Anda di halaman 1dari 30

A.

Fatwa – Fatwa zakat


Terdiri dari beberapa fatwa tentang zakat dapat di lihat sebagai berikut :

1. (No 8 tahun 2011)

FATWA TENTANG AMIL ZAKAT


Pertama : Ketentuan Hukum
1. Amil zakat adalah :
a. Seseorang atau sekelompok orang yang diangkat oleh Pemerintah untuk
mengelola pelaksanaan ibadah zakat; atau
b. Seseorang atau sekelompok orang yang dibentuk oleh masyarakat dan disahkan
oleh Pemerintah untuk mengelola pelaksanaan ibadah zakat.
2. Amil zakat harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Beragama Islam;
b. Mukallaf (berakal dan baligh);
c. Amanah;
d. Memiliki ilmu pengetahuan tentang hukum-hukum zakat dan hal lain yang terkait
dengan tugas Amil zakat.
3. Amil zakat memiliki tugas :
a. penarikan/pengumpulan zakat yang meliputi pendataan wajib zakat, penentuan
objek wajib zakat, besaran nishab zakat, besaran tarif zakat, dan syarat-syarat
tertentu pada masing-masing objek wajib zakat;
b. pemeliharaan zakat yang meliputi inventarisasi harta, pemeliharaan, serta
pengamanan harta zakat; dan
c. pendistribusian zakat yang meliputi penyaluran harta zakat agar sampai kepada
mustahiq zakat secara baik dan benar, dan termasuk pelaporan.
4. Pada dasarnya, biaya operasional pengelolaan zakat disediakan oleh Pemerintah (ulil
amr).

5. Dalam hal biaya operasional tidak dibiayai oleh Pemerintah, atau disediakan
Pemerintah tetapi tidak mencukupi, maka biaya operasional pengelolaan zakat yang
menjadi tugas Amil diambil dari dana zakat yang merupakan bagian Amil atau dari
bagian Fi Sabilillah dalam batas kewajaran, atau diambil dari dana di luar zakat.
6. Kegiatan untuk membangun kesadaran berzakat – seperti iklan – dapat dibiayai dari
dana zakat yang menjadi bagian Amil atau Fi Sabilillah dalam batas kewajaran,
proporsional dan sesuai dengan kaidah syariat Islam.

7. Amil zakat yang telah memperoleh gaji dari negara atau lembaga swasta dalam
tugasnya sebagai Amil tidak berhak menerima bagian dari dana zakat yang menjadi
bagian Amil. Sementara amil zakat yang tidak memperoleh gaji dari negara atau
lembaga swasta berhak menerima bagian dari dana zakat yang menjadi bagian Amil
sebagai imbalan atas dasar prinsip kewajaran.

8. Amil tidak boleh menerima hadiah dari muzakki dalam kaitan tugasnya sebagai Amil.

9. Amil tidak boleh memberi hadiah kepada muzakki yang berasal dari harta zakat.

Kedua : Ketentuan Penutup


1. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari
ternyata terdapat kekeliruan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana
mestinya.
2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya,
menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 28 Rabi’ul Awwal 1432 H / 3 M a r e t 2011M

2. (No 13 Tahun 2011)

FATWA TENTANG HUKUM ZAKAT ATAS HARTA HARAM


Pertama : Ketentuan Hukum
1. Zakat wajib ditunaikan dari harta yang halal, baik hartanya maupun cara
perolehannya.

2. Harta haram tidak menjadi obyek wajib zakat.

3. Kewajiban bagi pemilik harta haram adalah bertaubat dan membebaskan tanggung
jawab dirinya dari harta haram tersebut.

4. Cara bertaubat sebagaimana dimaksud angka 3 adalah sebagai berikut:


a. Meminta ampun kepada Allah, menyesali perbuatannya, dan ada keinginan kuat
(‘azam) untuk tidak mengulangi perbuatannya;
b. Bagi harta yang haram karena didapat dengan cara mengambil sesuatu yang bukan
haknya –seperti mencuri dan korupsi–, maka harta tersebut harus dikembalikan
seutuhnya kepada pemiliknya. Namun, jika pemiliknya tidak ditemukan, maka
digunakan untuk kemaslahatan umum.
c. Bila harta tersebut adalah hasil usaha yang tidak halal – seperti perdangan
minuman keras dan bunga bank – maka hasil usaha tersebut (bukan pokok modal)
secara keseluruhan harus digunakan untuk kemaslahatan umum.

Kedua : Ketentuan Penutup


1. Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian
hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana
mestinya.

2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, semua
pihak dihimbau untuk menyebarluaskan fatwa ini.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 12 Rabi’ul Tsani 1432 H / 17 M a r e t 2011 M

3. (No 14 Tahun 2011)

FATWA TENTANG PENYALURAN HARTA ZAKAT DALAM BENTUK ASET


KELOLAAN
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan:
Aset kelolaan adalah sarana dan/atau prasarana yang diadakan dari harta zakat dan
secara fisik berada di dalam pengelolaan pengelola sebagai wakil mustahiq zakat, sementara
manfaatnya diperuntukkan bagi mustahiq zakat.

Kedua : Ketentuan Hukum


Hukum penyaluran harta zakat dalam bentuk aset kelolaan adalah boleh dengan ketentuan
sebagai berikut :
1. Tidak ada kebutuhan mendesak bagi para mustahiq untuk menerima harta zakat.

2. Manfaat dari aset kelolaan hanya diperuntukkan bagi para mustahiq zakat.

3. Bagi selain mustahiq zakat dibolehkan memanfaatkan aset kelolaan yang


diperuntukkan bagi para mustahiq zakat dengan melakukan pembayaran secara wajar
untuk dijadikan sebagai dana kebajikan.

Ketiga : Ketentuan Penutup


1. Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian
hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana
mestinya.

2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, semua
pihak dihimbau untuk menyebarluaskan fatwa ini.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 12 Rabi’ul Tsani 1432 H / 17 M a r e t 2011 M

4. (No 15 tahun 2015)

FATWA TENTANG PENARIKAN, PEMELIHARAAN DAN PENYALURAN HARTA


ZAKAT
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan:
1. Penarikan zakat adalah kegiatan pengumpulan harta zakat yang meliputi pendataan
wajib zakat, penentuan objek wajib zakat, besaran nishab zakat, besaran tarif zakat,
dan syarat-syarat tertentu pada masing-masing objek wajib zakat.

2. Pemeliharaan zakat adalah kegiatan pengelolaan yang meliputi inventarisasi harta,


pemeliharaan, serta pengamanan harta zakat.

3. Penyaluran zakat adalah kegiatan pendistribusian harta zakat agar sampai kepada para
mustakhiq zakat secara benar dan baik.
4. Zakat muqayyadah adalah zakat yang telah ditentukan mustahiqnya oleh muzakki,
baik tentang ashnaf, orang perorang, maupun lokasinya.

Kedua : Ketentuan Hukum


1. Penarikan zakat menjadi kewajiban amil zakat yang dilakukan secara aktif.

2. Pemeliharan zakat merupakan tanggung jawab amil sampai didistribusikannya dengan


prinsip yadul amanah.

3. Apabila amil sudah melaksanakan tugasnya dengan baik, namun di luar


kemampuannya terjadi kerusakan atau kehilangan maka amil tidak dibebani tanggung
jawab penggantian.

4. Penyaluran harta zakat dari amil zakat kepada amil zakat lainnya belum dianggap
sebagai penyaluran zakat hingga harta zakat tersebut sampai kepada para mustahiq
zakat.

5. Dalam hal penyaluran zakat sebagaimana nomor 4, maka pengambilan hak dana zakat
yang menjadi bagian amil hanya dilakukan sekali. Sedangkan amil zakat yang lain
hanya dapat meminta biaya operasional penyaluran harta zakat tersebut kepada amil
yang mengambil dana.
6. Yayasan atau lembaga yang melayani fakir miskin boleh menerima zakat atas nama fi
sabilillah. Biaya operasional penyaluran harta zakat tersebut mengacu kepada
ketentuan angka 5.

7. Penyaluran zakat muqayyadah, apabila membutuhkan biaya tambahan dalam


distribusinya, maka Amil dapat memintanya kepada mustahiq. Namun apabila
penyaluran zakat muqayyadah tersebut tidak membutuhkan biaya tambahan, misalnya
zakat muqayyadah itu berada dalam pola distribusi amil, maka amil tidak boleh
meminta biaya tambahan kepada muzakki.

Ketiga : Ketentuan Penutup


1. Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian
hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana
mestinya.

2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, semua
pihak dihimbau untuk menyebarluaskan fatwa ini.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 12 Rabi’ul Tsani 1432 H / 17 Maret 2011 M

B. OPZ DI INDONESIA

1. Pengertian

Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) adalah organisasi yang diberi kewenngan atau ditunjuk
oleh pemerintah untuk mengelola dana masyarakat. Terdapat beberapa regulasi yang
mendasari pengelolaan zakat oleh OPZ diantaranya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011
Tentang Pengelolaan Zakat di Indonesia. Yang dimaksud dengan Organisasi Pengelola Zakat
(OPZ) adalah (1) OPZ berbasisi pemerintah yaitu Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) di
tingkat pusat, provinsi, kota dan kabupaten. (2) OPZ berbasis masyarakat yaitu Lembaga
Amil Zakat (LAZ) yaitu LAZNAS dan LAZDA.

Organisasi pengeloa zakat (OPZ) beberapa tahun terakhir menjadi organisasi yang
mengalami perkembangan pesat baik secara kuantitas yaitu jumlah yang semakian banyak
dan beragam maupun secara kualitas yaitu kualitas kelembagaan yang semakin baik. Hal
tersebut disebabkan oleh kepercayaan masyarakat kepada OPZ semakin terlihat yaitu
mempercayakan aau menitipkan dana zakatnya kepada OPZ. Apalagi adanya kesenjangan
antara potensi zakat yang sangat besar yaitu sebesar 217 triliun (BAZNAS;2016) dengan
penghimpunan zakat yang masih sangat kecil sekitar 4 triliun (BAZANS.2016) , sehingga
pembenahan tata kelola zakat dilihat dari aspek kelembagaan menjadi hal penting (Sri
Fadilah.2013). Untuk mendukung hal tersebut pemerintah mengeluarkan regulasi pengelolaan
zakat dengan kedudukan regulasi yang sangat tinggi yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 23
Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP)
Nomor 14 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2011
Tentang Pengelolaan Zakat.
Dengan dua regulasi tersebut, tentu saja OPZ harus dijabarkan dan dideskripsikan
secara lebih jelas dalam rangka sosialisasi OPZ kepada masyarakat. Pemahaman yang baik
pada OPZ kepada masyarakat diharapkan dapat menjadi media informasi akan keberadaan
OPZ baik BAZNAS maupun LAZ yang pada akhirnya akan semakin banyak masyarakat
yang mempercayakan donasi zakatnya pada OPZ. Ada beberapa hal yang dianggap perlu
untuk dideskripsikan yaitu regulasi yang mendasari pengelolaan zakat di Indonesia, deskripsi
lembaga OPZ yaitu BAZNAS dan LAZ, peran intermediasi zakat yaitu penghimpunan,
pendistribusian dan pendayagunaan zakat, bidang program pendistribusian dan
pendayagunaan zakat, penggolongan LAZ dan hal lain yang dianggap menambah luas
deskripsi OPZ. Berdasarkan latar belakang di atas, maka tulisan ini dimaksudkan untuk
mendeskripsikan apa yang dimaksud Organisasi Pengelola Zakat (OPZ).

2. Organisasi Pengelola Zakat Dalam Undang-Undang 23 tahun 2013 Tentang


Pengelolaan Zakat

Ketentuan tentang pengelolaan zakat di Indonesia tertuang dalam Undang-Undang 23


tahun 2013 Tentang Pengelolaan Zakat. Lebih spesifik adalah penjelasan tentang organisasi
pengelola zakat baik BAZNAS dan LAZ. adapun hal-hal yang diatur dalam Undang-Undang
23 tahun 2013 Tentang Pengelolaan Zakat, seabagi berikut:

a. Ketentuan Pengelolaan Zakat di Indonesia


b. Asas pengelolaan zakat
c. Tujuan pengelolaan zakat
d. Jenis-Jenis Zakat
e. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS Pusat)
f. Badan Amil Zakat Nasional Provinsi dan Kota/Kabupaten
g. Lembaga Amil Zakat
h. Pengumpulan, Pendistribusian, Pendayagunaa dan Pelaporan Zakat
i. Pengelolaan Dana Infak, shadakah dan dana keaagamaan lainnya (DSKL)
j. Pembiayaan dalam pengelolaan zakat
k. Pembinaa dan pengawasan dalam pengelolaan zakat
l. Peran serta masyaraakat dalam pengelolaan zakat
m. Sanksi administratif dan larangan dalam pengelolaan zakat

Regulasi dalam Pengelolaan dan Organisasi Zakat Sebagai lembaga yang resmi dan diberi
kewenangan dalam pengelolaan zakat di Indonesia, maka dalam rangka akuntabiliatas
pengelolaan zakat perlu didasari berbagai regulasi yang memperkuat operasionalnya.
Organisasi Pengeloa Zakat (OPZ) adalah organisasi yang mengelola dana masyarakat yaitu
dana zakat. OPZ memiliki peran intermediasi zakat yaitu menghimpun dana masayarakat
muszaki dan disakurkan dan didayagunakan kepada masyarakat mustahik. Untuk regulasi
terkait dengan pengelolaan zakat menjadi sangat penting. Di bawah ini adalah regulasi yang
menjadi dasar pengelolaan zakat di Indonesia:

1. Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat


2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP) Nomor 14 Tahun 2014 Tentang
Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan
Zakat
3. Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 3 Tahun 2014 Tentang
Optimalisasi Pengumpulan Zakat di Kementerian/Lembaga, Sekretraiat Jenderal
Lembaga Negera, Sekretariat Jenderal Komisi Negara, Pemerintah Daerah, Badan
Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah Melalui Badan Amil zakat
Nasional.
4. Peraturan Badan Amil Zakat Nasional Nomor 01 Tahun 2014 Tentang Pedoman Tata
Cara Pengajuan Pertimbangan pengangkatan/Pemberhentian Pimpinan Basan Amil
Zakat Nasional Provinsi dan Badan Amil Zakat Nasional Kota dan Kabupaten.
5. Peraturan Badan Amil Zakat Nasional Nomor 02 Tahun 2014 Tentang Pedoman Tata
cara Pemberian Rekomendasi

C. Perbaznas No. 1 tahun 2014 tentang pedoman tata cara pengajuan


pertimbangan pengangkatan/pemberhentian pimpinan BAZNAS Provinsi dan
BAZNAS Kab./Kota

PERATURAN BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL

NOMOR O1 TAHUN 2014

TENTANG

PEDOMAN TATA CARA PENGAJUAN PERTIMBANGAN

PENGANGKATAN / PEMBERHENTIAN PIMPINAN BADAN

AMIL ZAKAT NASIONAL PROVINSI DAN BADAN AMIL

ZAKAT NASIONAL KABUPATEN /KOTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL,

Menimbang :

a. bahwa pertimbangan Badan Amil Zakat Nasional merupakan salah satu syarat dan
tahapan dalam proses pengangkatan /pemberhentian Pimpinan Badan Amil Zakat
Nasional provinsi atau Badan Amil Zakat Nasional kabupaten/kota yang harus
dilaksanakan dengan standar tertentu, terukur, dan transparan:

b. bahwa untuk pelaksanaan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a perlu


dibuat pedoman tata cara pengajuan pertimbangan pengangkatan/ pemberhentian
Pimpinan Badan Amil Zakat Nasional provinsi dan Badan Amil Zakat Nasional
kabupaten/kota:

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimanadimaksud pada huruf a dan b, perlu


ditetapkanperaturan Badan Amil Zakat Nasional tentangPedoman Tata Cara
Pengajuan PertimbanganPengangkatan/ Pemberhentian Pimpinan Badan AmilZakat
Nasional Provinsi dan Badan Amil ZakatNasional Kabupaten/Kota,

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran


Negara RepublikIndonesia Tahun 2011 Nomor 115, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5255):
2. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5508):
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2001 tentang Badan
Amil Zakat Nasional sebagaimana telah diperbarui terakhir dengan Keputusan
Presiden RI Nomor 27 Tahun 2008 jo Keputusan Menteri Agama RI Nomor
10 Tahun 2012 tentang Perpanjangan Sementara Masa Bakti Keanggotaan
Badan Amil Zakat Nasional Periode Tahun 2008 - 2011:

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

Peraturan Badan Amil Zakat Nasional tentang Pedoman Tata Cara Pengajuan Pertimbangan
Pengangkatan/ Pemberhentian Pimpinan Badan Amil Zakat Nasional Provinsi dan Badan
Amil Zakat Nasional Kabupaten/Kota:

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan BAZNAS ini, yang dimaksud dengan:

1. Badan Amil Zakat Nasional yang selanjutnya disebut BAZNAS adalah lembaga yang
berwenang melaksanakan tugas pengelolaan zakat secara nasional.
2. BAZNAS provinsi adalah lembaga yang berwenang melaksanakan tugas dan fungsi
BAZNAS pada tingkat provinsi.
3. BAZNAS kabupaten/kota adalah lembaga yang berwenang melaksanakan tugas dan
fungsi BAZNAS pada tingkat kabupaten/kota.

BAB II

TATA CARA PEMBERIAN PERTIMBANGAN PENGANGKATAN


PIMPINAN BAZNAS PROVINSI DAN BAZNAS KABUPATEN/KOTA

Bagian Pertama

Jumlah, Unsur, dan Persyaratan Pimpinan

Pasal 2

(1) Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota terdiri atas ketua dan 4
(empat) orang wakil ketua.

(2) Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari unsur masyarakat yang
meliputi ulama, tenaga profesional, dan tokoh masyarakat Islam.

(3) Unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan berasal dari pejabat
negara atau pejabat yang menduduki jabatan struktural pemerintahan.

Pasal 3

(1) Pimpinan BAZNAS provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, diangkat dan
diberhentikan oleh gubernur setelah mendapat pertimbangan dari BAZNAS.

(2) Pimpinan BAZNAS kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, diangkat


dan diberhentikan oleh bupati/walikota setelah mendapat pertimbangan dari
BAZNAS.
(3) Masa kerja Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota dijabat
selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.

Pasal 4

Untuk dapat diangkat sebagai Pimpinan BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota
paling sedikit harus memenuhi persyaratan:

a. warga negara Indonesia,


b. beragama Islam:
c. bertakwa kepada Allah SWT:
d. berakhlak mulia:
e. berusia paling sedikit 40 (empat puluh) tahun:
f. sehat jasmani dan rohani,
g. tidak menjadi anggota partai politik,
h. memiliki kompetensi di bidang pengelolaan zakat: dan
i. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam
dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.

Bagian Kedua

Tim Seleksi

Pasal 5

(1) Pimpinan BAZNAS provinsi dipilih oleh tim seleksi yang dibentuk oleh gubernur.

(2) Pimpinan BAZNAS Kabupaten/kota dipilih oleh tim seleksi yang dibentuk oleh
bupati/walikota.
Pasal 6

Anggota tim seleksi sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 tidak dapat dipilih

menjadi calon Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota.

Pasal 7

(1) Tim seleksi sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 memilih calon Pimpinan BAZNAS
provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota sebanyak 2 (dua) kali jumlah yang
dibutuhkan.

(2) Hasil seleksi calon Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara Hasil Seleksi
dan disampaikan kepada gubernur atau bupati/walikota.

Pasal 8

(1) Gubernur memilih 5 (lima) orang calon Pimpinan BAZNAS provinsi yang diusulkan
tim seleksi untuk disampaikan kepada BAZNAS guna mendapat pertimbangan.

(2) Bupati/walikota memilih 5 (lima) orang calon Pimpinan BAZNAS kabupaten/kota


yang diusulkan tim seleksi untuk disampaikan kepada BAZNAS guna mendapat
pertimbangan.

Bagian Ketiga

Pengajuan Pertimbangan
Pasal 9

Gubernur atau bupati/walikota menyampaikan calon Pimpinan BAZNAS

provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota yang telah dipilih sebagaimana

dimaksud pada Pasal 8 kepada BAZNAS untuk mendapatkan pertimbangan

dengan melampirkan:

a. Berita Acara Hasil Seleksi: dan


b. susunan Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota:
c. surat pernyataan kesanggupan sebagai Pimpinan BAZNAS provinsi atau
BAZNAS kabupaten/kota dari masing-masing calon Pimpinan:
d. fotokopi kartu tanda penduduk masing-masing calon Pimpinan:
e. biodata masing-masing calon Pimpinan:
f. surat keterangan sehat dari dokter untuk masing-masing calon Pimpinan:
g. surat pernyataan tidak menjadi anggota partai politik dari masing- masing
calon Pimpinan, dan
h. surat pernyataan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana
kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun
dari masing-masing calon Pimpinan.

Pasal 10

(1) BAZNAS melakukan verifikasi administratif atas permohonan pertimbangan


pengangkatan Pimpinan BAZNAS provinsi dari gubernur atau Pimpinan BAZNAS
kabupaten/kota dari bupati/walikota.
(2) BAZNAS menyampaikan hasil verifikasi administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dalam bentuk Surat Pertimbangan Pengangkatan Pimpinan BAZNAS
provinsi kepada gubernur yang tembusannya disampaikan kepada kantor wilayah
kementerian agama provinsi.

(3) BAZNAS menyampaikan hasil verifikasi administratif sebagaimanadimaksud pada


ayat (1) dalam bentuk Surat Pertimbangan Pengangkatan Pimpinan BAZNAS
kabupaten/kota kepada bupati/walikota yang tembusannya disampaikan kepada kantor
kementerian agama kabupaten/kota.

Pasal 11

BAZNAS melakukan penyelesaian pemberian pertimbangan pengangkatan sebagaimana


dimaksud pada Pasal 10 paling lama 15 (lima belas) hari kerja.

Bagian Keempat

Pengangkatan Pimpinan

Pasal 12

(1) Gubernur mengangkat Pimpinan BAZNAS provinsi selambat-lambatnya 15 (lima


belas) hari kerja, terhitung sejak Surat Pertimbangan Pengangkatan Pimpinan
BAZNAS Provinsi dari BAZNAS diterima.

(2) Bupati/walikota mengangkat Pimpinan BAZNAS kabupaten/kota selambat-lambatnya


15 (lima belas) hari kerja, terhitung sejak Surat Pertimbangan Pengangkatan Pimpinan
BAZNAS Kabupaten/Kota dari BAZNAS diterima.

BAB III

TATA CARA PEMBERIAN PERTIMBANGAN PEMBERHENTIAN

PIMPINAN BAZNAS PROVINSI DAN BAZNAS KABUPATEN/KOTA

Bagian Pertama
Kriteria Pemberhentian

Pasal 13

Pimpinan BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota diberhentikan apabila:

a. meninggal dunia:
b. habis masa jabatan:
c. mengundurkan diri:
d. tidak dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga) bulan secara terus menerus,
atau
e. tidak memenuhi syarat lagi sebagai pimpinan sebagaimana dimaksud pada
Pasal 2

Bagian Kedua

Pengajuan Pertimbangan

Pasal 14

Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota yang meninggal dunia atau habis
masa jabatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 huruf a atau huruf b, secara hukum
berhenti sebagai Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota.

Pasal 15

(1) Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota yang mengundurkan diri
sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 huruf c harus mengajukan permohonan secara
tertulis kepada gubernur atau bupati/walikota disertai dengan alasan.
(2) Terhadap permohonan pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
gubernur atau bupati/walikota memanggil Pimpinan yang mengajukan permohonan
pengunduran diri untuk memberikan klarifikasi.
(3) Dalam pemberian klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), gubernur atau
bupati/walikota dapat menghadirkan Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS
kabupaten/kota
(4) Gubernur atau bupati/walikota mengajukan pertimbangan kepada BAZNAS untuk
pemberhentian Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota yang
mengundurkan diri.

Pasal 16

Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota yang tidak dapat melaksanakan
tugas selama 3 (tiga) bulan secara terus menerus sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 huruf
d dapat diberhentikan, apabila tidak menjalankan tugas sebagai Pimpinan BAZNAS provinsi
atau BAZNAS kabupaten/kota selama 90 (sembilan puluh) hari secara terus menerus tanpa
alasan yang sah.

Pasal 17

(1) Pemberhentian Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota


sebagaimana dimaksud pada Pasal 16 dilakukan setelah melalui proses pemberian
peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali oleh Ketua BAZNAS provinsi atau
BAZNAS kabupaten/kota.
(2) Peringatan tertulis kesatu diberikan apabila Pimpinan BAZNAS provinsi atau
BAZNAS kabupaten/kota tidak menjalankan tugas secara terus menerus tanpa alasan
yang sah selama 30 (tiga puluh) hari.
(3) Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota yang telah mendapatkan
peringatan tertulis kesatu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetap tidak
menjalankan tugas secara terus menerus tanpa alasan yang sah selama 30 (tiga puluh)
hari, diberikan peringatan tertulis kedua.
(4) Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota yang telah mendapatkan
peringatan tertulis kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tetap tidak
menjalankan tugas secara terus menerus tanpa alasan yang sah selama 15 (lima belas)
hari, diberikan peringatan tertulis ketiga.
(5) Apabila dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari sejak peringatan tertulis ketiga
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS
kabupaten/kota tetap tidak menjalankan tugas secara terus menerus tanpa alasan yang
sah, Ketua BAZNAS provinsi | atau Ketua BAZNAS kabupaten/kota mengusulkan
pemberhentiannya kepada gubernur atau bupati/walikota.
(6) Gubernur atau bupati/walikota mengajukan pertimbangan kepada BAZNAS untuk
pemberhentian Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota yang
terbukti tidak melaksanakan tugas selama 3 (tiga) bulan secara terus menerus.

Pasal 18

Pemberhentian Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota yang tidak


memenuhi syarat lagi sebagai Pimpinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf e,
dilakukan apabila:

a. menjadi warga negara asing:


b. berpindah agama:
c. melakukan perbuatan tercela,
d. menderita sakit jasmani dan/atau rohani:
e. menjadi anggota partai politik: atau
f. dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun.

Pasal 19

(1) Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota yang menjadi warga
negara asing, pindah agama, atau menjadi anggota partai politik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 huruf a, huruf b, atau huruf e harus mengajukan
permohonan pengunduran diri sebagai Pimpinan kepada gubernur atau
bupati/walikota.
(2) Gubernur atau bupati/walikota mengajukan pertimbangan kepada BAZNAS untuk
pemberhentian Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota yang
terbukti tidak memenuhi syarat lagi.

Pasal 20

(1) Pimpiman BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota yang diduga


melakukan perbuatan tercela sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf c,
dapat diberhentikan sebagai Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS
kabupaten/kota setelah melalui proses pemeriksaan oleh tim yang dibentuk
oleh gubernur atau bupati/walikota.
(2) Gubernur atau bupati/walikota mengajukan pertimbangan kepada BAZNAS
untuk pemberhentian Pimpinan BAZNAS provinsi atau | BAZNAS
kabupaten/kota yang terbukti melakukan perbuatan tercela.

Pasal 21

(1) Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota yang menderita sakit
jasmani dan/atau rohani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf d, diberhentikan
menjadi Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota apabila
mengalami sakit berkepanjangan selama 90 (sembilan puluh) hari secara terus
menerus yang mengakibatkan tidak dapat melaksanakan tugas sebagai Pimpinan
BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota.
(2) Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota yang sakit
berkepanjangan selama 90 (sembilan puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberhentikan apabila berdasarkan keterangan dokter menderita sakit yang berakibat
tidak dapat menjalankan tugas sebagai Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS
kabupaten/kota.
(3) Dalam hal Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota menderita
sakit berkepanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua BAZNAS provinsi
atau Ketua BAZNAS Kabupaten/Kota mengusulkan pemberhentian sebagai Pimpinan
kepada gubernur atau bupati/walikota dengan melampirkan bukti terkait.
(4) Dalam hal Ketua BAZNAS provinsi atau Ketua BAZNAS kabupaten/ kota menderita
sakit berkepanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tidak dapat
menjalankan tugas berdasarkan keterangan dokter sebagaimana pada ayat (2),
gubernur atau bupati/walikota memberhentikan sebagai Ketua BAZNAS provinsi atau
Ketua BAZNAS kabupaten/kota.
(5) Gubernur atau bupati/walikota mengajukan pertimbangan kepada BAZNAS untuk
pemberhentian Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota yang
terbukti mengalami sakit jasmani dan/atau rohani yang berkepanjangan.

Pasal 22

(1) Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota yang diduga telah
melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf f dan telah
ditetapkan sebagai terdakwa, diberhentikan sementara sebagai Pimpinan BAZNAS
provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota.
(2) Pemberhentian sementara Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh gubernur atau
bupati/walikota.
(3) Keputusan gubernur atau bupati/walikota sebagaimana dimaksudpada ayat (2) dicabut
apabila Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud pada ayat ( 1), tidak terbukti melakukan tindak pidana yang didakwakan.
(4) Gubernur atau bupati/walikota mengajukan pertimbangan kepada BAZNAS untuk
pemberhentian Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota yang
terbukti melakukan tindak pidana dan telah memperoleh putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap.

Bagian Ketiga
Pemberian Pertimbangan

Pasal 23

(1) BAZNAS melakukan verifikasi administratif atas permohonan pertimbangan


pemberhentian Pimpinan BAZNAS provinsi dari gubernur atau Pimpinan BAZNAS
kabupaten/kota dari bupati/walikota.
(2) BAZNAS menyampaikan hasil verifikasi administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dalam bentuk Surat Pertimbangan Pemberhentian Pimpinan BAZNAS
Provinsi kepada gubernur yang tembusannya disampaikan kepada kantor wilayah
kementerian agama provinsi.

(3) BAZNAS menyampaikan hasil verifikasi administratif sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) dalam bentuk Surat Pertimbangan Pemberhentian Pimpinan BAZNAS
Kabupaten/Kota kepada bupati/walikota yang tembusannya disampaikan kepada
kantor kementerian agama kabupaten/kota

Pasal 24

BAZNAS melakukan penyelesaian pemberian pertimbangan pemberhentian sebagaimana


dimaksud pada Pasal 23 paling lama 10 (sepuluh) hari kerja.

Bagian Keempat

Pemberhentian Pimpinan

Pasal 25

(1) Gubernur memberhentikan Pimpinan BAZNAS provinsi selambat- lambatnya 15


(lima belas) hari kerja, terhitung sejak Surat Pertimbangan Pemberhentian Pimpinan
BAZNAS Provinsi dari BAZNAS diterima.
(2) Bupati/walikota memberhentikan Pimpinan BAZNAS kabupaten/kota selambat-
lambatnya 15 (lima belas) hari kerja, terhitung sejak Surat Pertimbangan
Pemberhentian Pimpinan BAZNAS Kabupaten/Kota dari BAZNAS diterima.
Bagian Kelima

Pimpinan Pengganti

Pasal 26

(1) Untuk mengisi kekosongan Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS


kabupaten/kota yang diberhentikan karena alasan selain habis masa jabatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b, gubernur atau bupati/walikota dapat
mengangkat Pimpinan BAZNAS Provinsi atau Kabupaten/Kota pengganti setelah
mendapat pertimbangan BAZNAS.

(2) Masa jabatan Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota pengganti
adalah sisa masa jabatan Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota
yang digantikan.

BAB IV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 27

Peraturan BAZNAS ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1g Agustus 2014


D. Perbaznas No. 2 tahun 2014 tentang Pedoman Tata Cara Pemberian
Rekomendasi Izin Pembentukan LAZ
PERATURAN BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL
NOMOR O2 TAHUN 2014
TENTANG
PEDOMAN TATA CARA PEMBERIAN REKOMENDASI
IZIN PEMBENTUKAN LEMBAGA AMIL ZAKAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL,

Menimbang :
a. bahwa rekomendasi Badan Amil Zakat Nasional merupakan salah satu
syarat dan tahapan dalam proses pembentukan Lembaga Amil Zakat yang
harus dilaksanakan dengan standar tertentu, terukur, dan transparan,

b. bahwa untuk pelaksanaan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada huruf


a perlu dibuat pedoman tata cara pemberian rekomendasi izin
pembentukan lembaga amil zakat:

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan


b, perlu ditetapkan peraturan Badan Amil Zakat Nasional tentang Pedoman
Tata Cara Pemberian Rekomendasi Izin Pembentukan Lembaga Amil
Zakat:

Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 115, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5255):
2. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5508):
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2001 tentang Badan
Amil Zakat Nasional sebagaimana telah diperbarui terakhir dengan Keputusan
Presiden RI Nomor 27 Tahun 2008 jo Keputusan Menteri Agama RI Nomor
10 Tahun 2012 tentang Perpanjangan Sementara Masa Bakti Keanggotaan
Badan Amil Zakat Nasional Periode Tahun 2008-2011

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : Peraturan Badan Amil Zakat Nasional tentang Pedoman Tata Cara Pemberian
Rekomendasi Izin Pembentukan Lembaga Amil Zakat.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan BAZNAS ini, yang dimaksud dengan:

1. Badan Amil Zakat Nasional yang selanjutnya disebut BAZNAS adalah lembaga yang
berwenang melaksanakan tugas pengelolaan zakat secara nasional.
2. BAZNAS provinsi adalah lembaga yang berwenang melaksanakan tugas dan fungsi
BAZNAS pada tingkat provinsi.
3. BAZNAS kabupaten/kota adalah lembaga yang berwenang melaksanakan tugas dan
fungsi BAZNAS pada tingkat kabupaten/kota.
4. Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disebut LAZ adalah LAZ berskala nasional,
LAZ berskala provinsi, dan LAZ berskala kabupaten/kota.

5. Pendayagunaan zakat adalah penyaluran zakat untuk usaha produktif (pemberdayaan)


dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat.

BAB II
PERSYARATAN PEMBENTUKAN LAZ
Pasal 2

Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan


pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ.

Pasal 3
Pembentukan LAZ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 wajib mendapat izin Menteri atau
pejabat yang ditunjuk oleh Menteri setelah memenuhi persyaratan:

a. terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang


pendidikan, dakwah, dan sosial, atau lembaga berbadan hukum:
b. mendapat rekomendasi dari BAZNAS:
c. memiliki pengawas syariat:
d. memiliki kemampuan teknis, administratif, dan keuangan untuk melaksanakan
kegiatannya,
e. bersifat nirlaba
f. memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat: dan
g. bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala.

BAB III
PENGAJUAN REKOMENDASI
Bagian Pertama
LAZ Berskala Nasional
Pasal 4

(1) Izin pembentukan LAZ berskala nasional dapat diajukan oleh organisasi
kemasyarakatan Islam berskala nasional, yayasan berbasis Islam, atau perkumpulan
berbasis Islam.

(2) Izin pembentukan LAZ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Menteri
Agama setelah mendapat rekomendasi dari BAZNAS.

Pasal 5

(1) Rekomendasi BAZNAS sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (2) dilakukan
dengan mengajukan permohonan tertulis.
(2) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib e menyebutkan
rekomendasi izin pembentukan LAZ berskala nasional.
(3) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh pimpinan
organisasi kemasyarakatan Islam, yayasan berbasis Islam, atau perkumpulan berbasis
Islam dengan melampirkan:

a. anggaran dasar organisasi,


b. surat keterangan terdaftar dari Kementerian Dalam Negeri bagi organisasi
kemasyarakatan Islam atau surat keputusan pengesahan sebagai badan
hukum dari Kementerian Hukum dan HAM bagi yayasan atau perkumpulan
berbasis Islam:
c. susunan pengawas syariat yang sekurang-kurangnya terdiri atas ketua dan 1
(satu) anggota:
d. surat pernyataan kesediaan sebagai pengawas syariat di atas meterai yang
ditandatangani oleh masing-masing pengawas syariat:
e. daftar pegawai yang melaksanakan tugas di bidang teknis (penghimpunan),
pendistribusian, dan pendayagunaan), administratif, dan keuangan,
f. surat pengangkatan pegawai,
g. surat pernyataan bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala di atas
meterai dan ditandatangani oleh pimpinan organisasi terkait: dan
h. ikhtisar program pendayagunaan zakat bagi kesejahteraan umat yang
dimiliki sekurang-kurangnya di 3 (tiga) provinsi yang mencakup nama
program, lokasi program, jumlah penerima manfaat, jumlah zakat yang
disalurkan, serta keluaran (output), hasil (outcome), manfaat (benefit, dan
dampak (impact) program bagi penerima manfaat.

Bagian Kedua
LAZ Berskala Provinsi
Pasal 6

(1) Izin pembentukan LAZ berskala provinsi dapat diajukan oleh organisasi
kemasyarakatan Islam berskala nasional, yayasan berbasis Islam, atau perkumpulan
berbasis Islam.
(2) Izin pembentukan LAZ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Direktur
Jenderal Bimas Islam setelah mendapat rekomendasi dari BAZNAS.
Pasal 7

(1) Rekomendasi BAZNAS sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (2) dilakukan
dengan mengajukan permohonan tertulis.

(2) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyebutkan
rekomendasi izin pembentukan LAZ berskala provinsi.

(3) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh pimpinan
organisasi kemasyarakatan Islam, yayasan berbasis Islam, atau perkumpulan berbasis
Islam dengan melampirkan:

a. anggaran dasar organisasi,


b. surat keterangan terdaftar dari organisasi/satuan kerja perangkat daerah pemerintah
provinsi yang mempunyai tugas dan fungsi menyelenggarakan urusan pemerintah
provinsi di bidang kesatuan bangsa dan perlindungan masyarakat bagi organisasi
kemasyarakatan Islam atau surat keputusan pengesahan sebagai badan hukum dari
Kementerian Hukum dan HAM bagi yayasan atau perkumpulan berbasis Islam:
c. . susunan pengawas syariat yang sekurang-kurangnya terdiri atasn ketua dan 1 (satu)
anggota:
d. surat pernyataan kesediaan sebagai pengawas syariat di atas meterai yang
ditandatangani oleh masing-masing pengawas syariat:
e. daftar pegawai yang melaksanakan tugas di bidang teknis (penghimpunan,
pendistribusian, dan pendayagunaan), administratif, dan keuangan:
f. surat pengangkatan pegawai:
g. surat pernyataan bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala di atas meterai
dan ditandatangani oleh pimpinan organisasi terkait: dan
h. ikhtisar program pendayagunaan zakat bagi kesejahteraan umat yang dimiliki
sekurang-kurangnya di 3 (tiga) kabupaten/kota yang mencakup nama program, lokasi
program, jumlah penerima manfaat, jumlah zakat yang disalurkan, serta keluaran
(output), hasil (outcome), manfaat (benefit), dan dampak (impact) program bagi
penerima manfaat.
Bagian Kedua
LAZ Berskala Kabupaten/Kota
Pasal 8

(1) Izin pembentukan LAZ berskala kabupaten/kota dapat diajukan oleh organisasi
kemasyarakatan Islam berskala kabupaten/kota, yayasan berbasis Islam, atau
perkumpulan berbasis Islam.

(2) Izin pembentukan LAZ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan e oleh kepala
kantor wilayah kementerian agama provinsi setelah mendapat rekomendasi dari
BAZNAS.

Pasal 9

(1) Rekomendasi BAZNAS sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (2) dilakukan
dengan mengajukan permohonan tertulis.
(2) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyebutkan
rekomendasi izin pembentukan LAZ berskala kabupaten/kota.
(3) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh pimpinan
organisasi kemasyarakatan Islam, yayasan berbasis Islam, atau perkumpulan berbasis
Islam dengan melampirkan:

a. anggaran dasar organisasi,


b. surat keterangan terdaftar dari organisasi/satuan kerja perangkat daerah pemerintah
kabupaten/kota yang mempunyai tugas dan fungsi menyelenggarakan urusan
pemerintah kabupaten/kota di bidang kesatuan bangsa dan perlindungan masyarakat
bagi organisasi kemasyarakatan Islam atau surat keputusan pengesahan sebagai badan
hukum dari Kementerian Hukum dan HAM bagi yayasan atau perkumpulan berbasis
Islam:
c. susunan pengawas syariat yang sekurang-kurangnya terdiri atas ketua dan 1 (satu)
anggota:
d. surat pernyataan kesediaan sebagai pengawas syariat di atas meterai yang
ditandatangani oleh masing-masing pengawas syariat:
e. daftar pegawai yang melaksanakan tugas di bidang teknis (penghimpunan,
pendistribusian, dan pendayagunaan), administratif, dan keuangan,
f. surat pengangkatan pegawai,
g. surat pernyataan bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala di atas meterai
dan ditandatangani oleh pimpinan organisasi terkait, dan

h. ikhtisar program pendayagunaan zakat bagi kesejahteraan umat yang dimiliki di 3


(tiga) kecamatan atau nama lainnya di kabupaten/kota tersebut yang mencakup nama
program, lokasi program, jumlah penerima manfaat, jumlah zakat yang disalurkan,
serta keluaran (output), hasil (outcome), manfaat (benefit), dan dampak (impact)
program bagi penerima manfaat.

BAB IV |
PEMBERIAN REKOMENDASI
Pasal 10

(1) BAZNAS melakukan verifikasi administratif dan faktual atas pengajuan


rekomendasi izin pembentukan LAZ.
(2) Dalam melakukan verifikasi faktual sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) BAZNAS dapat mengikutsertakan BAZNAS provinsi dan/atau BAZNAS
kabupaten/kota.
Pasal 11

Proses penyelesaian pemberian rekomendasi izin pembentukan LAZ dilakukan dalam jangka
waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak dokumen pengajuan diterima dan
dinyatakan lengkap oleh BAZNAS.

Pasal 12

BAZNAS mengabulkan pengajuan rekomendasi izin pembentukan LAZ yang memenuhi


ketentuan dengan mengeluarkan Surat Rekomendasi Izin Pembentukan LAZ.

Pasal 13
Dalam hal pengajuan rekomendasi izin pembentukan LAZ tidak memenuhi ketentuan,
BAZNAS menolak pengajuan disertai dengan alasan
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 14

Peraturan BAZNAS ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.


Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29Agustus 2014

Anda mungkin juga menyukai