Banyak pendapat yang mengatakan bahwa kepribadian sebagai bagian dari kecakapan
pengajaran matematika belum menekankan hidup merupakan tugas semua mata pelajaran
pada pengembangan daya nalar (reasoning), di sekolah. Pembelajaran yang demikian
logika dan proses berpikir siswa. Pengajaran menjauhkan siswa dari sifat kemanusiaannya.
matematika umumnya didominasi oleh penge- Siswa seolah-olah dipandang sebagai robot
nalan rumus-rumus serta konsep-konsep seca- atau benda/alat yang dipersiapkan untuk
ra verbal, tanpa ada perhatian yang cukup mengerjakan atau menghasilkan sesuatu. Guru
terhadap pemahaman siswa. Selain itu, proses melakukan demikian karena beberapa alasan,
belajar mengajar hampir selalu berlangsung seperti diungkapkan Haglund (tanpa tahun),
dengan metode ceramah yang mekanistik, antara lain guru matematika tersebut tidak
dengan guru menjadi pusat dari seluruh menyukai matematika dan sulit mengadaptasi
kegiatan di kelas. Siswa mendengarkan, meniru strategi-strategi baru, guru memandang
atau mencontoh dengan persis sama cara yang matematika sebagai hierarkhis yang harus
diberikan guru tanpa inisiatif. Siswa tidak diajarkan sesuai urutan kurikulum dan tidak
dibiarkan atau didorong mengoptimalkan poten- perlu menambahkan tujuan lain, dan waktu
si dirinya, mengembangkan penalaran maupun yang digunakan dapat lebih cepat.
kreativitasnya. Pembelajaran matematika juga Menghadapi kondisi itu, pembela-
seolah-olah dianggap lepas untuk mengem- jaran matematika harus mengubah citra dari
bangkan kepribadian siswa. Pembelajaran pembelajaran yang mekanistis menjadi
matematika dianggap hanya menekankan humanistik yang menyenangkan. Pembelajaran
faktor kognitif saja, padahal pengembangan yangdulunya memasung kreativitas siswa
1Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika Program Studi Pendidikan
Matematika FKIP Universitas Lambung Mangkurat, 25 Maret 2017
1
Tatag Yuli Eko Siswono, Pembelajaran Matematika yang Realistik-Humanistik 2
menjadi yang membuka kran kreativitas. diri sendiri maupun lingkungan sekitarnya.
Pembelajaran yang dulu berkutat pada aspek Pengetahuan matematika tidak terbentuk
kognitif menjadi yang berkubang pada semua dengan menerima atau menghafal rumus-
aspek termasuk kepribadian dan sosial. rumus dan prosedur-prosedur, tetapi dengan
Pembelajaran matematika harus mengubah membangun makna dari apa yang sedang
pandangan dari “as tool” menjadi “as human dipelajari. Siswa aktif mencari, menyelidiki,
activity”. Pertanyaaannya “bagaimanakah ciri merumuskan, membuktikan, mengaplikasikan
pembelajaran matematika yang humanistik apa yang dipelajari. Siswa juga mungkin
itu?”, “bagaimana pembelajaran matematika melakukan kesalahan dan dapat belajar dari
yang realistik-humanistik”, dan “apakah PMRI kesalahan tanpa takut untuk berbuat salah
sejalan dengan pembelajaran matematika dengan melakukan ujicoba atau eksperimen.
humanistik?”. Guru berperan sebagai fasilitator dan motivator.
Guru menumbuhkan motivasi dalam diri siswa
PEMBELAJARAN MATEMATIKA untuk mempelajari dan memahami matematika
HUMANISTIK secara bermakna serta memberikan dorongan
Matematika humanistik bukanlah hal dan fasilitas untuk belajar mandiri maupun
baru dalam matematika, sebab para kelompok. Proses pembelajaran tidak hanya
matematikawan terdahulu seperti Plato, Euclid, berfokus pada aspek kognitif, tetapi juga intuisi
atau Mandelbrot telah mengaitkan matematika dan kreativitas siswa. Pembelajaran matemati-
dengan keindahan, kreativitas, atau imajinasi ka secara manusiawi akan membentuk nilai-
dalam matematika. Pada dasarnya matematika nilai kemanusiaan dalam diri siswa. Selain
humanistik melibatkan pengajaran yang isinya memahami dan menguasai konsep matematika,
humanistik (humanistic content) dengan meng- siswa akan terlatih bekerja mandiri maupun
gunakan pendidikan humanistik (humanistic bekerjasama dalam kelompok, bersikap kritis,
pedagogy) dalam keyakinan bahwa kekurangan kreatif, konsisten, berpikir logis, sistematis,
motivasi siswa merupakan akar penyebab dari menghargai pendapat, jujur, percaya diri, dan
masalah-masalah sikap dan literasi dalam bertanggung jawab. Pada aspek ini kreativitas
pendidikan matematika. Gerakannya adalah guru untuk memfasilitasi kegiatan belajar siswa
mencari kembali proses-proses pendidikan dengan berbagai metode dan kreativitas siswa
yang menyenangkan (excitement) dan menan- untuk menemukan atau membangun penge-
tang (wonderment) dengan kegiatan-kegiatan tahuannya sendiri saling terpadu dan
penemuan (discovery) dan kreasi/karyacipta menunjang bagi keberhasilan tujuan belajar
(Haglund, tanpa tahun). Dengan demikian siswa.
matematika humanistik mengarahkan pada Pembelajaran matematika yang ma-
pembelajaran yang memberikan keleluasaan nusiawi berkaitan dengan usaha merekon-
siswa untuk belajar secara aktif yang struksi kurikulum matematika sekolah, sehingga
menyenangkan dan memberikan kebebasan matematika dapat dipelajari dan dialami
siswa untuk tertantang melakukan kreasi-kreasi. sebagai bagian kehidupan manusia. Kaitan
White (dalam Susilo, 2004) menjelas- matematika dan dunia nyata atau mata
kan bahwa matematika humanistik mencakup pelajaran lain perlu dijabarkan secara konkrit.
dua aspek pembelajaran, yaitu pembelajaran Brown (2002) menyebutkan beberapa topik
matematika secara manusiawi dan pembelajar- yang dapat dikaitkan dengan dunia nyata atau
an matematika yang manusiawi. Aspek pertama mata pelajaran lainnya, misalkan seni (simetri,
berkaitan dengan proses pembelajaran mate- perspektif, representasi spasial, dan pola
matika yang menempatkan siswa sebagai (termasuk fraktal) untuk menciptakan karya-
subjek untuk membangun pengetahuannya karya artistik), biologi (penggunaan skala untuk
dengan memahami kondisi-kondisi, baik dalam mengidentifikasi faktor pertumbuhan bermacam
EDU-MAT Jurnal Pendidikan Matematika, Volume 5, Nomor 1, April 2017, hlm 1 - 13 3
organisme), bisnis (optimasasi dari suatu (7) Mengembangkan suatu pemahaman dan
jaringan komunikasi), industri (penggunaan apresiasi terhadap ide-ide besar
matematika untuk mendesain objek-objek tiga matematika yang membentuk sejarah dan
dimensi seperti bangunan), pengobatan (pemo- budaya;
delan suntikan untuk mengeliminasi infeksi (8) Membantu siswa melihat matematika
penyakit), fisika (penggunaan vektor untuk sebagai studi terhadap pola-pola,
memodelkan gaya). Siswono & Lastiningsih termasuk aspek keindahan dan kreativitas;
(2007) juga menunjukkan keterkaitan topik-topik (9) Membantu siswa mengembangkan sikap-
matematika untuk siswa kelas VII yang sesuai sikap percaya diri, mandiri, dan penasaran
dengan Kurikulum 2007 (KTSP) dengan dunia (curiosity);
nyata atau mata pelajaran lain, seperti bilangan (10) Mengajarkan materi-materi yang dapat
bulat (suhu planet, suhu kota), bilangan digunakan dalam kehidupan sehari-hari,
pecahan (kemasan obat, kandungan bahan, seperti dalam sains, bisnis, ekonomi, atau
dosis minum, resep, laporan survei di koran, teknik.
iklan), aljabar (masalah perdagangan, untung- Beberapa ciri yang diungkapkan
rugi, pajak, sejarah), persamaan dan Haglund tersebut sebenarnya mengarah pada
pertidaksamaan(dosis minum obat, lalu lintas, ciri-ciri pembelajaran yang menekankan pada
fisika), perbandingan (skala, denah, arsitektur, aspek berpikir kreatif atau kreativitas siswa.
resep, frekuensi radio), himpunan (polling atau Berpikir kreatif sebagai proses mental dan
survei), garis dan sudut (seni, arsitektur), kreativitas sebagai sebuah produk dari berpikir
segitiga dan segiempat (seni, arsitektur, parkir, kreatif diindikasikan dengan beberapa aspek
geografi). yang akan dijelaskan berikut.
Berdasar pandangan di atas, maka
dapat dijabarkan beberapa ciri umum dari PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK-
pembelajaran matematika humanistik, seperti HUMANISTIK
disebutkan oleh Haglund (tanpa tahun) yaitu: Pembelajaran matematika realistik
(1) Menempatkan siswa sebagai penemu dan humanistik sebenarnya dapat disandingkan
(inquirer) bukan hanya penerima fakta- secara setara tetapi tidak dapat disamakan.
fakta dan prosedur-prosedur; Pembelajaran matematika humanistik meliputi
(2) Memberi kesempatan siswa untuk saling konten matematika yang humanistik dan pendi-
membantu dalam memahami masalah dan dikan/pengajaran yang humanistik. Bagaimana
pemecahannya yang lebih mendalam; konten matematika yang humanistik? Tentunya
(3) Belajar berbagai macam cara untuk me- konten yang realistik yang dapat diindera atau
nyelesaikan masalah, tidak hanya dengan dipikirkan secara realistik atau seoptimal
pendekatan aljabar; mungkin dikaitkan dengan konteks kehidupan
(4) Menunjukkan latar belakang sejarah sehari-hari. Mengapa dilakukan demikian? Agar
bahwa matematika sebagai suatu siswa termotivasi dan menyukai matematika
penemuan atau usaha keras (endeavor) sebagaimana dasar dari pendidikan yang
dari seorang manusia; humanistik.
(5) Menggunakan masalah-masalah yang Pembelajaran matematika realistik
menarik dan pertanyaan terbuka (open- yang di Indonesia dinamakan PMRI
ended) tidak hanya latihan-latihan; (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia)
(6) Menggunakan berbagai teknik penilaian menerapkan prinsip-prinsip dalam pembelajar-
tidak hanya menilai siswa berdasar pada an humanistik. PMRI mendasarkan pada teori
kemampuan mengingat prosedur-prosedur pendidikan matematika yang dikembangkan di
saja; Belanda yang dinamakan “Realistics
Mathematics Educations (RME)”. Kemudian
Tatag Yuli Eko Siswono, Pembelajaran Matematika yang Realistik-Humanistik 4
(4) Mardiati, S.Pd (Guru SD Laboratorium meningkatkan budi pekerti yang luhur
Unesa): Saya dapat bernafas lega setelah (Siswa bisa menyadari kekeliruan yang
berkenalan dengan PMRI....Sehingga sudah diperbuatnya sendiri). (Buletin
muncul perubahan-perubahan yang PMRI, Januari 2004)
berarti, (1) anak didik lebih senang pada (5) Mustari Admini (Guru SD BOPKRI III
matematika dan ceria (tanpa ada tekanan Yogyakarta): Pelajaran berlangsung dalam
batin), (2) anak lebih disiplin dan teratur suasana yang hidup dan menyenangkan
(tanpa ada ultimatum yang menakutkan), dimana siswa terlihat aktif, kreatif, dan
(3) anak bisa berpikir kreatif, (4) anak bersemangat. (Buletin PMRI, Oktober
berani menuangkan yang ada 2004)
dipikirannya, (5) yang paling penting
7
Tatag Yuli Eko Siswono, Pembelajaran Matematika yang Realistik-Humanistik 8
(6) Mulyono (Guru SD Negeri timbulharjo mengibaratkan PMRI itu seperti wadah
Sleman): PMRI merupakan pendekatan besar. PMRI adalah wadah besar untuk
pengajaran matematika yang didalamnya membina kemampuan bernalar anak,
terkandung nilai saling menghargai, kemampuan berpikir sistematis dan logis,
sehingga PMRI dapat dipakai sebagai keberanian berbicara, menghargai orang
media belajar berdemokrasi. (Buletin lain, berdemokrasi. Logika sudah tertanam
PMRI, Oktober 2004) tinggal melatih kecepatan. Dengan segala
(7) Denny Dwi Setyawan (Mahasiswa USD banyak kemungkinan tersebut anak-anak
Yogyakarta): Dengan pendekatan PMRI, pasti siap menghadapi ujian. (Buletin
pembelajaran matematika memberikan PMRI, April 2007)
kebebasan siswa dalam menyelesaikan
masalah....Ternyata mengajarkan PEMECAHAN MASALAH (PROBLEM
matematika melalui kegiatan mengaktifkan SOLVING) DAN PENGAJUAN MASALAH
memunculkan kreativitas siswa dalam (PROBLEM POSING) SEBAGAI STRATEGI
membedakan bangun-bangun. (Buletin BELAJAR MATEMATIKA REALISTIK-
PMRI, Oktober 2004) HUMANISTIK
(8) Annie Makkink (Anggota mitra PMRI dari
Project Bilaterale samenwerking Indonesie Dalam kehidupan manusia selalu
(PBSI)): Pembelajaran matematika yang dihadapkan pada suatu masalah dan berusaha
membebaskan anak berkeasi (dalam hal untuk menyelesaikan masalah. Kemampuan
ini PMRI) merupakan cara untuk seseorang menyelesaikan masalah secara
mengenal adanya keragaman dan strategis dan fleksibel perlu diajarkan dan
perbedaan kepada anak. (Kompas, diwariskan pada setiap generasi ke generasi.
Jum’at, 28 januari 2005) Dengan demikian wajar dan masuk akal jika
(9) Prof. R. Soedjadi (Tim PMRI Unesa fokus pendidikan terutama matematika saat ini
Surabaya): Disadari atau tidak PMRI adalah pada pemecahan masalah (problem
secara bertahap mengubah “budaya guru posing). Kurikulum Indonesia sejak tahun 1968
mengajar” dan “budaya siswa belajar”. sudah menempatkan fokus tersebut meskipun
Marilah kita sadari perlunya PMRI untuk pada kenyataannya prinsip-prinsip tersebut
menyongsong masa depan Indonesia belum dimaknai dengan sepenuh hati.
yang lebih baik. (Buletin PMRI, Oktober Pemecahan masalah merupakan
2003) suatu proses atau upaya seorang individu untuk
(10) Drs. Gatot Sulanjono (Kepala Sekolah SD merespon atau mengatasi halangan atau
Al Hikmah): (R):Bagaimana ceritanya SD kendala-kendala ketika suatu jawaban atau
Al Hikmah terlibat PMRI? G: Pada tahun metode jawaban belum nampak jelas.
2000 saya menjadi peserta Workshop Pemecahan masalah merupakan aktivitas
Nasional PMRI yang pertama di interdisipliner dan tidak dapat dipisahkan
Yogyakarta. Pada waktu itu saya masih sebagai suatu unit atau pokok bahasan
menjadi guru, belum Kepala Sekolah. tersendiri dalam matematika.
Saya melihat bahwa PMRI merupakan Suatu soal atau pertanyaan yang
model pembelajaran yang baik. PMRI diberikan dapat saja merupakan masalah bagi
memberikan kesempatan yang luas seorang individu atau mungkin juga tidak. Suatu
kepada siswa untuk bernalar, mendorong pertanyaan merupakan masalah bagi
siswa berani berbicara, dan mengajarkan seseorang, belum tentu merupakan masalah
saling pengertian dan menghargai orang bagi orang lain. Seorang yang mendapat suatu
lain. ....R: Bagaimana dengan hasil ujian pertanyaan yang merupakan masalah bagi
akhir sekolah (UAS) nanti? G: Saya dirinya tentu ia akan segera mencari suatu
EDU-MAT Jurnal Pendidikan Matematika, Volume 5, Nomor 1, April 2017, hlm 1 - 13 9
aturan atau hukum tertentu untuk (1) Seseorang harus menyadari suatu situasi
mendapatkan, memecahkan masalah sekaligus (pertanyaan-pertanyaan atau isu-isu) yang
menjawab pertanyaan tersebut. Singkatnya, menjadi masalahnya,
suatu situasi merupakan masalah bagi (2) Mereka harus menyadari kenyataan
seseorang jika ia menyadari eksistensi atau bahwa situasi tersebut memerlukan
mengenal bahwa suatu situasi tersebut tindakan (aksi),
memerlukan aksi (tindakan) dan tidak segera (3) Seseorang harus menginginkan bertindak
langsung menemukan pemecahannya. Berikut menghadapi situasi itu,
diberikan ciri dari suatu masalah : (4) Pemecahan suatu masalah itu tidak harus
jelas atau mudah ditangkap orang lain.
Gambaran dari pemecahan masalah tersebut merupakan gambaran suatu konsep pendidikan
humanistik. Langkah pemecahan masalah mengikuti langkah Polya terdapat model linear dan siklik.
Model linier pemecahan masalah yang ditemukan dalam buku teks tidak konsisten dengan
pemecahan masalah yang sebenarnya.
Membaca
Membaca
Memahami
Memutuskan
Atau
Merencanakan
Menyelesaikan
Menyelesaikan
Memeriksa
Memeriksa
Pengajuan Memahami
masalah masalah
Memeriksa Membuat
kembali rencana
Melaksanakan
rencana
Kerangka di atas berguna dalam tidak bersifat hierarki saja tetapi ada hubungan
menggambarkan kedinamisan dan antara setiap langkah baik langkah pertama
menginterpretasikan tahapan Polya. Setiap dengan langkah kedua, maupun langkah
anak panah menggambarkan aktivitas siswa pertama dengan langkah ketiga, keempat dan
dalam proses berpikir memecahkan masalah kelima.
matematika. Pada saat siswa menemukan Pada langkah pemecahan masalah
sebuah masalah/soal, siswa mencoba untuk tersebut terdapat langkah pengajuan masalah.
memahami maksud dari permasalahan atau Pengajuan masalah (problem posing) semakin
soal tersebut. Jika siswa sudah bisa memahami mendapat banyak perhatian karena manfaatnya
maksud dari soal tersebut siswa akan mencoba yang semakin besar. Pengajuan masalah dapat
membuat perencanaan untuk menyelesaikan dikaitkan denganpemecahan masalah.
soal tersebut, namun jika siswa belum mampu Pengajuan masalah merupakan sarana
merencanakan penyelesaian dari soal tersebut, melatihkan siswa memahami masalah dan
siswa dibimbing untuk membaca soal tersebut membangun pola atau strategi pemecahan
dan memahaminya kembali. masalah. Pengajuan masalah dapat juga
Pada saat siswa sudah bisa membuat dipandang sebagai suatu metode tersendiri
perencanaan penyelesaian soal tersebut maka untuk mengembangkan aspek-aspek dalam
siswa melaksanakan rencana tersebut. Untuk matematika seperti mengembangkan
memastikan apakah penyelesaian yang telah penalaran, berpikir kreatif, sikap terhadap
mereka laksanakan itu benar atau tidak, siswa matematika, atau strategi evaluasi pemahaman
diharapkan untuk mengecek kembali pekerjaan siswa. Dalam pengembangannya akan lebih
mereka dengan memperhatikan setipa langkah- optimal apabila pemecahan masalah dan
langkah yang ada. Jika siswa merasa sudah pengajuan masalah tersebut diintegrasikan
benar, siswa dapat mengajukan permasalahan secara bersama.
yang baru untuk mengetahui sejauh mana Pengajuan soal (problem posing)
mereka memahami materi tersebut. Dalam hal dalam pembelajaran intinya meminta siswa
ini terlihat kedinamisan dari tahapan Polya, untuk mengajukan soal atau masalah. Latar
EDU-MAT Jurnal Pendidikan Matematika, Volume 5, Nomor 1, April 2017, hlm 1 - 13 11
belakang masalah dapat berdasar topik yang (3) Pengajuan setelah solusi (post solution
luas, soal yang sudah dikerjakan atau informasi posing), yaitu seorang siswa memodifikasi
tertentu yang diberikan guru kepada tujuan atau kondisi soal yang sudah
siswa.Silver dalam Silver dan Cai (1996:292) diselesaikan untuk membuat soal yang
pengajuan soal (problem posing) diaplikasikan baru.
pada tiga bentuk aktivitas kognitif matematika
yang berbeda, yaitu : Salah satu langkah pembelajaran
(1) Pengajuan pre-solusi (presolution posing) yang melibatkan pemecahan dan pengajuan
yaitu seorang siswa membuat soal dari masalah tersebut, maka ditunjukkan pada
situasi yang diadakan. sintaks berikut.
(2) Pengajuan didalam solusi (within-solution
posing), yaitu seorang siswa merumuskan
ulang soal seperti yang telah diselesaikan.
Pembelajaran yangberorientasi pada pemecahan dan pengajuan masalah dapat melibatkan siswa
secara aktif untuk mendapatkan pengetahuan dan memberi kebebasan untuk membangun
pengetahuan sendiri. Dengan demikian sebenarnya pembelajaran tersebut sudah mengarah pada
pembelajaran yang humanistik. Hal tersebut karena ciri-ciri pembelajaran matematika humanistik
sesuai dan dilakukan pada pembelajaran yang berorientasi pada pemecahan dan pengajuan masalah.
Ciri-ciri yang sesuai tersebut ditunjukkan pada tabel berikut.
Tatag Yuli Eko Siswono, Pembelajaran Matematika yang Realistik-Humanistik 12
Tabel 3 Kaitan Pemecahan dan Pengajuan Masalah dengan Ciri Pembelajaran Matematika
Humanistik
Pemecahan dan Pengajuan Karakteristik Pembelajaran Matematika
Masalah Matematika yang Humanistik
mendorong Kreativitas
1. Fokus pada masalah yang 1. Menempatkan siswa sebagai penemu (inquirer)
konvergen atau divergen, bukan hanya penerima fakta-fakta dan prosedur-
kontekstual yang dipahami prosedur
siswa, serta berkaitan dengan 2. Memberi kesempatan siswa untuk saling
kehidupan sehari-hari. membantu dalam memahami masalah dan
pemecahannya yang lebih mendalam
2. Siswa sebagai subjek dalam 3. Belajar berbagai macam cara untuk
menemukan penyelesaian dan menyelesaikan masalah, tidak hanya dengan
membuat masalah pendekatan aljabar
4. Menunjukkan latar belakang sejarah bahwa
matematika sebagai suatu penemuan atau usaha
keras (endeavor) dari seorang manusia
3. Memperhatikan kebaruan dan 5. Menggunakan masalah-masalah yang menarik
kefasihan siswa dalam dan pertanyaan terbuka (open-ended) tidak
memecahkan dan mengajukan hanya latihan-latihan
masalah 6. Menggunakan berbagai teknik penilaian tidak
hanya menilai siswa berdasar pada kemampuan
mengingat prosedur-prosedur saja
4. Memperhatikan fleksibilitas 7. Mengembangkan suatu pemahaman dan
siswa dalam memecahkan dan apresiasi terhadap ide-ide besar matematika
mengajukan masalah. yang membentuk sejarah dan budaya
8. Membantu siswa melihat matematika sebagai
studi terhadap pola-pola, termasuk aspek
keindahan dan kreativitas
5. Melakukan penilaian otentik 9. Membantu siswa mengembangkan sikap-sikap
terhadap hasil pemecahan percaya diri, mandiri, dan penasaran (curiosity)
maupun pengajuan masalah 10. Mengajarkan materi-materi yang dapat
digunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti
dalam sains, bisnis, ekonomi, atau teknik
Keterangan: = berkaitan dengan atau ditunjukkan dengan
matematika, pengajaran di kelas, dan Haglund, Roger. tanpa tahun. Using Humanistic
memandang siswa yang belajar. Content and Teaching Methods to
Sebaiknya kita ingat, sebaik apapun alat Motivate Students and Counteract
atau kendaraan yang kita pakai, tetap Negative Perceptions of
tergantung pada pelaku atau sopir yang Mathematics.
memakai ataupun mengarahkannya. Semoga http://www2.hmc.edu/www_commo
tulisan ini dapat menjadi wacana guru untuk n/hmjn/haglund.doc
meningkatkan mutu proses pembelajaran.. Kompas, Jum’at, 28 Januari 2005
Silver, E. & Cai, J. (1996). An analysis of
DAFTAR PUSTAKA Aritmatic Problem Posing by Midlle
Anonim. tanpa tahun. Web-site Freudenthal School Students. Journal for
Institute. http://www.fi.uu.nl Research In Mathematics
Buletin PMRI dalam beberapa edisi Penerbitan Education, V.27, N.5, November
(Oktober 2003, Januari 2004, 1996, h.521-539
Oktober 2004, Juni 2005, Siswono, Tatag Y.E. & Lastiningsih, Netti. 2007.
April2007). Matematika 1. SMP dan MTs untuk
Brown, Stephen I. 2002. Humanistic Kelas VII. Jakarta: Esis Imprint
Mathematics: Personal Evolution Erlangga
and Excavations. Susilo, Frans. 2004. Matematika Humanistik.
http://www2.hmc.edu/www_commo Yogyakarta: Basis
n/hmjn/brown.pdf