Anda di halaman 1dari 24

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, dan Karunia-NYA sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Kami juga
mengucapkan terimakasih kepada Bapak/Ibu Dosen mata kuliah Keperawatan
Gerontik yang telah memberikan bimbingan berkaitan dengan penyusunan
makalah ini.

Semoga makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Lansia


dengan Depresi” ini selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Gerontik juga dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun
pedoman bagi pembaca dalam pendidikan maupun profesi keperawatan.

Pada penyusunan makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan,


baik mengenai isi maupun cara penulisannya. Oleh karena itu kami mengharapkan
kepada para pembaca untuk dapat memberikan masukan-masukan baik kritik
maupun saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah yang
sempurna pada tugas yang akan datang.

Bengkulu, 13 Desember 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut perkiraan dari United States Bureau of Census 1993, populasi
usia lanjut di Indonesia diproyeksikan pada tahun 1990 – 2023 akan naik 414
%, suatu angka tertinggi di seluruh dunia dan pada tahun 2020, Indonesia akan
menempati urutan keempat jumlah usia lanjut paling banyak sesudah Cina,
India, dan Amerika (Depkes RI, 2001). Fenomena ini akan berdampak pada
semakin tingginya masalah yang akan dihadapi baik secara biologis,
psikologis dan sosiokultural. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah
mengidentifikasi lansia sebagai kelompok masyarakat yang mudah terserang
kemunduran fisik dan mental. Dilihat dari perspektif keperawatan dikatakan
ada empat besar penderitaan geriatrik yaitu immobilisasi, ketidakstabilan,
inkontinensia, dan gangguan intelektual.
Sifat umum dari empat besar tersebut adalah 1) mempunyai masalah yang
kompleks, 2) tidak ada pengobatan yang sederhana, 3) hancurnya
kemandirian, dan 4) membutuhkan bantuan orang lain yang berkaitan erat
dengan keperawatan (Isaac, 1981).
Pada lanjut usia (lansia) yang kurang mempersiapkan diri dalam
menghadapi kematian serta perubahan fisik, psikologis, dan sosial sebagai
akibat masa tuanya, sangat mungkin timbul gangguan jiwa yaitu depresi. Hal
ini bisa dikarenakan kurangnya pemahaman agama dalam kehidupan.
Gangguan depresif merupakan suasana alam perasaan yang utama bagi
orang usia lanjut dengan penyakit fisik kronik dan kerusakan fungsi kognitif
yang disebabkan oleh adanya penderitaan, disabilitas, perhatian keluarga yang
kurang serta bertambah buruknya penyakit fisik yang banyak dialaminya.
Selain itu proses-proses sehubungan dengan ketuaan dan penyakit fisik
yang dialaminya akan mempengaruhi jalur frontostriatal, amygdala serta
hypocampus, dan meningkatkan kerentanan untuk terjadinya gangguan
depresif. Begitu pula faktor herediter bisa juga berperan sebagian.
Adanya musibah yang bersifat psikososial seperti kemiskinan, isolasi
sosial, dan lain-lain akan mengundang untuk suatu perubahan fisiologis yang
selanjutnya akan meningkatkan kerentanan untuk mengalami depresi atau
untuk mencetuskan kondisi depresi pada orang usia lanjut yang rentan akan
hal tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Depresi ?
2. Apa saja aspek Depresi ?
3. Apa saja etiologi dari Depresi ?
4. Bagaimana patofisiologi Depresi ?
5. Apa saja factor resiko untuk perkembangan terjadinya depresi pada
Lansia?
6. Apa tingkatan Depresi ?
7. Bagaimana Manajemen Terapi yang dapat dilakukan pada Lansia dengan
Depresi ?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk :
a. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Depresi
b. Mengetahui apa saja aspek Depresi
c. Mengetahui apa saja etiologi dari Depresi
d. Memahami bagaimana patofisiologi Depresi
e. Memahami apa saja factor resiko untuk perkembangan terjadinya
depresi pada Lansia
f. Mengetahui apa tingkatan Depresi
g. Memahami bagaimana Manajemen Terapi yang dapat dilakukan pada
Lansia dengan Depresi
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
pada mata kuliah Keperawatan Gerontik
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Depresi adalah suatu jenis alam perasaan atau emosi yang disertai
komponen psikologik : rasa susah, murung, sedih, putus asa dan tidak bahagia,
serta komponen somatik: anoreksia, konstipasi, kulit lembab (rasa dingin),
tekanan darah dan denyut nadi sedikit menurun.
Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan
kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga
hilangnya kegairahan hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas
(Reality Testing Ability, masih baik), kepribadian tetap utuh atau tidak
mengalami keretakan kepribadian (Splitting of personality), prilaku dapat
terganggu tetapi dalam batas-batas normal (Hawari Dadang, 2001)
Depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan komponen
psikologis seperti rasa sedih, susah, merasa tidak berguna, gagal, putus asa
dan penyesalan atau berbentuk penarikan diri, kegelisahan atau agitasi
(Wahyulingsih dan Sukamto).
Depresi dapat diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada
alam perasaan (afektif mood), yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan,
ketidakgairahan hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya.
Depresi merupakan reaksi yang normal bila berlangsung dalam waktu
yang pendek dengan adanya faktor pencetus yang jelas, lama dan dalamnya
depresi sesuai dengan faktor pencetusnya. Depresi merupakan gejala psikotik
bila keluhan yang bersangkutan tidak sesuai lagi dengan realitas, tidak dapat
menilai realitas dan tidak dapat dimengerti oleh orang lain.
Depresi biasanya dicetuskan oleh trauma fisik seperti penyakit infeksi,
pembedahan, kecelakaan, persalinan dan sebagainya, serta faktor psikik
seperti kehilangan kasih sayang atau harga diri dan akibat kerja keras.
Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya tentang depresi :
1. Menurut Suryantha Chandra (2002 : 8),
Depresi adalah suatu bentuk gangguan suasana hati yang mempengaruhi
kepribadian seseorang. Depresi juga merupakan perasaan sinonim dengan
perasaan sedih, murung, kesal, tidak bahagia dan menderita. Individu
umumnya menggunakan istilah depresi untuk merujuk pada keadaan atau
suasana yang melibatkan kesedihan, rasa kesal, tidak mempunyai harga
diri, dan tidak bertenaga.
2. Menurut John & James (1990 : 2)
Individu yang menderita depresi aktifitas fisiknya menurun, berpikir
sangat lambat, kepercayaan diri menurun, semangat dan minat hilang,
kelelahan yang sangat, insomnia, atau gangguan fisik seperti sakit kepala,
gangguan pencernaan, rasa sesak didada, hingga keinginan untuk bunuh
diri.
3. Menurut A. Supratiknya (1995 : 67)
Salah satu gejala depresi adalah pikiran dan gerakan motorik yang serba
lamban (retardasi psikomotor), fungsi kognitif terganggu. Jadi depresi
mencakup dua hal kesadaran yaitu menurunnya aktifitas dan perubahan
suasana hati. Perubahan perilaku orang yang depresi berbeda - beda dari
yang ringan sampai pada kesulitan - kesulitan yang mendalam disertai
dengan tangisan, ekspresi kesedihan, tubuh lunglai dan gaya gerak lambat
4. Menurut Maramis (1998 : 107)
Depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan komponen
psikologis seperti rasa sedih, rasa tidak berguna, gagal, kehilangan, putus
asa, dan penyesalan yang patologis. Depresi juga disertai dengan
komponen somatik seperti anorexia, konstipasi, tekanan darah dan nadi
menurun. Dengan kondisi yang demikian, depresi dapat menyebabkan
individu tidak mampu lagi berfungsi secara wajar dalam hidupnya.
5. Menurut Mendels (dalam Meyer, 1984 : 159)
Mengatakan bahwa individu mengalami depresi jika individu mengalami
gajala-gejala rasa sedih, pesimis, membenci diri sendiri, kehilangan energi,
kehilangan konsentrasi, dan kehilangan motivasi. Selain itu individu juga
kehilangan nafsu makan, berat badan menurun, insomnia, kehilangan
libido, dan selalu ingin menghindari orang lain.

B. Aspek Depresi
Beck (dalam Nanik Afida dkk, 2000 :181) menjelaskan depresi memiliki
beberapa aspek emosional, kognitif, motivasional, dan fisik.
1. Aspek yang dimanifestasikan secara emosional
a. Perasaan kesal atau patah hati (dejected mood) ;
Perasaan ini menggambarkan keadaan sedih, bosan dan kesepian yang
dialami individu. Keadaan ini bervariasi dari kesedihan sesaat hingga
kesedihan yang terus - menerus.
b. Perasaan negatif terhadap diri sendiri ;
Perasaan ini mungkin berhubungan dengan perasaan sedih yang
dijelaskan di atas, hanya bedanya perasaan ini khusus ditujukan kepada
diri sendiri.
c. Hilangnya rasa puas ; maksudnya ialah kehilangan kepuasan atas apa
yang dilakukan. Perasaan ini dapat terjadi pada setiap kegiatan yang
dilakukan termasuk hubungan psikososial, seperti aktivitas yang
menuntut adanya suatu tanggung jawab.
d. Hilangnya keterlibatan emosional dalam melakukan pekerjaan atau
hubungan dengan orang lain ; keadaan ini biasanya disertai dengan
hilangnya kepuasan diatas. Hal ini dimanifestasikan dalam aktivitas
tertentu, kurangnya perhatian atau rasa keterlibatan emosi terhadap
orang lain.
e. Kecenderungan untuk menangis diluar kemauan ; gejala ini banyak
dialami oleh penderita depresi, khususnya wanita. Bahkan mereka
yang tidak pernah menangis selama bertahun-tahun dapat bercucuran
air mata atau merasa ingin menangis tetapi tidak dapat menangis.
f. Hilangnya respon terhadap humor ; dalam hal ini penderita tidak
kehilangan kemampuan untuk mempersepsi lelucon, namun
kesulitannya terletak pada kemampuan penderita untuk merespon
humor tersebut dengan cara yang wajar. Penderita tidak terhibur,
tertawa atau puas apabila mendengar lelucon.
2. Aspek depresi yang dimanifestasikan secara kognitif
a. Rendahnya evaluasi diri ; hal ini tampak dari bagaimana penderita
memandang dirinya. Biasanya mereka menganggap rendah ciri - ciri
yang sebenarnya penting, seperti kemampuan prestasi, intelegensi,
kesehatan, kekuatan, daya tarik, popularitas, dan sumber keuangannya.
b. Citra tubuh yang terdistorsi ; hal ini lebih sering terjadi pada wanita.
Mereka merasa dirinya jelek dan tidak menarik.
c. Harapan yang negatif ; penderita mengharapkan hal - hal yang
terburuk dan menolak uasaha terapi yang dilakukan.
d. Menyalahkan dan mengkritik diri sendiri ; hal ini muncul dalam
bentuk anggapan penderita bahwa dirinya sebagai penyebab segala
kesalahan dan cenderung mengkritik dirinya untuk segala
kekurangannya.
e. Keragu-raguan dalam mengambil keputusan ; ini merupakan
karakteristik depresi yang biasanya menjengkelkan orang lain ataupun
diri penderita. Penderita sulit untuk mengambil keputusan, memilih
alternatif yang ada, dan mengubah keputusan.
3. Aspek yang dimanifestasikan secara motivasional
Meliputi pengalaman yang disadari penderita, yaitu tentang usaha,
dorongan, dan keinginan. Ciri utamanya adalah sifat regresif motivasi
penderita, penderita tampaknya menarik diri dari aktifitas yang menuntut
adanya suatu tanggung jawab, inisiatif bertindak atau adanya energi yang
kuat.
4. Aspek depresi yang muncul sebagai gangguan fisik
Kehilangan nafsu makan, gangguan tidur, kehilangan libido, dan kelelahan
yang sangat.

C. Etiologi
Faktor penyebab timbulnya gangguan depresif pada orang usia lanjut bisa
berupa:
1. Faktor Biologis
Hal ini bisa berupa faktor genetis, gangguan pada otak terutama sistem
cerebrovaskular, gangguan neurotransmitter terutama aktivitas serotonin,
perubahan endokrin dll.
a. Faktor Genetis
Dari segi aspek faktor genetis, menurut suatu penelitian dinyatakan
bahwa gen-gen yang berhubungan dengan risiko yang meningkatkan
untuk lesi kardiovaskular dapat meningkatkan kerentanan untuk
timbulnya gangguan depresif.
Penelitian lain melaporkan bahwa predisposisi genetis untuk
gangguan depresif mayor pada orang usia lanjut dapat dimediasi oleh
adanya lesi vaskular.
b. Gangguan pada Otak
Antara lain yang termasuk dalam gangguan pada otak sebagai salah
satu penyebab timbulnya gangguan depresif pada orang usia lanjut
adalah penyakit cerebrovaskular, yang mana gangguan ini dapat
sebagai faktor predisposisi, presipitasi atau mempertahankan gejala-
gejala gangguan depresif pada orang usia lanjut.
c. Gangguan Neurotransmitter
Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Robinson, dkk.,
mendapatkan bahwa konsentrasi norepinephrin dan serotonin
berkurang sesuai dengan bertambahnya usia, tetapi metabolit 5-HIAA
dan enzim monoamineoksidase meningkat sesuai pertambahan usia.
d. Perubahan Endokrin:
Dalam hal ini terutama adalah keterlibatan penurunan kadar
hormon estrogen pada wanita, testosteron pada pria, dan hormon
pertumbuhan pada pria dan wanita.
Penurunan kadar hormon tersebut sejalan dengan perubahan
fisiologis karena pertambahan usia. Sehingga dengan bertambahnya
usia, proses degenerasi sel-sel dari organ tubuh makin meningkat,
termasuk di antaranya meningkatnya proses degenerasi sel-sel organ
tubuh yang memproduksi hormon tersebut makin berkurang. Dengan
penurunan kadar hormon tersebut, hal ini akan mempengaruhi
produksi neurotransmitter terutama serotonin dan norepinephrin.
2. Faktor Psikologis
Ini bisa berupa penyimpangan perilaku, psikodinamik, dan kognitif.
a. Teori Perilaku
Dari konsep teori perilaku terjadinya gangguan depresif pada
individu usia lanjut oleh karena orang-orang usia lanjut cukup banyak
mengalami peristiwa-peristiwa kehidupan yang tidak menyenangkan
atau yang cukup berat sehingga terjadinya gangguan depresif tersebut
sebagai respons perilaku terhadap stressor-stressor kehidupan yang
dialaminya tersebut. Penelitian lain melaporkan bahwa ada kaitan
terjadinya gangguan depresif pada orang usia lanjut dengan sejumlah
peristiwa kehidupan yang negatif yang dialami individu usia lanjut.
b. Teori Psikodinamis
Berdasarkan teori psikodinamis, terjadinya gangguan depresif pada
orang usia lanjut, oleh karena pada orang usia lanjut sering terjadi
ketidaksanggupan untuk menyelesaikan pencarian pemulihan sekunder
dari peristiwa-peristiwa kehilangan yang tak terelakkan oleh individu
tersebut.
c. Teori Kognitif:
Salah satu teori psikologis tentang terjadinya gangguan depresif
adalah terjadinya distorsi kognitif. Dalam hal ini berkaitan dengan
bagaimana interpretasi seseorang terhadap peristiwa-peristiwa
kehidupan yang dialaminya.
Terjadinya distorsi kognitif pada orang usia lanjut oleh karena pada
individu usia lanjut tersebut memiliki harapan-harapan yang tidak
realistis dan membuat generalisasi yang berlebih-lebihan terhadap
peristiwa kehidupan tertentu yang tidak menyenangkan individu
tersebut.
3. Faktor Sosial
Hal ini bisa berupa hilangnya status peranan sosialnya atau hilangnya
sokongan sosial yang selama ini dimilikinya.

D. Patofisiologi
Struktur neocortical dorsal mengalami hipometabolis dan struktur limbic
ventral mengalami hipermetabolis selama dalam keadaan gangguan depresif.
Selain itu jalur fronto-striatal pada otak memediasi antisipasi yang mengarah
ke afek (alam perasaan) yang positif, dan abnormalitasnya bisa menghasilkan
satu ketidaksanggupan untuk mendorong antisipasi yang mana ini akan
mempredisposisikan keadaan depresif.
Terjadinya kerusakan pada sirkuit fronto-orbital dapat menimbulkan
iritabilitas, dan pengurangan sensitifitas pada isyarat-isyarat sosial. Begitu
pula kerusakan cingulata anterior dapat menyebabkan apatis dan menurunnya
inisiatif. Kerusakan sirkuit dorsolateral dapat menyebabkan kesulitan dalam
merubah tempat, dalam belajar dan generasi daftar kata. Abnormalitas
perilaku-perilaku ini menyerupai gejala-gejala pada gangguan depresif. Begitu
pula hipoaktivitas korteks prefrontodorsolateral dan gyrus angularis telah
dihubungkan pula dengan gangguan psikomotor dan gangguan depresif.

E. Gambaran Klinik
Pada orang usia lanjut, gambaran klinik dari gangguan depresifnya bisa
dijumpai sebagai berikut:
1. Depresi dan dysphoria
Walaupun demikian kadang-kadang mood depresif bisa tidak dijumpai
pada pasien tersebut, oleh karena ada juga pasien yang menyangkal
(denial) terhadap perasaan yang demikian.
2. Menangis ( Tapi pada pasien pria agak jarang )
3. Ansietas ( kecemasan ) dan agitasi
Pada pasien ini bisa dijumpai: pasien menjadi gugup waktu berkomunikasi
dengan seseorang, mudah tersinggung atau tingkah laku yang mengganggu
bersama-sama dengan gejala-gejala ansietasnya. Dan hal ini bisa dijumpai
pada sekitar 80% dari pasien usia lanjut yang mengalami gangguan
depresif.
4. Menurunnya energi dan kelelahan (fatigue)
5. Anhedoni. Di sini pasien tersebut kehilangan interest terhadap sesuatu
yang dulu disenanginya.
6. Retardasi fisik
Kondisi ini dapat menjurus pada meningkatnya kesukaran dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari, diet yang buruk, tak mau makan, dan lain-lain.
7. Defisit kognitif
Hal ini sering terlihat pada orang usia lanjut yang mengalami gangguan
depresif dan kadang-kadang bisa mencapai suatu level yang parah
sehingga diduga sedang mengalami pseudodementia. Bahkan dari suatu
penelitian yang pernah dilakukan oleh Kral & Emery pada tahun 1999,
dari pasien sampel penelitiannya tersebut berkembang menjadi penyakit
Alzheimer. Gangguan kognitif yang berkaitan dengan suasana alam
perasaan depresif pada orang usia lanjut dalam bentuk gangguan fungsi
eksekutif, kecepatan psikomotor, atensi dan inhibisi, serta kemampuan
visiospasial. Timbulnya gangguan defisit kognitif ini diduga disebabkan
oleh penurunan fungsi dari lobus frontalis.
8. Somatisasi
9. Hypokhondriasis
10. Insight. Gejala gangguan insight ini tingkat keparahannya bervariasi,
tergantung pada keparahan penyakitnya.
11. Suicide (bunuh diri)
Menurut suatu penelitian telah dinyatakan bahwa bunuh diri lebih sering
terjadi pada usia lanjut dibandingkan dengan populasi umur lainnya. Dan
dari segi jenis kelamin didapati bahwa pria usia lanjut lebih sering
melakukan tindakan bunuh diri dibandingkan dengan wanita yang usia
lanjut. Berkaitan dengan suicide ini, selain oleh adanya mood yang
depresif, gejala suicide pada orang usia lanjut bisa terkait dengan beberapa
hal antara lain: belum kawin, kesehatan fisik yang memburuk yang
bersifat subyektif, disabilitas, rasa sakit, gangguan sensory, tinggal di
rumah perawatan atau panti. Walaupun demikian ide suicide berhubungan
erat dengan keparahan depresi yang dideritanya
12. Gejala-gejala psikoti
Ini bisa dalam bentuk gejala waham atau halusinasi. Isi wahamnya bisa
berupa rasa bersalah, cemburu atau persekutorik.
13. Gangguan Perilaku
Hal ini bisa dalam bentuk gejala-gejala sebagai berikut yaitu: penolakan
untuk makan, buang air besar dan buang air kecil yang tak terkontrol,
menjerit-jerit, dan jatuh teatrikalitas, tingkah laku merusak, menggigit,
menggaruk-garuk atau bertengkar dengan orang lain atau pasien-pasien
lainnya.
14. Gangguan tidur, terutama late insomnia

Selain gejala-gejala yang saya sebutkan di atas tadi dapat dikatakan bahwa
pasien gangguan depresif usia lanjut sering dijumpai co-morbiditas dengan
penyakit-penyakit lain, yaitu
1. Co-morbiditas dengan gangguan psikiatri lainnya antara lain gangguan
cemas (ansietas) dan lain-lain.
2. Co-morbiditas dengan penyakit-penyakit fisik, antara lain: penyakit
Alzheimer, penyakit Parkinson, stroke, penyakit kardiovaskular, dan lain-
lain.

Tanda dan Gejala yang mudah dijumpai


Penurunan energi dan konsentrasi, gangguan tidur terutama terbangun dini
hari dan sering terbangun malam hari, penurunan nafsu makan, penurunan
berat badan dan keluhan somatik.
1. Suasana Hati
Sedih, Kecewa, Murung, Putus Asa, Rasa cemas dan tegang, Menangis,
Perubahan suasana hati, Mudah tersinggung
2. Fisik
Merasa kondisi menurun, lelah. Pegal-pegal, Sakit, Kehilangan nafsu
makan, Kehilangan berat badan, Gangguan tidur, Tidak bisa bersantai,
Berdebar-debar dan berkeringat, Agitasi, Konstipasi

F. Faktor Resiko untuk Perkembangan Terjadinya Depresi pada Lanjut Usia


Hal-hal berikut ini harus dipertimbangkan untuk dikaitkan dengan
perkembangan terjadinya suatu gangguan depresif dan dapat dipakai sebagai
satu cara pengenalan dan mentargetkan kelompok risiko tinggi, yaitu:
1. Penyakit fisik, terutama yang menimbulkan rasa sakit atau
ketidaksanggupan, kondisi kesehatan menurun dan tubuh lemah
2. Merasa kesepian, atau anggota keluarga terlalu sibuk, perhaulan kurang
dan rekreasi terbatas
3. Ada duka cita saat ini, atau peristiwa kehidupan buruk yang lain.
4. Gangguan pendengaran.
5. Adanya riwayat keluarga dengan gangguan depresif.
6. Dementia dini.
7. Penghasilan menurun
8. Ada penggunaan obat-obat tertentu seperti: steroid, mayor transquilizer,
dan lain-lain.

Selain itu, dari penelitian yang telah dilakukan didapati bahwa: penyebab
yang paling sering terjadinya kematian pada pasien gangguan depresif usia
lanjut adalah oleh karena kondisi kardiovaskular yang bisa berupa: stroke,
myocard infarct, dan sebagainya. Kemudian kanker merupakan penyebab
kedua yang paling sering sebagai penyebab kematian pada penderita gangguan
depresif pada usia lanjut.

Faktor lain yang memberikan kontribusi timbulnya depresi tersebut


berdasarkan hasil angket dan observasi adalah strategi coping pada lansia itu
sendiri yang kurang baik. Strategi coping adalah suatu bentuk usaha yang
dilakukan seseorang untuk mengurangi atau menghilangkan tekanan-tekanan
psikologis atau stres dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah atau tugas.

G. Tingkatan Depresi pada Lansia


Menurut Depkes RI 2001
1. Depresi ringan
Suasana perasaan yang depresif, Kehilangan minat, kesenangan dan
mudah lelah, konsentrasi dan perhatian kurang, harga diri dan kepercayaan
diri kurang, perasaan salah dan tidak berguna, pandangan masa depan
yang suram, gagasan dan perbuatan yang membahayakan diri, tidak
terganggu dan nafsu makan kurang
2. Episode Depresi Sedang
Kesulitan nyata mengikuti kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah
tangga
3. Depresi berat tanpa gejala manik. Biasanya Gelisah, kehilangan harga diri
dan perasaan tidak berguna, keinginan bunuh diri

H. Dampak Depresi
1. Tekanan darah tinggi
2. Gastritis
3. Vertigo
4. Migrain
5. Kanker
6. Stroke
7. Penyakit Jantung
8. Dimensia
9. Reumatik

I. Manajemen Terapi
Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi gejala-gejala gangguan
depresif, mencegah ide suicide, mencegah relapse atau recurrent dari gejala-
gejalanya, untuk memperbaiki status fungsional dan kognitif serta untuk
membantu pasien dalam mengembangkan keterampilannya. Tindakan
terapinya dapat berupa :
1. Pengobatan terhadap penyakit yang mendasarinya.
2. Pemberian obat anti depressant dan psikoterapi (cognitive behavior therapy,
psychodynamic psychotherapy, dsb.).

Selain itu Electro Convulsive Therapy (ECT) harus dipertimbangkan bila


pasien tidak menunjukkan respons terhadap obat antidepressant, atau memiliki
depresi berat, dengan risiko suicide, dan lain-lain.

Obat antidepressant golongan S.S.R.I. dan S.N.R.I. adalah obat


antidepressant pilihan, diikuti dengan Bupropion dan Mirtazapine. Sedangkan
beberapa jenis obat antidepressant seperti: Amitriptyline, Maprotyline, dan
lain-lain harus dihindari.

Selain itu pada fase rehabilitasi, maka penatalaksanaan rehabilitasi perilaku


sebaiknya dikombinasikan dengan pengobatan antidepressant untuk
memperbaiki status fungsionalnya setelah gejala-gejala depresinya hilang.

Penanganan depresi dapat dilakukan pada lansia itu sendiri, keluarga lansia
dan masyarakat, yaitu :

1. Diri Sendiri ( Lansia)


Berfikir positif, Terbuka bila ada masalah, Menerima kondiri apa adanya,
Ikut Kegiatan pengajian, Tidur yang cukup, Oleh raga teratur, Optimis,
Rajin beribadah, Latihan relaksasi, Ikut beraktivitas dan bekerja sesuai
kemampuan
2. Keluarga
Dukung lansia tetap berkomunikasi, Ajak lansia berdiskuasi setiap minggu
sekali, Mendengarkan keluahan lansia, Berikan bantuan ekonomi, Dukung
kegiatan lansia, Ikut serta anak dan cucu merawat lansia, Memberikan
kesempatan lansia beraktivitas sesuai dengan kemampuan.
3. Masyarakat
Sediakan sarana posbindu untuk pelayanan kesehatan lansia, Siapkan
tempat dan waktu latihan aktivitas lansia, Support group.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN DEPRESI

A. Pengkajian
1. Identitas diri klien
2. Struktur keluarga : Genoogram
3. Riwayat Keluarga
4. Riwayat Penyakit Klien
Kaji ulang riwayat klien dan pemeriksaan fisik untuk adanya tanda dan
gejala karakteristik yang berkaitan dengan gangguan tertentu yang
didiagnosis.

Kaji adanya depresi.


Singkirkan kemungkinan adanya depresi dengan scrining yang tepat, seperti
geriatric depresion scale.
Ajukan pertanyaan-pertanyaan pengkajian keperawatan
Wawancarai klien, pemberi asuhan atau keluarga.
Lakukan observasi langsung terhadap :
a. Perilaku.
1) Bagaimana kemampuan klien mengurus diri sendiri dan melakukan
aktivitas hidup sehari-hari?
2) Apakah klien menunjukkan perilaku yang tidak dapat diterima secara
sosial?
3) Apakah klien sering mengluyur danmondar - mandir?
4) Apakah ia menunjukkan sundown sindrom atau perseveration
phenomena?
b. Afek
1) Apakah kilen menunjukkan ansietas?
2) Labilitas emosi?
3) Depresi atauapatis?
4) lritabilitas?
5) Curiga?
6) Tidak berdaya?
7) Frustasi?
c. Respon kognitif
1) Bagaimana tingakat orientasi klien?
2) Apakah klien mengalamikehilangan ingatan tentang hal¬hal yang baru
saja atau yang sudah lama terjadi?
3) Sulit mengatasi masalah, mengorganisasikan atau mengabstrakan?
4) Kurang mampu membuat penilaian?
5) Terbukti mengalami afasia, agnosia, atau,apraksia?
Luangkan waktu bersama pemberi asuhan atau keluarga
a. Identifikasi pemberian asuhan primer dan tentukan berapa lama ia sudah
menjadi pemberi asuhan dikeluarga tersebut.
b. ldentifikasi sistem pendukung yang ada bagi pemberi asuhan dan anggota
keluarga yang lain.
c. Identifikasi pengetahuan dasar tentang perawatan klien dan sumber daya
komunitas (catat hal-hal yang perlu diajarkan).
d. Identifikasi sistem pendukung spiritual bagi keluarga.
e. Identilikasi kekhawatiran tertentu tentang klien dan kekhawatiran
pemberiasuhan tentang dirinya sendiri.

Mengkaji Klien Lansia Dengan Depresi

a. Membina hubungan saling percaya dengan klien lansia


Untuk melakukan pengkajian pada lansia dengan depresi, pertama-tama
saudara harus membina hubungan saling percaya dengan pasien lansia.
Untuk dapat membina hubngan saling percaya, dapat dilakukan hal-hal
sebagai berikut:
1) selalu mengucapkan salam kepada pasien seperti: selamat pagi / siang /
sore / malam atau sesuai dengan konteks agama pasien.
2) Perkenalkan nama saudara (nama panggilan) saudara, termasuk
menyampaikan bahwa saudara adalah perawat yang akan merawat
pasien.
3) Tanyakan pula nama pasien dan nama panggilan kesukaannya.
4) Jelaskan tujuan saudara merawat pasien dan aktivitas yang akan
dilakukan.
5) Jelaskan pula kapan aktivitas akan dilaksanakan dan berapa lama
aktivitas tersebut.
6) Bersikap empati dengan cara:
a) Duduk bersama klien, melakukan kontak mata, beri sentuhan dan
menunjukkan perhatian
b) Bicara lambat, sederhana dan beri waktu klien untuk berpikir dan
menjawab
c) Perawat mempunyai harapan bahwa klien akan lebih baik
d) Bersikap hangat, sederhana akan mengekspresikan pengharapan
pada klien.
b. Mengkaji pasien lansia dengan depresi
Untuk mengkaji pasien lansia dengan depresi, saudara dapat
menggunakan tehnik mengobservasi prilaku pasien dan wawancara
langsung kepada pasien dan keluarganya. Observasi yang saudara lakukan
terutama untuk mengkaji data objective depresi. Ketika mengobservasi
prilaku pasien untuk tanda-tanda seperti:
1) Penampilan tidak rapi, kusut dan dandanan tidak rapi, kulit kotor
(kebersihan diri kurang)
2) Interaksi selama wawancara: kontak mata kurang, tampak sedih,
murung, lesu, lemah, komunikasi lambat/tidak mau berkomunikasi.

Berikut ini adalah aspek psikososial yang perlu dikaji oleh perawat :
apakah lansia mengalami kebingungan, kecemasan, menunjukkan afek yang
labil, datar atau tidak sesuai, apakah lansia mempunyai ide untuk bunuh diri.
Bila data tersebut saudara peroleh, data subjective didapatkan melalui
wawancara dengan menggunakan skala depresi pada lansia (Depresion
Geriatric Scale)

B. Klasifikasi Data

Data Subjektif Data Objektif


1. Lansia Tidak mampu 1. Gerakan tubuh yang terhambat,
mengutarakan pendapat dan malas tubuh yang melengkung dan bila
berbicara. duduk dengan sikap yang
2. Sering mengemukakan keluhan merosot.
somatic seperti ; nyeri abdomen 2. Ekspresi wajah murung, gaya
dan dada, anoreksia, sakit jalan yang lambat dengan
punggung,pusing. langkah yang diseret.
3. Merasa dirinya sudah tidak 3. Kadang-kadang dapat terjadi
berguna lagi, tidak berarti, tidak stupor.
ada tujuan hidup, merasa putus asa 4. Pasien tampak malas, lelah,
dan cenderung bunuh diri. tidak ada nafsu makan, sukar
4. Pasien mudah tersinggung dan tidur dan sering menangis.
ketidakmampuan untuk 5. Proses berpikir terlambat,
konsentrasi. seolah-olah pikirannya kosong,
konsentrasi terganggu, tidak
mempunyai minat, tidak dapat
berpikir, tidak mempunyai daya
khayal.

Pada pasien psikosa depresif terdapat perasaan bersalah yang mendalam,


tidak masuk akal (irasional), waham dosa, depersonalisasi dan halusinasi.
Kadang-kadang pasien suka menunjukkan sikap bermusuhan (hostility), mudah
tersinggung (irritable) dan tidak suka diganggu. Pada pasien depresi juga
mengalami kebersihan diri kurang dan keterbelakangan psikomotor.

Data Masalah etiologi

C. Diagnosa Keperawatan
1. Mencederai diri berhubungan dengan depresi.
2. Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping maladaptif.
3. Ketidak berdayaan
4. Risiko bunuh diri
5. Gangguan pola tidur

D. Rencana Tindakan Keperawatan

No Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional


DX.
1. Setelah dilakukan 1. Bina hubungan 1. hubungan saling
tindakan keperawatan saling percaya percaya dapat
selama …..x 24 jam. dengan lansia. mempermudah
Diharapakan pasien tidak 2. Lakukan interaksi dalam mencari
menciderai diri. Dengan dengan pasien data-data tentang
criteria hasil : sesering mungkin lansia.
1. Lansia dapat dengan sikap 2. Dengan sikap
mengungkapkan empati dan sabar dan empati
perasaanya. Dengarkan lansia akan
2. Lansia tampak lebih pemyataan pasien merasa lebih
bahagia. dengan sikap sabar diperhatikan dan
3. Lansia sudah bisa empati dan lebih berguna.
tersenyum ikhlas. banyak memakai 3. Meminimalkan
bahasa non verbal. terjadinya
Misalnya: perilaku
memberikan mencederai diri
sentuhan,
anggukan.
3. Pantau dengan
seksama resiko
bunuh diri/melukai
diri sendiri.
Jauhkan dan
simpan alat-alat
yang dapat
digunakan olch
pasien untuk
mencederai
dirinya/orang lain,
ditempat yang
aman dan terkunci
4.

2. Setelah dilakukan 1. Bantu untuk 1. Membangun


tindakan keperawatan memahami bahwa motivasi pada
selama 1X24 jam lansia klien dapat lansia
merasa tidak stres dan mengatasi 2. Individu lebih
depresi. Dengan criteria keputusasaannya. percaya diri
hasil : 2. Kaji dan kerahkan 3. Menumbuhkan
1. Klien dapat sumber-sumber semangat hidup
meningkatkan harga internal individu lansia. Klien
diri 3. Bantu dapat
2. Klien dapat mengidentifikasi menggunakan
menggunakan sumber-sumber dukungan social
dukungan sosial harapan (misal: 4. Lansia tidak
3. Klien dapat hubungan antar merasa sendiri
menggunakan obat sesama, keyakinan, 5. Meningkatkan
dengan benar dan hal-hal untuk nilai spiritual
tepat diselesaikan). lansia
4. Kaji dan 6. Untuk
manfaatkan menangani klien
sumber-sumber secara cepat dan
ekstemal individu tepat
(orang-orang 7. Klien dapat
terdekat, tim menggunakan
pelayanan obat dengan
kesehatan, benar dan tepat.
kelompok Untuk memberi
pendukung, agama pemahaman
yang dianut). kepada lansia
5. Kaji sistem tentang obat
pendukung 8. Prinsip 5 benar
keyakinan (nilai, dapat
pengalaman masa memaksimalkan
lalu, aktivitas fungsi obat
keagamaan, secara efektif
kepercayaan 9. Menambah
agama). pengetahuan
6. Lakukan rujukan lansia tentang
sesuai indikasi efek – efek
(misal : konseling samping obat.
pemuka agama). 10. Lansia merasa
7. Diskusikan tentang dirinya lebih
obat (nama, dosis, berharga
frekuensi, efek dan
efek samping
minum obat).
8. Bantu
menggunakan obat
dengan prinsip 5
benar (benar
pasien, obat, dosis,
cara, waktu).
9. Anjurkan
membicarakan
efek dan efek
samping yang
dirasakan.
10. Beri reinforcement
positif bila
menggunakan obat
dengan benar.

3. Setelah dilakukan Tindakan pada lansia :


tindakan keperawatan 1) Beri kesempatan
selama 1X24 jam lansia bagi pasien untuk
mampu Berpartisipasi bertanggungjawab
dalam memutuskan terhadap perawatan
perawatan dirinya, dirinya
Melakukan kegiatan - Beri kesempatan
dalam menyelesaikan memilih tujuan
masalahnya.. Dengan perawatan dirinya
criteria hasil : - Beri kesempatan
4. untuk menetapkan
aktifitas perawatan diri
untuk mencapai
Tujuan :
a) Membantu
pasien untuk
melakukan aktivitas
yang telah ditetapkan.
b) Berikan pujian
jika pasien dapat
melakukan
kegiatannya
c) Tanyakan
perasaan pasien jika
mampu melakukan
kegiatannya.
d) Sepakati jadwal
pelaksanaan kegiatan
tersebut secara teratur.

Tindakan untuk
keluarga
Tujuan :
- Keluarga
mampu
mengidentifikasi
kemampuan yang
dimiliki pasien.
- Keluarga
mampu membantu
pasien
mengoptimalkan
kemampuannya.
Tindakan
a) Diskusikan
dengan keluarga
kemampuan yang
pernah dimiliki pasien
b) Bersama keluarga
memilih kemampuan
yang bisa dilakukan
pasien saat ini
c) Anjurkan
keluarga untuk
memberikan pujian
terhadap kemampuan
yang masih dimiliki
pasien
d) Anjurkan
keluarga untuk
membantu pasien
melakukan kegiatan
sesuai kemampuan
yang dimiliki
e) Anjurkan
keluarga memberikan
pujian jika pasien
melakukan kegiatan
sesuai dengan jadwal
kegiatan yang sudah
dibuat.

4. Setelah dilakukan Tindakan pada Lansia


tindakan keperawatan a) Diskusikan
selama 1X24 jam lansia dengan pasien tentang
Klien tidak ide-ide bunuh diri
membahayakan dirinya b) Buat kontrak
sendiri, Pasien dengan pasien untuk
mempunyai alternatif tidak melakukan
penyelesaian masalah bunuh diri
yang konstruktif.. c) Bantu pasien
Dengan criteria hasil : mengenali perasaan
yang menjadi
penyebab timbulnya
ide bunuh diri
d) Ajarkan beberapa
alternatif cara
penyelesaian masalah
yang konstruktif
e) Bantu pasien
untuk memilih cara
yang palin tepat untuk
menyelesaikan
masalah secara
konstruktif.
f) Beri pujian
terhadap pilihan yang
telah dibuat pasien
dengan tepat.

§ Tindakan pada
Keluarga
Tujuan nya agar
keluarga mampu:
a.Mengidentifikasi
tanda-tanda perilaku
bunuh diri pasien
b.Menciptakan
lingkungan yang aman
untuk mencegah
perilaku bunuh diri
c.Membantu pasien
menggunakan cara
penyelesaian masalah
yang konstruktif
Tindakan
a. Diskusikan dengan
keluarga tentang
tanda-tanda perilaku
klien saat muncul ide
bunuh diri
b. Diskusikan tentang
cara mencegah
perilaku bunuh diri
pada pasien
- Ciptakan
lingkungan yang aman
untuk pasien,
singkirkan semua
benda-benda yang
memiliki potensi
untuk membahayakan
klien (benda tajam, tali
pengikat, ikat
pinggang, dan benda-
benda lain yang
terbuat dari kaca)
- Antisipasi
penyebab yang dapat
membuat pasien
bunuh diri
- Lakukan
pengawasan secara
terus menerus

c.Anjurkan keluarga
meluangkan waktu
bersama klien
d. Mendiskusikan
dengan keluarga
koping positif yang
pernah dimiliki klien
dalam menyelesaikan
masalah
e. Anjurkan keluarga
untuk membantu klien
untuk menggunakan
koping positif dalam
menyelesaikan
masalah
f. Anjurkan keluarga
untuk memberikan
pujian terhadap
penggunaan koping
positif yang telah
digunakan oleh klien.

5. Setelah dilakukan Tindakan untuk lansia


tindakan keperawatan a. Bersama klien
selama 1X24 jam lansia mengidentifikasi
mampu mengidentifikasi gangguan pola tidur
penyebab gangguan pola b. Diskusikan cara-
tidur, mampu memenuhi cara utuk memenuhi
kebutuhan istirahat dan kebutuhan tidur
tidur. Dengan criteria ( Kurangi tidur pada
hasil : siang hari, Minum air
hangat/susu hangat
sebelum tidur
Hindarkan minum
yang mengandung
kafein dan coca cola,
Mandi air hangat
sebelum tidur,
Dengarkan musik
yang lembut sebelum
tidur )
c. Anjurkan pasien
untuk memilih cara
yang sesuai dengan
kebutuhannya
d. Berikan pujian jika
pasien memilih cara
yang tepat untuk
memenuhi kebutuhan
tidurnya.

Tindakan untuk
Keluarga
§ Tujuan
a. Keluarga mampu
mengidentifikasi tanda
dan gejala gangguan
pola tidur
b. Keluarga dapat
membantu pasien
untuk memenuhi
kebutuhan tidur
§ Tindakan
a. Diskusikan dengan
keluarga tentang tanda
dan gejala gangguan
pola tidur pada pasien
b. Anjurkan keluarga
untuk menciptakan
lingkungan yang
tenang untuk
memfasilitasi agar
pasien dapat tidur.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Gangguan depresif merupakan salah satu gangguan mental-emosional
yang cukup sering dijumpai pada orang usia lanjut. Hal ini dapat disebabkan
oleh karena faktor penyebab dari gangguan depresif begitu besar kemungkinan
akan dialami oleh orang usia lanjut. Di lain pihak, walaupun terapi untuk
gangguan depresif tersebut bisa dilaksanakan namun hasilnya tidaklah dapat
mencapai hasil yang maksimal, mengingat kekurangan secara fisik dan
psikososial pada orang usia lanjut tidaklah dapat dikembalikan seperti semula.

B. Saran
Asuhan keperawatan pada lansia haruslah diakukan secara profesional dan
komprehensip, yaitu dengan memandang pada aspek boi-psiko-sosial-spiritual
pada lansia. Aspek psikologis pada lansia merupakan aspek yang tak kala
penting dari aspek yang lain, olehnya itu pelaksanaan asuhan keperawataan
lansia dengan gangguan psikososial harus dilakukan dengan sebaik-baiknya
demi terciptanya lansia yang sehat jasmani dan rohani.

Anda mungkin juga menyukai