Anda di halaman 1dari 4

Nama : Fauzan Ashar Sahrani

Nim : 1831710114

Prodi : ekonomi syariah 3 lokal C

Resume
A. Pengertian Ekonomi Islam
Ekonomi Islam menurut Muhammad Abdul Manan adalah cabang ilmu
pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat yang
diangkat dari nilai-nilai islam. Beliau mengatakan bahwa ekonomi islam merupakan
bagian dari suatu tata kehidupan lengkap yang didasarkan pada empat bagian nyata
dari pengetahuan, yaitu Alquran, sunnah, ijma dan qiyas.1
Ekonomi Islam adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang berupaya untuk
memandang, menganalisis, dan akhirnya menyelesaikan permasalahan-permasalahan
ekonomi dengan cara-cara Islami yang berdasarkan dengan Al-Qur’an dan As-
Sunnah(Hadist).
B. Pengertian Keadilan
Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan
kewajiban. Keadilan juga dapat berarti suatu tindakan yang tidak berat sebelah atau
tidak memihak ke salah satu pihak, memberikan sesuatu kepada orang sesuai dengan
hak yang harus diperolehnya. Bertindak secara adil berarti mengetahui hak dan
kewajiban, mengerti mana yang benar dan yang salah, bertindak jujur dan tepat
menurut peraturan dan hukum yang telah ditetapkan serta tidak bertindak sewenang-
wenang.
C. Keadilan sosial dalam Ekonomi Islam
Al-Qur’an sebagai manifestasi kalam Tuhan merupakan kitab petunjuk Moral
yang komprehensif dan sempurna, datang dari Alam Ghaib untuk kebaikan manusia
dan alam semesta . Fitrah (suci) dan Hanif (lurus dan benar) merupakan dasar
konstitusi kepribadian manusia, yang karena itu, ia merindukan tatanan kehidupan
yang ramah dan damai, berdiri di atas prinsip-prinsip keadilan.
Puncak kasih sayang Tuhan atas manusia, terbukti dengan diutusnya para Nabi,
yang di satu sisi mempunyi misi menyeru manusia kepada penyerahan diri, patuh-
tunduk pada Tuhan Yang Maha Esa (Faham Tauhid) (QS. al-Ahzab [33]: 45-46), juga
1
Muhammad Abdul Mannan, Ekonomi Islam, Teori, dan Praktik, Terj. Nastangin, (Yogyakarta: Dana
Bhakti Prima Yasa, 1997), h. 19.
di sisi lain, berkaitan dengan semua Nabi, Tuhan menegaskan dalam Surah al-Hadid
[57]: 25 yang berbunyi:

‫س َش ِدي ٌد‬ ِِ ِ ِ ِ
َ ‫َّاس بِالْق ْسط َوأ‬
ٌ ْ‫َنزلْنَا احْلَد َيد فيه بَأ‬ ُ ‫وم الن‬
ِ ِ
َ ‫اب َوالْم َيزا َن لَي ُق‬
ِ ِ
َ ‫لََق ْد أ َْر َس ْلنَا ُر ُسلَنَا بِالَْبِّينَات َوأ‬
َ َ‫َنزلْنَا َم َع ُه ُم الْكت‬
ِ ‫نصرهُ ور ُسلَهُ بِالْغَْي‬
ٌّ ‫ب إِ َّن اللَّهَ قَ ِو‬
٢٥﴿ ‫ي َع ِز ٌيز‬ ِ ِ ‫﴾ومنافِع لِلن‬
ُ َ ُ ُ َ‫َّاس َولَي ْعلَ َم اللَّهُ َمن ي‬ ُ ََ َ

Terjemahan: “Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan


membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama
mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat
melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya
terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia,
(supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah
mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya
padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi
Maha Perkasa”.
Ayat tersebut menegaskan bahwa menegakan keadilan adalah tujuan dan misi
utama kenabian. Dengan demikian terdapat dua tujuan utama misi kenabian, yaitu,
mengajak manusia untuk menyembah Allah, sekaligus memberantas kemusyrikan,
dan menegakkan keadilan di tengah-tengah masyarakat, sekaligus memberantas
kezaliman.

D. Prinsip-prinsip Keadilan sosial dalam Ekonomi Islam

1. Berbasis Tauhid

Tauhid menjadi fondasi utama ekonomi Islam, mempunyai hubungan kuat


dengan konsep keadilan sosial ekonomi dan persaudaraan. Ekonomi Tauhid yang
mengajarkan bahwa Allah sebagai pemilik mutlak dan manusia hanyalah sebagai
pemegang amanah, mempunyai konsekuensi, bahwa di dalam harta yang dimiliki
setiap individu terdapat hak-hak orang lain yang harus dikeluarkan sesuai dengan
perintah Allah, berupa zakat, infaq dan sedekah dan cara-cara lain guna
melaksanakan pendistribusian pendapatan yang sesuai dengan konsep persaudaraan
umat manusia.

2. Distribusi kesejahteraan yang merata (Justified Distribution of Welfare)


Selanjutnya, dalam rangka mewujudkan cita-cita keadilan sosial ekonomi,
Islam secara tegas mengecam konsentrasi asset kekayaan pada sekelompok tertentu
dan menawarkan konsep zakat, infaq, sedekah, waqaf dan institusi lainnya, seperti
pajak, jizyah, dharibah, dan sebagainya. Al-Quran dengan tegas mengatakan,
“Supaya harta itu tidak beredar di kalangan orang kaya saja di antara kamu” (QS.
59:7), “Di antara harta mereka terdapat hak fakir miskin, baik peminta-minta
maupun yang orang miskin malu meminta-minta” (QS. 70:24).

Berdasarkan prinsip ini, maka konsep pertumbuhan ekonomi dalam Islam


berbeda dengan konsep pertumbuhan ekonomi kepitalisme yang selalu
menggunakan indikator PDB (Produk Dosmetik Bruto) dan perkapita. Dalam Islam,
pertumbuhan harus seiring dengan pemerataan. Tujuan kegiatan ekonomi, bukanlah
meningkatkan pertumbuhan sebagaimana dalam konsep ekonomi kapitalisme.
Tujuan ekonomi Islam lebih memprioritaskan pengentasan kemiskinan dan
pengurangan pengangguran. Karena itu, Islam menekankan keseimbangan antara
petumbuhan dan pemerataan. Pertumbuhan bukan menjadi tujuan utama, kecuali
dibarengi dengan pemerataan.

Dalam konsep Islam, pertumbuhan dan pemerataan merupakan dua sisi dari
sebuah entitas yang tak terpisahkan, karena itu keduanya tak boleh
dipisahkan.Berdasarkan prinsip ini, maka paradigma tricle down effect, yang
dikembangkan kapitalisme dan pernah diterapkan di Indonesia selama rezim orde
baru, bertentangan dengan konsep keadilan ekonomi menurut Islam. Selanjutnya,
sistem ekonomi kapitalis dicirikan oleh menonjolnya peran perusahaan swasta
(private ownership) dengan motivasi mencari keuntungan maksimum, harga pasar
akan mengatur alokasi sumberdaya, dan efisiensi. Namun sistem ini selalu gagal
dalam membuat pertumbuhan dan pemerataan berjalan dengan seiring.

3. Prinsip Jaminan sosial (Social Security)

Dalam sistem ekonomi Islam, keadilan sosial dipandang tidak akan mungkin
tercapai tanpa adanya prinsip ini. Prinsip Jaminan sosial atau at Takaful ijtima’i
yang dimaksud dalam hal ini adalah keadaan dimana setiap orang dalam masyarakat
saling menjamin dan menanggung beban kemaslahatan sesama. Prinsip ini banyak
disebutkan dalam al Qur’an maupun Hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,
diantaranya, “Tidakkah Kamu melihat orang yang mendustakan agama? Mereka
adalah orang-orang yang membiarkan anak yatim dan mereka juga tidak member
makan orang-orang miskin”(QS.Al-Ma’un[107]:1-3). Rasulullah juga bersabda,
“perumpamaan orang-orang beriman itu dalam kasih sayang, sebagaimana batang
tubuh, jika salah satu anggota tubuh itu sakit, maka anggota tubuh yang lain juga
merasakan demam” (HR. Bukhori dan Muslim).

Namun begitu, Menurut Chapra mengutip pendapat Imam Ghazali, sekalipun ilmu
ekonomi Islam tetap berkonsentrasi pada aspek alokasi dan distribusi sumber-sumber
daya, seperti halnya pada ilmu ekonomi konvensional, namun tujuan utama ekonomi
Islam adalah harus tetap merealisasikan maqashid, sebab tujuan utama syari’ah
adalah mendorong kesejahteraan manusia, yang terletak dalam perlindungan terhadap
agama mereka (diin), diri (nafs), akal (‘aql), keturunan (nasl), harta benda (maal). Apa
saja yang menjamin terlindungnya lima perkara tersebut berarti melindungi
kepentingan dan kemaslahatan umum. Tentang kaitan antara hukum-hukum syariah
dengan kemaslahatan manusia banyak dibahas oleh para ulama diantaranya Imam Al-
Izz bin Abdul Salam, dalam kitab beliau Qawaid al-Ahkam fi Masalih al-Anam.

Anda mungkin juga menyukai