Anda di halaman 1dari 28

Portofolio : Sindrom Nefrotik1

Nama Peserta : dr. Nurrahmah


Nama Wahana : BLUD-RSUD H. Padjonga Daeng Ngalle, Kabupaten Takalar
Topik : Sindrom Nefrotik
Tanggal (kasus) : 07 Oktober 2020
Nama Pasien : Nn. NN
Jenis Kelamin : Perempuan No. RM : 303247
Umur : 17 tahun
Tanggal Presentasi : Pendamping : dr. Vitalis Talik
Tempat Presentasi : Ruang Pertemuan RSUD H. Padjonga Daeng Ngalle Kabupaten Takalar
Obyek Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi :
 Perempuan, 17 tahun

 Nyeri perut disertai perut membesar

 Bengkak pada kaki dan kelopak mata

 Riwayat penyakit sebelumnya (-)

 Tekanan darah 120/70 mmHg

Tujuan : Menegakkan diagnosis Sindrom Nefrotik dan penatalaksanaan awalnya


Tinjauan
Bahan Bahasan : Riset Kasus Audit
pustaka
Presentasi dan
Cara Membahas : Diskusi E-mail Pos
diskusi
Data Pasien
Nama Pasien Nn. NN No. RM : 303247
Nama tempat RSUD H. Padjonga Dg. Ngalle Terdaftar sejak : 07 Oktober 2020
Data utama untuk bahan diskusi :
A. KELUHAN UTAMA

Nyeri seluruh regio perut

B. ANAMNESIS TERPIMPIN
Keluhan dialami sejak ± 2 minggu terakhir. Awalnya pasien mengeluh hanya nyeri perut
Portofolio : Sindrom Nefrotik2

saja, namun pasien merasakan perutnya ikut membesar seiring dengan nyeri perut yang
dialami. Mual (+), muntah (-), demam (-) sesak(-), demam (-), batuk (-). Pasien juga
mengeluh bahwa kedua kakinya bengkak. BAK biasa, lancar, tidak ada keputihan dan
juga pasien tidak dalam periode menstruasi. BAB terakhir 1 hari sebelum masuk rumah
sakit, flatus (+).

Riwayat kesehatan/penyakit
Riwayat dengan keluhan yang sama sebelumnya tidak ada.

Riwayat keluarga
Riwayat keluhan atau penyakit yang sama pada keluarga tidak ada.

Lain-lain
Tidak ada

Daftar Pustaka

1. Marcdante KJ. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Edisi Update VI. 2017 : 657-667.

2. Bernstain D.Ilmu Kesehatan Anak untuk mahasiswa Kedokteran. Edisi III. 2017 : 458-

469.

3. Arbeitgeme. Pediatrische Nephrologie. Minimal change nephrotic syndrome: Long

prednisone versus standard prednisone therapy. Lancet 2018 : 380-3.

4. Hiraoka M, Tsukahara H, Matsubara K, Tsurusawa M. A randomized study of two long-

course prednisolone regimens for nephrotic syndrome. Am J Kidney. 2016;41:6

5. Clark AG, Barrat TM. Steroid responsive nephrotic syndrome. Dalam: Barrat TM, Avner

ED, Harmon WE, penyunting. Pediatric Nephrology, Edisi VI. Baltimore:

LippincottWilliams &Wilkins 2009 : 731-47.

6. Carapetis JR, Steer AC, Mullolans EK. The Global Burden Of Group A Streptococcal

Diseases. The Lancet Infectious Diseases. Edisi V. 2015 : 685–94.

7. Bhimma R, Langman CB : Acute Poststreptococcal Glomerulonephritis (diunduh 20 Juli

2019). Tersedia dari: http//medicine.medscape.com/article/980685.overview.

8. Hodson EM. Pathophisiology and management of idiopathic nephrotic. Naskah lengkap


Portofolio : Sindrom Nefrotik3

KONIKA 12. Dempasar. 2012.

9. Papanagnou D, Kwon NS. Acute Glomerulonephritis in Emergency Medicine. Updated e

Medicine Emergency.2018: 1–18.

10. Bagga A, Hari P, Moudgil A, Jordan SC. Mycophenolate mofetil and prednisolone

therapy with steroid-dependent nephrotic syndrome. Am J Kidney. 2015 : 14-20.


Portofolio : Sindrom Nefrotik4

RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO:

A. SUBJEKTIF

Seorang perempuan 17 tahun datang dengan keluhan nyeri pada seluruh regio perut.
Keluhan ini dialami sejak ± 2 minggu terakhir. Awalnya pasien mengeluh hanya nyeri
perut saja, namun pasien merasakan perutnya ikut membesar seiring dengan nyeri perut
yang dialami. Mual (+), muntah (-), demam (-) sesak(-), demam (-), batuk (-). Pasien juga
mengeluh bahwa kedua kakinya bengkak. BAK biasa, lancar, tidak ada keputihan dan
juga pasien tidak dalam periode menstruasi. BAB terakhir 1 hari sebelum masuk rumah
sakit, flatus (+).
B. OBJEKTIF

 PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Pasien

K.U : Sakit Sedang/ Compos Mentis


BB : 41 kg
TB : 155 cm
2. Tanda Vital

Tekanan Darah : 120/70 mmHg


Suhu : 36,50 C
Nadi : 80 kali/menit
Pernapasan : 20 kali/menit
3. Status Generalis

a. Kepala

Bentuk Kepala : Normochepal


Deformitas : Tidak ada
b. Mata

Palpebra : Edema
Konjungtiva : Anemis (-)
Sklera : Ikterus (-), Perdarahan (-)
Pupil : Bulat, Isokor kiri - kanan
c. Telinga
Portofolio : Sindrom Nefrotik5

Pendengaran : Dalam Batas Normal


Nyeri Tekan : Tidak ada
d. Hidung

Bentuk : Simetris
Perdarahan : Tidak ada
e. Mulut

Bibir : Sianosis (-)


Lidah kotor : (-)
f. Leher

Kelenjar Getah Bening : Tidak ada pembesaran


Kelenjar Tiroid : Tidak ada pembesaran
Kaku Kuduk : (-)
g. Thorax

Inspeksi : Simetris kiri dan kanan


Palpasi : Nyeri Tekan (-)
Perkusi : Batas Paru – Hepar: ICS IV Dextra
Auskultasi : Vesikuler, Rh (-), Wh (-)
h. Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak


Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak
Batas Kanan: ICS VI Parasternal Dextra
Batas Kiri: ICS V line midclavicularis kiri
Auskultasi : Bunyi Jantung I/II, murni regular, bising (-)
i. Abdomen

Inspeksi : Cembung, ikut gerak napas


Palpasi : Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba, Massa Tumor (-),
Nyeri tekan seluruh regio abdomen (+)
Perkusi : Redup, Tes Undulasi (+)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
j. Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Portofolio : Sindrom Nefrotik6

k. Ekstremitas : Edema kedua tungkai

Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium (07 Oktober 2020)

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan


WBC 8.3 4.00-10.0
RBC 4.93 3.80-5.80
HGB 14.3 12.0-16.0
PLT 337.000 150-400
Kolestrol Total 485 200
LDL 425 130
Proteinuria - -
Albumin 1.5 3.4-4.8

 USG Abdomen (07 Oktober 2020)

Kesan : Ascites + Efusi Pleura Dextra

C. ASSESSMENT

Berdasarkan anamnesis didapatkan gejala klinis bermakna berupa nyeri perut


seluruh regio abdomen yang disertai keluhan perut membesar.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan edema pada kedua palpebra, pemeriksaan abdomen
didapatkan undulasi (+). Pada pemeriksaan ekstremitas, didapatkan edema pada kedua
ekstremitas bawah kanan dan kiri.

Pada pemeriksaan penunjang, dilakukan pemeriksaan laboratorium menunjukkan


peningkatan kolesterol total : 485 mg/dl, LDL : 425 mg/dl, serta penurunan albumin : 1,5
gr/dl. Sementara pada pemeriksaan USG abdomen didapatkan kesan ascites dan efusi
pleura dextra. Sehingga berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang pasien dapat didiagnosis dengan Sindrom Nefrotik.
D. PLANNING

• IVFD RL 20 tpm
Portofolio : Sindrom Nefrotik7

• Furosemide 40 mg 1-0-0
• Spironolactone 25 mg 0-2-0
• Simvastatin 20 mg 0-0-1
• Ranitidin 50 mg/12 jam/IV
• Santagesic 1amp/8 jam/IV
• Metilprednisolon 16 mg 2x1
• Vip Albumin 3x1 tablet
Portofolio : Sindrom Nefrotik8

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Sindrom nefrotik (SN) adalah kerusakan klinis yang ditandai dengan proteinuria

massif (terutama albumin) > 40 mg/m2/jam, hipoproteinemia (albumin serum <3,0 g/dL),

hiperkolesteronemia (>250 mg/dL), dan edema. 2

Adanya proteinuria dalam sedimen urin tunggal dari anak dan remaja relative sering

terjadi. Sekitar 5-15% anak memperlihatkan spesimen urin sewaktu dengan proteinuria

berdasarkan pemeriksaan dipstick. 1

Namun, proteinuria dapat menunjukkan adanya cedera ginjal, perkembangan penyakit

ginjal, dan merupkan faktor resiko independen untuk penyakit kardiovaskular. 1

Kelainan primer ginjal adalah meningkatnya permeabilitas glomerulus akibat

perubahan pada sawar filtrasi glomerulus, yaitu endotel berpori (fenestrared endothelium),

membran basal glomerulus, podosit, dan slit diaphragm. Mutasi slit diaphragm telah

ditemukan pada beberapa sindrom nefrotik kongenital. Penurunan muatan pada sawar filtrasi

glomerulus akibat proses imunologik juga dapat menyebabkan proteinuria. 2

I. Epidemiologi dan Etiologi Sindrom Nefrotik

Pada anak sehat protein dalam urin ditemukan dalam jumlah sedikit (<4 mg/m 2/jam).

Proteinurina dalam jumlah nefrosis pada anak didefinisikan sebagai jumlah protein lebih dari

40 mg/m2/jam. Proteinuria dapat terjadu transien atau persisten, asimtomatik atau simtomatik,

dan ortostatik. Proteinuria dapat bersifat glomerular (gangguang sawar glomerulus terhadap

filtrasi protien) atau tubular (filtrasi meningkat, gangguan reabsorpsi atau sekresi protein). 2.3

Sindrom nefrotik (SN) adalah kerusakan klinis yang ditandai dengan proteinuria

massif (terutama albumin) > 40 mg/m2/jam, hipoproteinemia (albumin serum <3,0 g/dL),

hiperkolesteronemia (>250 mg/dL), dan edema. Insiden SN dipengaruhi oleh ras, dan
Portofolio : Sindrom Nefrotik9

geografis. Tipe HLA tertentu (HLA-DR7, HLA-B8, dan HLA-B12) berhubungan dengan

insiden SN yang meningkat. Peningkatan premeabilitas kapiler glomerulus terhadap protein

disebabkan perubahan muatan negatif di membran basalis glomerulus yang pada keadaan

normal membatasi filtrasi protein serum. Proteinuria masif menyebabkan penurunan kadar

protein serum terutam albumin. Selanjutnya tekanan onkotik plasma turun dan menyebabkan

perpindahan cairan dari transvaskuler ke intertisial sehingga volume plasma berkurang. Pada

keadaan ini, aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus tidak serta merta terganggu.

Edema diperberat dengan berkurangnya volume darah efektif yang bersirkulasi serta

peningkatan reabsorpsi natrium klorida di tubulus yang terjadi sekunder akibat aktivitas

sistem renin-angiotensin-aldosteron. Sementara itu hipoproteinemia akan merangsang sintesis

lipoprotein dan mengurangi metabolisme lipoprotein oleh hepar yang pada akhirnya akan

menyebabkan peningkatan kadar lipid serum (kolesterol, trigliserida) dan lipoprotein. 1.3.5

Sindrom nefrotik dapat terjadi primer atau sekunder, anak yang memperlihatkan

gambaran SN primer, sebelum dilakukan biobsi ginjal, dianggap menderita SN idiopatik.

Pada anak, kelainan patologi paling sering ditemukan adalah Sindrom Nefrotik Kelainan

Minimal (SNKM). Lebih dari 80% penderita SN berusia kurang dari 7 tahun menunjukkan

kelainan SNKM. Pada anak berusia 7-16 tahun yang menderita SN, memiliki peluang 50%

untuk menderita SNKM, dan anak lekali terkena lebih sering daripada perempuan (2:1). 2

Gambaran Glomerulosklerosis Fokal Segmental (GSFS) ditemukan pada 10-20%

anak yang menderita SN primer. Manifestasi klinisnya dapat menyerupai SNKM namun

dengan proteinuria yang lebih ringan. Pada pasien dengan gambaran patologi GSFS,

ditemukan faktor yang berperan dalam permeabilitas glomerulus. Lebih dari 1/3 penderita

GSFS akan berakhir dengan gagal ginjal. 2

Glomerulonephritis Membranoproliferatif (GNMP) ditandai dengan

hipokomplemenemia disertai dengan penyakit ginjal tipe glomerular. Tipe ini terdapat pada
Portofolio : Sindrom Nefrotik10

5-15% anak dengan SN primer, umumnya persisten, dan memiliki resiko tinggi untuk

berkembang menjadi gagal ginjal. 1

Kurang dari 5% anak SN primer memiliki gambaran patologi anatomi nefropati

membranosa. Tipe ini lebih sering ditemukan remaja dan anak dengan infeksi sistemik,

seperti hepatitis B, sifilis, malaria dan toksoplasmosis, mereka mendapat terapi preparat gold

salts, dan penisilamin. 1.2

Sindrom nefrotik kongenital muncul 2 bulan pertama kehidupan. Terdapat dua tipe,

yaitu Tipe Finnish yang merupakan suatu kelainan autosomal resesif yang sering ditemukan

pada keturunan Scandinavia dan disebabkan oleh mutasi komponen protein nephrin di

glomerulus. Tipe kedua adalah tipe heterogen yang merupakan kumpulan kelainan sklerosis

mesangial, dan kondisi yang terkait dengan obat atau infeksi. Awitan prenatal ditandai

dengan peningkatan kadar alfa-fetoprotein ibu. 2

Sindrom nefrotik sekunder dapat ditemukan pada penderita lupus eritomatosus

sistemik, purpura Henoch-Schonlein, infeksi (hepatitis B, hepatitis C dan malaria), penyakit

Wegener, dan vasculitis sebab lainnya, reaksi alergi, diabetes, amyloidosis, keganasan, gagal

jantung kongestif, perikarditis konstriktif, dan thrombosis vena renalis. 1.2.3

II. Patomekanisme Sindrom Nefrotik

Laju normal ekskresi protein di urin adalah <4 mg/m2/jam sepanjang masa

anak.sekitar 50% dari sejumlah kecil protein ini adalah protein Tamm-Horsfall, suatu

glikoprotein yang disekresikan oleh tubulus ginjal, 50% lainnya adalah protein plasma yang

di filtrasi oleh glomerulus, termasuk albumin, B 2-mikroglobulin, dan trasferin. Pada orang

normal, albumin membentuk kurang dari 30% ekskresi protein urin total. Proteinuria ringan

biasanya tidak terdeteksi pada pemeriksaan dipstick rutin. Laju filtrasi protein yang rendah

disebabkan karena molekul protein serum yang besar (albumin, imunoglobulin) tidak di

filtrasi oleh glomerulus dan area tubulus proksimal mereabsorpsi sebagian besar protein yang
Portofolio : Sindrom Nefrotik11

berberat molekul rendah yang tersaring (insulin, B2-mikroglobulin). 2.5.7

Peningkatan premeabilitas kapiler glomerulus terhadap protein disebabkan perubahan

muatan negatif di membran basalis glomerulus yang pada keadaan normal membatasi filtrasi

protein serum. Proteinuria masif menyebabkan penurunan kadar protein serum terutam

albumin. Selanjutnya tekanan onkotik plasma turun dan menyebabkan perpindahan cairan

dari transvaskuler ke intertisial sehingga volume plasma berkurang. Pada keadaan ini, aliran

darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus tidak serta merta terganggu. Edema diperberat

dengan berkurangnya volume darah efektif yang bersirkulasi serta peningkatan reabsorpsi

natrium klorida di tubulus yang terjadi sekunder akibat aktivitas sistem renin-angiotensin-

aldosteron. Sementara itu hipoproteinemia akan merangsang sintesis lipoprotein dan

mengurangi metabolisme lipoprotein oleh hepar yang pada akhirnya akan menyebabkan

peningkatan kadar lipid serum (kolesterol, trigliserida) dan lipoprotein. 6.7


Portofolio : Sindrom Nefrotik12

Sindrom
Nefrotik

Hiperliped
Hiperurisemi Edema
mia

Idiopatik Peningkatan Penurunan Overfill Underfill


Kerusakan
tekanan onkotik Enzim L-
sel podosit
plasma Cat Kerusakan
siskulasi Penurunan
primer
faktor tekanan
penurunan kadar F(x) Membawah pada
permeabili merangsang onkotik
Heparin sulfat kolesterol dari nefron
tas sintesis lipid & plasma
proteoglikan intravaskuler ke (distalis)
(memberi muatan lipoprotein di hati
negatif) peningkatan hati cairan dari
permeabilita Penurunan
sekresi Na intrasel
s Katabolisme keluar ke
muatan glomerulus Peningkatan kolesterol di intertisial
negatif Kolesterol hati menurun
menghilang molekul & LDL Hipertensi Hipov
besar lolos Edema
mi
dari Peningkataran Edema :
Albumin yang filtrasi kadar kolesterol mata : preorbita
bermuatan dalam darah. merang
negatif Lolos Proteinuria paru-paru : efusi
pleura g RR
Non-Selktif
(Protein dan genitalia : skrotum /
Proteinuria Albumin) labia mayora Reten
Selekttif abdomen : asites Na
(Albumin)
ekstremitas :
pretibial
Hipert

III. Diagnosis Sindrom Nefrotik

Pada pasien dengan proteinuria terdapat beberapa tanda dan gejala yang dapat muncul

seperti, Edema yang mungkin terlihat pada ektremitas, abdomen, ruang pleura, skrotum atau

labia mayora, atau area sekitar mata. Auskultasi paru penting untuk mengevaluasi efusi

pleura atau tanda-tanda konsolidasi. Palpasi pada abdomen diperlukan untuk evaluasi asites

serta menyingkirkan peritonitis pada pasien dengan demam atau nyeri abdomen. 1.2

IV. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan, antara lain : 2.5

 Urinalisis. Biakan urin hanya dilakukan bila didapatkan gejala klinis yang mengarah

kepada infeksi saluran kemih.

 Protein urin kuantitatif, dapat menggunakan urin 24 jam atau rasio protein/kreatinin pada
Portofolio : Sindrom Nefrotik13

urin pertama pagi hari

 Pemeriksaan darah

o Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit,

hematokrit, LED)

o Albumin dan kolesterol serum

o Ureum, kreatinin serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau dengan rumus

Schwartz

o Kadar komplemen C3; bila dicurigai lupus eritematosus sistemik pemeriksaan

ditambah dengan komplemen C4, ANA (anti nuclear antibody), dan anti ds-DNA

Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan gejala:

o Proteinuria masif (> 40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio

protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik ≥ 2+)

o Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL

o Edema

o Dapat disertai hiperkolesterolemia > 250 mg/dL

V. Terapi

Pasien dengan manifestasi klinis SN pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah sakit

dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diit,

penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi orangtua. 4.

Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan berikut : 6

 Pengukuran berat badan dan tinggi badan

 Pengukuran tekanan darah

 Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik, seperti

lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schonlein.


Portofolio : Sindrom Nefrotik14

 Mencari fokus infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun kecacingan. Setiap

infeksi perlu dieradikasi lebih dahulu sebelum terapi steroid dimulai.

 Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis, INH

selama 6 bulan bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis diberikan

obat antituberkulosis (OAT).

Perawatan di rumah sakit pada SN relaps hanya dilakukan bila terdapat edema

anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal, atau

syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas fisik disesuaikan dengan

kemampuan pasien. Bila edema tidak berat, anak boleh sekolah.

a) Non-Farmakologi 3.5

Pemberian diet tinggi protein dianggap merupakan kontraindikasi karena

akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein

(hiperfiltrasi) dan menyebabkan sklerosis glomerulus. Bila diberi diet rendah

protein akan terjadi malnutrisi energi protein (MEP) dan menyebabkan hambatan

pertumbuhan anak. Jadi cukup diberikan diet protein normal sesuai dengan RDA

(recommended daily allowances) yaitu 1,5-2 g/kgbb/hari. Diit rendah garam (1-2

g/hari) hanya diperlukan selama anak menderita edema.

b) Farmakologi 4.5.6

 Diuretik

Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan

loop diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan

dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4

mg/kgbb/hari. Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan

hipovolemia. Pada pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu perlu dilakukan

pemantauan elektrolit kalium dan natrium darah.


Portofolio : Sindrom Nefrotik15

Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya terjadi

karena hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (≤ 1 g/dL), dapat diberikan

infus albumin 20-25% dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik

cairan dari jaringan interstisial dan diakhiri dengan pemberian furosemid

intravena 1-2 mg/kgbb. Bila pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat

diberikan plasma 20 ml/kgbb/hari secara pelan-pelan 10 tetes/menit untuk

mencegah terjadinya komplikasi dekompensasi jantung. Bila diperlukan,

suspensi albumin dapat diberikan selang-sehari untuk memberi kesempatan

pergeseran cairan dan mencegah overload cairan. Bila asites sedemikian berat

sehingga mengganggu pernapasan dapat dilakukan pungsi asites berulang.

Furosemid 1-3 mg/KgBB/Hari +


Edema
Spironolakton 2-4 mg/KgBB/Hari

BB badan tidak menurun Dosis furosemid dianaikkan 2


atau tidak ada diuresis kali lipat (maksimum 4-6
dalam 48 jam mg/KgBB/Hari)

Bolus furosemid IV 1-3


Tambakan Hidroklorothiazid mg/KgBB/Hari atau per infus
1-2 mg/KgBB/Hari dengan kecepatan 0,1-1
mg/KgBB/jam

Albumin 20 % 1 gram/KgBB
IV diikuti dengan furosemid IV

Gambar 3 : Algoritma pemberian deuretik


Portofolio : Sindrom Nefrotik16

 Imunisasi

Pasien SN yang sedang mendapat pengobatan kortikosteroid >2 mg/kgbb/

hari atau total >20 mg/hari, selama lebih dari 14 hari, merupakan pasien

imunokompromais.11 Pasien SN dalam keadaan ini dan dalam 6 minggu

setelah obat dihentikan hanya boleh diberikan vaksin virus mati, seperti IPV

(inactivated polio vaccine). Setelah penghentian prednison selama 6 minggu

dapat diberikan vaksin virus hidup, seperti polio oral, campak, MMR, varisela.

Semua anak dengan SN sangat dianjurkan untuk mendapat imunisasi terhadap

infeksi pneumokokus dan varisela.

 Kortikosteroid

Terapi Insial

Terapi inisial pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa

kontraindikasi steroid sesuai dengan anjuran ISKDC adalah diberikan

prednison 60 mg/m2 LPB/hari atau 2 mg/kgbb/hari (maksimal 80

mg/hari) dalam dosis terbagi, untuk menginduksi remisi. Dosis

prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal (berat badan

terhadap tinggi badan).

Prednison dosis penuh (full dose) inisial diberikan selama 4

minggu. Bila terjadi remisi dalam 4 minggu pertama, dilanjutkan

dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal)

atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari), 1 x sehari

setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis

penuh, tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai resisten steroid


Portofolio : Sindrom Nefrotik17

Gambar 4 : Pengobatan Inisial

Sindrom Nefrotik Relaps

Gambar 5 : Pengobatan Relaps

Skema pengobatan relaps dapat dilihat pada gambar diatas, yaitu

diberikan prednison dosis penuh sampai remisi (maksimal 4 minggu)

dilanjutkan dengan dosis alternating selama 4 minggu. Pada pasien SN

remisi yang mengalami proteinuria kembali ≥ ++ tetapi tanpa edema,

sebelum pemberian prednison, dicari lebih dahulu pemicunya,

biasanya infeksi saluran nafas atas. Bila terdapat infeksi diberikan

antibiotik 5-7 hari, dan bila kemudian proteinuria menghilang tidak

perlu diberikan pengobatan relaps. Bila sejak awal ditemukan

proteinuria ≥ ++ disertai edema, maka diagnosis relaps dapat

ditegakkan, dan prednison mulai diberikan.


Portofolio : Sindrom Nefrotik18

Sindrom Nefrotik Sering atau Dependen Steroid

Gambar 6 : Algoritma Terapi Sindrom Neprotik Relaps sering/dependen steroid

Sindrom Nefrotik dengan Kontraindikasi Steroid

Bila didapatkan gejala atau tanda yang merupakan kontraindikasi

steroid, seperti tekanan darah tinggi, peningkatan ureum dan atau

kreatinin, infeksi berat, maka dapat diberikan sitostatik CPA oral

maupun CPA puls. Siklofosfamid dapat diberikan per oral dengan

dosis 2-3 mg/kg bb/hari dosis tunggal, maupun secara intravena (CPA

puls). CPA oral diberikan selama 8 minggu. CPA puls diberikan

dengan dosis 500 – 750 mg/m2 LPB, yang dilarutkan dalam 250 ml

larutan NaCL 0,9%, diberikan selama 2 jam. CPA puls diberikan

sebanyak 7 dosis, dengan interval 1 bulan (total durasi pemberian CPA

puls adalah 6 bulan).


Portofolio : Sindrom Nefrotik19

Sindrom Nefrotik Resisten Steroid

Pengobatan SN resisten steroid (SNRS) sampai sekarang belum

memuaskan. Pada pasien SNRS sebelum dimulai pengobatan

sebaiknya dilakukan biopsi ginjal untuk melihat gambaran patologi

anatomi, karena gambaran patologi anatomi mempengaruhi prognosis.

Gambar 7 : Protokol Methilprenison dosis tinggi

Terapi Non-Imunosupresan

Obat imunosupresif lain yang dilaporkan telah digunakan pada

SNRS adalah vinkristin,20 takrolimus,21 dan mikofenolat mofetil.22

Karena laporan dalam literatur yang masih sporadik dan tidak

dilakukan dengan studi kontrol, maka obat ini belum direkomendasi di

Indonesia.
Portofolio : Sindrom Nefrotik20

Gambar 8 : Tatalaksana Sindrom Nefrotik

VI. Diagnosis Banding

Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus (GNAPS)

GNAPS adalah suatu bentuk peradangan glomerulus yang secara histopatologi

menunjukkan proliferasi & Inflamasi glomeruli yang didahului oleh infeksi group A β-

hemolytic streptococci (GABHS) dan ditandai dengan gejala nefritik seperti hematuria,

edema, hipertensi, oliguria yang terjadi secara akut. Sindrom nefritik akut (SNA) adalah

suatu kumpulan gejala klinik berupa proteinuria, hematuria, azotemia, red blood cast, oliguria

& hipertensi (PHAROH) yang terjadi secara akut. 8

Glomerulonefritis akut (GNA) : suatu istilah yang lebih bersifat umum dan lebih
Portofolio : Sindrom Nefrotik21

menggambarkan suatu proses histopatologi berupa proliferasi & inflamasi sel glomeruli

akibat proses imunologik. Dalam kepustakaan istilah GNA dan SNA sering digunakan secara

bergantian.2 GNA merupakan istilah yang lebih bersifat histologik, sedangkan SNA lebih

bersifat klinik. 7.8

Dalam kepustakaan disebutkan bahwa selain GNAPS, banyak penyakit yang juga

memberikan gejala nefritik seperti hematuria, edema, proteinuria sampai azotemia, sehingga

digolongkan ke dalam SNA. 7

Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hassanudin (FK

UNHAS) menerapkan diagnosis sementara (working diagnosis) SNA bagi pasien yang

memperlihatkan gejala nefritik saja, misalnya proteinuria dan hematuria atau edema dan

hematuria, mengingat gejala nefritik bukan hanya disebabkan oleh GNAPS, tetapi dapat pula

disebabkan oleh penyakit lain. Bila pada pemantauan selanjutnya ditemukan gejala dan tanda

yang menyokong diagnosis GNAPS (C3↓, ASO↑, dll), maka diagnosis menjadi GNAPS. Hal

ini penting diperhatikan, oleh karena ada pasien yang didiagnosis sebagai GNAPS hanya

berdasarkan gejala nefritik, ternyata merupakan penyakit sistemik yang juga memperlihatkan

gejala nefritik. 6.9

Bila dijumpai full blown cases yaitu kasus dengan gejala nefritik yang lengkap yaitu

proteinuria, hematuria, edema, oliguria, dan hipertensi, maka diagnosis GNAPS dapat

ditegakkan, karena gejala tersebut merupakan gejala khas (tipikal) untuk suatu GNAPS. 9

GNAPS lebih sering terjadi pada anak usia 6 sampai 15 tahun dan jarang pada usia di

bawah 2 tahun. GNAPS didahului oleh infeksi GABHS melalui infeksi saluran pernapasan

akut (ISPA) atau infeksi kulit (piodermi) dengan periode laten 1-2 minggu pada ISPA atau 3

minggu pada pioderma. 7

Penelitian multisenter di Indonesia menunjukkan bahwa infeksi melalui ISPA terdapat

pada 45,8% kasus sedangkan melalui kulit sebesar 31,6%. 6


Portofolio : Sindrom Nefrotik22

Gejala klinik GNAPS sangat bervariasi dari bentuk asimtomatik sampai gejala yang

khas. Bentuk asimtomatik lebih banyak daripada bentuk simtomatik baik sporadik maupun

epidemik. Bentuk asimtomatik diketahui bila terdapat kelainan sedimen urin terutama

hematuria mikroskopik yang disertai riwayat kontak dengan penderita GNAPS simtomatik. 6

GNAPS simtomatik yaitu : 8.10

 Infeksi Streptokokus, periode ini berkisar 1-3 minggu; periode 1-2 minggu

umumnya terjadi pada GNAPS yang didahului oleh ISPA, sedangkan periode

3 minggu didahului oleh infeksi kulit/piodermi. Periode ini jarang terjadi di

bawah 1 minggu.

 Edema, gejala yang paling sering muncul dan menghilang pada akhir minggu

pertama.

 Hematuri, Urin tampak coklat kemerah-merahan atau seperti teh pekat, air

cucian daging atau berwarna seperti cola. Hematuria makroskopik biasanya

timbul dalam minggu pertama dan berlangsung beberapa hari, tetapi dapat

pula berlangsung sampai beberapa minggu.

 Hipertensi

 Oligouria

 Gejala Kardiovaskuler

Tabel perbadingan Sindrom Nefrotik dan Glomerulonefritis Akut Pasca

Streptokokus (GNAPS)
Portofolio : Sindrom Nefrotik23

TANDA DAN GEJALA SN GNAPS


Proteinuria
Masif √
Minimal √
Hiperurisemia
Masif √
Minimal (-)/√
Hypoalbuminemia √ √
Hiperlipidemia √ √
VII. Hipertensi Sindrom Nefrotik
Komplikasi (-)/√ √
Oligouri /Anuri √ √
a. Hi
Edema √ √
per
Palpebra √ √
Wajah √ √ ko
Pretrial √ √ ag
Asites √ (-)/Jarang
ula
Skorotum/Labia mayora (Udem Anasarka)
si
Demam √
Infeksi saluran napas/Infeksi √ b. Ga
kulit
ASTO √ gal

ginjal

c. Anemia akibat penurunan kadar Eritropoitin

d. Hipokalsemi akibat Kalsium yang diikat oleh albumin ikut keluar melaluin urin.

e. Infeksi

f. Dislipidemia

DISKUSI

Seorang perempuan berusia 17 tahun datang dengan keluhan nyeri yang dirasakan pada
seluruh regio perut. Keluhan ini telah dialami sejak ± 2 minggu terakhir. Awalnya pasien
mengeluh hanya nyeri perut saja, namun pasien merasakan perutnya ikut membesar seiring
Portofolio : Sindrom Nefrotik24

dengan nyeri perut yang dialami. Mual dirasakan pasien namun tidak disertai muntah, demam
(-), sesak(-), batuk (-).

Selain keluhan tersebut, pasien juga mengeluh bahwa kedua kakinya membengkak.
BAK biasa, lancar, tidak ada keputihan dan juga pasien tidak dalam periode menstruasi. BAB
terakhir 1 hari sebelum masuk rumah sakit, flatus (+).

Beberapa manifestasi yang dapat menyebabkan bengkak pada ekstremitas, utamanya


pada usia muda yang produkif, salah satunya merupakan manifestasi klinis dari Sindrom
Nefrotik. Berdasarkan kepustakaan yang mengatakan bahwa manifestasi lain yang
disebabkan dari penyakit ini juga termasuk, ditemukannya protein dalam urin, peningkatan
kolesterol total serta penurunan kadar albumin. Dari beberapa manifestasi tersebut, ada
kepustakaan yang mengatakan dua dari empat maupun tiga dari empat manifestasi yang
terlihat, diagnosis Sindrom nefrotik sudah dapat ditegakkan, dan dapat dimulai pemberian
terapi steroid berdasarkan berat badan koreksi.

Pada pemeriksaan fisis di dapatkan tes undulasi (+), bengkak pada ekstremitas serta
kelopak. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan kolesterol total menjadi 485
mg/dl dan LDL menjadi 425 mg/dl, serta penurunan kadar albumin menjadi 1,5 g/dl.

Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah penanganan Sindrom Nefrotik dengan
terapi gizi, pemberian steroid dosis tinggi sebagai terapi utama dari Sindrom Nefrotik. Terapi
dengan steroid mengikuti beberapa ketentuan sesuai kepustakaan, yaitu sistem pemeberian
terapi dengan metode tappering off. Sementara, untuk terapi lainnya merupakan terapi
simptomatik, diantaranya pemberian diuretik untuk manifestasi edema dan terapi albumin
untuk manifestasi hipoalbuminemia yang dialami.
Portofolio : Sindrom Nefrotik25

FOLLOW UP:

Tanggal S (Subjective) O (Objective) A Instruksi Dokter


(Assessment) P (Planning)
07/10/2020 Subjektif :
Nyeri perut (+) sejak 2 minggu R/IVFD RL 20 tpm
sebelum mrs, mual (+), muntah (-),
Ranitidine 50mg/12jam/iv
demam (-) , BAK lancar, BAB biasa
Furosemide 40mg/8jam/iv
Objektif :
Spironolactone 2x25mg
TD : 100/60 mmHg
P : 20 x/menit Santagesic 1amp/8jam/iv
N : 80 x/menit
T : 36,7 0C
Abdomen : nyeri tekan (+), distended Periksa:
(+), tes undulasi (+)
USG abdomen
Extremitas : edema (+)
Pemeriksaan Lab: UL
Ur : 14,5 ; Cr : 0,76
Kolesterol Total

Assessment : LDL

Suspek Sindrom Nefrotik


Portofolio : Sindrom Nefrotik26

Tanggal S (Subjective) O (Objective) A Instruksi Dokter


(Assessment) P (Planning)
08/10/2020 Subjektif :
Nyeri perut berkurang, kemerahan R/IVFD RL 20 tpm
pada perut (+), gatal (-), mual (+),
Ranitidine 50mg/12jam/iv
muntah (-), bengkak pada kelopak
mata (+) Santagesic 1amp/8jam/iv

Furosemide tab 40mg 1-0-0


Objektif :
TD : 100/60 mmHg Spironolactone 25mg 0-2-0
P : 20 x/menit
Simvastatin 20mg 0-0-1
N : 82 x/menit
T : 36,6 0C
Kepala: edema palpebra (+)
Periksa:
Abdomen : nyeri tekan berkurang,
distended (+), tes undulasi (+), bercak Albumin
eritema pada perut bagian atas (+)
Hitung berat badan koreksi
Ektremitas : edema (+)
Pemeriksaan Lab:
UL : protein (-)
Chol tot : 485 mg/dl
LDL : 425 mg/dl
Pemeriksaan Penunjang:
USG abdomen : ascites + efusi pleura
dextra

Assessment :
Sindroma Nefrotik DD/ SLE
Portofolio : Sindrom Nefrotik27

Tanggal S (Subjective) O (Objective) A Instruksi Dokter


(Assessment) P (Planning)
09/10/2020 Subjektif :
Nyeri perut berkurang, kemerahan R/IVFD RL 20 tpm
pada perut (+), gatal (-), mual (-),
Ranitidine 50mg/12jam/iv
muntah (-), bengkak pada kelopak
mata (+) Santagesic 1amp/8jam/iv

Metil Prednisolon 16mg 2x1


Objektif :
TD : 100/70 mmHg Furosemide tab 40mg 1-0-0
P : 20 x/menit
Spironolactone 25mg 0-2-0
N : 80 x/menit
T : 36,6 0C Simvastatin 20mg 0-0-1
Kepala: edema palpebra (+)
Vip Albumin 3x1
Abdomen : nyeri tekan berkurang,
distended (-), tes undulasi (+), bercak
eritema pada perut bagian atas (+)
Ektremitas : edema (+)
Pemeriksaan Lab:
Albumin : 1,5 g/dl
BBK : 18,7 kg

Assessment :
Sindroma Nefrotik
Portofolio : Sindrom Nefrotik28

Takalar, 11 November 2020

Peserta Pendamping

dr. Nurrahmah dr. Vitalis Talik

Anda mungkin juga menyukai