Anda di halaman 1dari 13

EDU-MAT Jurnal Pendidikan Matematika, Volume 5, Nomor 1, April 2017, hlm 1 - 13

PEMBELAJARAN MATEMATIKA YANG REALISTIK-HUMANISTIK1

Tatag Yuli Eko Siswono

FMIPA UNESA Surabaya


Jl. Ketintang Wiyata No 48 Surabaya
E-mail : tatagyes@gmail.com

Abstrak. Pembelajaran matematika diyakini sebagai sarana memberikan bekal


pengetahuan untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan berpikir, serta
pengetahuan pendukung mempelajari pengetahuan lain. Matematika memiliki objek
abstrak dan dipandang bebas nilai manusiawi. Tetapi dalam pembelajarannya tidak dapat
melepaskan diri dari unsur “realistik” dan humanistik. Kecenderungan dewasa ini
pembelajaran matematika yang dikembangkan adalah pembelajaran matematika
humanistik dengan pendekatan realistik. Makalah ini akan menguraikan suatu pandangan
pembelajaran matematika realistik-humanistik, keterkaitan dengan PMRI, dan
pembelajaran berorientasi pemecahan dan pengajuan masalah matematika.

Kata kunci: humanistik, realistik-humanistik, PMRI, pengajuan masalah, pemecahan


masalah

Banyak pendapat yang mengatakan bahwa kepribadian sebagai bagian dari kecakapan
pengajaran matematika belum menekankan hidup merupakan tugas semua mata pelajaran
pada pengembangan daya nalar (reasoning), di sekolah. Pembelajaran yang demikian
logika dan proses berpikir siswa. Pengajaran menjauhkan siswa dari sifat kemanusiaannya.
matematika umumnya didominasi oleh penge- Siswa seolah-olah dipandang sebagai robot
nalan rumus-rumus serta konsep-konsep seca- atau benda/alat yang dipersiapkan untuk
ra verbal, tanpa ada perhatian yang cukup mengerjakan atau menghasilkan sesuatu. Guru
terhadap pemahaman siswa. Selain itu, proses melakukan demikian karena beberapa alasan,
belajar mengajar hampir selalu berlangsung seperti diungkapkan Haglund (tanpa tahun),
dengan metode ceramah yang mekanistik, antara lain guru matematika tersebut tidak
dengan guru menjadi pusat dari seluruh menyukai matematika dan sulit mengadaptasi
kegiatan di kelas. Siswa mendengarkan, meniru strategi-strategi baru, guru memandang
atau mencontoh dengan persis sama cara yang matematika sebagai hierarkhis yang harus
diberikan guru tanpa inisiatif. Siswa tidak diajarkan sesuai urutan kurikulum dan tidak
dibiarkan atau didorong mengoptimalkan poten- perlu menambahkan tujuan lain, dan waktu
si dirinya, mengembangkan penalaran maupun yang digunakan dapat lebih cepat.
kreativitasnya. Pembelajaran matematika juga Menghadapi kondisi itu, pembela-
seolah-olah dianggap lepas untuk mengem- jaran matematika harus mengubah citra dari
bangkan kepribadian siswa. Pembelajaran pembelajaran yang mekanistis menjadi
matematika dianggap hanya menekankan humanistik yang menyenangkan. Pembelajaran
faktor kognitif saja, padahal pengembangan yangdulunya memasung kreativitas siswa

1Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika Program Studi Pendidikan
Matematika FKIP Universitas Lambung Mangkurat, 25 Maret 2017

1
Tatag Yuli Eko Siswono, Pembelajaran Matematika yang Realistik-Humanistik 2

menjadi yang membuka kran kreativitas. diri sendiri maupun lingkungan sekitarnya.
Pembelajaran yang dulu berkutat pada aspek Pengetahuan matematika tidak terbentuk
kognitif menjadi yang berkubang pada semua dengan menerima atau menghafal rumus-
aspek termasuk kepribadian dan sosial. rumus dan prosedur-prosedur, tetapi dengan
Pembelajaran matematika harus mengubah membangun makna dari apa yang sedang
pandangan dari “as tool” menjadi “as human dipelajari. Siswa aktif mencari, menyelidiki,
activity”. Pertanyaaannya “bagaimanakah ciri merumuskan, membuktikan, mengaplikasikan
pembelajaran matematika yang humanistik apa yang dipelajari. Siswa juga mungkin
itu?”, “bagaimana pembelajaran matematika melakukan kesalahan dan dapat belajar dari
yang realistik-humanistik”, dan “apakah PMRI kesalahan tanpa takut untuk berbuat salah
sejalan dengan pembelajaran matematika dengan melakukan ujicoba atau eksperimen.
humanistik?”. Guru berperan sebagai fasilitator dan motivator.
Guru menumbuhkan motivasi dalam diri siswa
PEMBELAJARAN MATEMATIKA untuk mempelajari dan memahami matematika
HUMANISTIK secara bermakna serta memberikan dorongan
Matematika humanistik bukanlah hal dan fasilitas untuk belajar mandiri maupun
baru dalam matematika, sebab para kelompok. Proses pembelajaran tidak hanya
matematikawan terdahulu seperti Plato, Euclid, berfokus pada aspek kognitif, tetapi juga intuisi
atau Mandelbrot telah mengaitkan matematika dan kreativitas siswa. Pembelajaran matemati-
dengan keindahan, kreativitas, atau imajinasi ka secara manusiawi akan membentuk nilai-
dalam matematika. Pada dasarnya matematika nilai kemanusiaan dalam diri siswa. Selain
humanistik melibatkan pengajaran yang isinya memahami dan menguasai konsep matematika,
humanistik (humanistic content) dengan meng- siswa akan terlatih bekerja mandiri maupun
gunakan pendidikan humanistik (humanistic bekerjasama dalam kelompok, bersikap kritis,
pedagogy) dalam keyakinan bahwa kekurangan kreatif, konsisten, berpikir logis, sistematis,
motivasi siswa merupakan akar penyebab dari menghargai pendapat, jujur, percaya diri, dan
masalah-masalah sikap dan literasi dalam bertanggung jawab. Pada aspek ini kreativitas
pendidikan matematika. Gerakannya adalah guru untuk memfasilitasi kegiatan belajar siswa
mencari kembali proses-proses pendidikan dengan berbagai metode dan kreativitas siswa
yang menyenangkan (excitement) dan menan- untuk menemukan atau membangun penge-
tang (wonderment) dengan kegiatan-kegiatan tahuannya sendiri saling terpadu dan
penemuan (discovery) dan kreasi/karyacipta menunjang bagi keberhasilan tujuan belajar
(Haglund, tanpa tahun). Dengan demikian siswa.
matematika humanistik mengarahkan pada Pembelajaran matematika yang ma-
pembelajaran yang memberikan keleluasaan nusiawi berkaitan dengan usaha merekon-
siswa untuk belajar secara aktif yang struksi kurikulum matematika sekolah, sehingga
menyenangkan dan memberikan kebebasan matematika dapat dipelajari dan dialami
siswa untuk tertantang melakukan kreasi-kreasi. sebagai bagian kehidupan manusia. Kaitan
White (dalam Susilo, 2004) menjelas- matematika dan dunia nyata atau mata
kan bahwa matematika humanistik mencakup pelajaran lain perlu dijabarkan secara konkrit.
dua aspek pembelajaran, yaitu pembelajaran Brown (2002) menyebutkan beberapa topik
matematika secara manusiawi dan pembelajar- yang dapat dikaitkan dengan dunia nyata atau
an matematika yang manusiawi. Aspek pertama mata pelajaran lainnya, misalkan seni (simetri,
berkaitan dengan proses pembelajaran mate- perspektif, representasi spasial, dan pola
matika yang menempatkan siswa sebagai (termasuk fraktal) untuk menciptakan karya-
subjek untuk membangun pengetahuannya karya artistik), biologi (penggunaan skala untuk
dengan memahami kondisi-kondisi, baik dalam mengidentifikasi faktor pertumbuhan bermacam
EDU-MAT Jurnal Pendidikan Matematika, Volume 5, Nomor 1, April 2017, hlm 1 - 13 3

organisme), bisnis (optimasasi dari suatu (7) Mengembangkan suatu pemahaman dan
jaringan komunikasi), industri (penggunaan apresiasi terhadap ide-ide besar
matematika untuk mendesain objek-objek tiga matematika yang membentuk sejarah dan
dimensi seperti bangunan), pengobatan (pemo- budaya;
delan suntikan untuk mengeliminasi infeksi (8) Membantu siswa melihat matematika
penyakit), fisika (penggunaan vektor untuk sebagai studi terhadap pola-pola,
memodelkan gaya). Siswono & Lastiningsih termasuk aspek keindahan dan kreativitas;
(2007) juga menunjukkan keterkaitan topik-topik (9) Membantu siswa mengembangkan sikap-
matematika untuk siswa kelas VII yang sesuai sikap percaya diri, mandiri, dan penasaran
dengan Kurikulum 2007 (KTSP) dengan dunia (curiosity);
nyata atau mata pelajaran lain, seperti bilangan (10) Mengajarkan materi-materi yang dapat
bulat (suhu planet, suhu kota), bilangan digunakan dalam kehidupan sehari-hari,
pecahan (kemasan obat, kandungan bahan, seperti dalam sains, bisnis, ekonomi, atau
dosis minum, resep, laporan survei di koran, teknik.
iklan), aljabar (masalah perdagangan, untung- Beberapa ciri yang diungkapkan
rugi, pajak, sejarah), persamaan dan Haglund tersebut sebenarnya mengarah pada
pertidaksamaan(dosis minum obat, lalu lintas, ciri-ciri pembelajaran yang menekankan pada
fisika), perbandingan (skala, denah, arsitektur, aspek berpikir kreatif atau kreativitas siswa.
resep, frekuensi radio), himpunan (polling atau Berpikir kreatif sebagai proses mental dan
survei), garis dan sudut (seni, arsitektur), kreativitas sebagai sebuah produk dari berpikir
segitiga dan segiempat (seni, arsitektur, parkir, kreatif diindikasikan dengan beberapa aspek
geografi). yang akan dijelaskan berikut.
Berdasar pandangan di atas, maka
dapat dijabarkan beberapa ciri umum dari PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK-
pembelajaran matematika humanistik, seperti HUMANISTIK
disebutkan oleh Haglund (tanpa tahun) yaitu: Pembelajaran matematika realistik
(1) Menempatkan siswa sebagai penemu dan humanistik sebenarnya dapat disandingkan
(inquirer) bukan hanya penerima fakta- secara setara tetapi tidak dapat disamakan.
fakta dan prosedur-prosedur; Pembelajaran matematika humanistik meliputi
(2) Memberi kesempatan siswa untuk saling konten matematika yang humanistik dan pendi-
membantu dalam memahami masalah dan dikan/pengajaran yang humanistik. Bagaimana
pemecahannya yang lebih mendalam; konten matematika yang humanistik? Tentunya
(3) Belajar berbagai macam cara untuk me- konten yang realistik yang dapat diindera atau
nyelesaikan masalah, tidak hanya dengan dipikirkan secara realistik atau seoptimal
pendekatan aljabar; mungkin dikaitkan dengan konteks kehidupan
(4) Menunjukkan latar belakang sejarah sehari-hari. Mengapa dilakukan demikian? Agar
bahwa matematika sebagai suatu siswa termotivasi dan menyukai matematika
penemuan atau usaha keras (endeavor) sebagaimana dasar dari pendidikan yang
dari seorang manusia; humanistik.
(5) Menggunakan masalah-masalah yang Pembelajaran matematika realistik
menarik dan pertanyaan terbuka (open- yang di Indonesia dinamakan PMRI
ended) tidak hanya latihan-latihan; (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia)
(6) Menggunakan berbagai teknik penilaian menerapkan prinsip-prinsip dalam pembelajar-
tidak hanya menilai siswa berdasar pada an humanistik. PMRI mendasarkan pada teori
kemampuan mengingat prosedur-prosedur pendidikan matematika yang dikembangkan di
saja; Belanda yang dinamakan “Realistics
Mathematics Educations (RME)”. Kemudian
Tatag Yuli Eko Siswono, Pembelajaran Matematika yang Realistik-Humanistik 4

dikembangkan dengan situasi dan kondisi serta Pemerintah Belanda mereformasikan


konteks di Indonesia, maka ditambahkan kata pendidikan matematika dengan istilah “realistic”
“Indonesia” untuk memberi ciri yang berbeda. tidak hanya berhubungan dengan dunia nyata
Prinsip dan karakteristik dasar dari PMRI tetap saja, tetapi juga menekankan pada masalah
sama mendasarkan pada RME. nyata yang dapat dibayangkan ( to imagine).
RME dikembangkan oleh Freu- Kata “to imagine” sama dengan “zich Realise-
denthal Instituut, Belanda dan koleganya IOWA. ren” dalam Bahasa Belanda. Jadi penekanan-
Proyek pertama yang berhubungan dengan nya pada membuat sesuatu masalah itu
RME adalah proyek Wiskobas oleh Wijdeveld menjadi nyata dalam pikiran siswa. Dengan
dan Goffree. Bentuk dari RME dikembangkan demikian konsep-konsep yang abstrak (formal),
oleh Freudentahl pada tahun 1977. dapat saja sesuai dan menjadi masalah siswa,
Menurutnya, matematika harus dihubungkan selama konsep itu nyata berada (dapat diterima
dengan kenyataan, berada dekat dengan siswa oleh) pikiran siswa.
dan relevan dengan kehidupan masyarakat Penggunaan masalah nyata (context
agar memiliki nilai manusiawi. Pandangannya problem) sangat signifikan dalam PMRI.
menekankan bahwa materi-materi matematika Berbeda dengan pembelajaran tradisional, yang
harus dapat ditransmisikan sebagai aktifitas menggunakan pendekatan mekanistik, yang
manusia (human activity). Pendidikan seharus- memuat masalah-masalah matematika secara
nya memberikan kesempatan siswa untuk “re- formal (“naked problems”). Sedangkan jika
invent” (menemukan/menciptakan) matematika menggunakan masalah nyata, dalam pende-
melalui praktek (doing it). Dengan demikian katan mekanistik, sering digunakan sebagai
dalam pendidikan matematika, matematika penyimpulan dari proses belajar. Fungsi
seharusnya tidak sebagai sistem yang tertutup masalah nyata hanya sebagai materi aplikasi
tetapi sebagai suatu aktivitas dalam proses (penerapan) pemecahan masalah nyata dan
pematematikaan. Terdapat dua proses pemate- menerapkan apa yang telah dipelajari
matikaan, yaitu pematematikaan horisontal dan sebelumnya dalam situasi yang terbatas.
vertikal (http://www.fi.uu.nl). Pematematikaan Dalam PMRI, masalah nyata
horisontal adalah siswa dengan pengetahuan berfungsi sebagai sumber dari proses belajar
yang dimilikinya (mathematical tools) dapat masalah nyata dan situasi nyata, keduanya
mengorganisasikan dan memecahkan masalah digunakan untuk menunjukkan dan menerap-
nyata dalam kehidupan sehari-hari. Sedang kan konsep-konsep matematika. Ketika siswa
pematematikaan vertikal adalah proses mengerjakan masalah-masalah nyata mereka
reorganisasi dalam sistem matematika itu dapat mengembangkan ide-ide/konsep-konsep
sendiri, sebagai contoh menemukan cara matematika dan pemahamanya. Pertama,
singkat menemukan hubungan antara konsep- mereka mengembangkan strategi yang
konsep dan strategi-strategi, dan kemudian mengarah (dekat) dengan konteks. Kemudian
menerapkan strategi-strategi itu. Singkatnya, aspek-aspek dari situasi nyata tersebut dapat
pematematikaan horisontal berkaitan dengan menjadi lebih umum., artinya model atau
perubahan dunia nyata menjadi simbol-simbol strategi tersebut dapat digunakan untuk
dalam matematika, sedangkan pematematikaan memecahkan masalah lain. Bahkan model
vertikal adalah pengubahan dari simbol-simbol tersebut memberikan akses siswa menuju
ke simbol matematika lainnya (moving within pengetahuan matematika yang formal.
the world of symbols). Meskipun perbedaan Untuk menjembatani antara tingkat
antara 2 tipe ini menyolok, tetapi tidak berarti informal dan formal tersebut, model/strategi
bahwa 2 tipe tersebut terpisah sama sekali. harus ditingkatkan dari “model of” menjadi
Freudenthal menekankan bahwa 2 tipe tersebut “model for”. Perbedaan lain dari PMRI dan
sama-sama bernilai. pendekatan tradisional adalah pendekatan
EDU-MAT Jurnal Pendidikan Matematika, Volume 5, Nomor 1, April 2017, hlm 1 - 13 5

tradisional menfokuskan pada bagian kecil penyelidikan fenomena-fenomena ter-


materi, dan siswa diberikan prosedur yang tetap sebut adalah untuk menemukan situasi-
untuk menyelesaikan latihan dan sering situasi masalah khusus yang dapat
individual. Pada PMRI, pembelajaran lebih luas digeneralisasikan dan dapat digunakan
(kompleks) dan konsep-konsepnya bermakna. sebagai dasar pematematikaan
Siswa diperlakukan sebagai partisipan yang vertikal. Pada prinsip ini memberikan
aktif dalam pembelajaran, sehingga dapat kesempatan bagi siswa untuk meng-
mengembangkan ide-ide matematika. Kaitan gunakan penalaran (reasoning) dan
PMRI dengan pembelajaran matematika kemampuan akademiknya untuk
humanistik sekaligus mengembangkan mencapai generalisasi konsep
kreativitas ditunjukkan pada prinsip dan ciri dari matematika.
PMRI tersebut. PMRI mempunyai tiga prinsip (3) Self-developed Models (pengembangan
kunci, yaitu: model sendiri):
(1) Guided Reinvention (menemukan Kegiatan ini berperan sebagai
kembali) /Progressive Mathematizing jembatan antara pengetahuan informal dan
(matematisasi progresif): matematika formal. Model dibuat siswa
Peserta didik harus diberi sendiri dalam memecahkan masalah.
kesempatan untuk mengalami proses Model pada awalnya adalah suatu model
yang sama sebagaimana konsep- dari situasi yang dikenal (akrab) dengan
konsep matematika ditemukan. Pembe- siswa. Dengan suatu proses generalisasi
lajaran dimulai dengan suatu masalah dan formalisasi, model tersebut akhirnya
kontekstual atau realistik yang menjadi suatu model sesuai penalaran
selanjutnya melalui aktifitas siswa matematika. Prinsip ini memberikan kontri-
diharapkan menemukan “kembali” sifat, busi untuk pengembangan kepribadian
definisi, teorema atau prosedur- siswa yang yakin, percaya diri, dan berani
prosedur. Masalah kontekstual dipilih mempertahankan pendapat (bertanggung
yang mempunyai berbagai kemungkin- jawab) terhadap model yang dibuat sendiri
an solusi. Perbedaan penyelesaian serta menerima kesepakatan atau
atau prosedur peserta didik dalam kebenaran dari pendapat teman lain.
memecahkan masalah dapat digunakan Prinsip ini juga mendorong kreativitas siswa
sebagai langkah proses pematemati- untuk membuat model sendiri dalam
kaan baik horisontal maupun vertikal. memecahkan masalah.
Pada prinsip ini siswa diberikan Adapun PMRI memiliki 5 karakteris-
kesempatan untuk menunjukkan tik, yaitu:
kemampuan berpikir kreatifnya untuk (1) Menggunakan konteks
memecahkan masalah, sehingga Konteks adalah lingkungan keseha-
menghasilkan jawaban maupun cara rian siswa yang nyata. Dalam matematika
atau strategi yang berbeda (divergen) tidak selalu diartikan “konkret”, dapat juga
dan “baru” secara fasih dan fleksibel. sesuatu yang telah dipahami siswa atau
(2) Didactical Phenomenology (fenomena dapat dibayangkan siswa. Belajar mate-
didaktik): matika adalah membuat hubungan antara
Situasi-situasi yang diberikan pengetahuan yang dimiliki siswa dengan
dalam suatu topik matematika disajikan yang akan dipelajarinya.
atas dua pertimbangan, yaitu melihat (2) Menggunakan model
kemungkinan aplikasi dalam peng- Model diarahkan pada model konkret
ajaran dan sebagai titik tolak dalam meningkat ke abstrak atau model dari
proses pematematikaan. Tujuan situasi nyata atau model untuk arah abstrak.
Tatag Yuli Eko Siswono, Pembelajaran Matematika yang Realistik-Humanistik 6

Penggunaan model ini memberikan kesem- PMRI sudah mengembangkan pembela-


patan kepada siswa mengembang-kan jaran matematika humanistik. Untuk lebih
penalaran maupun kreativitas. memudahkan kaitan prinsip dan karak-
(3) Menggunakan kontribusi siswa teristik PMRI dengan pembelajaran
Kontribusi yang besar pada proses humanistik dapat dilihat pada tabel berikut.
belajar mengajar diharapkan dari kontsruksi Untuk menunjukkan fakta-fakta bahwa
peserta didik sendiri yang mengarahkan PMRI menekankan pada pembelajaran
mereka dari metode informal mereka ke matematika humanistik siswa berikut
arah yang lebih formal atau baku. Ciri ini ditunjukkan beberapa pengalaman dan
juga mendorong kreativitas maupun pendapat guru SD/MI, pengamat ujicoba,
penalaran dan kepribadian siswa untuk konsultan maupun pengembang yang
berani dan mau berbagi pemikiran maupun terlibat dalam proyek PMRI berikut. Hj.
pendapat dalam menyelesaikan suatu Muzenah Fachir, S.Pd (Guru SD Islam
masalah. Sabilal Muhtadin, Bandung): Mengajar
(4) Interaktivitas konsep perkalian dengan tutup botol
Dalam pembelajaran konstruktif bekas sebagai media membuat siswa
diperhatikan interaksi, negosisasi secara menemukan sendiri konsep dasar
eksplisit, intervensi, kooperasi dan evaluasi perkalian dan pembelajaran menjadi
sesama peserta didik, peserta didik-guru, bermakna dan menyenangkan. (Buletin
dan guru-lingkungannya. Proses belajar PMRI, Juni 2005)
mengajar berlangsung secara interaktif, dan (2) Tatag Y.E. Siswono (Dosen UNESA):
siswa menjadi fokus dari semua aktifitas di Hasil wawancara dan observasi
kelas. Kondisi ini mengubah otoritas guru mengindikasikan bahwa pembelajaran
yang semula sebagai satu-satunya pusat PMRI memberi dampak pengiring (tak
dan sumber pengetahuan menjadi seorang langsung) bagi siswa, yaitu mereka
pembimbing. Guru harus melatih otoritas ini menjadi tertib, berani mengungkapkan
dengan cara memilih kegiatan-kegiatan pendapat dan mengajukan pertanyaan,
instruksional yang akan dilaksanakan, me- berpikir kreatif dan antusias. (Buletin
laksanakan dan membimbing pelaksanaan PMRI, Juni 2005) Widawati, S.Si (Guru SD
diskusi, dan menyeleksi kontribusi-kontribusi Al Hikmah Surabaya): PMRI memanglah
yang diberikan siswa (untuk dibahas secara tidak mudah tapi akhirnya memberikan
klasikal). Dalam proses ini pembelajaran hasil yang luar biasa. Karena anak didik
matematika mengembangkan aspek-aspek terbiasa berani menyampaikan pendapat
afektif, seperti demokrasi, menghargai yang disertai alasan. Anak terbiasa
pendapat, antusias, aktif dan berbagi- menghargai pendapat orang lain, berani
berdiskusi dengan teman lain ataupin guru. berkata salah atau benar yang disertai
(5) Terintegrasi dengan topik pembelajaran alasan. (Buletin PMRI, Januari 2004)
lainnya (3) Widawati, S.Si (Guru SD Al Hikmah
Dalam pembelajaran menggunakan Surabaya): PMRI memanglah tidak mudah
pendekatan holistik, artinya bahwa topik- tapi akhirnya memberikan hasil yang luar
topik belajar dapat dikaitkan dan diintegrasi- biasa. Karena anak didik terbiasa berani
kan sehingga memunculkan pemahaman menyampaikan pendapat yang disertai
suatu konsep atau operasi secara terpadu. alasan. Anak terbiasa menghargai
Hal ini memungkinkan efisiensi dalam pendapat orang lain, berani berkata salah
mengajarkan beberapa topik pelajaran. atau benar yang disertai alasan. (Buletin
(1) Apabila mencermati prinsip dan PMRI, Januari 2004)
karakteristik PMRI tersebut sebenarnya
EDU-MAT Jurnal Pendidikan Matematika, Volume 5, Nomor 1, April 2017, hlm 1 - 13

Tabel 1 Kaitan PMRI dengan Ciri Pembelajaran Matematika Humanistik

Prinsip dan Karakteristik PMRI Karakteristik Pembelajaran Matematika


Humanistik
P1: Menemukan Kembali 1. Menempatkan siswa sebagai penemu (inquirer)
(Memunculkan aspek kreativitas) bukan hanya penerima fakta-fakta dan prosedur-
prosedur
P2: Fenomena Didaktik 2. Memberi kesempatan siswa untuk saling
(Memunculkan aspek kreativitas) membantu dalam memahami masalah dan
pemecahannya yang lebih mendalam
P3: Pengembangan Model Sendiri 3. Belajar berbagai macam cara untuk
(Memunculkan aspek kreativitas: menyelesaikan masalah, tidak hanya dengan
kefasihan, kebaruan, fleksibilitas, pendekatan aljabar
percaya diri, mandiri, ingintahu) 4. Menunjukkan latar belakang sejarah bahwa
matematika sebagai suatu penemuan atau
usaha keras (endeavor) dari seorang manusia
K1: Penggunaan Konteks 5. Menggunakan masalah-masalah yang menarik
(Fokus terhadap masalah ) dan pertanyaan terbuka (open-ended) tidak
hanya latihan-latihan
K2: Penggunaan Model 6. Menggunakan berbagai teknik penilaian tidak
(Memunculkan orisionalitas, hanya menilai siswa berdasar pada kemampuan
sensitivitas, fleksibilitas, kefasihan) mengingat prosedur-prosedur saja
K3: Penggunaan Kontribusi Siswa 7. Mengembangkan suatu pemahaman dan
(Memunculkan aspek kreativitas: apresiasi terhadap ide-ide besar matematika
kefasihan, kebaruan, fleksibilitas, yang membentuk sejarah dan budaya
percaya diri, mandiri, ingintahu, 8. Membantu siswa melihat matematika sebagai
disiplin, tekun ) studi terhadap pola-pola, termasuk aspek
keindahan dan kreativitas
K4: Interaktivitas 9. Membantu siswa mengembangkan sikap-sikap
(Memunculkan toleransi,kerjasama) percaya diri, mandiri, dan penasaran (curiosity)
K5: Intertwining 10. Mengajarkan materi-materi yang dapat
(Memunculkan fleksibilitas) digunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti
dalam sains, bisnis, ekonomi, atau teknik
Keterangan: = berkaitan dengan atau ditunjukkan dengan

(4) Mardiati, S.Pd (Guru SD Laboratorium meningkatkan budi pekerti yang luhur
Unesa): Saya dapat bernafas lega setelah (Siswa bisa menyadari kekeliruan yang
berkenalan dengan PMRI....Sehingga sudah diperbuatnya sendiri). (Buletin
muncul perubahan-perubahan yang PMRI, Januari 2004)
berarti, (1) anak didik lebih senang pada (5) Mustari Admini (Guru SD BOPKRI III
matematika dan ceria (tanpa ada tekanan Yogyakarta): Pelajaran berlangsung dalam
batin), (2) anak lebih disiplin dan teratur suasana yang hidup dan menyenangkan
(tanpa ada ultimatum yang menakutkan), dimana siswa terlihat aktif, kreatif, dan
(3) anak bisa berpikir kreatif, (4) anak bersemangat. (Buletin PMRI, Oktober
berani menuangkan yang ada 2004)
dipikirannya, (5) yang paling penting

7
Tatag Yuli Eko Siswono, Pembelajaran Matematika yang Realistik-Humanistik 8

(6) Mulyono (Guru SD Negeri timbulharjo mengibaratkan PMRI itu seperti wadah
Sleman): PMRI merupakan pendekatan besar. PMRI adalah wadah besar untuk
pengajaran matematika yang didalamnya membina kemampuan bernalar anak,
terkandung nilai saling menghargai, kemampuan berpikir sistematis dan logis,
sehingga PMRI dapat dipakai sebagai keberanian berbicara, menghargai orang
media belajar berdemokrasi. (Buletin lain, berdemokrasi. Logika sudah tertanam
PMRI, Oktober 2004) tinggal melatih kecepatan. Dengan segala
(7) Denny Dwi Setyawan (Mahasiswa USD banyak kemungkinan tersebut anak-anak
Yogyakarta): Dengan pendekatan PMRI, pasti siap menghadapi ujian. (Buletin
pembelajaran matematika memberikan PMRI, April 2007)
kebebasan siswa dalam menyelesaikan
masalah....Ternyata mengajarkan PEMECAHAN MASALAH (PROBLEM
matematika melalui kegiatan mengaktifkan SOLVING) DAN PENGAJUAN MASALAH
memunculkan kreativitas siswa dalam (PROBLEM POSING) SEBAGAI STRATEGI
membedakan bangun-bangun. (Buletin BELAJAR MATEMATIKA REALISTIK-
PMRI, Oktober 2004) HUMANISTIK
(8) Annie Makkink (Anggota mitra PMRI dari
Project Bilaterale samenwerking Indonesie Dalam kehidupan manusia selalu
(PBSI)): Pembelajaran matematika yang dihadapkan pada suatu masalah dan berusaha
membebaskan anak berkeasi (dalam hal untuk menyelesaikan masalah. Kemampuan
ini PMRI) merupakan cara untuk seseorang menyelesaikan masalah secara
mengenal adanya keragaman dan strategis dan fleksibel perlu diajarkan dan
perbedaan kepada anak. (Kompas, diwariskan pada setiap generasi ke generasi.
Jum’at, 28 januari 2005) Dengan demikian wajar dan masuk akal jika
(9) Prof. R. Soedjadi (Tim PMRI Unesa fokus pendidikan terutama matematika saat ini
Surabaya): Disadari atau tidak PMRI adalah pada pemecahan masalah (problem
secara bertahap mengubah “budaya guru posing). Kurikulum Indonesia sejak tahun 1968
mengajar” dan “budaya siswa belajar”. sudah menempatkan fokus tersebut meskipun
Marilah kita sadari perlunya PMRI untuk pada kenyataannya prinsip-prinsip tersebut
menyongsong masa depan Indonesia belum dimaknai dengan sepenuh hati.
yang lebih baik. (Buletin PMRI, Oktober Pemecahan masalah merupakan
2003) suatu proses atau upaya seorang individu untuk
(10) Drs. Gatot Sulanjono (Kepala Sekolah SD merespon atau mengatasi halangan atau
Al Hikmah): (R):Bagaimana ceritanya SD kendala-kendala ketika suatu jawaban atau
Al Hikmah terlibat PMRI? G: Pada tahun metode jawaban belum nampak jelas.
2000 saya menjadi peserta Workshop Pemecahan masalah merupakan aktivitas
Nasional PMRI yang pertama di interdisipliner dan tidak dapat dipisahkan
Yogyakarta. Pada waktu itu saya masih sebagai suatu unit atau pokok bahasan
menjadi guru, belum Kepala Sekolah. tersendiri dalam matematika.
Saya melihat bahwa PMRI merupakan Suatu soal atau pertanyaan yang
model pembelajaran yang baik. PMRI diberikan dapat saja merupakan masalah bagi
memberikan kesempatan yang luas seorang individu atau mungkin juga tidak. Suatu
kepada siswa untuk bernalar, mendorong pertanyaan merupakan masalah bagi
siswa berani berbicara, dan mengajarkan seseorang, belum tentu merupakan masalah
saling pengertian dan menghargai orang bagi orang lain. Seorang yang mendapat suatu
lain. ....R: Bagaimana dengan hasil ujian pertanyaan yang merupakan masalah bagi
akhir sekolah (UAS) nanti? G: Saya dirinya tentu ia akan segera mencari suatu
EDU-MAT Jurnal Pendidikan Matematika, Volume 5, Nomor 1, April 2017, hlm 1 - 13 9

aturan atau hukum tertentu untuk (1) Seseorang harus menyadari suatu situasi
mendapatkan, memecahkan masalah sekaligus (pertanyaan-pertanyaan atau isu-isu) yang
menjawab pertanyaan tersebut. Singkatnya, menjadi masalahnya,
suatu situasi merupakan masalah bagi (2) Mereka harus menyadari kenyataan
seseorang jika ia menyadari eksistensi atau bahwa situasi tersebut memerlukan
mengenal bahwa suatu situasi tersebut tindakan (aksi),
memerlukan aksi (tindakan) dan tidak segera (3) Seseorang harus menginginkan bertindak
langsung menemukan pemecahannya. Berikut menghadapi situasi itu,
diberikan ciri dari suatu masalah : (4) Pemecahan suatu masalah itu tidak harus
jelas atau mudah ditangkap orang lain.
Gambaran dari pemecahan masalah tersebut merupakan gambaran suatu konsep pendidikan
humanistik. Langkah pemecahan masalah mengikuti langkah Polya terdapat model linear dan siklik.
Model linier pemecahan masalah yang ditemukan dalam buku teks tidak konsisten dengan
pemecahan masalah yang sebenarnya.

Membaca
Membaca

Memahami
Memutuskan
Atau
Merencanakan
Menyelesaikan

Menyelesaikan
Memeriksa

Memeriksa

Model di atas belum mampu memperlihatkan langkah-langkah Polya yaitu memahami


masalah, membuat rencana penyelesaian, menyelesaikan rencana penyelesaian dan memeriksa
kembali, serta tujuan dalam mengajar siswa untuk berpikir. Model di atas hanya menggambarkan
langkah-langkah yang harus dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah, dan
bersifat hierarki. Dengan model ini, siswa akan terpaku pada langkah-langkah tersebut saja tanpa bisa
menghubungkan antara masing-masing langkah tersebut. Langkah tersebut tidak menampakkan
adanya feedback jika siswa telah bisa menyelesaikan masalah tersebut.
Model linier di atas memberikan dampak sebagai berikut:
(1) Siswamenggambarkanpemecahanmasalahsebagaisebuah proses linier.
(2) Siswaberanggapanbahwa pemecahanmasalahmerupakansuatulangkah-langkah.
(3) Siswamenyiratkanbahwamemecahkanmasalahmatematikamerupakansebuahproseduruntukdihafa
lkan, dipraktekkandanmenjaditerbiasa.
(4) Siswamenyebabkanpenekanandalammemperolehjawaban.
Rumusan tersebut sangat tidak konsisten dengan kegiatan pemecahan masalah yang
sebenarnya. Kerangka yang dibutuhkan yaitu kerangka yang menekankan sifat dinamis dan siklik
seperti terlihat pada gambar berikut.
Tatag Yuli Eko Siswono, Pembelajaran Matematika yang Realistik-Humanistik 10

Pengajuan Memahami
masalah masalah

Memeriksa Membuat
kembali rencana

Melaksanakan
rencana

Kerangka di atas berguna dalam tidak bersifat hierarki saja tetapi ada hubungan
menggambarkan kedinamisan dan antara setiap langkah baik langkah pertama
menginterpretasikan tahapan Polya. Setiap dengan langkah kedua, maupun langkah
anak panah menggambarkan aktivitas siswa pertama dengan langkah ketiga, keempat dan
dalam proses berpikir memecahkan masalah kelima.
matematika. Pada saat siswa menemukan Pada langkah pemecahan masalah
sebuah masalah/soal, siswa mencoba untuk tersebut terdapat langkah pengajuan masalah.
memahami maksud dari permasalahan atau Pengajuan masalah (problem posing) semakin
soal tersebut. Jika siswa sudah bisa memahami mendapat banyak perhatian karena manfaatnya
maksud dari soal tersebut siswa akan mencoba yang semakin besar. Pengajuan masalah dapat
membuat perencanaan untuk menyelesaikan dikaitkan denganpemecahan masalah.
soal tersebut, namun jika siswa belum mampu Pengajuan masalah merupakan sarana
merencanakan penyelesaian dari soal tersebut, melatihkan siswa memahami masalah dan
siswa dibimbing untuk membaca soal tersebut membangun pola atau strategi pemecahan
dan memahaminya kembali. masalah. Pengajuan masalah dapat juga
Pada saat siswa sudah bisa membuat dipandang sebagai suatu metode tersendiri
perencanaan penyelesaian soal tersebut maka untuk mengembangkan aspek-aspek dalam
siswa melaksanakan rencana tersebut. Untuk matematika seperti mengembangkan
memastikan apakah penyelesaian yang telah penalaran, berpikir kreatif, sikap terhadap
mereka laksanakan itu benar atau tidak, siswa matematika, atau strategi evaluasi pemahaman
diharapkan untuk mengecek kembali pekerjaan siswa. Dalam pengembangannya akan lebih
mereka dengan memperhatikan setipa langkah- optimal apabila pemecahan masalah dan
langkah yang ada. Jika siswa merasa sudah pengajuan masalah tersebut diintegrasikan
benar, siswa dapat mengajukan permasalahan secara bersama.
yang baru untuk mengetahui sejauh mana Pengajuan soal (problem posing)
mereka memahami materi tersebut. Dalam hal dalam pembelajaran intinya meminta siswa
ini terlihat kedinamisan dari tahapan Polya, untuk mengajukan soal atau masalah. Latar
EDU-MAT Jurnal Pendidikan Matematika, Volume 5, Nomor 1, April 2017, hlm 1 - 13 11

belakang masalah dapat berdasar topik yang (3) Pengajuan setelah solusi (post solution
luas, soal yang sudah dikerjakan atau informasi posing), yaitu seorang siswa memodifikasi
tertentu yang diberikan guru kepada tujuan atau kondisi soal yang sudah
siswa.Silver dalam Silver dan Cai (1996:292) diselesaikan untuk membuat soal yang
pengajuan soal (problem posing) diaplikasikan baru.
pada tiga bentuk aktivitas kognitif matematika
yang berbeda, yaitu : Salah satu langkah pembelajaran
(1) Pengajuan pre-solusi (presolution posing) yang melibatkan pemecahan dan pengajuan
yaitu seorang siswa membuat soal dari masalah tersebut, maka ditunjukkan pada
situasi yang diadakan. sintaks berikut.
(2) Pengajuan didalam solusi (within-solution
posing), yaitu seorang siswa merumuskan
ulang soal seperti yang telah diselesaikan.

Tabel 2 Langkah Pembelajaran yang Melibatkan Pemecahan dan Pengajuan Masalah

Fase Aktivitas/Kegiatan Guru


1. Menyampaikan tujuan dan Menjelaskan tujuan, materi prasyarat, memotivasi siswa, dan
mempersiapkan siswa. mengaitkan materi pelajaran dengan konteks kehidupan
sehari-hari.
2. Mengorientasikan siswa pada Memberikan masalah yang sesuai tingkat perkembangan
masalah melalui pemecahan atau anak untuk diselesaikan atau meminta siswa mengajukan
pengajuan masalah dan masalah berdasar informasi ataupun masalah awal. Meminta
mengorganisasikan siswa untuk siswa bekerja dalam kelompok atau individual dan
belajar. mengarahkan siswa membantu dan berbagi dengan anggota
kelompok atau teman lainnya.
3. Membimbing penyelesaian secara Guru membimbing dan mengarahkan belajar secara efektif
individual maupun kelompok. dan efisien.
4. Menyajikan hasil penyelesaian Guru membantu siswa dalam merencanakan dan
pemecahan dan pengajuan menetapkan suatu kelompok atau seorang siswa dalam
masalah. menyajikan hasil tugasnya.
5. Memeriksa pemahaman dan Memeriksa kemampuan siswa dan memberikan umpan balik
memberikan umpan balik sebagai untuk menerapkan masalah yang dipelajari pada suatu
evaluasi. materi lebih lanjut dan pada konteks nyata masalah sehari-
hari.

Pembelajaran yangberorientasi pada pemecahan dan pengajuan masalah dapat melibatkan siswa
secara aktif untuk mendapatkan pengetahuan dan memberi kebebasan untuk membangun
pengetahuan sendiri. Dengan demikian sebenarnya pembelajaran tersebut sudah mengarah pada
pembelajaran yang humanistik. Hal tersebut karena ciri-ciri pembelajaran matematika humanistik
sesuai dan dilakukan pada pembelajaran yang berorientasi pada pemecahan dan pengajuan masalah.
Ciri-ciri yang sesuai tersebut ditunjukkan pada tabel berikut.
Tatag Yuli Eko Siswono, Pembelajaran Matematika yang Realistik-Humanistik 12

Tabel 3 Kaitan Pemecahan dan Pengajuan Masalah dengan Ciri Pembelajaran Matematika
Humanistik
Pemecahan dan Pengajuan Karakteristik Pembelajaran Matematika
Masalah Matematika yang Humanistik
mendorong Kreativitas
1. Fokus pada masalah yang 1. Menempatkan siswa sebagai penemu (inquirer)
konvergen atau divergen, bukan hanya penerima fakta-fakta dan prosedur-
kontekstual yang dipahami prosedur
siswa, serta berkaitan dengan 2. Memberi kesempatan siswa untuk saling
kehidupan sehari-hari. membantu dalam memahami masalah dan
pemecahannya yang lebih mendalam
2. Siswa sebagai subjek dalam 3. Belajar berbagai macam cara untuk
menemukan penyelesaian dan menyelesaikan masalah, tidak hanya dengan
membuat masalah pendekatan aljabar
4. Menunjukkan latar belakang sejarah bahwa
matematika sebagai suatu penemuan atau usaha
keras (endeavor) dari seorang manusia
3. Memperhatikan kebaruan dan 5. Menggunakan masalah-masalah yang menarik
kefasihan siswa dalam dan pertanyaan terbuka (open-ended) tidak
memecahkan dan mengajukan hanya latihan-latihan
masalah 6. Menggunakan berbagai teknik penilaian tidak
hanya menilai siswa berdasar pada kemampuan
mengingat prosedur-prosedur saja
4. Memperhatikan fleksibilitas 7. Mengembangkan suatu pemahaman dan
siswa dalam memecahkan dan apresiasi terhadap ide-ide besar matematika
mengajukan masalah. yang membentuk sejarah dan budaya
8. Membantu siswa melihat matematika sebagai
studi terhadap pola-pola, termasuk aspek
keindahan dan kreativitas
5. Melakukan penilaian otentik 9. Membantu siswa mengembangkan sikap-sikap
terhadap hasil pemecahan percaya diri, mandiri, dan penasaran (curiosity)
maupun pengajuan masalah 10. Mengajarkan materi-materi yang dapat
digunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti
dalam sains, bisnis, ekonomi, atau teknik
Keterangan: = berkaitan dengan atau ditunjukkan dengan

SIMPULAN mendarah daging. Guru dituntut kreativitasnya,


Pembelajaran matematika realistik- bersikap terbuka, kerja keras, tekun, sabar dan
humanistik memperhatikan dan disesuaikan iklas untuk memberi manfaat kepada siswa
dengan kondisi lingkungan siswa. Dalam yang sebesar-besarnya. Sekarang tinggal
penerapannya harus dilakukan secara bertahap melihat bagaimana penerapan di kelas yang
dengan penuh kesabaran dan ketelatenan. sebenarnya. Keberhasilan menerapkan
Penerapan tersebut jika bertujuan untuk pembelajaran tersebut tergantung pada
menghasilkan siswa dengan kemampuan keyakinan, pengetahuan, sikap, dan praktik
komprehensif yang manusiawi, mensyarat guru di kelas. Keyakinan guru merupakan
perubahan budaya guru yang selama ini sudah konsepsi pandangan guru terhadap
EDU-MAT Jurnal Pendidikan Matematika, Volume 5, Nomor 1, April 2017, hlm 1 - 13 13

matematika, pengajaran di kelas, dan Haglund, Roger. tanpa tahun. Using Humanistic
memandang siswa yang belajar. Content and Teaching Methods to
Sebaiknya kita ingat, sebaik apapun alat Motivate Students and Counteract
atau kendaraan yang kita pakai, tetap Negative Perceptions of
tergantung pada pelaku atau sopir yang Mathematics.
memakai ataupun mengarahkannya. Semoga http://www2.hmc.edu/www_commo
tulisan ini dapat menjadi wacana guru untuk n/hmjn/haglund.doc
meningkatkan mutu proses pembelajaran.. Kompas, Jum’at, 28 Januari 2005
Silver, E. & Cai, J. (1996). An analysis of
DAFTAR PUSTAKA Aritmatic Problem Posing by Midlle
Anonim. tanpa tahun. Web-site Freudenthal School Students. Journal for
Institute. http://www.fi.uu.nl Research In Mathematics
Buletin PMRI dalam beberapa edisi Penerbitan Education, V.27, N.5, November
(Oktober 2003, Januari 2004, 1996, h.521-539
Oktober 2004, Juni 2005, Siswono, Tatag Y.E. & Lastiningsih, Netti. 2007.
April2007). Matematika 1. SMP dan MTs untuk
Brown, Stephen I. 2002. Humanistic Kelas VII. Jakarta: Esis Imprint
Mathematics: Personal Evolution Erlangga
and Excavations. Susilo, Frans. 2004. Matematika Humanistik.
http://www2.hmc.edu/www_commo Yogyakarta: Basis
n/hmjn/brown.pdf

Anda mungkin juga menyukai