Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS GRAVIMETRI DAN TITRIMETRI

Analisis gravimetri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif dengan penimbangan.
Tahap awal analisis gravimetri adalah pemisahan komponen yang ingin diketahui dari
komponen-komponen lain yang terdapat dalam suatu sampel kemudian dilakukan pengendapan.

Pengukuran dalam metode gravimetri adalah dengan penimbangan, banyaknya komponen yang
dianalisis ditentukan dari hubungan antara berat sampel yang hendak dianalisis, massa atom
relatif, massa molekul relatif dan berat endapan hasil reaksi.

Analisis gravimetri dapat dilakukan dengan cara pengendapan, penguapan dan elektrolisis.

1. Metode Pengendapan

Suatu sampel yang akan ditentukan seara gravimetri mula-mula ditimbang secara kuantitatif,
dilarutkan dalam pelarut tertentu kemudian diendapkan kembali dengan reagen tertentu.
Senyawa yang dihasilkan harus memenuhi sarat yaitu memiliki kelarutan sangat kecil sehingga
bisa mengendap kembali dan dapat dianalisis dengan cara menimbang.

Endapan yang terbentuk harus berukuran lebih besar dari pada pori-pori alat penyaring (kertas
saring), kemudian endapan tersebut dicuci dengan larutan elektrolit yang mengandung ion
sejenis dengan ion endapan.

Hal ini dilakukan untuk melarutkan pengotor yang terdapat dipermukaan endapan dan
memaksimalkan endapan. Endapan yang terbentuk dikeringkan pada suhu 100-130 derajat
celcius atau dipijarkan sampai suhu 800 derajat celcius tergantung suhu dekomposisi dari analit.

Pengendapan kation misalnya, pengendapan sebagai garam sulfida, pengendapan nikel dengan
DMG, pengendapan perak dengan klorida atau logam hidroksida dengan mengetur pH larutan.
Penambahan reagen dilakukan secara berlebihan untuk memperkecil kelarutan produk yang
diinginkan.

aA +rR ———-> AaRr(s)

Penambahan reagen R secara berlebihan akan memaksimalkan produk AaRr yang terbentuk.

2. Metode Penguapan

Metode penguapan dalam analisis gravimetri digunakan untuk menetapkan komponen-


komponen dari suatu senyawa yang relatif mudah menguap. Cara yang dilakukan dalam metode
ini dapat dilakukan dengan cara pemanasan dalam gas tertentu atau penambahan suatu pereaksi
tertentu sehingga komponen yang tidak diinginkan mudah menguap atau penambahan suatu
pereaksi tertentu sehingga komponen yang diinginkan tidak mudah menguap.
Metode penguapan ini dapat digunakan untuk menentukan kadar air(hidrat) dalam suatu senyawa
atau kadar air dalam suatu sampel basah. Berat sampel sebelum dipanaskan merupakan berat
senyawa dan berat air kristal yang menguap. Pemanasan untuk menguapkan air kristal adalah
110-130 derajat celcius, garam-garam anorganik banyak yang bersifat higroskopis sehingga
dapat ditentukan kadar hidrat/air yang terikat sebagai air kristal.

3. Metode Elektrolisis

Metode elektrolisis dilakukan dengan cara mereduksi ion-ion logam terlarut menjadi endapan
logam. Ion-ion logam berada dalam bentuk kation apabila dialiri dengan arus listrikndengan
besar tertentu dalam waktu tertentu maka akan terjadi reaksi reduksi menjadi logam dengan
bilangan oksidasi 0.

Endapan yang terbentuk selanjutnya dapat ditentukan berdasarkan beratnya, misalnya


mengendapkan tembaga terlarut dalam suatu sampel cair dengan cara mereduksi. Cara
elektrolisis ini dapat diberlakukan pada sampel yang diduga mengandung kadar logam terlarut
cukup besar seperti air limbah.

Suatu analisis gravimetri dilakukan apabila kadar analit yang terdapat dalam sampel relatif besar
sehingga dapat diendapkan dan ditimbang. Apabila kadar analit dalam sampel hanya berupa
unsurpelarut, maka metode gravimetri tidak mendapat hasil yang teliti. Sampel yang dapat
dianalisis dengan metode gravimetri dapat berupa sampel padat maupun sampel cair.1

1
http://forum.um.ac.id/index.php?topic=23812.0

Gravimetri dalam ilmu kimia merupakan salah satu metode analisis kuantitatif suatu zat atau
komponen yang telah diketahui dengan cara mengukur berat komponen dalam keadaan murni
setelah melalui proses pemisahan. Analisis gravimetri adalah proses isolasi dan pengukuran berat
suatu unsur atau senyawa tertentu. Metode gravimetri memakan waktu yang cukup lama, adanya
pengotor pada konstituen dapat diuji dan bila perlu faktor-faktor koreksi dapat digunakan.

Penggunaan gravimetri, dapat digunakan dalam analisis kadar air. Kadar air bahan bisa
ditentukan dengan cara gravimetri evolusi langsung ataupun tidak langsung. Bila yang diukur
ialah fase padatan dan kemudian fase gas dihitung berdasarkan padatan tersebut maka disebut
gravimetri evolusi tidak langsung. Untuk penentuan kadar air suatu kristal dalam senyawa hidrat,
dapat dilakukan dengan memanaskan senyawa dimaksud pada suhu 110o–130oC. Berkurangnya
berat sebelum pemanasan menjadi berat sesudah pemanasan merupakan berat air kristalnya.2
2
http://id.wikipedia.org/wiki/Gravimetri_%28kimia%29

Analisa titrimetri atau analisa volumetric adalah analisis kuantitatif dengan mereaksikan suatu
zat yang dianalisis dengan larutan baku (standar) yang telah diketahui konsentrasinya secara
teliti, dan reaksi antara zat yang dianalisis dan larutan standar tersebut berlangsung secara
kuantitatif.
Larutan baku (standar) adalah larutan yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti, dan
konsentrasinya biasa dinyatakan dalam satuan N (normalitas) atau M (molaritas).

Indikator adalah zat yang ditambahkan untuk menunjukkan titik akhir titrasi telah di capai.
Umumnya indicator yang digunakan adalah indicator azo dengan warna yang spesifik pada
berbagai perubahan pH.

Titik Ekuivalen adalah titik dimana terjadi kesetaraan reaksi secara stokiometri antara zat yang
dianalisis dan larutan standar.

Titik akhir titrasi adalah titik dimana terjadi perubahan warna pada indicator yang menunjukkan
titik ekuivalen reaksi antara zat yyang dianalisis dan larutan standar.

Pada umumnya, titik ekuivalen lebih dahulu dicapai lalu diteruskan dengan titik akhir titrasi.
Ketelitian dalam penentuan titik akhir titrasi sangat mempengaruhi hasil analisis pada suatu
senyawa.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan analisis volumetric adalah sebagai
berikut :

1. Reaksinya harus berlangsung sangat cepat.

2. Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi yang
kuantitatif/stokiometrik.

3. Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekuivalen tercapai, baik secara kimia
maupun secara fisika.

4. Harus ada indicator jika reaksi tidak menunjukkan perubahan kimia atau fisika. Indikator
potensiometrik dapat pula digunakan.

Alat-alat yang digunakan pada analisa titrimetri ini adalah sebagai berikut :

1. Alat pengukur volume kuantitatif seperti buret, labu tentukur, dan pipet volume yang telah di
kalibrasi.

2. Larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti atau baku primer dan
sekunder dengan kemurnian tinggi.

3. Indikator atau alat lain yang dapat menunjukkan titik akhir titrasi telah di capai.

Baku primer adalah bahan dengan kemurnian tinggi yang digunakan untuk membakukan larutan
standar misalnya arsen trioksida pada pembakuan larutan iodium.
Baku sekunder adalah bahan yang telah dibakukan sebelumnya oleh baku primer, dan kemudian
digunakan untuk membakukan larutan standar, misalnya larutan natrium tiosulfat pada
pembakuan larutan iodium.

Penggolongan analisis titrimetri ini, berdasarkan ;

1. Reaksi Kimia :

 · Reaksi asam-basa (reaksi netralisasi)


 · Reaksi oksidasi-reduksi (redoks)
 · Reaksi Pengendapan (presipitasi)
 · Reaksi pembentukan kompleks

2. Berdasarkan cara titrasi

 · Titrasi langsung
 · Titrasi kembali (titrasi balik/residual titration)

3. Berdasarkan jumlah sampel

 · Titrasi makro

Jumlah sampel : 100 – 1000 mg

Volume titran : 10 – 20 mL

Ketelitian buret : 0,02 mL.

 · Titrasi semi mikro

Jumlah sampel : 10 – 100 mg

Volume titran : 1 – 10 mL

Ketelitian buret : 0,001 mL

 · Titrasi mikro

Jumlah sampel : 1 – 10 mg

Volume titran : 0,1 – 1 mL

Ketelitian buret : 0,001 mL3

 
3
http://rgmaisyah.wordpress.com/2008/11/22/titrimetri/

B. Materi : Analisis secara gravimetri dan titrimetri.


Prinsip utama kegiatan analisis secara gravimetri dan titrimetri adalah kemampuan menggunakan
peralatan pengujian dan teknik pengujian.
Konsep melakukan analisis secara gravimetri dan titrimetri didasarkan pada :
a. Teori dasar gravimetri
Gravimetri merupakan analisis kuantitatif dengan menimbang unsur atau senyawa tertentu dalam
bentuk murninya. Analitnya dipisahkan secara fisis dari komponen lainnya. Sebagian analisis
gravimetri menyangkut unsur yang akan ditentukan menjadi senyawa murni yang stabil dan
mudah diubah ke dalam bentuk yang dapat ditimbang. Berat analat dapat dihitung dari rumus
dan berat atom senyawa yang ditimbang.
Pengendapan merupakan teknik yang paling luas penggunaannya. Hal terpenting dalam
pengendapan suatu analit adalah kemurniannya dan kemudahan penyaringan yang pasti
dilakukan dalam teknik pengendapan.
Gravimetri terbagi menjadi dua :
1. Cara evolusi ; bahan yang direaksikan akan menimbulkan gas. Gas didapatkan dengan cara
pemanasan atau mereaksikan dengan pereaksi tertentu.
a. Cara tidak langsung. Besar gas diperoleh sebagai selisih berat analat sebelum dan sesudah
reaksi.
Contohnya adalah penentuan kadar air. Bahan yang akan dianalisis dipanaskan pada suhu
tertentu dalam jangka waktu tertentu sehingga air menguap dan beratnya diperoleh sebagai
selisih berat bahan sebelum dan sesudah pemanasan. Contoh lain adalah penentuan karbonat,
karena pemanasan, karbonat terurai dan mengeluarkan gas CO2. Berat gas juga ditentukan
dengan menimbang bahan sebelum dan sesudah pemanasan.
b. Cara langsung. Gas yang terjadi ditimbang setelah diserap oleh suatu bahan yang khusus untuk
gas tertentu.
Pada penentuan kadar air, maka uap air yang terjadi dilewatkan tabung berisi bahan higroskopis
yang tidak menyerap gas-gas lain. Berat tabung dengan isi sebelum dan sesudah uap diserap
menunjukkan jumlah air.
2. Cara pengendapan ; analat direaksikan sehingga terjadi suatu endapan dan endapan itu
ditimbang.
a. Endapan dibentuk dengan reaksi antara analat dengan suatu pereaksi. Endapan biasanya
berupa senyawa. Cara ini biasa disebut dengan gravimetri.
b. Endapan dibentuk secara elektrokimia. Analat dielektrolisis sehingga terjadi logam sebagai
endapan. Cara ini biasa disebut elektrogravimetri.

b. Teori dasar titrimetri


Analisis volumetri (titrimetri) adalah suatu proses untuk menentukan jumlah yang tidak
diketahui dari suatu zat dengan mengukur volume secara kuantitatif larutan pereaksi yang
digunakan untuk bereaksi sempurna dengan zat yang akan ditentukan.
Dalam analisis volumetri perhitungan-perhitungan yang digunakan didasarkan pada hubungan
stoikiometri sederhana dari reaksi kimia seperti :
aA + tT produk
a merupakan molekul analit A, bereaksi dengan t molekul reagensia T. Reagensia T disebut
titran, ditambahkan sedikit-demi sedikit, biasanya dari dalam buret dalam bentuk larutan yang
konsentrasinya telah diketahui dengan cara standardisasi.
Penambahan titran diteruskan sampai jumlah T yang secara kimia setara dengan A, maka
dikatakan telah tercapai titik ekivalensi dari titrasi itu. Untuk mengetahui kapan penambahan
titran itu harus dihentikan maka digunakan suatu zat yang disebut indikator yang dapat
menunjukkan terjadinya kelebihan titran dengan perubahan warna.
Perubahan warna ini bisa tepat atau tidak tepat pada titik ekuivalensi. Titik dalam titrasi pada
saat indikator berubah warna disebut titik akhir. Dalam kondisi idealnya adalah titik akhir
sedekat mungkin dengan titik ekivalensi sehingga pemilihan indikator yang tepat merupakan
salah satu aspek yang penting dalam analisis titrimetri untuk mengimpitkan kedua titik tersebut.
Reaksi kimia yang berperan sebagai dasar dalam analisis titrimetri dikelompokkan dalam empat
jenis, yaitu ;
• Reaksi asam – basa (Titrasi netralisasi)
Reaksi didasarkan pada netralisasi proton (asam) oleh ion hidroksil (basa) atau sebaliknya :
H3O+ + OH- 2H2O
Asam kuat dan basa kuat terdisosiasi lengkap dalam larutan air jadi pH pada berbagai titik
selama titrasi dapat dihitung langsung dari kuantitas stoikiometri asam dan basa yang bereaksi.
Perubahan besar pada pH selama titrasi digunakan untuk menentukan kapan titik kesetaraan itu
dicapai. Untuk menentukan titik akhir titrasi digunakan indikator. Banyak asam dan basa organik
lemah yang bentuk ion dan bentuk tak terdisosiasinya menunjukkan warna yang berlainan.
Molekul-molekul semacam itu dapat digunakan untuk menetapkan kapan telah ditambahkan
cukup titran dan disebut indikator tampak ( visual indicator)
Beberapa jenis indicator : fenolftalein, brom kresol hijau, metil merah, metil oranye.
• Reaksi oksidasi – reduksi (Titrasi redoks)
Titrasi oksidasi reduksi adalah titrasi penentuan suatu oksidator oleh reduktor atau sebaliknya.
Reaksinya merupakan reaksi serah terima elektron, yaitu elektron diberikan oleh pereduksi
(proses oksidasi) dan diterima oleh pengoksidasi (proses reduksi).
Indikator yang digunakan pada penentuan titik akhir titrasi redoks adalah :
1. Warna dari pereaksinya sendiri (auto Indikator)
Apabila pereaksinya sudah memiliki warna yang kuat, kemudian warna tersebut hilang atau
berubah bila direaksikan dengan zat lain maka pereaksi tersebut dapat bertindak sebagai
indikator. Contoh : KMnO4 berwarna ungu, bila direduksi berubah menjadi ion Mn2+ yang tidak
berwarna atau larutan I2 yang berwarna kuning coklat dan titik akhir titrasi diketahui dari
hilangnya warna kuning, perubahan ini dipertajam dengan penambahan larutan amilum.
2. Indikator Redoks
Indikator redoks adalah indikator yang dalam bentuk oksidasinya berbeda dengan warna dalam
bentuk reduksinya. Contohnya Difenilamin dan Difenilbensidina, indikator ini sukar larut di
dalam air,pada penggunaannya dilarutkan dalam asam sulfat pekat.
3. Indikator Eksternal
Indikator eksternal dipergunakan apabila indikator internal tidak ada. Contoh, Ferrisianida untuk
penentuan ion ferro memberikan warna biru.
4. Indikator Spesifik
Indikator spesifik adalah zat yang bereaksi secara khas dengan salah satu pereaksi dalam titrasi
menghasilkan warna. Contoh : amilum membentuk warna biru dengan iodium atau tiosianat
membentuk warna merah dengan ion ferri.
• Reaksi pengendapan (Titrasi presipitasi)
Titrasi pengendapan adalah titrasi yang melibatkan terbentuknya endapan. Berdasarkan pada
cara penentuan titik akhirnya, ada beberapa metode titrasi pengendapan , yaitu :
a. Metode Guy Lussac (cara kekeruhan)
b. Metode Mohr ( pembentukan endapan berwarna pada titik akhir)
c. Metode Fajans (adsorpsi indikator pada endapan)
d. Metode Volhard (terbentuknya kompleks berwarna yang larut pada titik akhir).
• Reaksi pembentukan kompleks (Titrasi kompleksometri)
Titrasi pembentukan kompleks (Kompleksometri) adalah suatu metode analisis berdasarkan
reaksi pembentukan senyawa kompleks antara ion logam dengan zat pembentuk kompleks
(ligan). Ligan yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah Dinatrium Etilen
Diamin Tetra Asetat ( Na2EDTA) yang mempunyai rumus bangun sebagai berikut :
HOOC—CH2 CH2—COONa
N—CH2—CH2—N
NaOOC—CH2 CH2—COOH
Reaksi pembentukan kompleks dengan ion logam adalah :
H2Y2- + Mn+ Myn-4 + 2H+
H2Y2- = EDTA
Penentuan titik akhir titrasi kompleksometri dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Cara Visual
Sebagai indikator digunakan jenis indikator logam seperti : Eriochrom Black T (EBT),
Murexide, Xylenol Orange, Dithizon, Asam sulfosalisilat.
2. Cara Instrumen
Untuk menentukan titik akhir titrasi digunakan instrumen fotometer atau potensiometer.
Macam-macam titrasi kompleksometri menggunakan EDTA adalah:
1. Titrasi langsung
Dilakukan untuk ion-ion logam yang tidak mengendap pada pH titrasi, reaksi pembentukan
kompleks berjalan cepat, dan ada indikator yang cocok.
2. Titrasi kembali
Dilakukan untuk ion-ion logam yang mengendap pada pH titrasi, reaksi pembentukan kompleks
berjalan lambat dan tidak ada indikator yang cocok.
3. Titrasi substitusi
Dilakukan untuk ion-ion logam yang tidak bereaksi (atau tidak bereaksi sempurna) dengan
indikator logam atau untuk ion-ion logam yang membentuk kompleks EDTA yang lebih stabil
daripada kompleks ion-ion logam lain. (seperti ion-ion Ca2+ dan Mg2+)
4. Titrasi tidak langsung
Dilakukan dengan berbagai cara yaitu;
a. Titrasi kelebihan kation pengendap (misalnya penetapan ion sulfat)
b. Titrasi kelebihan kation pembentuk senyawa kompleks (misalnya penetapan ion sianida).

Syarat reaksi yang dapat digunakan dalam analisis titrimetri adalah:


• Reaksi harus berjalan sesuai dengan suatu persamaan reaksi tertentu. Tidak boleh ada reaksi
samping.
• Reaksi harus berjalan secara lengkap pada titik ekuivalensi (Tetapan kesetimbangan harus
sangat besar)
• Ada indikator yang cocok untuk menentukan titik akhir titrasi
• Reaksi harus berlangsung cepat, sehingga titrasi dapat dilakukan dalam beberapa menit4
4
http://haryvedca.wordpress.com/2010/08/31/modul-analisis-secara-gravimetri-dan-titrimetri/

TITRIMETRI

Beberapa Pengertian dan Istilah Titrimeti

Analisa titrimetri atau analisa volumetrik adalah analisis kuantitatif dengan mereaksikan
suatu zat yang dianalisis dengan larutan baku (standar) yang telah diketahui konsentrasinya
secara teliti, dan reaksi antara zat yang dianalisis dan larutan standar tersebut berlangsung secara
kuantitatif.

Larutan baku (standar) adalah larutan yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti, dan
konsentrasinya biasa dinyatakan dalam satuan N (normalitas) atau M (molaritas).

Indikator adalah zat yang ditambahkan untuk menunjukkan titik akhir titrasi telah di capai.
Umumnya indicator yang digunakan adalah indicator azo dengan warna yang spesifik pada
berbagai perubahan pH.

Titik Ekuivalen adalah titik dimana terjadi kesetaraan reaksi secara stokiometri antara zat yang
dianalisis dan larutan standar.

Titik akhir titrasi adalah titik dimana terjadi perubahan warna pada indicator yang
menunjukkan titik ekuivalen reaksi antara zat yyang dianalisis dan larutan standar.

Pada umumnya, titik ekuivalen lebih dahulu dicapai lalu diteruskan dengan titik akhir titrasi.
Ketelitian dalam penentuan titik akhir titrasi sangat mempengaruhi hasil analisis pada suatu
senyawa. Pada kebanyakan titrasi titik ekuivalen ini tidak dapat diamati, karena itu perlu bantuan
senyawa lain yang dapat menunjukkan saat titrasi harus dihentikan. Senyawa ini dinamakan
indikator.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan analisis volumetrik adalah sebagai
berikut :

Reaksinya harus berlangsung sangat cepat.

Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi yang
kuantitatif/stokiometrik.
Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekuivalen tercapai, baik secara kimia maupun
secara fisika.

Harus ada indikator jika reaksi tidak menunjukkan perubahan kimia atau fisika. Indikator
potensiometrik dapat pula digunakan.

Alat-alat yang digunakan pada analisa titrimetri ini adalah sebagai berikut :

Alat pengukur volume kuantitatif seperti buret, labu tentukur, dan pipet volume yang telah di
kalibrasi.

Larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti atau baku primer dan sekunder
dengan kemurnian tinggi.

Indikator atau alat lain yang dapat menunjukkan titik akhir titrasi telah di capai.

Penggolongan analisis titrimetri ini, berdasarkan ;

1. Reaksi Kimia :

Reaksi asam-basa (reaksi netralisasi)

Jika larutan bakunya adalah larutan basa, maka zat yang akan ditentukan haruslah bersifat asam
dan sebaliknya.

Berdasarkan sifat larutan bakunya, titrasi dibagi atas :

Asidimetri adalah titrasi penetralan yang menggunakan larutan baku asam.

Contoh : HCl, H2SO4

Alkalimetri adalah titrasi penetralan yang menggunakan larutan baku basa.

Contoh : NaOH, KOH

Reaksi oksidasi-reduksi (redoks)

Yang terjadi adalah reaksi antara senyawa/ ion yang bersifat sebagai oksidator dengan senyawa/
ion yang bersifat sebagai reduktor dan sebaliknya.

Berdasarkan larutan bakunya, titrasi dibagi atas :

Oksidimetri adalah metode titrasi redoks yang dimana larutan baku yang digunakan bersifat
sebagai oksidator.

Yang termasuk titrasi oksidimetri adalah :


Permanganometri, larutan bakunya : KMnO4

Dikromatometri, larutan bakunya : K2Cr2O7

Serimetri, larutan bakunya : Ce(SO4)2, Ce(NH4)2SO4

Iodimetri, larutan bakunya : I2

Reduksimetri adalah titrasi redoks dimana larutan baku yang digunakan bersifat sebagai
reduktor.

Yang termasuk titrasi reduksimetri adalah :

Iodometri, larutan bakunya : Na2S2O3 . 5H2O

Reaksi Pengendapan (presipitasi)

Yang terjadi adalah reaksi penggabungan ion yang menghasilkan endapan/ senyawa yang praktis
tidak terionisasi.

Yang termasuk titrasi pengendapan adalah :

Argentometri, larutan bakunya : AgNO3

Merkurimetri, larutan bakunya : Hg(NO3)2/ logam raksa itu sendiri

Reaksi pembentukan kompleks

Titrasi kompleksometri digunakan untuk menetapkan kadar ion-ion alkali dan alkali tanah/ ion-
ion logam. Larutan bakunya : EDTA

2. Berdasarkan cara titrasi

Titrasi langsung

Titrasi kembali (titrasi balik/residual titration)

3. Berdasarkan jumlah sampel

Titrasi makro

Jumlah sampel : 100 – 1000 mg

Volume titran : 10 – 20 mL

Ketelitian buret : 0,02 mL.


Titrasi semi mikro

Jumlah sampel : 10 – 100 mg

Volume titran : 1 – 10 mL

Ketelitian buret : 0,001 mL

Titrasi mikro

Jumlah sampel : 1 – 10 mg

Volume titran : 0,1 – 1 mL

Ketelitian buret : 0,001 mL

Larutan Baku

Larutan baku adalah larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tepat dan teliti. Senyawa
yang digunakan untuk membuat larutan baku dinamakan senyawa baku.

Senyawa baku dibedakan menjadi dua, yaitu :

Baku primer adalah bahan dengan kemurnian tinggi yang digunakan untuk membakukan
larutan standar dan untuk membuat larutan baku yang konsentrasi larutannya dapat dihitung dari
hasil penimbangan senyawanya dan volume larutan yang dibuat.

Contohnya : H2C2O4 . 2H2O, Asam Benzoat (C6H5COOH), Na2CO3, K2Cr2O7, As2O3, KBrO3,
KIO3, NaCl, dll.

Syarat-syarat baku primer :

Diketahui dengan pasti rumus molekulnya

Mudah didapat dalam keadaan murni dan mudah dimurnikan

Stabil, tidak mudah bereaksi dengan CO2, cahaya dan uap air

Mempunyai Mr yang tinggi

Baku sekunder adalah bahan yang telah dibakukan sebelumnya oleh baku primer kareana
sifatnya yang tidak stabil, dan kemudian digunakan untuk membakukan larutan standar. Contoh :
larutan natrium tiosulfat pada pembakuan larutan iodium. Keterangan : pa (pro analisa)

No. Larutan Baku Baku Primer


1. NaOH H2C2O4 (as. oksalat), C6H5COOH (as. benzoat), KHP
2. HCl Na2B4O7 (nat. tetraborat), Na2CO3 (nat. karbonat)
3. KMnO4 H2C2O4, As2O3 (arsen trioksida)
4. Iodium As2O3, Na2S2O3.5H2O baku (nat. tio sulfat)
5. Serium (IV) Sulfat As2O3, serbuk Fe pa.
6. AgNO3 NaCl, NH4CNS
7. Na2S2O3 K2Cr2O7, KBrO3, KIO3
8. EDTA CaCO3 pa, Mg pa

Kenormalan Larutan

adalah jumlah ekuivalen zat terlarut yang ada dalam setiap liter larutan ekuivalen dan bobot
ekuivalen besarnya ditentukan oleh reaksi yang terjadi, meskipun ada hubungannya dengan mol,
Mr atau Ar.

Teori Dasar Titrasi Asam – Basa

Teori Asam – Basa menurut Arhennius

Asam adalah semua senyawa yang dalam bentuk larutan dapat menghasilkan ion H+.

Basa adalah semua senyawa yang dalam bentuk larutan dapat menghasilkan ion OH-.

Teori Asam – Basa menurut Brownsted Lowry

Asam adalah pemberi/ donor proton.

Basa adalah penerima/ akseptor proton.

Teori Asam – Basa menurut Lewis

Asam adalah pemberi pasangan elektron.

Basa adalah penerima pasangan elektron.

Indikator dalam Titrasi Asam – Basa

Indikator yang digunakan dalam titrasi asam – basa dinamakan indikator asam – basa.

No. Nama Warna Trayek pH


Asam Basa
Indikator
1. Metil Kuning Merah Kuning Jingga 2,9 – 4,0
2. Metil Jingga Merah Jingga Kuning 3,1 – 4,4
3. Bromo Fenol Blue Kuning Ungu 3,0 – 4,6
4. Merah Metil Merah Kuning 4,2 – 6,2
5. Fenol Merah Kuning Merah 6,4 – 8,0
6. Timol Blue Kuning Biru 8,0 – 9,6
7. Phenolphtalein Tidak Berwarna Merah Ungu 8,0 – 9,8

Bobot Ekuivalen

BE dalam titrasi asam – basa adalah banyaknya mol suatu zat yang setara dengan ion OH- atau
ion H+.

Contoh :

HCl H+ + Cl-

1mol HCl setara dengan 1mol H+

BE HCl = 1 mol

H2SO4 2H+ + SO42-

1mol H2SO4 setara dengan 2mol H+

½ mol H2SO4 setara dengan 1mol H+

BE H2SO4 = ½ mo

Anda mungkin juga menyukai