Anda di halaman 1dari 49

BAB l

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Persoalan Iman agaknya merupakan aspek utama dalam ajaran agama di
Indonesia ini. Pentingnnya masalah agama di Indonesia tampak jelas pada
kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Indonesia memiliki ratusan
agama dan kepercayaan. Semua kepercayaan itu diakui dan masih tetap eksis
hingga saat ini, sehingga negara Indonesia menjadi negara yang paling beragam
dalam hal kepercayaan.
Munculnya berbagai aliran teologi dan kepercayaan membawa banyak
dampak, baik dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif
keberagaman agama diantaranya adalah budaya dan akulturasi suatu agama
dengan budaya setempat maupun dengan agama lain. Hal ini menimbulkan corak
budaya yang sangat unik dan beragam. Agama Islam misalnya, karena terjadi
pencampuran budaya dari Islam murni dengan agama Hindu dan animisme,
terbentuklah agama Islam Indonesia yang kita anut saat ini. Sedangkan dampak
negatifnya adalah timbulnya perpecahan dan perbedaan pendapat di masyarakat
serta tidak saling pengertian, sehingga memicu pertikaian yang tidak bisa
dihindari, seperti kasus Poso dan kasus Sampang beberapa waktu lalu. Semua
terbungkus dalam isu-isu yang bernuansa politik, dan kemudian berkembang pada
persoalan keyakinan tentang tuhan dengan mengikutsertakan kelompok-kelompok
mereka sebagai pemegang “predikat kebenaran”.
Agama Budha. Sebagai salah satu agama resmi di Indonesia, adalah agama
yang begitu unik dan lain daripada yang lain. Dengan jumlah pengikut yang tidak
cukup banyak dibandingkan dengan agama resmi lainnya di Indonesia, agama
Budha telah menyumbangkan begitu banyak histori dan peninggalan dimasa lalu.
Borobudur misalnya, sebagai candi terbesar di dunia, candi ini telah membuat
masyarakat dunia begitu kagum dengan bangsa kita. Bagaimana mungkin suatu

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 1


bangsa bisa membangun candi sebesar dan semegah itu. Dengan berbagai ukiran
di dinding-dinding candi yang begitu detail dan memiliki beribu kisah yang
tersembunyi, sehingga dianggap sebagai salah satu keajaiban dunia dan diangkat
sebagai salah satu warisan dunia oleh UNESCO.
Saya begitu tertarik untuk mengangkat agama Budha di Indonesia sebagai
makalah saya karena berbagai alasan. Saya berpendapat bahwa agama Budha
adalah salah satu agama yang telah sukses membawa pengikutnya dalam suatu
ajaran perdamaian. Buktinya, sangat sedikit bahkan tidak ada sama sekali konflik
atau pertikaian antara agama Budha dengan agama lainnya, walaupun agama
Budha secara harfiah belum menemukan tuhannya.
Semoga makalah yang saya buat dapat memberikan sumbangsih dalam
ilmu pengetahuan. Selamat membaca!

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah dan perkembangan agama Budha?
2. Bagaimana sejarah dan perkembangan agama Budha di Indonesia?
3. Apa saja peninggalan agama Budha di Indonesia?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan agama Budha di Indonesia
2. Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan agama Budha di Indonesia
3. Untuk mengetahui peninggalan-peninggalan agama Budha di Indonesia

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 2


BAB  II
PEMBAHASAN

Sejarah agama Buddha mulai dari abad ke-6 SM sampai sekarang dari
lahirnya sang Buddha Siddharta Gautama. Dengan ini, ini adalah salah satu agama
tertua yang masih dianut di dunia. Selama masa ini, agama ini sementara
berkembang, unsur kebudayaan India, ditambah dengan unsur-unsur kebudayaan
Helenistik (Yunani), Asia Tengah, Asia Timur dan Asia Tenggara. Dalam proses
perkembangannya ini, agama ini praktis telah menyentuh hampir seluruh benua
Asia. Sejarah agama Buddha juga ditandai dengan perkembangan banyak aliran
dan mazhab, serta perpecahan-perpecahan. Yang utama di antaranya adalah aliran
tradisi Theravada, Mahayana, dan Vajrayana (Bajrayana), yang sejarahnya
ditandai dengan masa pasang dan surut.

A. KEHIDUPAN BUDDHA

Menurut tradisi Buddha, tokoh historis Buddha Siddharta Gautama


dilahirkan dari suku Sakya pada awal masa Magadha (546–324 SM), di sebuah
kota, selatan pegunungan Himalaya yang bernama Lumbini. Sekarang kota ini
terletak di Nepal sebelah selatan. Ia juga dikenal dengan nama Sakyamuni
(harafiah: orang bijak dari kaum Sakya").1

Setelah kehidupan awalnya yang penuh kemewahan di bawah


perlindungan ayahnya, raja Kapilavastu (kemudian hari digabungkan pada
kerajaan Magadha), Siddharta melihat kenyataan kehidupan sehari-hari dan
menarik kesimpulan bahwa kehidupan nyata, pada hakekatnya adalah
kesengsaraan yang tak dapat dihindari. Siddharta kemudian meninggalkan
kehidupan mewahnya yang tak ada artinya lalu menjadi seorang pertapa.
Kemudian ia berpendapat bahwa bertapa juga tak ada artinya, dan lalu mencari
jalan tengah (majhima patipada ). Jalan tengah ini merupakan sebuah kompromis
1
http://www.wikipedia.org/index.php?title:sejarah_agama_budha, diakses 30 April 2014.

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 3


antara kehidupan berfoya-foya yang terlalu memuaskan hawa nafsu dan
kehidupan bertapa yang terlalu menyiksa diri.

Di bawah sebuah pohon bodhi, ia berkaul tidak akan pernah


meninggalkan posisinya sampai ia menemukan Kebenaran. Pada usia 35 tahun, ia
mencapai Pencerahan. Pada saat itu ia dikenal sebagai Gautama Buddha, atau
hanya "Buddha" saja, sebuah kata dalam Sanskerta yang berarti "ia yang sadar"
(dari kata budh+ta).2

Untuk 45 tahun selanjutnya, ia menelusuri dataran Gangga di tengah


India (daerah mengalirnya sungai Gangga dan anak-anak sungainya), sembari
menyebarkan ajarannya kepada sejumlah orang yang berbeda-beda.

Keengganan Buddha untuk mengangkat seorang penerus atau


meresmikan ajarannya mengakibatkan munculnya banyak aliran dalam waktu 400
tahun selanjutnya: pertama-tama aliran-aliran mazhab Buddha Nikaya, yang
sekarang hanya masih tersisa Theravada, dan kemudian terbentuknya mazhab
Mahayana, sebuah gerakan pan-Buddha yang didasarkan pada penerimaan kitab-
kitab baru.

B. TAHAP AWAL AGAMA BUDDHA

Sebelum disebarkan di bawah perlindungan maharaja Asoka pada abad


ke-3 SM, agama Buddha kelihatannya hanya sebuah fenomena kecil saja, dan
sejarah peristiwa-peristiwa yang membentuk agama ini tidaklah banyak tercatat.
Dua konsili (sidang umum) pembentukan dikatakan pernah terjadi, meski
pengetahuan kita akan ini berdasarkan catatan-catatan dari kemudian hari.
Konsili-konsili (juga disebut pasamuhan agung) ini berusaha membahas
formalisasi doktrin-doktrin Buddhis, dan beberapa perpecahan dalam gerakan
Buddha.

1. Konsili Buddha Pertama (abad ke-5 SM)

2
"Dictionary of Buddhism" by Damien Keown (Oxford University Press, 2003) ISBN 0-19-
860560-9.

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 4


Konsili pertama Buddha diadakan tidak lama setelah Buddha wafat di
bawah perlindungan raja Ajatasattu dari Kekaisaran Magadha, dan dikepalai oleh
seorang rahib bernama Mahakassapa, di Rajagaha(sekarang disebut Rajgir).
Tujuan konsili ini adalah untuk menetapkan kutipan-kutipan Buddha (sutta
(Buddha)) dan mengkodifikasikan hukum-hukum monastik (vinaya): Ananda,
salah seorang murid utama Buddha dan saudara sepupunya, diundang untuk
meresitasikan ajaran-ajaran Buddha, dan Upali, seorang murid lainnya,
meresitasikan hukum-hukum vinaya. Ini kemudian menjadi dasar kanon Pali,
yang telah menjadi teks rujukan dasar pada seluruh masa sejarah agama Buddha.3

2. Konsili Kedua Buddha (383 SM)

Konsili kedua Buddha diadakan oleh raja Kalasoka di Vaisali, mengikuti


konflik-konflik antara mazhab tradisionalis dan gerakan-gerakan yang lebih
liberal dan menyebut diri mereka sendiri kaum Mahasanghika.

Mazhab-mazhab tradisional menganggap Buddha adalah seorang


manusia biasa yang mencapai pencerahan, yang juga bisa dicapai oleh para bhiksu
yang mentaati peraturan monastik dan mempraktekkan ajaran Buddha demi
mengatasi samsara dan mencapai arhat. Namun kaum Mahasanghika yang ingin
memisahkan diri, menganggap ini terlalu individualistis dan egois. Mereka
menganggap bahwa tujuan untuk menjadi arhat tidak cukup, dan menyatakan
bahwa tujuan yang sejati adalah mencapai status Buddha penuh, dalam arti
membuka jalan paham Mahayana yang kelak muncul. Mereka menjadi pendukung
peraturan monastik yang lebih longgar dan lebih menarik bagi sebagian besar
kaum rohaniwan dan kaum awam (itulah makanya nama mereka berarti kumpulan
"besar" atau "mayoritas").

Konsili ini berakhir dengan penolakan ajaran kaum Mahasanghika.


Mereka meninggalkan sidang dan bertahan selama beberapa abad di Indian barat
laut dan Asia Tengah menurut prasasti-prasasti Kharoshti yang ditemukan dekat
Oxus dan bertarikh abad pertama.

3
"The Times Atlas of Archeology" (Times Books Limited, London, 1991) ISBN 0-7230-0306-8.

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 5


3. Dakwah Asoka (+/- 260 SM)

Maharaja Asoka dari Kekaisaran Maurya


(273–232 SM) masuk agama Buddha setelah
menaklukkan wilayah Kalingga (sekarang Orissa)
di India timur secara berdarah. Karena menyesali
perbuatannya yang keji, sang maharaja ini lalu
memutuskan untuk meninggalkan kekerasan dan
menyebarkan ajaran Buddha dengan membangun
stupa-stupa dan pilar-pilar di mana ia menghimbau
untuk menghormati segala makhluk hidup dan
mengajak orang-orang untuk mentaati Dharma.
Asoka juga membangun jalan-jalan dan rumah
sakit-rumah sakit di seluruh negeri.
Kapital (pucuk pilar)
sebuah pilar yang didirikan Periode ini menandai penyebaran agama
oleh maharaja Asoka di Buddha di luar India. Menurut prasasti dan pilar
Sarnath +/- 250 SM.
yang ditinggalkan Asoka (piagam-piagam Asoka),
utusan dikirimkan ke pelbagai negara untuk menyebarkan agama Buddha, sampai
sejauh kerajaan-kerajaan Yunani di barat dan terutama di kerajaan Baktria-Yunani
yang merupakan wilayah tetangga. Kemungkinan besar mereka juga sampai di
daerah Laut Tengah menurut prasasti-prasasti Asoka.

4. Konsili Buddha Ketiga (+/- 250 SM)

Maharaja Asoka memprakarsai Konsili Buddha ketiga sekitar tahun 250


SM di Pataliputra (sekarang Patna). Konsili ini dipimpin oleh rahib Moggaliputta.
Tujuan konsili adalah rekonsiliasi mazhab-mazhab Buddha yang berbeda-beda,
memurnikan gerakan Buddha, terutama dari faksi-faksi oportunistik yang tertarik
dengan perlindungan kerajaan dan organisasi pengiriman misionaris-misionaris
Buddha ke dunia yang dikenal.

Kanon Pali (Tipitaka, atau Tripitaka dalam bahasa Sanskerta, dan secara
harafiah berarti "Tiga Keranjang"), yang memuat teks-teks rujukan tradisional

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 6


Buddha dan dianggap diturunkan langsung dari sang Buddha, diresmikan
penggunaannya saat itu. Tipitaka terdiri dari doktrin (Sutra Pitaka), peraturan
monastik (Vinaya Pitaka) dan ditambah dengan kumpulan filsafat (Abhidharma
Pitaka).

Usaha-usaha Asoka untuk memurnikan agama Buddha juga


mengakibatkan pengucilan gerakan-gerakan lain yang muncul. Terutama, setelah
tahun 250 SM, kaum Sarvastidin (yang telah ditolak konsili ketiga, menurut
tradisi Theravada) dan kaum Dharmaguptaka menjadi berpengaruh di India barat
laut dan Asia Tengah, sampai masa Kekaisaran Kushan pada abad-abad pertama
Masehi. Para pengikut Dharmaguptaka memiliki ciri khas kepercayaan mereka
bahwa sang Buddha berada di atas dan terpisah dari anggota komunitas Buddha
lainnya. Sedangkan kaum Sarvastivadin percaya bahwa masa lampau, masa kini
dan masa depan terjadi pada saat yang sama.4

5. Dunia Helenistik

Beberapa prasati
Piagam Asoka menulis tentang
usaha-usaha yang telah
dilaksanakan oleh Asoka untuk
mempromosikan agama Buddha
di dunia Helenistik (Yunani),
yang kala itu berkesinambungan
tanpa putus dari India sampai
Dakwah agama Buddha semasa Yunani. Piagam-piagam Asoka
pemerintahan maharaja Asoka (260–218 SM).
menunjukkan pengertian yang
mendalam mengenai sistem politik di wilayah-wilayah Helenistik: tempat dan
lokasi raja-raja Yunani penting disebutkan, dan mereka disebut sebagai penerima
dakwah agama Buddha: Antiokhus II Theos dari Kerajaan Seleukus (261–246
SM), Ptolemeus II Filadelfos dari Mesir (285–247 SM), Antigonus Gonatas dari

4
"National Museum Arts asiatiques- Guimet" (Editions de la Reunion des Musées Nationaux,
Paris, 2001) ISBN 2-7118-3897-8.

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 7


Makedonia (276–239 SM), Magas dari Kirene (288–258 SM), dan Alexander dari
Epirus (272–255 SM).

"Penaklukan Dharma telah dilaksanakan dengan berhasil, pada perbatasan


dan bahkan enam ratus yojana (6.400 kilometer) jauhnya, di mana sang
raja Yunani Antiochos memerintah, di sana di mana empat raja bernama
Ptolemeus, Antigonos, Magas dan Alexander bertakhta, dan juga di
sebelah selatan di antara kaum Chola, Pandya, dan sejauh Tamraparni."
(Piagam Asoka, Piagam Batu ke-13, S. Dhammika)5

Kemudian, menurut beberapa sumber dalam bahasa Pali, beberapa utusan


Asoka adalah bhiksu-bhiksu Yunani, yang menunjukkan eratnya pertukaran
agama antara kedua budaya ini:

"Ketika sang thera (sesepuh) Moggaliputta, sang pencerah agama sang


Penakluk (Asoka) telah menyelesaikan Konsili (ke-3) […], beliau
mengirimkan thera-thera, yang satu kemari yang lain ke sana: […] dan ke
Aparantaka (negeri-negeri barat yang biasanya merujuk Gujarat dan
Sindhu), beliau mengirimkan seorang Yunani (Yona) bernama
Dhammarakkhita". (Mahavamsa XII).

Tidaklah jelas seberapa jauh interaksi ini berpengaruh, tetapi beberapa


pakar mengatakan bahwa sampai tingkat tertentu ada sinkretisme antara falsafah
Yunani dan ajaran Buddha di tanah-tanah Helenik kala itu. Mereka terutama
menunjukkan keberadaan komunitas Buddha di Dunia Helenistik kala itu,
terutama di Alexandria (disebut oleh Clemens dari Alexandria), dan keberadaan
sebuah ordo-monastik pra-Kristen bernama Therapeutae (kemungkinan diambil
dari kata Pali "Theraputta"), yang kemungkinan "mengambil ilham dari ajaran-
ajaran dan penerapan ilmu tapa-samadi Buddha" (Robert Linssen).6

Mulai dari tahun 100 SM, simbol "bintang di tengah mahkota", juga
secara alternatif disebut "cakra berruji delapan" dan kemungkinan dipengaruhi
desain Dharmacakra Buddha, mulai muncul di koin-koin raja Yahudi, Raja
5
http://id.wikipedia.org/w/indek.php?title=piagam-piagam_asoka, diakses 30 April 2014.
6
"Living Zen" by Robert Linssen (Grove Press, New York, 1958) ISBN 0-8021-3136-0.

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 8


Alexander Yaneus (103-76 SM). Alexander Yaneus dihubungkan dengan sekte
falsafi Yunani, kaum Saduki dan dengan ordo monastik Essenes, yang merupakan
cikal-bakal agama Kristen. Penggambaran cakra atau roda berruji delapan ini
dilanjutkan oleh jandanya, Ratu Alexandra, sampai orang Romawi menginvasi
Yudea pada 63 SM.

Batu-batu nisan Buddha dari era Ptolemeus juga ditemukan di kota


Alexandria, dengan hiasan Dharmacakra (Tarn, "The Greeks in Bactria and
India"). Dalam mengkomentari keberadaan orang-orang Buddha di Alexandria,
beberapa pakar menyatakan bahwa “Kelak pada tempat ini juga beberapa pusat
agama Kristen yang paling aktif didirikan” (Robert Linssen "Zen living").7

6. Ekspansi ke Asia

Di daerah-daerah sebelah timur anak


benua Hindia (sekarang Myanmar), Budaya
India banyak memengaruhi sukubangsa
Mon. Dikatakan suku Mon mulai masuk
agama Buddha sekitar tahun 200 SM berkat
dakwah maharaja Asoka dari India, sebelum
perpecahan antara aliran Mahayana dan
Hinayana. Candi-candi Buddha Mon awal,
seperti Peikthano di Myanmar tengah,
Penggambaran suku Mon
mengenai (Dharmacakra), seni ditarikh berasal dari abad pertama sampai
dari Dvaravati, +/-abad ke-8.
abad ke-5 Masehi.

Seni Buddha suku Mon terutama dipengaruhi seni India kaum Gupta dan
periode pasca Gupta. Gaya manneris mereka menyebar di Asia Tenggara
mengikuti ekspansi kerajaan Mon antara abad ke-5 dan abad ke-8. Aliran
Theravada meluas di bagian utara Asia Tenggara di bawah pengaruh Mon, sampai
diganti secara bertahap dengan aliran Mahayana sejak abad ke-6.

7
Ibid,.

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 9


Agama Buddha konon dibawa ke Sri Lanka oleh putra Asoka Mahinda
dan enam kawannya semasa abad ke-2 SM. Mereka berhasil menarik Raja
Devanampiva Tissa dan banyak anggota bangsawan masuk agama Buddha. Inilah
waktunya kapan wihara Mahavihara, pusat aliran Ortodoks Singhala, dibangunt.
Kanon Pali dimulai ditulis di Sri Lanka semasa kekuasaan Raja Vittagamani
(memerintah 29–17 SM), dan tradisi Theravada berkembang di sana. Beberapa
komentator agama Buddha juga bermukim di sana seperti Buddhaghosa (abad ke-
4 sampai ke-5). Meski aliran Mahayana kemudian mendapatkan pengaruh kala
itu, akhirnya aliran Theravada yang berjaya dan Sri Lanka akhirnya menjadi
benteng terakhir aliran Theravada, dari mana aliran ini akan disebarkan lagi ke
Asia Tenggara mulai abad ke-11.

Ada pula sebuah legenda, yang tidak didukung langsung oleh bukti-bukti
piagam, bahwa Asoka pernah mengirim seorang misionaris ke utara, melalui
pegunungan Himalaya, menuju ke Khotan di dataran rendah Tarim, kala itu tanah
sebuah bangsa Indo-Eropa, bangsa Tokharia.8

7. Penindasan oleh dinasti Sungga (abad ke-2 sampai abad ke-1 SM)

Dinasti Sungga (185–73 SM) didirikan pada tahun 185 SM, kurang lebih
50 tahun setelah mangkatnya maharaja Asoka. Setelah membunuh Raja Brhadrata
(raja terakhir dinasti Maurya), hulubalang tentara Pusyamitra Sunga naik takhta.
Ia adalah seorang Brahmana ortodoks, dan Sunga dikenal karena kebencian dan
penindasannya terhadap kaum-kaum Buddha. Dicatat ia telah "merusak wihara
dan membunuh para bhiksu" (Divyavadana, pp. 429–434): 84.000 stupa Buddha
yang telah dibangun Asoka dirusak (R. Thaper), dan 100 keping koin emas
ditawarkan untuk setiap kepala bhiksu Buddha (Indian Historical Quarterly Vol.
XXII, halaman 81 dst. dikutip di Hars.407). Sejumlah besar wihara Buddha
diubah menjadi kuil Hindu, seperti di Nalanda, Bodhgaya, Sarnath, dan Mathura.9

8. Interaksi Buddha-Yunani (abad ke-2 sampai abad pertama Masehi)

8
http://id.wikipedia.org/w/indek.php?title=piagam-piagam_asoka, diakses 30 April 2014.
9
http://id.wikipedia.org/w/indek.php?title=kekaisaran_sungga, diakses 30 April 2014.

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 10


Di wilayah-wilayah barat Anak
benua India, kerajaan-kerajaan
Yunani yang bertetangga sudah
ada di Baktria (sekarang di
Afghanistan utara) semenjak
penaklukan oleh Alexander
Drakhma perak Menander I (berkuasa +/- yang Agung pada sekitar 326
160–135SM). Obv: huruf Yunani, BASILEOS SM: pertama-tama kaum
SOTHROS MENANDROY secara harafiah
"Raja Penyelamat Menander". Seleukus dari kurang lebih
tahun 323 SM, lalu Kerajaan Baktria-Yunani dari kurang lebih tahun 250 SM.

Raja Baktria-Yunani Demetrius I dari


Baktria, menginvasi India pada tahun 180 SM
dan sampai sejauh Pataliputra. Kemudian
sebuah Kerajaan Yunani-India didirikan yang
akan lestari di India bagian utara sampai akhir
abad pertama SM.

Agama Buddha berkembang di bawah


naungan raja-raja Yunani-India, dan pernah
diutarakan bahwa maksud mereka menginvasi
Arca Buddha-Yunani, salah India adalah untuk menunjukkan dukungan
satu penggambaran Buddha,
mereka terhadap Kekaisaran Maurya dan
abad pertama sampai abad ke-
2 Masehi, Gandhara. melindungi para penganut Buddha dari
penindasan kaum Sungga (185–73 SM).

Salah seorang raja Yunani-India yang termasyhur adalah Raja Menander


I (yang berkuasa dari +/- 160–135 SM). Kelihatannya beliau masuk agama
Buddha dan digambarkan dalam tradisi Mahayana sebagai salah satu sponsor
agama ini, sama dengan maharaja Asoka atau seorang raja Kushan dari masa yang
akan datang, raja Kaniska. Koin-koin Menander memuat tulisan "Raja
Penyelamat" dalam bahasa Yunani, dan "Maharaja Dharma" dalam aksara

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 11


Kharosti. Pertukaran budaya secara langsung ditunjukkan dalam dialog Milinda
Panha antara raja Yunani Menander I dan sang bhiksu Nagasena pada sekitar
tahun 160 SM. Setelah mangkatnya, maka demi menghormatinya, abu
pembakarannya diklaim oleh kota-kota yang dikuasainya dan ditaruh di stupa-
stupa tempat pemujaannya, mirip dengan sang Buddha Gautama (Plutarkhus,

Praec. reip. ger. 28, 6).10

Interaksi antara budaya Yunani dan Buddha kemungkinan memiliki


pengaruh dalam perkembangan aliran Mahayana, sementara kepercayaan ini
mengembangkan pendekatan falsafinya yang canggih dan perlakuan Buddha yang
mirip dengan Dewa-Dewa Yunani. Kira-kira juga kala seperti ini pelukisan
Buddha secara antropomorfis dilakukan, seringkali dalam bentuk gaya seni
Buddha-Yunani: "One might regard the classical influence as including the
general idea of representing a man-god in this purely human form, which was of
course well familiar in the West, and it is very likely that the example of
westerner's treatment of their gods was indeed an important factor in the
innovation" (Boardman, "The Diffusion of Classical Art in Antiquity").11

9. Berkembangnya aliran Mahayana (Abad Pertama SM-Abad ke-2)

Berkembangnya agama Buddha Mahayana dari abad ke-1 SM diiringi


dengan perubahan kompleks politik di India barat laut. Kerajaan-kerajaan Yunani-
India ini secara bertahap dikalahkan dan diasimilasi oleh kaum nomad Indo-Eropa
yang berasal dari Asia Tengah, yaitu kaum Schytia India, dan lalu kaum Yuezhi,
yang mendirikan Kekaisaran Kushan dari kira-kira tahun 12 SM.12

Kaum Kushan
menunjang agama Buddha dan
konsili keempat Buddha
10
Richard Foltz, Religions of the Silk Road: Premodern Patterns of Globalization, New York:
Palgrave Macmillan, 2010. ISBN 978-0-230-62125-1.
11
"The Diffusion of Classical Art in Antiquity" by John Boardman (Princeton University Press,
1994) ISBN 0-691-03680-2.
12
"The Shapeemas
Koin of Ancient Thought.
KekaisaranComparativeKushan
studies in Greek and Indian Philosophies" by
Thomas McEvilley (Allworth Press, New York, 2002) ISBN 1-58115-203-5.
memperlihatkan maharaja Kanishka I (~100–
126 Masehi) dengan sebuah lukisan
Helenistik Buddha, dan kata "Boddo" Sejarah
dalam Agama Budha di Indonesia | 12
huruf Yunani.
kemudian dibuka oleh maharaja Kanishka, pada kira-kira tahun 100 Masehi di
Jalandhar atau di Kashmir. Peristiwa ini seringkali diasosiasikan dengan
munculnya aliran Mahayana secara resmi dan pecahnya aliran ini dengan aliran
Theravada. Mazhab Theravada tidak mengakui keabsahan konsili ini dan
seringkali menyebutnya "konsili rahib bidaah".

Konon Kanishka mengumpulkan 500 bhiksu di Kashmir, yang dikepalai


oleh Vasumitra, untuk menyunting Tripitaka dan memberikan komentar. Maka
konon pada konsili ini telah dihasilkan 300.000 bait dan lebih dari 9 juta dalil-
dalil. Karya ini memerlukan waktu 12 tahun untuk diselesaikan.

Konsili ini tidak berdasarkan kanon Pali yang asli (Tipitaka). Sebaliknya,
sekelompok teks-teks suci diabsahkan dan juga prinsip-prinsip dasar doktrin
Mahayana disusun. Teks-teks suci yang baru ini, biasanya dalam bahasa Gandhari
dan aksara Kharosthi kemudian ditulis ulang dalam bahasa Sanskerta yang sudah
menjadi bahasa klasik. Bagi banyak pakar hal ini merupakan titik balik penting
dalam penyebaran pemikiran Buddha.

Wujud baru Buddhisme ini ditandai dengan pelakuan Buddha yang mirip
dilakukan bagaikan Dewa atau bahkan Tuhan. Gagasan yang berada di
belakangnya ialah bahwa semua makhluk hidup memiliki alam dasar Buddha dan
seyogyanya bercita-cita meraih "Kebuddhaan". Ada pula sinkretisme keagamaan
terjadi karena pengaruh banyak kebudayaan yang berada di India bagian barat laut
dan Kekaisaran Kushan.13

10. Penyebaran Mahayana (Abad pertama sampai abad ke-10 Masehi)

Dari saat itu dan dalam kurun waktu beberapa abad, Mahayana
berkembang dan menyebar ke arah timur. Dari India ke Asia Tenggara, lalu juga
ke utara ke Asia Tengah, Tiongkok, Korea, dan akhirnya Jepang pada tahun 538.14

11. Kelahiran kembali Theravada (abad ke-11 sampai sekarang)

Mulai abad ke-11, hancurnya agama Buddha di anak benua India oleh
13
Ibid,.
14
"Japanese Buddhism" by Sir Charles Eliot, ISBN 0-7103-0967-8.

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 13


serbuan Islam menyebabkan kemunduran aliran Mahayana di Asia Tenggara. Rute
daratan lewat anak benua India menjadi bahaya, maka arah perjalanan laut
langsung di antara Timur Tengah lewat Sri Lanka dan ke Cina terjadi,
menyebabkan dipeluknya aliran Theravada Pali kanon, lalu diperkenalkan ke
daerah sekitarnya sekitar abad ke-11 dari Sri Lanka.

Raja Anawrahta (1044–1077), pendiri sejarah kekaisaran Birma,


mempersatukan negara dan memeluk aliran Theravada. Ini memulai membangun
ribuan candi Budha Pagan, ibu kota, di antara abad ke-11 dan abad ke-13. Sekitar
2.000 di antaranya masih berdiri. Kekuasaan orang Birma surut dengan kenaikan
orang Thai, dan dengan ditaklukannya ibu kota Pagan oleh orang Mongolia pada
1287, tetapi aliran Buddha Theravada masih merupakan kepercayaan utama
rakyat Myanmar sampai hari ini.

Kepercayaan Theravada juga dipeluk oleh kerajaan etnik Thai Sukhothai


sekitar 1260. Theravada lebih jauh menjadi kuat selama masa Ayutthaya (abad ke-
14 sampai abad ke-18), menjadi bagian integral masyarakat Thai. Di daratan Asia
Tenggara, Theravada terus menyebar ke Laos dan Kamboja pada abad ke-13.

Tetapi, mulai abad ke-14, di daerah-daerah ujung pesisir dan kepulauan


Asia Tenggara, pengaruh Islam ternyata lebih kuat, mengembang ke dalam
Malaysia, Indonesia, dan kebanyakan pulau hingga ke selatan Filipina.15

C. SEJARAH AGAMA BUDHA DI INDONESIA


Agama Buddha di Indonesia memiliki sejarah panjang. Di Indonesia
selama era administrasi Orde Baru, terdapat lima agama resmi di Indonesia,
menurut ideologi negara Pancasila, salah satunya termasuk Agama Buddha.
Presiden Soeharto telah menganggap agama Buddha dan Hindu sebagai agama
klasik Indonesia. Agama Buddha merupakan salah satu agama tertua yang ada di
dunia. Agama buddha berasal dari India, tepatnya Nepal sejak abad ke-6 SM dan
tetap bertahan hingga sekarang. Agama Buddha berkembang cukup baik di daerah
Asia dan telah menjadi agama mayoritas di beberapa negara, seperti Taiwan,
15
"Hinduism and Buddhism: An Historical Sketch" by Sir Charles Eliot, ISBN 81-215-1093-7.

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 14


Thailand, Myanmar dan lainnya. Agama Buddha kemudian juga masuk ke
nusantara (sekarang Indonesia) dan menjadi salah satu agama tertua yang ada di
Indonesia saat ini.

Buddhisme yang menyebar di nusantara pada awalnya adalah sebuah


keyakinan intelektual, dan hanya sedikit berkaitan dengan supranatural. Namun
dalam prosesnya, kebutuhan politik, dan keinginan emosional pribadi untuk
terlindung dari bahaya-bahaya di dunia oleh sosok dewa yang kuat, telah
menyebabkan modifikasi dalam agama Buddha. Dalam banyak hal, Buddhisme
adalah sangat individualistis, yaitu semua individu, baik pria maupun wanita
bertanggung jawab untuk spiritualitas mereka sendiri. Siapapun bisa bermeditasi
sendirian; candi tidak diperlukan, dan tidak ada pendeta yang diperlukan untuk
bertindak sebagai perantara. Masyarakat menyediakan pagoda dan kuil-kuil hanya
untuk menginspirasi kerangka pikiran yang tepat untuk membantu umat dalam
pengabdian dan kesadaran diri mereka.

Meskipun di Indonesia berbagai aliran melakukan pendekatan pada


ajaran Buddha dengan cara-cara yang berbeda, fitur utama dari agama Buddha di
Indonesia adalah pengakuan dari "Empat Kebenaran Mulia" dan "Jalan Utama
Berunsur Delapan". Empat Kebenaran Mulia melibatkan pengakuan bahwa semua
keberadaan dipenuhi penderitaan; asal mula penderitaan adalah keinginan untuk
obyek duniawi; penderitaan dihentikan pada saat keinginan berhenti; dan Jalan
Utama Berunsur Delapan mengarah ke pencerahan. Jalan Utama Berunsur
Delapan mendatangkan pandangan, penyelesaian, ucapan, perilaku, mata
pencaharian, usaha, perhatian, dan konsentrasi yang sempurna.

1. Masa Kerajaan Hindu-Buddha

Agama Buddha pertama kali masuk ke Nusantara (sekarang Indonesia)


sekitar pada abad ke-5 Masehi jika dilihat dari penginggalan prasasti-prasasti yang
ada. Diduga pertama kali dibawa oleh pengelana dari China bernama Fa Hsien.16
Kerajaan Buddha pertama kali yang berkembang di Nusantara adalah Kerajaan
16
Sejarah Perkembangan Agama Buddhis di Indonesia (http://www.baghavant.com/home.php?
link=sejarah&tipe=sejarah_buddhisme_indonesia_1), diakses 30 April 2014.

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 15


Sriwijaya yang berdiri pada abad ke-7 sampai ke tahun 1377. Kerajaan Sriwijaya
pernah menjadi salah satu pusat pengembangan agama Buddha di Asia Tenggara.
Hal ini terlihat pada catatan seorang sarjana dari China bernama I-Tsing yang
melakukan perjalanan ke India dan Nusantara serta mencatat perkembangan
agama Buddha disana. Biarawan Buddha lainnya yang mengunjungi Indonesia
adalah Atisa, Dharmapala, seorang profesor dari Nalanda, dan Vajrabodhi,
seorang penganut agama Buddha yang berasal dari India Selatan.

Di Jawa berdiri juga kerajaan Buddha yaitu Kerajaan Syailendra,


tepatnya di Jawa Tengah sekarang, meskipun tidak sebesar Kerajaan Sriwijaya.
Kerajaan ini berdiri pada tahum 775-850, dan meninggalkan peninggalan berupa
beberapa candi-candi Buddha yang masih berdiri hingga sekarang antara lain
Candi Borobudur, Candi Mendut dan Candi Pawon. Setelah itu pada tahun 1292
hingga 1478, berdiri Kerajaan Majapahit yang merupakan kerajaan Hindu-Buddha
terakhir yang ada di Indonesia. Kerajaan Majapahit mencapai masa kejayaannya
ketika dipimpin oleh Hayam Wuruk dan Maha Patihnya, Gajah Mada. Namun
karena terjadi perpecahan internal dan juga tidak adanya penguasa pengganti yang
menyamai kejayaan Hayam Wuruk dan Gajah Mada, maka Kerajaan Majapahit
mulai mengalami kemunduran. Setelah keruntuhan kerajaan Majapahit, maka
kerajaan Hindu-Buddha mulai tergeser oleh kerajaan-kerajaan Islam.

Dari mula masuknya agama Buddha di Nusantara terutama pada masa


Kerajaan Sriwijaya, mayoritas penduduk pada daerah tersebut merupakan
pemeluk agama Buddha, terutama pada daerah Nusantara bagian Jawa dan
Sumatera. Namun, setelah berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia,
jumlah pemeluk agama Buddha semakin berkurang karena tergantikan oleh agama
Islam baru yang dibawa masuk ke Nusantara oleh pedagang-pedagang yang
bermukim di daerah pesisir. Jumlah umat Buddha di Indonesia juga tidak
berkembang pada masa penjajahan Belanda maupun penjajahan Jepang. Bahkan
pada masa penjajahan Portugis, umat Buddha di Indonesia semakin berkurang
karena bangsa Eropa juga membawa misionaris untuk menyebarkan agama
Kristen di Nusantara.

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 16


2. Kerajaan Sriwijaya

Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan maritim yang berada di Sumatera,


namun kekuasaannya mencapai Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Semenanjung
Malaya, Thailand, Kamboja dan lainnya. Sriwijaya berasal dari bahasa Sanskerta,
sri adalah "bercahaya" dan vijaya adalah "kemenangan". Kerajaan Sriwijaya
mula-mula berdiri sekitar tahun 600 dan bertahan hingga tahun 1377. Kerajaan
Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan yang sempat terlupakan, yang kemudian
dikenalkan kembali oleh sarjana Perancis, bernama George Cœdès pada tahun
1920-an.17

George Cœdès memperkenalkan kembali sriwijaya berdasarkan


penemuannya dari prasasti dan berita dari Tiongkok. Penemuan George Coedes
kemudian dimuat dalam koran berbahasa Belanda dan Indonesia [3]. Dan sejak saat
itu kerajaan sriwijaya mulai dikenal kembali oleh masyarakat. Hilangnya kabar
mengenai keberadaan Sriwijaya diakibatkan oleh sedikitnya jumlah peninggalan
yang ditinggalkan oleh kerajaan
sriwijaya sebelum runtuh. Beberapa
penyebab runtuhnya Kerajaan
Sriwijaya, yaitu:

 Serangan dari Dinasti Chola dari


Koromandel, India Selatan
(1017&1025)

Serangan ini berhasil


menawan raja Sriwijaya dan
kemudian Dinasti Chola menjadi
Wilayah kekuasaan Kerajaan
Sriwijaya sekitar abad ke-8. berkuasa atas kerajaan
Sriwijaya. Akibat dari serangan ini, kedudukan kerajaan Sriwijaya di
nusantara mulai bergoyang.

 Muncul kerajaan Melayu, Dharmasraya


17
Kerajaan Sriwijaya (http://www.melayuonline.com/Ind/history/dig330/), diakses 30 April 2014.

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 17


Setelah melemahnya kekuasaan Dinasti Chola, kemudian muncul
kerajaan Dharmasraya yang mengambil alih Semenanjung Malaya dan
juga menekan keberadaan kerajaan Sriwijaya.

 Kekalahan perang dari kerajaan lain

Alasan lain yang menyebabkan runtuhnya Sriwijaya yaitu perang


dengan kerajaan lain seperti Singosari, Majapahit serta Dharmasraya.
Selain sebagai penyebab runtuhnya Sriwijaya, perang ini juga
menyebabkan banyak peninggalan sriwijya yang rusak atau hilang,
sehingga keberadaan Kerajaan Sriwijaya terlupakan selama beberapa
abad.18

Perkembangan agama Buddha selama masa Sriwijaya dapat diketahui


berdasarkan laporan I-Tsing. Sebelum melakukan studi ke Universitas Nalanda di
India, I-Tsing melakukan kunjungan ke kerajaan Sriwijaya. Berdasarkan catatan I-
tsing, Sriwijaya merupakan rumah bagi sarjana Buddha, dan menjadi pusat
pembelajaran agama Buddha. Hal ini membuktikan bahwa selama masa kerajaan
Sriwijaya, agama Buddhis berkembang sangat pesat. Selain itu I-tsing juga
melaporkan bahwa di Sriwijaya terdapat aliran Buddha Theravada (kadang
disebut Hinayana) dan Mahayana. Dan kemudian semakin lama buddhisme di
Sriwijaya mendapat pengaruh dari aliran Vajrayana dari India.19 Pesatnya
perkembangan agama Buddhis di Sriwijaya juga didukung oleh seorang
Mahaguru Buddhis di Sriwijaya, yaitu Sakyakirti, nama Sakyakirti ini berasal dari
I-tsing yang berkenalan saat singgah di sriwijaya. Selain Mahaguru Buddhis, I-
tsing juga melaporkan ada perguruan buddhis yang memiliki hubungan baik
dengan Universitas Nalanda, India, sehingga ada cukup banyak orang yang
mempelajari Buddhisme di kerajaan ini.20 Dalam catatannya, I-tsing juga menulis
ada lebih dari 1000 pendeta yang belajar buddhis di Sriwijaya.

18
Ibid,.
19
Sejarah Perkembangan Agama Buddhis di Indonesia (http://www.baghavant.com/home.php?
link=sejarah&tipe=sejarah_buddhisme_indonesia_2), diakses 30 April 2014.
20
Tokoh-tokoh Sejarah pada Masa Buddha (http://viharakhantibumi.blogspot.com/2010/01/tokoh-
tokoh-sejarah-pada-masa-budha.html), diakses 30 April 2014.

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 18


3. Kerajaan Majapahit

Majapahit adalah sebuah kerajaan kuno di Indonesia yang pernah berdiri


dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaan
pada masa kekuasaan Hayam Wuruk yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389.
Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai
Semenanjung Malaya dan dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam
sejarah Indonesia.21

Majapahit banyak meninggalkan tempat-tempat suci, sisa-sisa sarana


ritual keagamaan masa itu. Bangunan-bangunan suci ini dikenal dengan nama
candi, pemandian suci (pertirtan) dan gua-gua pertapaan. Bangunan-bangunan
survei ini kebanyakan bersifat agama Siwa, dan sedikit yang bersifat agama
Buddha, antara lain Candi Jago, Bhayalangu, Sanggrahan, dan Jabung yang dapat
diketahui dari ciri-ciri arsitektural, arca-arca yang ditinggalkan, relief candi, dan
data tekstual, misalnya Kakawin
Nagarakretagama, Arjunawijaya,
Sutasoma, dan sedikit berita prasasti.

Berdasarkan sumber tertulis,


raja-raja Majapahit pada umumnya

Peta wilayah kekuasaan Majapahit beragama Siwa dari aliran


berdasarkan Kakawin Siwasiddhanta kecuali
Nagarakretagama; keakuratan
wilayah kekuasaan Majapahit Tribuwanattungadewi (ibunda Hayam
menurut penggambaran orang Jawa Wuruk) yang beragama Buddha
masih diperdebatkan.
Mahayana. Walau begitu agama Siwa
dan agama Buddha tetap menjadi agama resmi kerajaan hingga akhir tahun 1447.
Pejabat resmi keagamaan pada masa pemerintahan Raden Wijaya(Kertarajasa) ada
dua pejabat tinggi Siwa dan Buddha, yaitu Dharmadyaksa ring Kasiwan dan
Dharmadyaksa ring Kasogatan, kemudian lima pejabat Siwa di bawahnya yang
disebut Dharmapapati atau Dharmadihikarana.

21
D.G.E. Hall (1956). "Problems of Indonesian Historiography". Pacific Affairs 38 (3/4): hal. 353
—359.

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 19


Pada zaman majapahit ada dua buku yang menguraikan ajaran
Buddhisme Mahayana yaitu Sanghyang Kamahayanan Mantrayana yang berisi
mengenai ajaran yang ditujukan kepada bhiksu yang sedang ditahbiskan, dan
Sanghyang Kamahayanikan yang berisi mengenai kumpulan pengajaran
bagaimana orang dapat mencapai pelepasan. Pokok ajaran dalam Sanghyang
Kamahayanikan adalah menunjukan bahwa bentuk yang bermacam-macam dari
bentuk pelepasan pada dasarnya adalah sama. Nampaknya, sikap sinkretisme dari
penulis Sanghyang Kamahayanikan tercermin dari pengidentifikasian Siwa
dengan Buddha dan menyebutnya sebagai "Siwa-Buddha", bukan lagi Siwa atau
Buddha, tetapi Siwa-Buddha sebagai satu kesadaran tertinggi.

Pada zaman Majapahit (1292-1478), sinkretisme sudah mencapai


puncaknya. Sepertinya aliran Hindu-Siwa , Hindu-Wisnu dan Agama Buddha
dapat hidup bersamaan. Ketiganya dipandang sebagai bentuk yang bermacam-
macam dari suatu kebenaran yang sama. Siwa dan Wisnu dipandang sama
nilainya dan mereka digambarkan sebagai "Harihara" yaitu rupang (arca) setengah
Siwa setengah Wisnu. Siwa dan Buddha dipandang sama. Di dalam kitab kakawin
Arjunawijaya karya Mpu Tantular misalnya diceritakan bahwa ketika
Arjunawijaya memasuki candi Buddha, para pandhita menerangkan bahwa para
Jina dari penjuru alam yang digambarkan pada patung-patung itu adalah sama saja
dengan penjelmaan Siwa. Vairocana sama dengan Sadasiwa yang menduduki
posisi tengah. Aksobya sama dengan Rudra yang menduduki posisi timur.
Ratnasambhava sama dengan Brahma yang menduduki posisi selatan, Amitabha
sama dengan Mahadewa yang menduduki posisi barat dan Amogasiddhi sama
dengan Wisnu yang menduduki posisi utara. Oleh karena itu para bhikkhu tersebut
mengatakan tidak ada perbedaan antara Agama Buddha dengan Siwa . Dalam
kitab Kunjarakarna disebutkan bahwa tiada seorang pun, baik pengikut Siwa
maupun Buddha yang bisa mendapat kelepasan jika ia memisahkan yang
sebenarnya satu, yaitu Siwa-Buddha.

Pembaruan agama Siwa-Buddha pada zaman Majapahit, antara lain,


terlihat pada cara mendharmakan raja dan keluarganya yang wafat pada dua candi

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 20


yang berbeda sifat keagamaannya. Hal ini dapat dilihat pada raja pertama
Majapahit, yaitu Kertarajasa, yang didharmakan di Candi Sumberjati (Simping)
sebagai wujud Siwa (Siwawimbha) dan di Antahpura sebagai Buddha; atau raja
kedua Majapahit, yaitu Raja Jayabaya yang didharmakan di Shila Ptak (red. Sila
Petak) sebagai Wisnu dan di Sukhalila sebagai Buddha. Hal ini memperlihatkan
bahwa kepercayaan di mana Kenyataan Tertinggi dalam agama Siwa maupun
Buddha tidak berbeda.

Meskipun Buddhisme dan Hinduisme telah menyebar di Jawa Timur,


nampaknya kepercayaan leluhur masih memerankan peranannya dalam kehidupan
masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan struktur candi yang di dalamnya terdapat
tempat pemujaan nenek moyang, yang berwujud batu megalit, yang ditempatkan
di teras tertinggi dari tempat suci itu.

Setelah Kerajaan Majapahit mengalami kemunduran pada masa akhir


pemerintahan Raja Brawijaya V (1468-1478) dan runtuh pada tahun 1478, maka
berangsur-angsur Agama Buddha dan Hindu digeser kedudukannya oleh agama
Islam.

4. Masa Indonesia modern

1) Masa pra dan pasca kemerdekaan Indonesia

Setelah kemerdekaan Indonesia, muncul orang-orang yang peduli dan


melestarikan agama Buddha di Indonesia, dimulai dengan seorang bhikkhu dari
Ceylon (sekarang Sri Lanka) bernama Narada Maha Thera. Pada tahun 1934 ia
mengunjungi Hindia Belanda (sekarang Indonesia) sebagai bhikkhu Theravada
pertama yang datang untuk menyebarkan ajaran Buddha setelah lebih dari 450
tahun jatuhnya kerajaan Hindu-Buddha terakhir di kepulauan nusantara.22
Kedatangannya mulai menumbuhkan kembali minat untuk mempelajari
Buddhisme di Hindia Belanda. Animo ini kemudian diperkuat oleh seorang
bhikku dari Indonesia yang ditahbiskan di Birma (sekarang Myanmar) yang

22
Martin Ramstedt. Hinduism in modern Indonesia: a minority religion between local, national,
and global interests. Routledge, 2004. Hal. 49.

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 21


bernama bhikkhu Ashin Jinarakkhita, dan dimulailah kembali perkembangan
agama Buddha di Indonesia, dimana perlahan-lahan agama Buddha mulai dikenal
kembali.

2) Pasca Gerakan 30 September

Setelah terjadinya usaha kudeta Gerakan 30 September yang gagal pada


tahun 1965, setiap adanya petunjuk penyimpangan dari ajaran monoteistik
Pancasila dianggap sebagai pengkhianatan. Untuk mempertahankan agama
Buddha di Indonesia, pendiri Perbuddhi, Bhikkhu Ashin Jinarakkhita,
mengusulkan adanya penyesuaian dalam dogma Buddhisme di Indonesia, yaitu
adanya dewa tertinggi tunggal, "Sang Hyang Adi Buddha". Ia mencari bukti dan
konfirmasi untuk versi khas Buddhisme Indonesia ini dalam teks-teks Jawa kuna,
dan bahkan dari bentuk kompleks candi Buddha di Borobudur di Provinsi Jawa
Tengah. Pada tahun-tahun yang mengikuti setelah percobaan kudeta 1965 yang
gagal tersebut, ketika semua warga negara Indonesia diharuskan untuk mendaftar
dengan denominasi agama tertentu atau dicurigai sebagai simpatisan komunis,
jumlah umat yang terdaftar sebagai penggikut Buddhisme naik tajam, beberapa
puluh biara Buddha baru dibangun. Pada tahun 1987 ada tujuh aliran agama
Buddha yang berafiliasi dengan Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi),
yaitu: Theravada, Buddhayana, Mahayana, Tridharma, Kasogatan, Maitreya, dan
Nichiren.

Menurut perkiraan tahun 1987, ada sekitar 2,5 juta orang pengikut
Buddha, dengan 1 juta dari jumlah tersebut berafiliasi dengan Buddhisme
Theravada dan sekitar 0,5 juta dengan aliran Buddhayana yang didirikan oleh
Jinarakkhita. Perkiraan lainnya menempatkan umat Buddha hanya sekitar 1 persen
dari populasi Indonesia, atau kurang dari 2 juta. Buddhisme saat itu mendapatkan
jumlah tersebut karena status yang tidak pasti dari agama Konfusianisme atau
Konghucu. Konfusianisme resmi ditoleransi oleh pemerintah sejak jatuhnya
administrasi Orde Baru, namun karena agama Konghucu dianggap hanya sebagai
suatu sistem hubungan etika, bukan agama, agama ini tidak diwakili dalam

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 22


Departemen Agama.

Agama Buddha di Indonesia di awal 1990-an merupakan produk labil


dari pengakomodasian yang kompleks antara ideologi-ideologi agama Timur,
budaya adat etnis Tionghoa, dan kebijakan politik. Secara tradisional, Taoisme
Cina, Konfusianisme ("Konghucu" dalam Bahasa Indonesia) dan Buddhisme,
serta agama Buddha yang lebih kepribumian Perbuddhi, semua memiliki pengikut
di komunitas etnis Tionghoa.

3) Masa dimulainya Sensus Penduduk

Sensus penduduk yang dimulai pada tahun 1961 menunjukkan


pertumbuhan penduduk Indonesia berdasarkan data kuantitatif 1961-1971= 2.1%,
1971-1980=2.32%, 1980-1990=1.97%, 1990-2000=1,48%, 2000-2010=1.3%.
Berdasarkan data tersebut, kita dapat mengetahui rata-rata laju pertumbuhan
penduduk tiap 10 tahun yaitu, 1.834%. Jadi, kita dapat memprediksi jumlah
penduduk Indonesia pada tahun 1100 yang merupakan mayoritas penganut agama
Buddha, yaitu sekitar 24.1 juta penduduk.23

Menurut sensus nasional tahun 1990, lebih dari 1% dari total penduduk
Indonesia beragama Buddha, sekitar 1,8 juta orang. Kebanyakan penganut agama
Buddha berada di Jakarta, walaupun ada juga di lain provinsi seperti Riau,
Sumatera Utara dan Kalimantan Barat. Namun, jumlah tersebut bukanlah jumlah
yang sebenarnya karena pada saat itu Agama Khonghucu dan Taoisme tidak
dianggap sebagai agama resmi di Indonesia sehingga mereka disensuskan sebagai
penganut agama Buddha. Pada tahun 2008, jumlah penganut agama Buddha
sekitar 1.3 juta penduduk dari 217,346,140 penduduk Indonesia atau sekitar 0.6%.
Pada tahun 2010, jumlah penganut agama Buddha sekitar 961.086 penduduk dari
240,271,522 penduduk Indonesia atau sekitar 0.4%.24

Berdasarkan data tersebut, bisa ditarik kesimpulan bahwa jumlah

23
Data Laju Pertumbuhan Penduduk Indonesia 1971-2000 sumber www.bps.go.id, diakses 30
April 2014.
24
Tabel Populasi berdasarkan Agama 2005 sumber www.kemenag.go.id, diakses 30 April 2014.

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 23


penduduk Indonesia yang menganut agama Buddha bertolak belakang dengan
pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia.

Agama Buddha di Indonesia paling banyak dianut oleh masyarakat


Tionghoa dan beberapa kelompok asli Indonesia, dengan persentase jumlah 1%
(Buddhisme saja) sampai 2,3% (termasuk Taoisme dan Konfusianisme) penduduk
Indonesia yang termasuk umat Buddha.2526

25
http://www.depag.go.id/index.php?menu=page&pageid=17, diakses 30 April 2014.
26
http://religiousfreedom.lib.virginia.edu/nationprofiles/Indonesia/rbodies.html , diakses 30 April
2014.

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 24


D. PERKEMBANGAN ALIRAN BUDDHA DI INDONESIA

Berkembangnya lagi agama


Buddha setelah kerajaan Majapahit
dimulai pada tahun 1954 oleh Bhikkhu
Ashin Jinarakkhita. Dia adalah Bhikkhu
pertama dari Indonesia yang ditahbiskan
semenjak runtuhnya kerajaan
Majapahit.
Stupa Buddha di Candi Borobudur
yang dibangun Dinasti Syailendra. Bhante Ashin Jinarakkhita
banyak memberikan sumbangsih kepada perkembangan agama Buddha di
Indonesia. Pada tahun 1954, untuk membantu perkembangan agama Buddha
secara nasional, maka didirikanlah Persaudaraan Upasaka Upasika Indonesia
(PUUI), dirayakannya hari suci Waisak di Candi Borobudur pada tahun 1956, lalu
pembentukan Perbuddhi (Perhimpunan Buddhis Indonesia) pada tahun 1958.

Pada tahun 1959, untuk pertama kali sejak berakhirnya era Kerajaan
Hindu-Buddha Majapahit, diadakan acara penahbisan Bhikkhu di Indonesia,
sebanyak 13 orang Bhikkhu senior dari berbagai negara datang ke Indonesia
untuk menyaksikan penahbisan dua Bhikkhu yang bernama Bhikkhu Jinaputta
dan Bhikkhu Jinapiya.

Pada tahun 1974, Bhikkhu Ashin Jinarakkhita memimpin Sangha Agung


Indonesia yang berasal dari Maha Sangha Indonesia dan Sangha Indonesia yang
digabungkan. GUBSI (Gabungan Umat Buddha Seluruh Indonesia) terbentuk
pada tahun 1976 sebagai organisasi tunggal umat Buddha Indonesia yang berasal
dari Perbuddhi, Buddha Dharma Indonesia, dan sebagainya.

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 25


1. Perkembangan Mahayana

Aliran Buddha Mahayana diduga datang di antara abad 1 SM hingga 1


M, istilah Mahayana ditemukan di Sutra Saddharma Pundarika. Aliran Mahayana
baru dikenal secara jelas pada kira – kira abad ke 2 M, ketika ajaran Mahayana
dijelaskan dalam tulisan – tulisan.

Perkembangan ajaran Mahayana di Indonesia pada umumnya terbagi atas


dua yaitu Buddha Mahayana dan Buddha Tridharma. Buddha Mahayana
merupakan perpaduan sekte Zen dan sekte Sukhavati (unsur ke-Tiongkokannya
masih kuat). Buddha Tridharma (Buddha Kelenteng)yang ada di Indonesia adalah
perpaduan Buddha Mahayana dengan Taoisme dan Konghucu (Konfusianisme),
yaitu budaya Tionghoa tradisi Dao Jiao, Run Jiao, dan budaya lokal. Dimana
pengembangnya antara lain Kwee Tek Hoay, Khoe Soe Khiam, Ong Kie Tjay, dan
Aggi Tje Tje.

Pada tahun 1978, Bhikkhu-bhikkhu dari aliran Mahayana membentuk


Sangha Mahayana Indonesia yang diketuai oleh Bhikkhu Dharmasagaro. Sangha
Mahayana Indonesia inilah yang mencetuskan ide pembangunan Pusdikiat
Buddha Mahayana Indonesia. Cita-cita Sangha adalah menyebarluaskan ajaran
Buddha Mahayana di Indonesia dengan menggunakan bahasa Indonesia serta
menerjemahkan kitab-kitab suci agama Buddha ke dalam bahasa Indonesia.

2. Perkembangan Vajrayana

Aliran Buddha Vajrayana atau juga disebut Tantrayana di Indonesia


pertama kali dipelopori oleh Romo Giriputre Soemarsono dan Romo
Dharmesvara Oke Diputhera pada tahun 1953 – 1956 dengan membentuk
kelompok Tantrayana yang disebut Kasogatan. Kasogatan dibentuk karena
dorongan untuk mengembalikan agama Buddha agar dapat meluas kembali seperti
ketika masa zaman kerajaan Majapahit. Kasogatan memiliki arti dan sejarah
penting dilihat dari segi kepribadian bangsa. Pada zaman Majapahit, kasogatan
merupakan kata yang dipakai untuk menyebut ke-Buddha-an. Kasogatan berasal

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 26


dari kata "sugata", salah satu gelar maha agung Sang Buddha yang berarti “yang
berbahagia”. Ajaran agama Buddha yang berkembang pada masa itu didapat pada
kitab suci Sanghyang Kamahayanikan yang dianut oleh umat-umat Buddha pada
saat itu.

Kelompok aliran Tantrayana kedua ialah Yayasan Satya Dharma Surya


Indonesia yang didirikan pada tahun 1987. Kelompok ini merupakan kelompok
umat Tantrayana yang beraliran Zhanfo Zong, dipimpin oleh seorang umat
Buddha bernama Harsono (kini bernama Vajracarya Harsono). Saat itu umat
Tantrayana Zhenfo Zong berjumlah lebih kurang 200 umat, mereka melaksanakan
puja bhakti dengan menumpang pada satu vihara ke vihara lainnya karena tidak
tersedianya fasilitas yang tetap. Akhirnya dibentuklah Yayasan Satya Dharma
Surya Indonesia dengan pembangunan sebuah vihara di daerah Muara Karang
dengan nama Vihara Vajra Bumi Jayakarta sebagai tempat ibadah Zhenfo Zong
pertama di Indonesia. Pada bulan Oktober 1988, semua pemimpin Yayasan Satya
Dharma Surya Indonesia dengan umat Majelis Dharma Duta Kasogatan Indonesia
bertemu dan menggabung kedua yayasan ini. Penggabungan ini bermaksud untuk
pembauran umat secara wajar melalui agama dan sosial budaya dan terwujudnya
agama Buddha yang berorientasi kepada kepribadian dan budaya Indonesia.

Dengan bergabungnya mazhab agama Buddha menjadi sangha-sangha


dan majelis-majelis Agama Buddha menjadi anggota Perwakilan Umat Buddha
Indonesia, maka Majelis Dharma Duta Kasogatan Indonesia berubah nama
menjadi Majelis Agama Buddha Tantrayana Kasogatan Indonesia, diresmikan
pada Oktober 1994 lalu berubah menjadi Majelis Agama Buddha Tantrayana
Zhenfo Zong Kasogatan Indonesia pada tahun 2001.

3. Perkembangan Theravada

Perkembangan aliran Buddha Theravada dipelopori oleh Bante


Vidhurdhammabhorn (Bhante Vin). Pada saat perkembangan agama Buddha yang
sedang pesatnya, Bhikkhu-bhikkhu muda ditahbiskan di Wat Bovoranives,
Thailand, atas bantuan Bhante Vin. Penahbisan ini diberi izin oleh Bhante Vin

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 27


sendiri, tidak melalui Bhante Ashin. Bhikkhubhikkhu yang di tahbiskan di Wat
Bovoranives memiliki garis keturunan Dhammayuttika, ini berarti apabila garis
keturunan berbeda, maka tidak boleh mengikuti upacara Patimokkha dari garis
keturunan yang lain.

Dengan adanya perbedaan pandangan, maka pada Januari 1972, Bhikkhu


– Bhikkhu yang merupakan lulusan dari Wat Bovoranives akhirnya memisahkan
diri dan membentuk Sangha Indonesia, namun pada tahun 1974, Sangha Indonesia
akhirnya bergabung kembali ke Maha Sangha Indonesia di bawah pimpinan
Bhante Ashin. Nama Maha Sangha Indonesia diubah menjadi Sangha Agung
Indonesia (SAGIN). Pada tahun 1976, Bhikkhubhikkhu lulusan Wat Bovoranives
yang merupakan murid binaan Bhante Vin memutuskan keluar dari Sangha Agung
Indonesia dan mendirikan Sangha Theravada Indonesia (STI).

E. PENINGGALAN BUDHA DI INDONESIA

Banyak peninggalan agama budha di Indonesia. Peninggalan-


peninggalan tersebut umumnya berupa candi. Di dinding candi Budha umumnya
terdapat relief-relief yang menceritakan sesuatu. Cerita itu umumnya tentang
kelahiran sang Budha, kisah-kisah penyebaran Budha, atau kisah tentang kerajaan
yang membangun candi tersebut. Bahkan candi-candi tersebut masih digunakan
untuk upacara keagamaan agama Budha hingga sekarang. Berikut beberapa
peninggalan candi Budha:

1. Candi MENDUT

Dahulu bernama Veluvana (hutan bambu) dan menghadap ke Barat Laut


(ke arah Buddha Gaya). Didirikan oleh Raja Indra Gananatha pada tahun 809,
prasastinya dikeluarkan tahun 810. Kalau menaiki tangga sampai di serambi
muka, maka terlihat dinding- dinding sebelah belakang serambi dihias dengan
relief - relief pohon Kalpavreksa (pohon untuk memohon sesuatu) disertai dewi
Hariti (simbol kesuburan) di sebelah Utara dan dewi Kuwera (simbol
kemakmuran) di sebelah Selatan.

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 28


Di Mendut terdapat tiga patung besar. Di tengah-tengah adalah patung
Buddha Gotama dengan mudra “Dharmacakra” (memutar Roda Dharma). Di
sebelah kanannya adalah patung Bodhisatva Avalokitesvara dengan mudra “Vara”
(di daerah Tengger disebut Buddha Kesvara). Di sebelah kirinya adalah patung
Bodhisatva Vajrapni dengan mudra “Simhakarna”. Ketiga patung tersebut dalam
Mahayana dikenal sebagai “Sang Ratnatraya” atau “Tri Ratna”. Di sebelah luar
candi terdapat patung dewi Tara (cakti dari Sang Buddha) yang dipahat di
dinding Utara, Bodhisatva Avalokitesvara di dinding Timur dan Bodhisatva
Manjusri di dinding Selatan. Di candi Mendut diadakan upacara kebaktian dan
khotbah- khotbah sebelum bermeditasi di Borobudur .

2. Candi PAWON

Didirikan oleh raja Samarottungga (anak dari Raja Indra) pada tahun 826,
prasastinya dikeluarkan tahun 824. Candi Pawon merupakan pintu gerbang dari
candi Borobudur, dimana umat membersihkan badan dan pikirannya dari
kekotoran- kekotoran (batin) sebelum menginjak tempat yang dianggap suci itu.

Desa sekitar candi Pawon bernama Vajranalan. “Vajra” berarti senjata


ampuh dari dewa Indra dan “Nala” berarti api kerajaan, sehingga besar sekali
kemungkinan bahwa dahulu kala ada patung dewa I ndra di candi Pawon.

3. Candi BOROBUDUR

A. Keterangan Umum

Nama aslinya adalah


“Dasabhumi Sambhara Budara”
yang berarti “Bukit dari sepuluh
tingkatan Kerokhanian”, yang
kemudian disingkat menjadi

Candi Borobudur, monumen Dinasti Sambhara Budara, lalu


Syailendra yang dibangun di Magelang, Bharabudara dan dengan logat
Jawa Tengah.
Jawa menjadi Borobudur.

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 29


Borobudur menghadap ke arah Timur dan dirikan diatas bukit pada tahun 826,
prasastinya dikeluarkan tahun 824. Pembuatannya dipercayakan kepada seorang
arsitek dari India yang bernama Gunadharma. Dahulu kala Borobudur seluruhnya
dicat putih dan berada ditengah-tengah sebuah danau. Borobudur berukuran 123
x 123 m; tinggi aslinya 42 m.27 (ujungnya telah patah ± 8 m) dan terdiri atas
empat bagian :

Alas bawah. 5 (lima) lapis lingkaran persegi yang berlekuk sehingga


berbentuk segi 20. 3 (tiga) lapis lingkaran bundar. 1 (satu) stupa besar di tengah-
tengah. Kesemuanya itu melambangkan “Dasa Bhumi” atau 10 (sepuluh)
Kesempurnaan (Paramita) yang harus dimiliki oleh seorang Bodhisatva untuk
dapat menjadi Buddha. Lapisan-lapisan yang berbentuk segi 20 diberi serambi,
sehingga merupakan lorong-lorong. Dinding dari serambi-serambi ini, baik di
bagian luar maupun di bagian dalam diberi relief - relief (gambar-gambar pahat)
yang mengkisahkan cerita-cerita tertentu. Pada dinding dalam dari lorong pertama
terdapat relief – relief tentang riwayat Buddha Gotama berdasarkan naskah
“Lalita Vistara”.

Pada dinding luarnya terdapat cerita tentang kelahiran dari Pangeran


Siddharta sebagai Bodhisatva menurut kitab “Jatakumala”. Pada lorong-lorong
yang lain terdapat cerita-cerita dari para Bhodisatva lain dari kitab
“Gandavyuha”; sedang di kaki candi yang tertutup terdapat lukisan- lukisan yang
berhubungan dengan hukum Karma dari kitab “Karma Vibhanga”.28

Dari lapisan pertama sampai keempat terdapat patung-patung Dhyani


Buddha (masing-masing 92 buah), yaitu :

1. menghadap ke Timur: Aksobya dengan mudra “Bhumis parsa”


(menunjuk bumi sebelah saksi).

2. menghadap ke Selatan: Ratnasambhava dengan mudra “Vara” atau


“Varada” (memberi anugerah).

27
Borobudur, Sinar Harapan, tanggal 17 dan 24 Februari 1983.
28
DR. Soekmono, Candi Borobudur, Pustaka Jaya, 1981.

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 30


3. menghadap ke Barat: Amitabha dengan mudra “Dyana” (meditasi).

4. menghadap ke Utara: Amogasidhi dengan mudra “Abhaya” (jangan


takut).

Pada baris ke-5 menghadap ke- 4 jurusan terdapat 64 buah patung dari
Dhyani Buddha Vairocana dengan mudra “Vitarka” (meyakinkan). Pada lingkaran
bundar yang terdiri dari 3 lapisan terdapat 72 buah patung-patung Vajrasatva
dengan Dharma cakra-mudra dalam stupa-stupa yang dindingnya berlubang.
Lubang- lubang stupa pada lapisan kesatu dan kedua (masing-masing 32 dan 24
buah) berbentuk “belah ketupat” sebagai lambang “masih belum dalam
keseimbangan sempurna”; pada lapisan ketiga lubangnya berbentuk persegi
sebagai lambang “mantap dalam keseimbangan”.

Jumlah patung yang terdapat di Borobudur ialah 368 + 64 + 72 = 504


buah. Stupa besar di tengah-tengah, dindingnya tidak tembus dan di dalamnya
terdapat rongga yang sekarang kosong, dimana mungkin sekali dahulu tempat
relief dari Sang Buddha. Ketiga candi diatas setelah selesai, dikeramatkan oleh
puteri dan Raja Samarottungga, yaitu Rajaputeri Pramo dawardhani pada tahun
843 (prasasti tahun 840). Dari akhir abad ke-15 untuk lebih dari 300 tahun
lamanya Borobudur ditelantarkan.

B. Usaha-usaha menyelamatkan Candi Borobudur29

Pada tahun 1815 atas perintah Gubernur Jenderal Inggris, Sir Thomas
Stanford Raffles, maka opsir zeni Ir. H.C.Cornelius memimpin pembersihan
wajah candi yang masih disebut-sebut dalam “Babad Tanah Jawi” seabad
sebelumnya. Lebih dari 200 penduduk dipaksa kerja rodi selama 45 hari
menebang pohon, membabat dan membakar belukar serta mengelupas tanah yang
sudah menyelimuti candi yang kakinya sudah melesak 10 meter ke dalam tanah.
Dan Borobudur pun terjaga dari tidurnya yang pulas ± 3 abad lamanya. Sayang
Raffles tidak dapat meneruskan usahanya karena sudah harus pergi dari Indonesia.

29
DR. Soekmono, Riwayat usaha penyelamatan Tjandi Borobudur, Pelita Borobudur, seri A no. 1,
1972.

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 31


Pada tahun 1835 pekerjaan untuk menyelamatkan candi Borobudur baru
dapat dilanjutkan kembali. Seorang seniman Jerman, A. Shaefer, pada tahun
tersebut untuk pertama kalinya mengabadikan Borobudur diatas celluloid. Ada
5000 foto yang telah dibuatnya, yang kemudian dilanjutkan dengan
penggambaran relief-reliefnya diatas kertas oleh F. C. Wilson dan Schonberg
Mulder, dari tahun 1849 sampai dengan tahun 1953. Pada tahun 1873 monografi
pertama tentang Borobudur diterbitkan oleh Museum Purbakala Leiden, negeri
Belanda. Ditahun itu pula seorang ahli potret kenamaan, I. van Kinsbergen diberi
tugas untuk memperbaharui potret-potret Borobudur. Saking telitinya kerja I. van
Kinsbergen (dia sendiri ikut membersihkan sudut-sudut candi), sehingga 200
relief yang selama ini terpendam dalam tanah ikut tersingkap. Pada tahun 1885
kaki candi yang ditelan bumi itu “ditemukan” oleh J.W. Ijzerman. Ternyata di
belakang kaki candi yang nampak masih ada lagi kaki candi lain yang dihiasi
pahatan relief. Kaki yang tersembunyi ini diabadikan oleh Cephas selama setahun
(1890-1891), untuk mana 12. 500 meter kubik batu dipindahkan dan kemudian
dikembalikan lagi ke tempatnya semula. Penemuan ini penting artinya, yang
disebut “Khamadhatu” (lingkaran hawa nafsu) yang sebelumnya tersembunyi dari
pandangan mata. 160 panel dalam lingkaran ‘Hawa Nafsu’ itu menggambarkan
ajaran Karma (Hukum sebab dan akibat setiap perbuatan baik dan buruk),
sebagaimana tertera dalam kitab “Karmavibhangga”. 30 Pada tahun 1834 Residen
Kedua melakukan pemugaran secara tambal sulam dan memerintahkan
pembersihan lebih lanjut, agar wajah candi kelihatan cantik. Batu-batu yang
berserakan disekeliling candi disingkirkan ke kaki bukit, sedangkan stupa-
stupanya dibenarkan letaknya. Pada tahun 1844 stupa induknya diperbaiki, namun
ia pun melakukan perbuatan yang merusak, yaitu:

a. diatas candi Borobudur diberi bangunan bambu sebagai tempat para pembesar
Belanda dan nyonyanya minum teh dengan santainya sambil menikmati
panorama senja tatkala sang surya berpamitan dengan seisi bumi.

b. tatkala seorang Raja Siam (Thailand) datang pada pertengahan abad 19,
30
Menyingkap tabir misteri Borobudur, PT. Taman Wisata Candi Borobudur dan Prambanan.
Kedaulatan Rakyat, tanggal 12 Februari 1983. Merdeka, tanggal 29 Januari, t.t.

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 32


Residen kedua menghadiahkan kepada beliau 8 (delapan) gerobak batu-batu
candi Bo ro budur dan 50 (lima puluh) relief, disamping 5 (lima) patung Sang
Buddha sendiri, 2 (dua) patung singa penjaga candi, 1 (satu) pancuran
berwujud “makara” (kepala gajah berbentuk kambing, bertelinga kerbau
dengan singa mini didalam moncongnya), sejumlah kepala “kala” (raksasa
dan “dewa waktu” dalam mitologi jawa) dari pangkal tangga dan gapura,
serta sebuah patung raksasa dari bukit sebelah Barat - Laut candi Borobudur.31

Hampir saja pengrusakan elemen-elemen Borobudur itu makin menjadi-


jadi, ketika para ahli di negeri Belanda mengusulkan, agar relief-reliefnya
dipindahkan saja ke museum Leiden, mengingat kondisi candi yang semakin
rusak. Untunglah gagasan itu penentangnya dari kalangan ahli sendiri, sehingga
tidak jadi. Pada tahun 1900 setelah dokumentasi dan penelitian dianggap
memadai, maka oleh Pemerintah Belanda dibentuk panitia khusus untuk
pemugaran Borobudur yang diketuai oleh Dr. J. L. A. Brandes. Dan seperti halnya
operasi pertama di zaman Raffles, kembali seorang opsir zeni, letnan Ir. T h. van
Erp, memainkan peranan utama sebagai penyelamat candi Borobudur. Ada tiga
hal yang dibebankan kepada Ir. van Erp dalam usaha menyelamat kan Borobudur:

1. menanggulangi bahaya runtuh dengan cara memperkokoh sudut-sudut


bangunannya, menegakkan kembali dinding-dinding yang miring pada
teras (tingkat) pertama, serta memperbaiki gapura, relung dan stupa,
termasuk stupa induk.

2. mengekalkan keadaan yang sudah diperbaiki itu dengan pengawasan yang


ketat dan pemeliharaan yang cermat. Untuk itu saluran airnya perlu
disempurnakan dengan jalan memperbaiki lantai lorong dan pancuran air.

3. memperlihat kan bangunan candi sejelas-jelasnya, bersih dan utuh32

Seluruh pekerjaan pemugaran yang dimulai tahun 1907 baru selesai


empat tahun kemudian dengan menelan biaya 100. 000 gulden. Ir. van Erp pun
31
Drs. Soedirman, Borobudur salah satu keajaiban dunia, Yogyakarta, 1980.
32
Boediharjo, Pelestarian warisan budaya melalui pariwisata, suatu kasus studi pembangunan
Taman Wisata Candi Borobudur dan Prambanan.

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 33


telah membuat satu warning system (petunjuk pengamanan), yakni lapisan beton
pengaman diantara 2 (dua) buah batu pada bagian dinding yang paling miring di
sebelah Barat tangga Utara tingkat pertama. Bilamana sambungan itu patah, maka
Borobudur berada dalam keadaan bahaya.

Pada bulan Januari 1926 telah dapat diketahui adanya kerusakan yang
disengaja oleh turis asing yang ingin menyimpan tanda mata dari Borobudur.
Peristiwa ini menjadi pendorong bagi penelitian yang lebih intensif terhadap batu-
batu dan terutama relief-relief candi. Dan nyatanya banyak relief yang
menampakkan tanda-tanda retak. Tangan jahil? Bukan! Setelah diamati dan
dibanding-bandingkan kiri-kanan ternyata bukan karena tangan jahil, melaikan
karena suhu yang sangat cepat berganti; dari panas yang menyengat kemudian
disusul hujan terus-menerus. Ternyata dari 120 panel relief “Lalita Vistara” yang
menceritakan riwayat Sang Buddha sejak direncanakan lahir dari sorga Tusita
sampai khotbahnya yang tersohor di Banares, ada 40 buah yang rusak.33

Pada tahun 1929 dibentuk panitia baru untuk melakukan pengamatan dan
pengamanan. Dari hasil penyelidikan panitia, diketahuilah penyebab
kerusakannya, yakni: korosi kimiawi, kerja mekanis dan kekuatan tekanan.
Korosi disebabkan oleh pengaruh iklim yang merusak batu-batu candi yang jelek
kwalitasnya. Lapisan oker kuning yang dulunya dimaksudkan meratakan warna
relief untuk keperluan pemotretan, ternyata berhasil melindungi batu-batu yang
keras. Tetapi terhadap batu-batu yang lunak akibatnya jadi lain, yait u terkelupas.
Cendawan dan lumut terang menambah korosi pula. Namun sebab pokok korosi
yang paling sadis adalah derasnya air yang merembes ke luar bangunan candi
melalui celah-celah dan pori-pori batu-batuan candi itu sendiri.

Adapun kerusakan mekanis terutama disebabkan oleh tangan dan kaki


manusia atau penyebab lainnya diluar candi. Kerusakan lain ialah, karena tekanan
bobot batu-batuan candi itu sendiri. Pada tahun 1948 Pemerintah Republik
Indonesia mengundang seorang ahli purbakala India, tetapi belum sempat
memberi laporan. Pada tahun 1965 atas prakarsa Menteri P&K, Ny. Artati M.
33
Yasir Marjuki & Toeti Heraty, Borobudur, Djambatan, 1989.

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 34


Sudirdjo SH, maka untuk mencegah kerusakan yang lebih fatal, telah dilakukan
pembongkaran atas dinding-dinding Utara dan Barat yang miring oleh Dr. R.
Soekmono. Pada tahun 1967 Dr. R. Soekmono ketika mengikuti Kongres
Orientalis International di Ann Arbor (AS) minta perhatian kongres atas nasib
Borobudur. Unesco tertarik kepada nasib Borobudur dan berjanji untuk memberi
bantuan.

Pada tahun 1968 Pemerintah Republik Indonesia membentuk Panitia


Nasional Penyelamat Borobudur dan beberapa ahli luar negeri dihubungi antara
lain:

1. Prof. C. Voute, ahli geologi kenamaan.

2. Dr. G. Hyvert, ahli pengawetan patung relief.

3. Prof. Benard Philipe Groslier, arkeolog perancis kenamaan yang namanya


tidak dapat dipisahkan dari penyelamatan candi-candi Angkor di Kamboja.

Pada bulan Juni 1971 Panitia pemugaran Borobudur dibentuk dengan


diketuai oleh Prof. Ir. R. Rooseno dan didampingi oleh Dr. R. Soekmono. Pada
tahun ini pula Dirjen Unesco, Rene Maheu datang ke Indonesia untuk
menandatangani bantuan Unesco sebesar US $ 6 juta dari biaya pemugaran yang
diperkirakan US $ 7,75 juta (menurut perkiraan tahun 1975 biaya tersebut telah
membumbung sampai US $ 16 juta).

Pada tanggal 11 Agustus 1973 Borobudur mulai dipugar dengan


mengikut sertakan ahli-ahli dari Unesco, Lembaga Purbakala, Fakultas Sastra UI,
ept. Geologi ITB dan Fakkultas Teknik & Pertanian UGM. Menurut perkiraan
pemugaran Borobudur akan makan waktu delapan tahun.

C. Keterangan dari relief-relief tentang riwayat Buddha Gautama34

Menurut naskah “Lalita Vistara”, yang terdapat di lorong pertama (bagian


Rupadhatu) pada dinding sebelah dalam. Dari pintu timur sampai ke pintu Selatan
34
Moertjipto & Bambang Prasetyo, A glimpse of Temples, Direktorate General of Torism,
Republic of Indonesia.

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 35


1. Sang Bodhisattva di sorga Tusita sedang menerima penghormatan dari
para dewa dengan berbagai alat musik.

2. Sang Bodhisattva memberitahukan para dewa tentang keinginannya turun


ke dunia menjadi Buddha dan untuk memberi bimbingan kepada mereka
yang telah tersesat dan menolongnya mendapatkan Jalan Yang Benar.

3. Seorang Brahmana mengajar para muridnya tentang kebijaksanaan


duniawi dan memberitahukan kepada mereka bahwa dua belas tahun
kemudian akan turun ke dunia. Seorang Buddha yang akan membebaskan
umat manusia dari Samsara (lingkaran tumimbal-lahir).

4. Para Pratyeka Buddha, setelah mendengar tentang akan turunnya Sang


Bodhisattva ke dunia, terbang ke Sorga untuk menyambut dan
mengiringkannya.

5. Sang Bodhisattva mengajar para dewa tentang Dharma.

6. Sebelum Sang Bodhisattva turun ke dunia, terlebih dulu Beliau


menyerahkan Mahkotanya (Tyara) kepada penggantinya, yaitu Bodhisattva
Maitreya.

7. Bodhisattva Maitreya mengajar Dharma kepada para dewa.

8. Raja Suddhodana bersuka-cita dengan permaisurinya, Ratu Maya Dewi di


istana Kapilawastu.

9. Para bidadari mengunjungi Ratu Maya Dewi di istana.

10. Para dewa mempersiapkan diri untuk mengiringi Sang Bodhisatva turun ke
dunia.

11. Pemberian hormat terakhir di sorga Tusita sebelum Sang Bodhisattva turun
ke dunia.

12. Di Pavilyun Sri Garbha, Sang Bodhisattva duduk bermeditasi dan


selanjutnya turun ke dunia diusung oleh para dewa.

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 36


13. Ratu Maya Dewi, sewaktu tidur di istana, bermimpi seekor gajah putih
memasuki perutnya dan kemudian Ratu menjadi hamil.

14. Sang Ratu tidak usah kuatir apa-apa, karena Dewa Cakra melindungi
Beliau.

15. Sang Ratu pergi ke taman Asoka untuk menemui Raja Suddhodana.

16. Raja Suddhodana ketika tiba di taman Asoka dengan menunggang gajah.

17. Raja Suddhodana berjumpa dengan Sang Ratu di serambi. Sang Ratu
menceritakan tentang mimpi beliau dan bertanya tentang arti dari mimpi
tersebut.

18. Karena Raja Suddhodana tidak dapat menerangkan arti dari mimpi Sang
Ratu, maka beliau minta pendapat dari seorang Brahmana yang bernama
Asita. Asita menerangkan bahwa Ratu akan hamil dan akan melahirkan
seorang bayi laki-laki. Putera ini mempunyai bakat untuk menjadi seorang
pemimpin dunia.

19. Raja Suddhodana gembira sekali mendengar ramalan tersebut dan


memberikan hadiah yang berlimpah-limpah kepada Asita dan para
Brahmana lainnya.

20. Para dewa yang mendengar berita yang menggembirakan ini, membangun
tiga buah istana untuk Ratu Maya Dewi.

21. Para dewa telah membuat Ratu Maya Dewi serempak terlihat di tiga alam.

22. Sebelum bayi dilahirkan, Ratu telah melakukan hal-hal yang mujizat:
beliau dapat menyembuhkan orang-orang sakit dan orang-orang yang
cacat badannya.

23. Raja Suddhodana memberikan hadiah-hadiah kepada orang-orang miskin.

24. Raja Suddhodana memberikan khotbah di hadapan para wanita.

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 37


25. Satu hal yang aneh terjadi sewaktu Raja sedang bermeditasi: seekor anak
gajah masuk ke istana dan memberi hormat kepada Raja.

26. Persiapan untuk mengunjungi taman Lumbini.

27. Ratu dengan kereta menuju ke taman Lumbini. Setelah tiba, kereta
berhenti dan Ratu dengan gembira berjalan-jalan di taman.

28. Di taman Lumbini dengan berdiri berpegangan pada cabang pohon Sal,
Ratu melahirkan seorang bayi laki-laki. Segera setelah dilahirkan Sang
bayi sudah dapat berjalan tujuh tindak dan diatas tiap tapak kaki muncul
bunga teratai. Sehabis melahirkan seminggu Ratu meninggal dunia.

29. Setelah Ratu meninggal dunia, maka Sang Pangeran diasuh oleh bibinya
yang bernama Pajapati. Sang bayi diberi nama Siddharta.

30. Pangeran Siddharta di pangkuan ibu tirinya.

Dari pintu Selatan sampai ke pintu Barat

1. Seorang Brahmana bernama Asita mengunjungi Pangeran Siddharta.

2. Dewa-dewa dari alam Suddhavasa mengunjungi Pangeran Siddharta.

3. Para penduduk yang karyaraya mempersembahkan hadiah-hadiah kepada


Pangeran Siddharta.

4. Pangeran Siddharta pergi ke Vihara untuk mendapatkan pendidikan.

5. Setibanya di Vihara, gurunya pingsan melihat wajah Pangeran Siddharta


yang demikian cemerlang.

6. Sang Pangeran berhias dengan memakai berbagai macam permata.

7. Para penduduk memberi hormat kepada Sang Pangeran.

8. Pangeran Siddharta dan gurunya di ruang belajar.

9. Pangeran Siddharta mengunjungi desa-desa untuk melihat sendiri

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 38


penghidupan rakyatnya di desa-desa.

10. Pangeran Siddharta bermeditasi di bawah pohon jambu.

11. Para sesepuh di istana Kapilawastu mendesak Pangeran Siddharta untuk


menikah.

12. Sang Pangeran minta para gadis dari Kapilawastu untuk datang ke istana.
Pilihannya ternyata jatuh kepada Yasodhara. Untuk menghibur gadis-gadis
lain yang kecewa, Sang Pangeran membagi-bagikan hadiah- hadiah.

13. Menurut kebiasaan pada zaman itu, maka sebelum upacara perkawinan
dilaksanakan, terlebih dahulu calon pengantin pria harus membuktikan
kemampuannya secara fisik dan mental. Maka oleh karena itu Sang
Pangeran diharuskan mengambil bagian dalam satu sayembara.

14. Dewadatta, saudara sepupu dari Sang Pangeran, juga turut dalam
sayembara tersebut. Ia harus berkelahi dengan seekor gajah yang besar.
Gajah tersebut dibunuhnya dengan sekali pukul dan sekali tendang.

15. Di relief hanya terlihat roda kereta dan seorang prajurit. Pangeran
Siddharta dengan duduk di kereta menyeret bangkai gajah itu dengan
memakai kaki kiri keluar kota sejauh delapan yojana (1 yojana = 8 mil).

16. Pangeran Siddharta dicoba kemurniannya dengan digoda oleh wanita-


wanita cantik.

17. Tidak diketahui. (Mungkin relief sayembara menunggang kuda).

18. Tidak diketahui. (Mungkin relief sayembara menggunakan pedang).

19. Sayembara memanah batang pohon Tala. Hanya Pangeran Siddharta yang
lulus dalam pertandingan ini; anak panahnya menembus batang pohon
Tala dan menghilang di tanah.

20. Pemberkahan pernikahan dari Pengeran Siddharta dengan Puteri


Yasodhara.

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 39


21. Puteri Yasodhara memasuki istana setelah menikah.

22. Di istana, mempelai disambut dengan musik.

23. Pangeran Siddharta mendapat petunjuk dari para dewa untuk


meninggalkan istana.

24. Untuk mencegah agar Pangeran Siddharta jangan meninggalkan istana,


maka Raja Suddhodana memerintahkan untuk mendirikan istana-istana
untuk Sang Pangeran dengan dilayani oleh wanita-wanita cantik.

25. Pangeran Siddharta sedang dimanjakan oleh wanita-wanita.

26. Pangeran Siddharta melihat seorang tua renta.

27. Pangeran Siddharta melihat orang sakit keras.

28. Pangeran Siddharta melihat orang mati.

29. Pangeran Siddharta melihat seorang pertapa.

30. Pangeran Siddharta mendapat impian buruk.

Dari pintu Barat sampai ke pintu Utara

1. Pangeran Siddharta mohon diri dari ayahnya, Raja Suddhodana.

2. Raja Suddhodana tidak memperkenankan Sang Pangeran untuk pergi


bertapa dan memerintahkan kepada wanita-wanita cantik untuk terus
menghibur Sang Pangeran.

3. Tengah malam wanita-wanita yang menghibur Pangeran Siddharta telah


tertidur. Dan Pangeran Siddharta yang merasa jemu sekali, membulatkan
tekad untuk meninggalkan istana.

4. Pangeran Siddharta memanggil kusirnya yang bernama Channa dan


memerintahkan untuk menyiapkan kudanya, Kanthaka.

5. Pangeran Siddharta melakukan perjalanan jauh untuk mulai bertapa.

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 40


6. Sampai di tempat tujuannya, Pangeran Siddharta mengucapkan selamat
berpisah kepada para dewa yang mengiringinya.

7. Pangeran Siddharta memotong rambutnya.

8. Pangeran Siddharta menukar pakaiannya dengan jubah seorang pertapa.

9. Para dewa memberi hormat kepada Pangeran Siddharta.

10. Pangeran Siddharta tiba di pertapaan Padmapani.

11. Berkunjung ke tempat seorang pertapa bernama Uddaka Ramaputra.

12. Berkunjung ke tempat seorang pertapa yang lain bernama Alara Kalama.

13. Berkunjung ke tempat Raja Bimbisara di Rajagaha.

14. Raja Bimbisara berkunjung ke tempat Pangeran Siddharta.

15. Berkunjung ke Gunung Gaya dan bertemu dengan para pertapa dari tempat
itu.

16. Para pertapa yang tersebut diatas berkunjung kepada Pangeran Siddharta.

17. Pangeran Siddharta berbincang-bincang dengan para pertapa tentang


persoalan “Panna” (Kebijaksanaan). Karena selisih pendapat, para pertapa
meninggalkan Pangeran Siddharta.

18. Ibunda Pangeran Siddharta, yaitu Ratu Maya Dewi almarhumah, turun ke
dunia dari sorga untuk membujuk anaknya mengakhiri penyiksaan diri dan
makan minum seperti biasa lagi, agar dapat memulihkan kembali kekuatan
tubuhnya.

19. Para dewa mendesak Pangeran Siddharta untuk kembali makan dan
minum.

20. Pangeran Siddharta mengajar para dewa.

21. Seorang wanita bernama Sujata mempersembahkan bubur kepada

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 41


Pangeran Siddharta.

22. Pangeran Siddharta mempersiapkan diri untuk mandi.

23. Pangeran Siddharta menukar pakaian.

24. Para wanita dari Uruvela mempersembahkan makanan kepada Pangeran


Siddharta.

25. Pangeran Siddharta pergi ke tepi sungai Nairayana dengan membawa


jubahnya yang sudah bekas pakai.

26. Pangeran Siddharta membuang jubahnya ke sungai.

27. Jubah tersebut diterima oleh Raja Naga Mucilinda.

28. Pangeran Siddharta memberi makanan dari Mucilinda.

29. Pangeran Siddharta memberi berkah kepada Mucilinda.

30. Pangeran Siddharta minta diberi rumput yang empuk untuk duduk.

Dari pintu Utara sampai pintu Timur

1. Pangeran Siddharta dalam perjalanan ke Buddha Gaya.

2. Pohon Bodhi diberi panghiasan.

3. Pangeran Siddharta bermeditasi di bawah pohon Bodhi.

4. Mara, iblis yang jahat, datang mengganggu Pangeran Siddharta dan


mengancam untuk membunuhnya.

5. Mara mengirim anak-anaknya berupa wanita-wanita yang cantik sekali


untuk menggoda Pangeran Siddharta.

6. Mara mencoba untuk membujuk Pangeran Siddharta dengan membisikkan


godaan-godaan di telinganya.

7. Godaan-godaan oleh Mara dengan memakai kekuatan gaib dan wanita-

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 42


wanita cantik. Sang Pangeran duduk dengan sikap Bhumisparsa-Mudra
(simbol dari tekad yang bulat).

8. Para dewa membasuh Pangeran Siddharta dengan air suci.

9. Pangeran Siddharta berhasil mencapai Panerangan Agung; Mara tidak


berhasil untuk menggagalkan usaha Pangeran Siddharta. Sekarang
Pangeran Siddharta menjadi Buddha (Beliau memakai sikap Abaya-
Mudra = Janganlah takut).

10. Buddha Gotama mendapat tempat duduk di taman Menjangan.

11. Raja Naga Mucilinda menjumpai Buddha Gotama.

12. Para pertapa dari Bodhi-manda minta diberi berkah oleh Buddha Gotama.

13. Buddha Gotama mengajar cara melakukan Samadhi (Beliau memakai


Dyana-Mudra = Sedang bermeditasi).

14. Para Raja mempersembahkan makanan kepada Buddha Gotama dan diberi
pelajaran tentang “bermurah hati”.

15. Buddha Gotama sedang memberi pelajaran Dhamma.

16. Berkunjung ke kota Savatthi untuk mengajar Dhamma.

17. Berkunjung ke Uruvela untuk mengajar Dhamma.

18. Berkunjung ke bekas guruNya Uddaka Ramaputta.

19. Berkunjung ke Raja Bimbisara di Rajagaha.

20. Berkunjung ke para pertapa.

21. Bertemu dengan para dewa.

22. Mengunjungi sebuah kota dan dijamu makan.

23. Berkunjung ke bekas guruNya Alara Kalama.

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 43


24. Berkunjung ke kota Maghada dan disambut dengan upacara yang meriah.

25. Dalam perjalanan ke Banares, Buddha Gotama menyeberangi sungai


Gangga dengan terbang di atas air. (Tukang perahu penyeberang tidak mau
menyeberangkan Buddha Gotama tanpa pembayaran lebih dulu. Sebelum
tukang perahu tahu apa yang terjadi, Buddha Gotama sudah ada di
seberang sungai).

26. Buddha Gotama sedang dijamu.

27. Di sebuah bukit bernama Gaya, Buddha Gotama berjumpa kembali


dengan para pertapa yang dulu telah meninggalkannya. Sekarang mereka
menjadi murid-murid Buddha Gotama.

28. Buddha Gotama diberi hormat oleh para pertapa lain.

29. Buddha Gotama diperciki air suci oleh para dewa.

30. Memberi khotbah di taman Menjangan dekat Banares.

Sutra Lalitavistara banyak dikenal oleh para tukang batu Mantranaya


dari Borobudur, lihat: Kelahiran Buddha (Lalitavistara). Istilah Mantranaya bukan
kesalahan ejaan dari Mantrayana meskipun sebagian besar adalah sama.
Mantranaya adalah istilah untuk tradisi esoteris mantra, turunan tertentu dari
Vajrayana dan Tantra di Indonesia. Istilah dalam bahasa Sanskerta Mantranaya
dengan jelas telah terbukti dalam literatur tantra Basa Jawa Kuna, khususnya yang
didokumentasikan dalam teks tantra Buddha esoterik tertua di Jawa Kuna, Sang
Kyang Kamahayanan Mantranaya, lihat Kazuko Ishii (1992).35

F. FAKTOR-FAKTOR BERKURANGNYA UMAT BUDDHA DI


INDONESIA

35
http://id.wikipedia.org/wiki/agama_budha_di_Indonesia#cite_note-16, diakses tanggal 30 April
2014.

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 44


Faktor-faktor yang menyebabkan kekurangan jumlah penduduk yang
beragama Buddha di Indonesia antara lain :

 Ajaran Buddha sendiri yang mengajarkan bahwa kita harus melakukan


ehipassiko, yaitu datang, lihat dan buktikan diri sendiri. Inilah yang
menyebabkan banyak orang yang tidak mengenal ajaran agama Buddha
karena mereka tidak tahu kapan mereka dapat mempelajarinya.

 Banyak yang menganggap bahwa ajaran agama Buddha identik dengan


dupa, bunga, lilin, dan lain-lain yang membuat orang-orang berpikir
mengenai modal cukup besar yang akan dikeluarkan.

 Dalam agama Buddha tidak ada suatu perjanjian yang mengikat seseorang
untuk tetap menganut agama Buddha, sehingga setelah menikah, cukup
banyak umat buddhis berganti agama karena harus mengikuti agama
pasangannya.

 Banyak orang yang menganggap bahwa agama Buddha tidak memberikan


mereka hal yang dijanjikan untuk masuk surga karena mayoritas
membutuhkan suatu keamanan dan jaminan bahwa mereka akan masuk
surga.

 Kurangnya ajaran agama Buddha dalam keluarga sehingga anak-anak


mereka yang bersekolah di sekolah non-buddhis akan mengikuti cara-cara
dan aturan-aturan di sekolahnya yang menyebabkan mereka terpengaruh.

 Faktor-faktor dari orang tuanya yang tidak terlalu mengerti ajaran agama
Buddha sehingga ada orang tua yang hanya menjalankan tradisi orang cina
dan ada juga yang hanya berstatus agama Buddha, tetapi tidak tahu apa-
apa mengenai agama Buddha. Hal ini juga disebabkan oleh Kurangnya
keyakinan akan agama Buddha.36

36
Madhori, Candi Borobudur Sepanjang Masa, PT. Taman Wisata Candi Borobudur dan
Prambanan. Kedaulatan Rakyat.

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 45


BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa:


1. Ajaran agama Budha adalah minoritas di Indonesia, namun para
pemeluknya tetap mengamalkan ajaran agama Budha dan eksis hingga
sekarang.
2. Sejarah agama Budha sangat kompleks, perjalanan ajaran Budha dari
tempat asalnya hingga ke Indonesia mengalami berbagai hambatan, namun
mereka tidak pernah menyerah. Hal ini adalah satu hal yang sepatutnya
kita contoh.
3. Agama Budha pernah mengakar kuat dalam kehidupan beragama di
Nusantara. Hal ini dapat kita buktikan dengan banyaknya peninggalan
candi yang begitu megah.
4. Kisah-kisah pada relief di Borobudur sarat dengan makna dan pelajaran.
Diantaranya adalah “Harta berlimpah bukan hal yang dapat dibanggakan,
namun iman yang tidak tergoyahkan dan ketekunan, banggakanlah!”.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat kita, terutama dalam memahami
agama Budha dan sejarahnya di Indonesia sebagai pengetahuan. Namun kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi bahasa,
sistematika penulisan, dan lain lain. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari para pembaca.
Kami mohon maaf atas semua kekurangan dan keterbatasan. Terima kasih
atas kerjasama dan saran dari pembaca semua. Wassalam.

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 46


DAFTAR PUSTAKA

Borobudur, Sinar Harapan, tanggal 17 dan 24 Februari 1983. t.t.


Madhori, Candi Borobudur Sepanjang Masa, PT. Taman Wisata Candi
Borobudur dan Prambanan. Kedaulatan Rakyat.

Martin Ramstedt. Hinduism in modern Indonesia: a minority religion


between local, national, and global interests. Routledge, 2004. Hal. 49.

Menyingkap tabir misteri Borobudur, PT. Taman Wisata Candi


Borobudur dan Prambanan. Kedaulatan Rakyat, tanggal 12 Februari 1983.
Merdeka, tanggal 29 Januari, t.t.
Moertjipto & Bambang Prasetyo, A glimpse of Temples, Direktorate
General of Torism, Republic of Indonesia.
DR. Soekmono, Candi Borobudur, Pustaka Jaya, 1981.
Boediharjo, Pelestarian warisan budaya melalui pariwisata, suatu kasus
studi pembangunan Taman Wisata Candi Borobudur dan Prambanan.
DR. Soekmono, Riwayat usaha penyelamatan Tjandi Borobudur, Pelita
Borobudur, seri A no. 1, 1972.
Drs. Soedirman, Borobudur salah satu keajaiban dunia, Yogyakarta,
1980.
Yasir Marjuki & Toeti Heraty, Borobudur, Djambatan, 1989.

"Dictionary of Buddhism" by Damien Keown (Oxford University Press,


2003) ISBN 0-19-860560-9.

D.G.E. Hall (1956). "Problems of Indonesian Historiography". Pacific


Affairs 38 (3/4): hal. 353—359.

"Hinduism and Buddhism: An Historical Sketch" by Sir Charles Eliot,


ISBN 81-215-1093-7.

"Japanese Buddhism" by Sir Charles Eliot, ISBN 0-7103-0967-8.


"Living Zen" by Robert Linssen (Grove Press, New York, 1958) ISBN 0-
8021-3136-0.

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 47


"National Museum Arts asiatiques- Guimet" (Editions de la Reunion des
Musées Nationaux, Paris, 2001) ISBN 2-7118-3897-8.
"The Diffusion of Classical Art in Antiquity" by John Boardman
(Princeton University Press, 1994) ISBN 0-691-03680-2.
"The Shape of Ancient Thought. Comparative studies in Greek and
Indian Philosophies" by Thomas McEvilley (Allworth Press, New York, 2002)
ISBN 1-58115-203-5.

"The Times Atlas of Archeology" (Times Books Limited, London, 1991)


ISBN 0-7230-0306-8.

Richard Foltz, Religions of the Silk Road: Premodern Patterns of


Globalization, New York: Palgrave Macmillan, 2010. ISBN 978-0-230-62125-1.

Data Laju Pertumbuhan Penduduk Indonesia 1971-2000 sumber


www.bps.go.id, diakses 30 April 2014.

Tabel Populasi berdasarkan Agama 2005 sumber www.kemenag.go.id,


diakses 30 April 2014.
http://id.wikipedia.org/w/indek.php?title=kekaisaran_sungga, diakses 30
April 2014.
http://id.wikipedia.org/w/indek.php?title=piagam-piagam_asoka, diakses
30 April 2014.
http://id.wikipedia.org/wiki/agama_budha_di_Indonesia#cite_note-16,
diakses tanggal 30 April 2014.

http://religiousfreedom.lib.virginia.edu/nationprofiles/Indonesia/rbodies.
html, diakses 30 April 2014.

http://www.depag.go.id/index.php?menu=page&pageid=17, diakses 30
April 2014.

http://www.wikipedia.org/index.php?title:sejarah_agama_budha, diakses
30 April 2014.
Kerajaan Sriwijaya (http://www.melayuonline.com/Ind/history/dig330/),
diakses 30 April 2014.

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 48


Sejarah Perkembangan Agama Buddhis di Indonesia
(http://www.baghavant.com/home.php?
link=sejarah&tipe=sejarah_buddhisme_indonesia_1), diakses 30 April 2014.

Tokoh-tokoh Sejarah pada Masa Buddha


(http://viharakhantibumi.blogspot.com/2010/01/tokoh-tokoh-sejarah-pada-masa-
budha.html), diakses 30 April 2014.

Sejarah Agama Budha di Indonesia | 49

Anda mungkin juga menyukai