Anda di halaman 1dari 19

MEMAHAMI MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN ISLAM YANG

BERWATAK TAJDID
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Kemuhammadiyahan
Dosen Pengampu: Drs. San Susilo, M.M

Disusun oleh:

Hana Nur Fadilah


194223009

PENDIDIKAN GURU – PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
MUHAMMADIYAH KUNINGAN
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
kami karunia nikmat dan kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulisan makalah ini merupakan sebuah tugas dari dosen mata kuliah
Kemuhammadiyahan yang berjudul “Memahami Muhammadiyah sebagai Gerakan
Islam yang Berwatak Tajdid”. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
menambah wawasan dan pengetahuan pada mata kuliah yang sedang dipelajari, agar
kami menjadi mahasiswa yang berguna bagi agama, bangsa dan negara.
Dengan tersusunnya makalah ini kami menyadari masih banyak terdapat
kekurangan dan kelemahan. Demi kesempurnaan makalah ini, kami sangat berharap
perbaikan, kritik dan saran yang sifatnya membangun apabila terdapat kesalahan.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya
bagi penyusun sendiri umumnya para pembaca makalah ini, terima kasih.

Kuningan, November 2020


Penulis

Hana Nur Fadilah

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………..…... ii
DAFTAR ISI………………………………………………………..….. iii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………… 1
A. Latar belakang………………………………………………..…. 4
B. Rumusan Masalah…………………………………………….… 4
C. Tujuan…………………………………………………………... 5
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………….... 6
A. Menjabarkan Pengertian Tajrid dan Tajdid..………….……..…. 6
B. Model Tajrid dan Tajdid Muhammadiyah …………...….…..…. 8
C. Model Gerakan Keagamaan……………………………........….. 8
D. Makana Gerakan Keagamaan Muhammadiyah.…………….….. 10
E. Gerakan Tajdid Pada 100 Tahun Kedua………………………… 10
BAB III PENUTUP ………………………………………………..…... 13
A. Kesimpulan …………………………………………………..….. 13
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………..……………. 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Modernitas muhammadiyah lahir sebagai respon atas sejarah, pukan spontanitas.
Ketika rakyat tenggelam dalam kemiskinan dan kebodohan semasa rezim kolonial,
muhammadiyah lahir dengan banyak respon; pendidikan modern dan mengembangkan
spirit PKO ( Pertolongan Kesengsaraan Oemoem) ketika massyarakat teklena dalam
tradisional dan pencampuradukan ajaran agama, muhammadiyah memberikan wacana
dan spirit baru, tajdid dan purifikasi.

Muhammadiyah sebagai gerakan islam merumuskan gerakan pembaharuannya


dalam bentuk purifikasi dan dinamisasi. Purifikasi didasarkan pada sumsi bahwa
kemunduran umat islam terjadi karena umat islam tidak mengembangkan aqidah islam
yang benar, sehingga harus dilakukan purifikasi dalam bidang aqidah-ibadah dengan
teori “ segala sesuatu dalam ibadah madlah dilaksanakan bila ada perintah dalam Al-
Qur’an dan Hadist” sedangkan dinamisasi dilakukan dalam bidang muamalah, dengan
melakukan gerakan modernisasi sesuai dengan teori “ segala sesuatu boleh dikerjakan
selama tak ada larangan dala Al-qur’an dan Hadist”.

Muhammadiyah dalam gerakan pembaharuannya di lakukan bersamaan antara


gerakan purifikasi dengan gerakan muamalah. Purifikasi dalam bidang aqidah yang
dilakukan oleh muhammadiyah adalah aqidah yang memiliki keterkaitan dengan aspek
sosial kemasyarakatan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian tajrid dan tajdid?
2. Bagaimana model tajrid dan tajdid Muhammadiyah?
3. Bagaimana model gerakan keagamaan Muhammadiyah?
4. Apa makna gerakan keagamaan Muhammadiyah?
5. Apa gerakan tajdid pada 100 tahun kedua?

4
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan pengertian tajrid dan tajdid.
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan model tajrid dan tajdid Muhammadiyah.
3. Untuk mengetahui dan memahami model gerakan keagamaan Muhammadiyah.
4. Untuk mengetahui dan menjelaskan makna gerakan keagamaan Muhammadiyah.
5. Mampu menjelaskan gerak tajdid pada 100 tahun kedua.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tajrid dan Tajdid


a) Pengertian Tajrid
Tarjih berasal dari kata “ rojjaha – yurajjihu- tarjihan “, yang berarti mengambil
sesuatu yang lebih kuat. menurut istilah ahli ushul fiqh adalah : Usaha yang
dilakukan oleh mujtahid untuk mengemukakan satu antara dua jalan ( dua dalil )
yang saling bertentangan , karena mempunyai kelebihan yang lebih kuat dari yang
lainnya”.
Tarjih dalam istilah persyarikatan, sebagaimana terdapat uraian singkat
mengenai “Matan Keyakinan dan Cita-cita hidup Muhamadiyah“ adalah
membanding-banding pendapat dalam musyawarah dan kemudian mengambil
mana yang mempunyai alasan yang lebih kuat .
Tarjih secara etimologi berarti menguatkan. Konsep tarjih muncul ketika
terjadinya pertentangan secara lahir antara satu satu dalil dengan dalil lainnya yang
sederajat dan tidak bisa diselesaikan dengan cara al –jam’u wat taufiq. Dalil yang
dikuatkan disebut rajih, sedangkan dalil yang dilemahkan disebut dengan marjuh..
Dari pengertian di atas maka unsur-unsur yang ada dalam tarjih adalah :
a.    Adanya dua dalil
b.   Adanya sesuatu yang menjadikan salah satu itu lebih utama dari yang lain.
Tarjih bergerak dalam bidang pemurnian atau purifikasi. Sedangkan, tajdid
adalah reform atau pembaruan. Keduanya (tarjih dan tajdid), ibarat dua sisi mata
uang yang saling membutuhkan dan tak mungkin dipisahkan.Jika dilihat secara
umum, tarjih lebih bersifat masa lampau, sedangkan tajdid untuk masa depan.
b) Pengertian Tajdid
Istilah tajdid berasal dari bahasa Arab yaitu jaddada, yang berarti
memperbaharui atau menjadikan baru. Dalam kamus Bahasa Indonesia tajdid
berarti pembaruan, modernisasi atau restorasi.
Secara bahasa (etimologi) tajdid memiliki makna pembaharuan dan pelakunya
disebut mujaddid (pembaharu). Sedangkan dalam pengertian istilah (terminology),
tajdid berarti pembaharuan terhadap kehidupan keagamaan, baik dalam bentuk
pemikiran ataupun gerakan, sebagai respon atau reaksi atas tantangan baik internal

6
maupun eksternal yang menyangkut keyakinan dan sosial umat (Ibnu Salim dkk:
1998:1).
Dalam pengertian lain, tajdid adalah upaya untuk memperbaharui interpretasi-
interpretasi atau pendapat-pendapat ulama terdahulu terhadap ajaran-ajaran dasar
Islam, atas dasar bahwa ajaran tersebut sedah tidak relevan dengan tuntutan dan
perkembangan zaman. Oleh karena itu, tajdid adalah usaha yang kontinyu dan
dinamis, sebab selalu berhadapan dan beinteraksi dengan historisitas kehidupan
manusia.
Dalam konteks Muhammadiyah, tajdid bertujuan untuk menghidupkan kembali
ajaran al-Qur'an dan Sunnah dan memerintahkan kaum muslimin untuk kembali
kepadanya. Adapun yang masih merupakan rumpun tajdid dalam perspektif
Muhammadiyah adalah seperti diurakan oleh beberapa tokoh Muhammadiyah
sebagai berikut: Pertama, K.H. Azhar basyir menyebutkan bahwa Muhammadiyah
bertujuan memurnikan ajaran al-Qur'an dan Sunnah dari praktek-praktek takhayul,
bid’ah dan khurafat yang dianggap syirik.
Dengan kata lain, Muhammadiyah berkepentingan mengusung Islam murni
(Lihat Azhar Basyir: 1993: 255-257). Kedua Syafi’i Ma’arif menyebutkan bahwa
Muhammadiyah mentahbihkan dirinya sebagai gerakan non-mazhab, dinamisasi di
tengah-tengah arus utama umat Islam yang terkungkung dalam belenggu mazhab
(Syafi’i Ma’arif 1997: 133). Dan Ketiga, K. H. Suja inti dari pendirian
Muhammadiyah sebagai jawaban terhadap surat al-Maun yang dikaitkan dengan
pembebasan kaum tertindas. (Q.S. Al-Anfal: 24) (Sukrianto AR 1990: 43)
Apa yang dimaksud dengan tajdîd dalam Muhammadiyah dan bagaimana
perkembangannya selama satu abad pertama? Kedua persoalan ini perlu dianalisis
berdasarkan periodesasi dan kurun waktu yang telah ada. Secara garis besar,
perkembangan tajdid dalam Muhammadiyah dapat dibedakan menjadi tiga pase,
yakni pase aksi-reaksi, konsepsionalisasi dan pase rekonstruksi. Ketika
Muhammadiyah didirikan, para tokoh Muhammadiyah, termasuk K.H. Ahmad
Dahlan, belum memikirkan landasan konseosional dan teoritis tentang apa yang
akan dilakukannya. Yang terjadi adalah, upaya mereka untuk secara praktis dan
pragmatis menyebarkan ajaran Islam yang baik dan benar sesuai dengan tuntunan
Rasulullah. Konsentrasi mereka difokuskan pada bagaimana praktek keagamaan
yang dilakukan masyarakat waktu itu disesuaikan dengan apa yang dilakukan oleh
Rasulullah di satu sisi, tapi juga memperhatikan tradisi agama lain, khususnya
kristen, yang kebetulan disebarkan oleh penjajah negeri iniAdapun rumusan tajdîd
yang resmi dari Muhammadiyah itu adalah sebagai berikut:
Dari segi bahasa, tajdid berarti pembaharuan, dan dari segi istilah, tajdîd
memiliki dua arti, yakni:  a. pemurnian;  b. peningkatan, pengembangan,
modernisasi dan yang semakna dengannya.

7
Dalam arti “pemurnian” tajdid dimaksudkan sebagai pemeliharaan matan ajaran
Islam yang berdasarkan dan bersumber kepada al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-
Shohihah. Dalam arti “peningkatan, pengembangan, modernisasi dan yang
semakna dengannya”, tajdid dimaksudkan sebagai penafsiran, pengamalan, dan
perwujudan ajaran Islam dengan tetap berpegang teguh kepada al-Qur'an dan As-
Sunnah Ash-Shahihah.
Untuk melaksanakan tajdid dalam kedua pengertian istilah tersebut, diperlukan
aktualisasi akal pikiran yang cerdas dan fitri, serta akal budi yang bersih, yang
dijiwai oleh ajaran Islam. Menurut Persyarikatan Muhammadiyah, tajdid
merupakan salah satu watak dari ajaran Islam.
Yang diperbaharui adalah hasil pemikiran atau pendapat, dan bukan
memperbarui atau mengubah apa yang terdapat dalam al-Qur”an maupun al-Hadis.
Dengan kata lain, yang diubah atau diperbarui adalah hasil pemahaman terhadap al-
Qur’an dan al-Hadis tersebut.
B. Model Tajrid dan Tajdid Muhammadiyah
a) Model Tarjih Muhammadiyah
1. Al-Tarjih Baina al-Nusush
Al-tarjih baina al-nusush, atau menguatkan salah satu nash (ayat atau hadith)
yang saling bertentangan. Untuk mengetahui kuatnya salah satu nash yang
saling bertentangan, ada beberapa cara yang dikemukakan para ulama usul
fiqh, yaitu
a. Dari Segi Sanad ( Para Perawi Hadith)
Imam al-Syawkany (1172-1250 H/ 1759-1828 M) berpendapat bahwa
pentarjihan dapat dilakukan dengan 42 cara, yang di antaranya
dikelompokkan kepada:
 Menguatkan salah satu nash dari segi sanadnya.
Cara ini antara lain dengan meneliti kuantitas perawi hadith. Jumhur
ulama hadith yang sanadnya lebih banyak ditarjihkan dari hadith yang
sanadnya lebih sedikit. Karena kemungkinan terjadinya kesalahan
dalam suatu hadith yang diriwayatkan oleh banyak perawi sangat
kecil.
 Pentarjihan dengan melihat riwayat itu sendiri.
Yaitu hadith Mutawatir dikuatkan dari hadith Masyhur atau
menguatkan hadith Masyhur daripada hadith Ahad. Bisa juga
dilakukan dengan cara melihat persambungan sanadnya, yaitu
mentarjih hadith yang sanadnya bersambung sampai kepada
Rasulullah SAW dari hadith yang sanadnya terputus.
 Pentarjihan melalui cara menerima hadith dari Rasulullah SAW.
Yaitu menguatkan hadith yang langsung didengar dari Nabi SAW dari
pada hadith yang didengar melalui perantaraan orang lain atau tulisan.
Dirajihkan juga riwayat yang memakai lafal langsung dari Nabi SAW
8
yang menunjukkan kata kerja, seperti kata naha (melarang), amara
(memerintahkan), dan adzina (mengizinkan), daripada riwayat yang
lainnya
a Dari Segi Matan
Yang dimaksud dengan matan di sini adalah teks ayat, hadith, atau ijma`.
Imam al-Amidi ahli ushul fiqh mazhab Syafi`i (551-631 H/ 1156-1233 M),
mengemukakan 51 cara dalam pentarjihan dari segi matan, di antaranya
adalah:
 Teks yang mengandung larangan diutamakan daripada teks yang
mengandung perintah, karena menolak kemudharatan lebih utama
daripada mengambil manfaat.
 Teks yang mangandung perintah didahulukan daripada teks yang
mengandung kebolehan karena melaksanakan perintah berarti
sekaligus kebolehan sudah tercakup di dalamnya.
 Makna hakikat suatu lafaz lebih didahulukan darpada makna majaz.
 Dalil Khusus lebih didahulukan dari dalil umum.
 Teks umum yang belum ditakhsis lebih didahulukan daripada teks
umum yang telah ditakhsis.
b Dari Segi Hukum atau Kandungan Hukum
Cara pentarjihan melalui metode ini, Imam al-Amidi mengemukakan ada
11 cara, sedangkan Muhammad ibn Ali al-Syawkani menyederhanakannya
menjadi 9 cara, di antaranya sebagai berikut:
 Teks yang mengandung bahaya Jumhur lebih didahulukan dari teks
yang membolehkan. Alasannya hadith Rasulullah SAW:
Artinya: "Tidaklah berkumpul antara yang halal dengan yang haram,
kecuali   yang haram lebih dominan". (HR. Al-Baihaqy).
 Suatu teks yang mengandung hukum menetapkan, sedangkan yang
lain meniadakan, maka dalam hal seperti ini terjadi perbedaan
pendapat ulama. Misalnya Ibn `Abbas meriwayatkan sebuah hadith
bahwa Rasulullah SAW mengawini Maimunah dalam keadaan ihram
sebagaimana hadith berikut ini:
Artinya: "Sesungguhnya Nabi SAW mengawini Maimunah binti al-
Harith sewaktu beliau sedang ihram". (HR.Bukhari dan Muslim).
c Pentarjihan dengan Menggunakan Faktor (dalil) Lain di Luar Nash (amr
al-Kharij).
Al-Amidi mengemukakan lima belas cara pentarjihan dengan
menggunakan faktor di luar nash. Dan Imam al-Syawkani meringkasnya
menjadi sepuluh cara, di antaranya:
 Mendahulukan salah satu dalil yang mendapatkan dukungan dari dalil
lain, baik dalil itu al-Qur`an, Sunnah, ijma`, maupun logika.

9
 Mendahulukan salah satu dalil yang didukung oleh amalan ahli
Madinah, karena mereka lebih mengetahui persoalan turunnya al-
Qur`an dan penafsirannya serta adanya anjuran Rasulullah SAW
untuk mengikuti mereka.
 Mendahulukan nash yang menyebutkan `illat (motivasi) hukumnya
daripada nash yang tidak menyebutkan `illatnya.
 Mendahulukan dalil yang mengandung kehati-hatian (ihtiyath)
daripada dalil yang tidak menyebutkan demikian.
 Mendahulukan dalil yang dibarengi dengan perbuatan atau perkataan
perawinya dari dalil yang tidak demikian halnya.
2. Tarjih Bain al-Aqyisah
Ta`arudh dengan segala macam cara penyelesaiannya tersebut di atas adalah
bertentangan antara dua dalil syara` yang berupa nash. Di samping itu ada
ta`arudh yang terjadi antara dua dalil syara` yang bukan nash yaitu ta`arudh
antara qiyas dengan qiyas. Muhammad bin `Ali al-Syawkani mengemukakan
tujuh belas macam pentarjihan dalam persoalan qiyas yang saling bertentangan
(ta`arudh). Ketujuh belas macam pentarjihan tersebut dikelompokkan oleh
Wahbah al-Zuhaily (guru besar fikih Islam/usul Fiqh di Universitas Damaskus,
Suriah) menjadi empat kelompok, yaitu
a)      Tarjih dari Segi Hukum Asal.
b)      Tarjih dari Segi Hukum Furu`
c)      Tarjih dari Segi `Illat.
d)     Tarjih Qiyas Melalui Faktor Luar.
b) Model Tajdid Muhammadiyah
Pertama; kongkrit dan produktif, yaitu melalui amal usaha yang didirikan,
hasilnya kongkrit dapat dirasakan  dan dimanfaatkan oleh umat Islam, bangsa
Indonesia dan umat manusia di seluruh dunia. Suburnya amal saleh di lingkungan
aktivis Muhammadiyah ditujukan kepada komunitas Muhammadiyah, bangsa dan
kepada seluruh umat manusia di dunia dalam rangka rahmatan lil alamin.
Kedua; tajdid Muhammadiyah bersifat terbuka. Maksud dari keterbukaan
tersebut, Muhammadiyah mampu mengantisipasi perubahan dan kemajuan di
sekitar kita. Dari sekian amal usahanya, rumah sakitnya misalnya, dapat dimasuki
dan dimanfaatkan oleh siapapun. Sekolah sampai kampusnya boleh dimasuki dan
dimanfaatkan oleh siapa saja. Kalau Muhammadiyah mendirikan lembaga ekonomi
dan usaha atau jasa, maka yang menjadi nasabah, partner dan komsumennya pun
bisa siapa saja yang membutuhkan.
Ketiga; tajdid Muhammadiyah sangat fungsional dan selaras dengan cita-cita
Muhammadiyah untuk menjadikan Islam itu, sebagai agama yang berkemajuan,
10
juga Islam yang berkebajikan yang senantiasa hadir sebagai pemecah masalah-
masalah (problem solv), temasuk masalah kesehatan,pendidikan, dan masalah
sosial ekonomi.
Dengan Demikian model Tajdid  dibagi dalam tiga bidang, yaitu :
1)      Bidang keagamaan
Pembaharuan dalam bidang keagamaan adalah penemuan kembali ajaran atau
prinsip dasar yang berlaku abadi, yang karena waktu lingkungan situasi dan kondisi
mungkin menyebabkan dasar-dasar tersebut kurang jelas dan tertutup oleh kebiasan
dan pemikiran tambahan lain.
Pembaharuan dalam bidang kaagamaan adalah memurnikan kembali atau
mengembalikan kepada aslinya, oleh karena itu dalam pelaksanaan agama baik
yang menyangkut akidah atau pun ibadah harus sesuai dengan aslinya, yang
sebagai mana diperintahkan dalam Al-Qur’an dan as sunah.
Dalam masalah akidah muhammadiyah bekerja untuk tegaknya akidah islam yang
murni, bersih dari gejala kemusyrikan, bid’ah dan curafat tanpa mengabaikan
prinsip toleransi menurut islam. Sedangkan dalam ibadah, muhammadiyah bekerja
untuk tegaknya ibadah tersebut sebagaimana yang dituntunkan Rasullah tanpa
perubahan dan tambahan dari manusia. Usaha permurnian yang dilakukan
muhamaadiyah terhadap keadaan keagamaan yang tampak dari serapan berbagai
unsur kebudayaan yang ada di indonesia yaitu
Penentuan arah kiblat dalam sholat, yang sebelumnya mengarah tepat ke arah barat.
2.      Bidang pendidikan
Dalam bidang ini Muhammadiyah mempelopori dan meyelenggarakan sejumlah
pembaharuan dan inovasi yang lebih nyata. Bagi Muhammdiyah pendidikan
memiliki arti yang penting dalam penyebaran ajaran islam, karena melalui bidang
pendidikan pemahaman tentang islam dapat diwariskan dan ditanamkan dari
generasi kegenerasi.
Pembaharuan dari segi pendidikan memiliki dua segi yaitu
a.       Segi cita-cita
Dari segi ini ingin membentuk manusia muslim yang baik budi, alim dalam agama,
luas dalam pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, dan bersidia berjuang
untuk kemajuan masyarakatnya.
b.      Segi teknik pengajaran
Dari segi ini lebih banyak berhubungan dengan cara penyelenggaraan pengajaran.
Dengan mengambil unsur-unsur yang baik dari sistem pendidikan barat dan sistem
pendidikan tradisonal, muhammadiyah berhasil membangun sistem pendidikan
11
sendiri. Seperti sekolah model barat yang dimasukkan pelajaran agama didalamnya,
sekolah agama dengan menyertakan perlajaran umum.
Selain pembaharuan dalam pendidikan formal, Muhammadiyah juga telah
mempebaharui pendidika tradisional non formal yaitu pengajian. Dimana yang
semula pengajarnya hanya mengajar ngaji dan ibadah oleh muhammadiyah
diperluas dan pengajian di sistematiskan dan diarahkan pada masalah kehidupan
sehari-hari.
Begitupula muhammadiyah telah mewujudkan bidang bimbingaan dan penyuluhan
agama dalam masalah-masalah yang diperlukan dan mungkin bersifat pribadi.
3.      Bidang sosial masyarakat
Muhammadiyah merintis bidang sosial kemasyarakatan dengan mendirikan rumah
sakit, piklinik, panti auhan, rumah singgah, panti jompo, Pusat kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM), posyandu lansia yang dikelola melalui amal usahanya dan
bukan secara individual sebagai mana dilakukan orang pada umumnya. Usaha
pembaharuan dalam bidang sosial kemasyarakatan ditandai dengan didirikannya
Pertolongan Kesengsaraan Oemoen (PKO)di tahun 1923. Perhatian terhadap
kesengsaraan orang lain merupakan kewajiban orang muslim, sebagai perwujudan
tuntunan agama yang jelas untuk ber amal ma’ruf dan juga sebagai bentuk
pengamalan firman Allah dalam surat Al-ma;un 107: 1-7
Yang artinya
“ Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama, itulah orang yang menghardik
anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makanan orang miskin. Maka
kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,(yaitu) orang yang lalai dari sholatnya,
orang-orang berbuat riya dan enggan(menolong dengan) barang berguna.”.
C. Model Gerakan Keagamaan Muhammadiyah
Seperti yang dituliskan di awal bahwa dalam konstitusi Muhammadiyah,
terdapat tiga model gerakan yang mewujud menjadi modal gerakan yaitu: Pertama:
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam. Kedua: sebagai gerakan dakwah amar ma’ruf
nahi munkar, dan ketiga: Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid.
Pada dasarnya, Muhamadiyah telah menggagas mengenai penguatan basis
gerakan, sejak awal berdirinya. Bahkan dalam Muktamar pada tahun 1970-an telah
diputuskan untuk menggalang jama’ah dan dakwah jamaah (GJDJ). Hanya saja,
gagasan tersebut belum ter-implementasi secara maksimal dalam aktivistas gerakan
organisasi.
Kesadaran yang sama muncul pada Muktamar ke 46 Yogyakarta dengan adanya
program revitalisasi cabang dan ranting serta pembentukan Lembaga Pengembangan
Cabang dan Ranting (LPCR), sebagai respons atas kondisi global dan tantangan yang
dihadapi.
12
Kesadaran untuk memperhatikan masyarakat di akar rumput merupakan
kelanjutan dari spirit perubahan formasi sosial dengan terlibat dalam penguatan
kesadaran sosial, politik, ekonomi dan ideologi, -kini terkooptasi oleh kecenderungan
kapitalistik, birokrasi, politisasi yang berlangsung secara massif pasca Orde Baru. Dan
terakhir, beberapa dekade yang lalu, telah di rumuskan pembinaan Jamaah, keluarga
sakinah, dan qaryah thoyyibah untuk memperkuat basis gerakan.
1.      Gerakan Jamaah dan Dakwah (GDJD)
Esensi GDJD adalah penguatan kesadaran jamaah dan kepedulian mereka
terhadap lingkungan sosialnya. Definisi sederhana tentang jamaah adalah kumpulan
keluarga muslim yang berada dalam suatu lingkungan tempat tinggal. Ajakan warga
aktif merupakan landasan gerakan Muhammadiyah yang menuntut adanya komunitas
yang solid dan terorganisir untuk memperjuangkan tegaknya kebaikan menentang
segala macam keburukan. Orientasi dari gerakan ini adalah membangun basis
kehidupan dakwah bil halal di bidang pendidikan, sosial, ekonomi dan kesehatan.
KH. Ahmad Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah dan beberapa sahabatnya
sangat peduli terhadap pembinaan jamaah. Beliau melakukan perjalanan keliling Jawa
untuk melakukan pembinaan hingga ke Banyuwangi, Jakarta dan Jawa Tengah. Itu
artinya, penguatan jamaah sudah menjadi platform dari berdiri dan pengembangan
gerakan Muhamaadiyah.
2.      Langkah Penguatan Jama’ah
Langkah pemberdayaan melalui penguatan institusi cabang dan ranting akan
memberi kontribusi bagi penguatan kohesi sosial /solidaritas antar warga di tengah
meluasnya paham-paham radikal yang cenderung anarkis belakangan ini. Ledakan bom
di Pesantren Umar Bin Khattab Bima NTB, dapat menjadi bukti betapa rapuhnya
kohesi sosial warga. Komunitas kecil jauh di Bima saja, terdapat tindakan kekerasan
terhadap ummat Islam. oleh karena itu, memperkuat kembali identitas lokal melalui
gerakan jamaah, dipandang perlu dalam kerangka penguatan potensi dan basis gerakan
untuk hal-hal yang produktif.
Langkah yang dapat dilakukan untuk menggiatkan cabang dan ranting Muhammadiyah
melalui gerakan jamaah dan dakwah jamaah antara lain:
1) Melakukan assesment awal mengenai kehidupan keagamaan di desa atau
komunitas atau ranting
2) Memantapkan konsep dakwah jamaah yang akan dipergunakan agar sesuai dengan
kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat basis
3) Melakukan sosialisasi dan pelatihan bagi para fasilitator yang akan menggerakkan
cabang dan ranting
4) Melakukan pendampingan dakwah jamaah

13
5) Memantapkan organisasi gerakan di akar rumput (pimpinan ranting) sebagai ujung
tombak gerakan dakwah jamaah

Untuk mensinergiskan langkah-langkah diatas, diperlukan adanya keterlibatan


berbagai lembaga amal Muhammadiyah, seperti: sekolah, rumah sakit ataupun masjid
dari seluruh daerah di Indonesia. Pelibatan lembaga amal itu dalam mempercepat proses
pengembangan cabang dan ranting sebagai sentral untuk mengembangkan
Muhammadiyah sebagai organisasi yang bercorak community based. Agar nantinya
tidak hanya memperkuat infrastruktur Muhammadiyah, tetapi juga memperkuat
infrastruktur masyarakat, sehingga terbentuk masyarakat khairah ummah sebagaimana
cita-cita Muhammadiyah.
D. Makna Gerakan Keagamaan Muhammadiyah
Secara harfiah ada perbedaan antara kata “gerak, “gerakan”, maupun
“pergerakan”. Gerak adalah perubahan sesuatu materi dari tempat yang satu ke tempat
lainnya[2], gerakan adalah perbuatan atau keadaan bergerak, sedangkan pergerakan
adalah usaha atau kegiatan. Pergerakan identik dengan kegiatan dalam ranah sosial.
Dengan demikian, kata gerakan atau pergerakan mengandung arti, unsur, dan esensi
yang dinamis tidak statis.
Muhammadiyah merupakan organisasi pergerakan. Kader muhammadiyah di
tuntut untuk selalu bergerak dalam menyebar syariat islam yang terinspirasi dari surat
Al-Imran ayat 104. Muhammadiyah bukanlah gerakan sosial-keagamaan yang biasa.
Tetapi sebagai gerakan Islam, pergerakan organisasi terkait erat dengan perkembangan
agama Islam di Nusantara. Tidak hanya bergerak, karena setiap dakwah yang
disampaikan dan disebarkan harus berdasarkan bingkai petunjuk ajaran agama Islam:
Islam tidak terbangun sebagai asas formal (teks), tetapi menjiwai, melandasi,
mendasari, mengkerangkai, memengaruhi, menggerakan dan menjadi pusat orientasi
dan tujuan. Tidak sekadar meng-Islam KTP, menjadikannya slogan dan simbolik
belaka, tetapi menjadikannya jalan dan ruh kehidupan.
Inilah Islam yang modern, Islam yang melintasi batas-batas kaku tradisional dan
budaya, Islam yang senantiasa melangkah maju ke depan. Sebagaimana semangat dasar
gerakan Muhammadiyah dalam menyebarkan panji-panji agama Islam dan  menghadapi
pergolakan arah global dunia.
Oleh karena itu, aktor-aktor gerakan dakwah wajib masuk dalam lingkaran
organisasi agar dapat terorganisir dan memiliki power yang kuat. Sehingga, kelelahan
dan keteteran dalam menyebarkan nilai-nilai ke-Islam-an dapat teratasi sejak dini dan
secara organisatoris. Dalam hal ini, para pendahulu Muhammadiyah memaknainya
dengan kaidah fiqhiyah “ma layatim al-wajib Illa bihi da huma wajib.” Artinya:
organisasi menjadi wajib adanya, karena keniscayaan dakwah memerlukan perangkat-
perangkat organisasi

14
Di sisi lain: Muhammadiyah bertujuan untuk mencetak ummat terbaik atau
ummat yang unggul. Sebagaimana pokok pikiran keenam Anggaran Dasar
Muhammadiyah. Disebutkan bahwa: “organisasi adalah satu-satunya alat atau cara
perjuangan yang sebaik-baiknya.”
 Ciri-cirinya adalah: a) Muhammadiyah adalah subjek atau pemimpin, dan
masyarakat semuanya adalah objek atau yang dipimpinnya; b) Lincah (dinamis), maju
(progresif), selalu dimuka dan militan; c) Revolusioner; d) Mempunyai pemimpin yang
kuat, cakap, tegas dan berwibawa; dan e) Mempunyai organisasi yang susunannya
lengkap dan selalu tepat atau up to date (PP Muhammadiyah, Manhaj Gerakan
Muhammadiyah, 2000; 19-30).
E. Gerakan Tajdid Pada 100 Tahun Kedua
Tajdid merupakan proses yang tidak pernah berhenti. Ia akan tumbuh dan
berkembang seiring dengan perkembangan kehidupan manusia. Dalam ranah agama,
tajdid dimaknai sebagai upaya untuk redefinisi makna di tengah-tengah kehidupan
manusia yang progresif Islam seringkali dimaknai penganutnya sebagai agama yang
“rahmatan lil alamin”, agama yang senantiasa sesuai di setiap tempat dan zaman. Untuk
mengejawantahkannya, seringkali dihadapkan pada dilema antara normativitas teks
dengan realitas sosial. Dalam menghadapi dilema ini, maka yang harus diubah adalah
cara pandang terhadap teks al-Qur’an dan al-Sunnah. Amin Rais menyebut tajdid
dilakukan secara konprehensif yang mengarah kepada future oriented. (Amin Rais, Visi
dan Misi Muhammadiyah, 1998: 10).
Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid menggunakan tiga paradigma dalam
membaca teks yakni bayani, burhani, dan irfani. Ketiga paradigma ini diharapkan
mampu menjawab dilema antar teks dan konteks sehingga menghasilkan Islam yang
rahmatan lil alamin.
Pengetahuan dan peradaban manusia senantiasa berubah dan berkembang
seiring dengan perkembangan zaman. Sebagai bagian dari narasi besar ilmu
pengetahuan, ilmu-ilmu keislaman pun  mengalami pergeseran paradigmatik. Hal ini
terjadi karena ilmu-ilmu yang lahir tidak lepas dari bingkai sosial yang mengkonstruk
realitas. Bingkai sosial inilah yang selalu mengalami perubahan seiring dengan
pperkembangan peradaban manusia. Oleh karena itu, pergeseran paradigma merupakan
tuntutan sejarah.
Perkembangan peradaban manusia kini sampai pada era pluralisme dan
multikulturalisme. Agama-agama yang selama ini mapan dengan dirinya, ternyata
mengalami problematika ketika berhadapan dengan realitas luar yang makin kompleks
dan plural. Untuk itu, maka, harus ada redefinisi terhadap makna dan orientasi agama,
sehingga agama senantiasa relevan dengan peradaban manusia.
Tantangan selanjutnya datang dari ranah budaya atau kultur sosial masyarakat
lokal. Agama sebagai sistem nilai, norma dan ajaran yang dominan, berhadapan dengan
sistem nilai yang datang dari tradisi atau adat masyarakat setempat. Sistem nilai itu lahir
dari kearifan lokal yang secara turun temurun dipegang oleh sebuah masyarakat sebagai

15
suatu ajaran yang harus dijunjung tinggi. Dialektika antara agama dan budaya (kearifan)
lokal ini juga sering memicu ketegangan, konflik dan perpecahan.
Muhammadiyah 100 tahun kedua, meninjau ulang paradigma yang selama ini
dipegang merupakan suatu keharusan. Misalnya, sikap Muhammadiyah terhadap
persoalan budaya lebih bersifat monolitik. Kecendrungan ini bisa dilihat dari identitas
yang melekat dalam Muhammadiyah yakni gerakan Islam yang murni, di samping
sebagai gerakan modernisme.
Muhammadiyah 100 tahun kedua, diharapkan mampu melangkah dengan
pandangan dan strategi yang lebih tepat sasaran dan mencapai keberhasilan dalam
mewujudkan visi dan tujuannya, baik tujuan jangka menengah dan jangka panjang,
maupun tujuan ideal yakni terbentuknya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Untuk mencapai tujuan yang ideal ini, diperlukan transformasi baru dalam
aktualisasi gerakannya di berbagai bidang kehidupan. Disinilah pentingnya aktualisasi
ideologi medernisme-reformasi Islam dalam gerakan dakwah dan tajdid gelombang
kedua yang diperlukan Muhammadiyah. melalui potensi dan modal sebagai gerakan
pencerahan, Muhammadiyah diharapkan terus berkiprah untuk pencerahan dan
kemajuan bangsa, serta mampu menjadikan gerakan Islam kosmopolitan yang
membawa Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Selain transformasi dalam aktualisasi gerakan, juga transformasi di bidang
pemikiran, pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan usaha-usaha lain yang bersifat unggul
dan terobosan, Muhammadiyah dituntut untuk terus berkiprah dengan inovatif. Dengan
demikian transformasi dakwah dan tajdid, yakni melakukan perubahan-perubahan
pandangan dan strategi dakwah dan tajdid lebih mendasar sebagai alternatif. Benni
Setiawan, www.muhammadiyahstudies.blog)
Sejumlah tawaran bagi Muhammadiyah dalam melakukan reorientasi terhadap
gerakan tajdid yang diperankannya. Jalaluddin Rahmat pernah menawarkan formulasi
Tauhid Sosial sebagaimana gagasan Dr. M. Amien Rais sebagai blueprint (cetak biru)
tajdid Muhammadiyah jilid dua. Ahmad Syafii Maarif menawarkan Muhammadiyah
sebagai gerakan ilmu untuk melangkah ke depan di tengah pergulatan pemikiran Islam
dan tantangan besar yang demikian kompleks saat ini.
  Nurcholish Madjid secara isyarat memberikan catatan agar gerakan-gerakan Islam
modernis seperti Muhammadiyah memperkaya khazanah keilmuan dan pemikiran agar
“kunci” metodologis yang selama ini kuat dimiliki dilengkapi dengan kekayaan materi
pemikiran baik yang bersifat pemikiran Islam klasik maupun kontemporer.
Tawaran-tawaran pemikiran tersebut berangkat dari penilaian bahwa gerakan
Islam modern seperti Muhammadiyah selama ini cenderung terlalu ad-hoc, kaya amal
tetapi kering pemikiran, dan kehilangan daya transformasionalnya di tengah perubahan
dan perkembangan zaman yang sarat kompleksitas masalah dan tantangan sebagaimana
kritik kaum noemodernisme terhadap modernisme.
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid, M. Syamsul Anwar juga memberikan tawaran
bahwa kini tajdid Muhammadiyah memerlukan pengembangan dari paradigma tajdid
juz’i-‘alami (pembaruan praksis amaliah) ke tajdid usuli-nazari (pembaruan pemikiran
16
yang lebih mendasar).Dalam konteks ini secara sistemik tentu saja keseluruhan
pengembangan pemikiran tajdid itu berada dalam bingkai dan legalitas organisasi,
bukan bersifat perseorangan kecuali untuk wacana dan pengembangan wawasan
pemikiran.
Tajdid Muhammadiyah bersifat jama’iy atau kolektif, tetapi tentu saja
memerlukan etos ijtihad dan sistem yang lebih dinamis agar tidak mengalami
kelambanan dan tidak terperangkap pada posisi statis. Sedangkan berbagai variasi dan
pengembangan wacana pemikiran sebaiknya diberi ruang yang lebih longgar agar
tradisi pemikiran terus berkembang, tentu saja disertai sikap tasamuh dan memiliki
pertanggungjawaban intelektual yang tinggi.
Keberhasilan Muhammadiyah melangkah melintasi zaman menuju 100 tahun
kedua, karena potensi dan modal dasar yang dimiliki sebagai gerakan pencerahan.
Melalui gerakan pencerahan yang membawa misi dakwah dan tajdid yang
membebaskan, memberdayakan, dan memajukan kehidupan di tengah dinamika abad
modern yang sarat tantangan.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat difahami, bahwa tajdid dalam
Muhammadiyah mengalami perubahan yang sangat berarti. Tajdid dalam
Muhammadiyah  pada tataran praktis dan gerakan aksi yang mengarah pada
pemurnian akidah dan ibadah, sebagai reaksi terhadap penyimpangan yang
dilakukan oleh umat Islam.
Model model Tajdid dalam Muhammadiyah digolongkan dalam tiga
bidang diantaranya (a) bidang keagarmaan yaitu Pembaharuan dalam bidang
keagamaan adalah penemuan kembali ajaran atau prinsip dasar yang berlaku
abadi, yang karena waktu lingkungan situasi dan kondisi mungkin
menyebabkan dasar-dasar tersebut kurang jelas dan tertutup oleh kebiasan dan
pemikiran tambahan lain. (b) bidang pendidikan yaitu Muhammadiyah
mempelopori dan meyelenggarakan sejumlah pembaharuan dan inovasi yang
lebih nyata dimana bidang pendidikan dipandang sangat penting dalam
penyebaran ajaran agama islam. (c) bidang sosial masyarakat Muhammadiyah
merintis bidang sosial kemasyarakatan dengan mendirikan rumah sakit,
piklinik, panti auhan, rumah singgah, panti jompo, Pusat kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM), posyandu lansia yang dikelola melalui amal usahanya
dan bukan secara individual sebagai mana dilakukan orang pada umumnya.

1
DAFTAR PUSTAKA

Rafhaula. 2016. Makalah Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam yang Berwatak


Tajrid dan Tajdid. https://rafhaulfa.blogspot.com/2016/08/makalah-muhammadiyah-
sebagai-gerakan.html. Diakses pada November 2020.

Stiemmamuju. 2020. Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam yang Berwatak Tajrid


dan Tajdid. http://stiemmamuju.ac.id/muhammadiyah-sebagai-gerakan-islam-yang-
berwataktajrid-dan-tajdid/. Diakses pada November 2020.

Stiemmamuju. 2020. Model dan Makna Gerakan Keagamaan Muhammadiyah.


http://stiemmamuju.ac.id/model-dan-makna-gerakan-keagamaan-muhammadiyah/.
Diakses pada November 2020.

Funkyhan. 2017. Model dan Gerakan Keagamaan Muhammadiyah di Indonesia..


https://funkyhan08.blogspot.com/2017/05/model-dan-gerakan-keagamaan.html. Diakses
pada November 2020.

Funkyhan. 2017. Muhammadiyah sebagai Gerakan Tarjid dan Tajdid Kuliah Study
Islam 2. https://funkyhan08.blogspot.com/2017/05/muhammadiyah-sebagai-gerakan-
tarjid-dan.html. Diakses pada November 2020.

Menulis, Abid. 2017. Seabad Gerakan Tajdid Muhammadiyah. .


https://abidmenulis.blogspot.com/2017/10/seabad-gerakan-tajdid-muhammadiyah.html.
Diakses pada November 2020.

Anda mungkin juga menyukai