasaan sudah enak badan, sesak napas berkurang, dan

nafsu makan baik (Sufatmi, 2014).

Hasil penelitian (Syakira, 2012 disitasi oleh maulidia, 2014) menyatakan

bahwa lebih dari 50% penderita TBC patuh dalam pengobatannya. kepatuhan

minum obat anti tuberkulosis (OAT) akan berpengaruh terhadap proses

penyembuhan dan infeksi tuberkulosis. Kepatuhan minum obat dilihat dari

pengambilan obat yang sesuai tanggal pengambilan, minum obat dengan dosis

dan waktu yang benar, tidak lupa minum obat, dan tidak berhenti minum obat

sebelum waktunya serta tidak mengganti dengan obat yang lain. Pasien

tuberkulosis yang kurang patuh diakibatkan karena kadang-kadang masil lupa

untuk minum obat, minum obat sekehendak kemauannya sendiri dan minum

jamu/obat lain serta menyelingi obat TBC dengan obat di warung.

pasien tuberkulosis yang ada diwilayah kerja puskesmas sumurgung sudah

menerima dengan baik apa yang disampaikan petugas kesehatan, pasien

tuberkulosis yang masih belum patuh berobat di puskesmas sumurgung karena

alasan terlalu banyak obat yang harus diminum, lama pengobatan yang menjadi

jenuh, dan efek samping obat yang menjadikan pasien tuberkulosis sedikit takut.

6.1.3 Analisis Hubungan Pelaksanaan KIE oleh Tenaga Kesehatan dengan


Kepatuhan Minum Obat pada Penderita Tuberkulosis di Puskesmas
Sumurgung Kecamatan Palang Kabupaten Tuban Tahun 2020.

pasien tuberkulosis yang patuh minum obat lebih banyak didapatkan pada

pasien tuberkulosis yang dilakukan KIE yaitu 24 (88,9%), dibandingkan dengan

pasien tuberkulosis yang tidak dilakukan KIE yaitu hanya 3 (33,3%), sedangkan

pasien tuberkulosis yang tidak patuh minum obat lebih banyak didapatkan pada
69

pasien tuberkulosis yang tidak dilakukan KIE yaitu sebanyak6 (66,7%),

dibandingkan dengan pasien tuberkulosis yang dilakukan KIE yaitu hanya 3

(11,1%). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah

pengetahuan, motivasi minum obat dan KIE (Komunikasi, Informasi dan

Edukasi). Faktor penting lainnya adalah tingkat pendidikan pasien, Pendidikan

rendah mengakibatkan pengetahuan rendah. Besarnya angka ketidakpatuhan

berobat akan mengakibatkan tingginya angka kegagalan pengobatan penderita TB

paru dan menyebabkan makin banyak ditemukan penderita TB paru dengan BTA

yang resisten dengan pengobatan standar (Aditama, 2004).

Adapun Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan menurut Niven

(2002) antara lain adalah Faktor Pemahaman tentang instruksi tidak seorangpun

dapat mematuhi instruksi jika dia salah paham tentang instruksi yang diberikan.

Kadang hal ini disebabkan oleh kegagalan profesional kesehatan dalam

memberikan informasi yang lengkap, penggunaan istilah medis dan memberikan

instruksi yang harus diingat oleh pasien. Faktor kualitas interaksi antara

profesional kesehatan dan pasien merupakan bagian yang penting dalam

menentukan derajat kepatuhan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan bersikap ramah

dan memberikan informasi dengan singkat dan jelas. Faktor isolasi sosial dan

keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dan menentukan

keyakinan dan nilai kesehatan individu dan dapat juga menentukan tentang

program pengobatan yang dapat mereka terima. Faktor Motivasi dapat diperoleh

dari diri sendiri, keluarga, teman, petugas kesehatan dan lingkungan sekitarnya.

Faktor Pengetahuan Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang semakin besar


70

kemungkinan untuk patuh pada suatu program pengobatan. Selain itu kurangnya

tingkat pengetahuan penderita tentang penyakit tuberkulosis paru yang masih

yang rendah, dimana dengan pendidikan yang rendah maka akan berpengaruh

terhadap pengetahuan seseorang (Heryanto, 2002).

Dari hasil penelitian diatas diketahui bahwa pelaksanaa KIE oleh petugas

kesehatan dengan kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis di

puskesmas sumurgung dikatakan berhasil karena bisa dilihat jika pelaksanaan KIE

dilakukan oleh petugas kesehatan dan diterima oleh pasien maka kepatuhan

minum obat pasien akan bertambah jadi pasien taat akan apa yang disampaikan

oleh petugas kesehatan dengan mengambil obat anti tuberkulosis dengan teratur,

tetapi jika pelaksanaan KIE sudah dilakukan oleh petugas kesehatan tetapi pasien

kurang menangkap informasi yang disampaikan maka pasien akan mengira obat

tuberkulosis itu bisa dihentikan jika gejala sudah berkurang atau lain sebagainya.

Sebaliknya jika pelaksanaan KIE oleh tenaga kesehatan belum di lakukan

maka kepatuhan minum obat pasien akan berkurang, pasien tidak mendapat

informasi tentang tuberkulosis mengenai waktu minum obat, cara minum obat,

lama berobat, dan lain lain sehingga pasien seenaknya saja dalam pengobatan

jangka pendek tuberkulosis.

Pelaksanaan KIE yang dilakukan petugas kesehatan di Puskesmas

Sumurgung sudah terlaksana dengan baik dilihat dari adanya SOP tentang

tuberkulosis di puskesmas sumurgung tetapi masih ada pasien tuberkulosis yang

melum sepenuhnya mengerti karena beberapa faktor yang sudah dijelaskan diatas

sehingga untuk saran kepada petugas kesehatan yang menangani penyakit menular
71

untuk memperhatikan kepada pasien tuberkulosis yang mungkin perlu tindakan

yang lebih dari yang lain sehingga jika sudah sesuai semua maka kepatuhan

minum obat pasien tuberkulosis akan meningkat dan bisa tercapai semuanya.

6.2 Keterbatasan Penelitian

Dari penelitian ini, keterbatasan yang di alami peneliti adalah faktor

pandemi COVID-19 sehingga penelitian yang semulanya dilakukan di puskesmas

sumurgung kecamatan palang diubah menjadi door to door dikarenakan untuk

mengurangi penyebaran COVID 19.

Peneliti menyadari bahwa kemampuan dalam berkomunikasi masih kurang

baik sehingga kurang maksimal dalam proses pengambilan data di lapangan.

Anda mungkin juga menyukai