Rivan mengungkapkan bahwa saat ini, daerah barat Jakarta banyak diminati untuk e-
commerce dan logistik. Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan Cikupa dan
sekitarnya menjadi hub baru di sana.
Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, tingkat ketimpangan
pengeluaran penduduk di Indonesia yang diwakili oleh rasio gini berada di angka 0,391 pada
bulan September 2017. Angka ini menurun tipis dibandingkan bulan Maret 2017 sebesar 0,393
dan bulan September tahun lalu sebesar 0,394.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, jika rasio gini mendekat ke arah satu, artinya terdapat
ketimpangan sempurna di Indonesia. Sebaliknya, jika rasio gini mendekat ke arah nol, artinya
pengeluaran masyarakat, yang merupakan cermin dari pendapatan, terdistribusi secara
sempurna.
Melihat angka di bulan September, tingkat ketimpangan antara si kaya dan si miskin mulai
berkurang secara perlahan. Suhariyanto menjelaskan, penurunan ketimpangan ini disebabkan
karena pengeluaran golongan bawah meningkat lebih tinggi yakni sebesar 6,31 persen, dibanding
golongan atas yang sebesar 5,06 persen.“Ini semakin membaik, tapi memang, upaya menurunkan
ketimpangan ini cukup sulit,” ujar Suhariyanto di Gedung BPS, Selasa (2/1).Dalam menghitung
rasio gini, BPS menggunakan standar yang digunakan Bank Dunia yakni membagi masyarakat
dalam ketiga kelompok. Adapun, ketiga kelompok tersebut terdiri dari 40 persen masyarakat
dengan pengeluaran rendah, 40 persen masyarakat pengeluaran menengah, dan 20 persen
masyarakat pengeluaran tinggi.
Dari hasil perhitungan BPS, 46,12 persen pengeluaran masyarakat masih dilakukan oleh
golongan kaya. Sementara itu, pengeluaran golongan masyarakat tidak mampu hanya 17,22
persen dari total pengeluaran masyarakat Indonesia antara Maret hingga September lalu. Kendati
demikian, ia menganggap angka ini terbilang masih aman.
“Kalau pengeluaran 40 persen golongan masyarakat berpendapatan rendah di atas 17 persen,
sesuai standar Bank Dunia, maka bisa disimpulkan bahwa ketimpangan rendah. Kalau angkanya
12 hingga 17 persen, maka ketimpangan dianggap sedang dan ketimpangan bisa dibilang akut
jika di bawah 12 persen. Kali ini, nilainya 17,22 persen, jadi masih dianggap rendah,” paparnya.
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa tingkat ketimpangan paling kentara terjadi di perkotaan dibanding
pedesaan. Hal itu tercermin dari rasio gini kota sebesar 0,404 persen atau lebih tinggi dibanding di
desa yang hanya 0,320 persen.
Sementara itu, BPS juga mencatat bahwa rasio gini tertinggi berada di provinsi-provinsi dengan
konsentrasi penduduk tinggi seperti DI Yogyakarta sebesar 0,440 persen, Jawa Timur sebesar
0,415 persen, dan DKI Jakarta sebesar 0,409 persen. Oleh karenanya, Suhariyanto menilai
bahwa pemerintah perlu menaruh perhatian khusus bagi ketimpangan di perkotaan.
“Apalagi, 40 persen kelompok masyarakat berpendapatan rendah di perkotaan hanya
menyumbang 16,33 persen dari total pengeluaran masyarakat. Ini merupakan warning utama,
bahwa ketimpangan di perkotaan harus bisa turun agar ketimpangan secara umum bisa terus
membaik,” pungkas Suhariyanto. (agi/agi)
Ada Kesenjangan antara pemilik modal dan Buruh