Anda di halaman 1dari 6

Jurnal Akuakultur

Imunostimulasi Indonesia,
pada 1(2): 87–92(2002)
Hewan Akuatik Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai 87
http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id

IMUNOSTIMULASI PADA HEWAN AKUATIK


Immunostimulan on Aquatic Organisms

M. Alifuddin
Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor, Kampus Darmaga, Bogor 16680, Indonesia

PENDAHULUAN terhadap infeksi maupun preservasi fisiologik


homeostasi. Respon imunitas hewan akuatik terdiri dari
Pengembangan perikanan budidaya di Indonesia respon non spesifik dan spesifik baik pada ikan (Corbel
berlangsung demikian pesatnya melalui ekstensifikasi 1975) maupun pada udang (Itami 1994; Bechère
dan intensifikasi. Kondisi ini tentunya akan 2000). Karenanya, memori, spesifitas dan
memperbesar peluang berjangkitnya wabah penyakit pengenalan zat asing merupakan dasar mekanisme
ikan yang menimbulkan kerugian ekonomis. Rijkers respon imunitas baik pada ikan maupun udang.
(1981) menyebutkan, bahwa patogen selalu ada dalam
media hidup ikan. Karenanya masalah penyakit infeksi Udang
sewaktu-waktu dapat timbul dalam kegiatan perikanan
Respon imunitas dibentuk oleh jaringan limfoid.
budidaya dan bahkan pada ikan-ikan di perairan umum.
Pada udang, jaringan limfoid menyatu dengan jaringan
Di Indonesia, pernah terjadi beberapa wabah
mieloid, sehingga dikenal sebagai jaringan
penyakit yang mengakibatkan kerugian ekonomi yang
limfomieloid (Corbel 1975; Itami 1994). Produk
tinggi; misalnya pada tahun 1980-an terjadi wabah
jaringan limfomieloid adalah sel-sel darah dan respon
penyakit bercak merah pada ikan budidaya air tawar,
imunitas baik seluler maupun humoral.
pada awal 1990-an penyakit MBV (monodon
Pada udang, organ limfoidnya disebut sebagai
baculovirus) mewabah di pertambakan udang windu.
organ oka, yang mirip dengan sel dentritik retikulum
Bahkan, hingga saat ini penyakit white spote masih
pada folikel mamalia (Itami 1994). Organ oka ini
merupakan kendala yang belum dapat diatasi dalam
terdiri dari 2 lobus, terletak di dorso-anterior
proses produksi udang windu (Penaeus monodon) baik
hepatopankreas dan ventro-lateral lambung anterior dan
di pembenihan maupun di tambak pembesaran.
posterior; secara histologis, anastomosa tubul organ
Pengendalian perluasan penyakit harus dilakukan
limfoid mengandung massa basofilik (Bell dan Lightner
sedini mungkin, agar tidak terjadi wabah penyakit yang
1988).
menyebabkan kerugian ekonomi. Upaya pengendalian
Maynard (1960) menyatakan, bahwa sel hemosit
dapat dilakukan dengan pemakaian bahan kimia,
yang identik dengan leukosit vertebrata adalah
namun pemakaiannya untuk jangka panjang dapat
granulosit dan hialosit. Granula sekretori pada hemosit
menimbulkan dampak negatif. Dampak ini bukan saja
mengandung phenoloksidase (PO), prophenoloksidase
terhadap lingkungan perairan dan patogen-patogen
(proPO) dan serin protease yang berperan dalam respon
yang menjadi resistensi, bahkan terhadap kesehatan
humoral.
konsumen dan antara lain berupa adanya residu
Struktur eksoskeleton dan hambatan kimiawi
antibiotik.
merupakan bagian dari sistem ketahanan non spesifik
Untuk menghindari hal itu, pengembangan
udang. Respon non spesifik yang merupakan ketahanan
ketahanan tubuh perlu dilakukan dengan imunosti-
seluler udang dilakukan oleh sel-sel hemosit bergranula
mulasi (imunisasi—vaksinasi) dan pemakaian imunosti-
(Johansson dan Soederhall 1989; Mori 1990; Itami
mulan yang ramah lingkungan. Secara laboratoris dan
1994), yang dilakukan melalui fagositosis. Fagositosis
pada aplikasi lapangan terbatas, imunostimulasi dapat
merupakan aktivitas primer respon imun udang
meningkatkan sintasan hidup ikan budidaya (Gina
terhadap benda asing (Alvarez dan Friedl 1990; Hinsch
1997; Alifuddin 1999; Alifuddin et al. 2001a, 2001b).
dan Hunte 1990).
Tulisan ini mengulas secara singkat imunostimulasi
Albores et al. (1998) mengemukakan, bahwa
pada hewan akuatik, ikan dan udang, antara lain
komponen mikrobial dapat mengaktivasi respon
mengenai dasar imunostimulasi, preparasi vaksin
pertahanan seluler, dalam hal ini mengaktivasi
konvensional dan imunostimulan.
fagositosis, melanisasi, enkapsulasi, nodulasi dan
koagulasi. Opsonin akan meningkatkan kemampuan
fagosit sel hemosit (McKay dan Jenkin 1970; Johansson
DASAR IMUNOSTIMULASI
dan Soederhall 1985; Itami 1994). Aktivitas ini dapat
Mori (1990) mengemukakan, bahwa respon distimulir oleh 1,3-glukan dan lipopolisakarida (LPS)
imunitas pada hewan merupakan upaya proteksi
88 Muhammad Alifuddin

(Johansson dan Soederhall 1989; Itami 1994; Johansson dilakukan melalui tindak vaksinasi. Induk-induk ikan
dan Soederhall 1985). yang divaksini dapat menurunkan respon imunitas
Respon humoral pada udang dimungkinkan oleh tersebut pada turunannya. Ellis (1988) telah
adanya multivalen sugar binding agglutinin, disebut menguraikan tentang vaksinasi terutama untuk ikan.
sebagai lektin atau hemagglutinin dan monovalen Ikan akan merespon imunostimulasi—vaksinasi
sugar binding residue, disebut beta glukan binding dengan mensintesis antibodi, dikenal sebagai
protein (BGBP). Selain itu, monomerik glikoprotein imunoglobulin (Corbel 1975). Karena itu, antibodi
merupakan faktor humoral yang berperan dalam respon hanya akan bereaksi terhadap agen penginduksinya dan
humoral. Molekul ini dengan berat molekul 76 kDA berfungsi sebagai aglutinin, presipitin, opsonin dan
dan titik isoelektriknya sebesar 7,2 berperan sebagai antitoksin. Imunoglobulin ikan dapat ditemukan dalam
faktor pelekat sel hemosit pada permukaan benda asing plasma darah, mukus dan cairan tubuh.
dan berkaitan dengan sistem proPO, enkapsulasi.
Secara in vitro sistem memacu proses degranulasi Tujuan dan Manfaat Vaksinasi
dengan menghambat sintesis protein dan aggregasi sel Tujuan spesifik vaksinasi adalah untuk memperoleh
hemosit. ketahanan terhadap suatu infeksi tertentu, sehingga
diperoleh sintasan hidup yang tinggi akibat proteksi
Ikan imunologik tersebut. Secara umum, manfaat vaksinasi
Seperti halnya dengan udang, jaringan limfoid ikan antara lain dalam hal: peningkatan daya tahan ikan,
menyatu dengan jaringan mieloid disebut sebagai pencegahan efek samping kemoterapeutika, proteksi
jaringan limfomieloid (Corbel 1975; Walczak 1985). terhadap serangan penyakit infeksi tertentu, keamanan
Pada ikan teleost jaringan limfomieloidnya adalah lingkungan budidaya dari pencemaran bahan
limfa, timus dan ginjal depan (Rijkers 1981; Anderson kemoterapeutik dan keamanan konsumen dari residu
1974; Fänge 1982). Berbeda dengan udang, pada ikan antibiotik.
terdapat populasi sel B dan sel T. Sel-sel ini sangat
berperan dalam respon imunitas baik seluler maupun Jenis dan Sifat Vaksin
humoral. Secara umum terdapat 2 jenis vaksin yakni vaksin
Respon dan faktor humoral antara lain antibodi, konvensional dan vaksin moderen. Penjenisan ini
transferin, interferon, protein C-reaktif; respon dan semata-mata didasarkan atas teknologi produksi vaksin
faktor seluler seperti sel makrofag, sel killer (Kaige et yang digunakan. Produk vaksin dengan teknologi tinggi
al. 1990), neutrofil (Fletcher 1986), reaksi penolakan (hi-tech) dikenal sebagai vaksin moderen; sedangkan
allograft dan hipersensitivitas (Rijkers 1982). Selain vaksin konvensional diproduksi dengan teknologi
itu, barir mekanik dan kimiawi permukaan seperti kulit, sederhana.
sisik dan mukus pada permukaan tubuh dan insang juga Vaksin konvensional dibedakan atas vaksin mati dan
merupakan alat pertahanan tubuh ikan yang bersifat non vaksin hidup. Vaksin mati berasal dari patogen yang
spesifik (Anderson 1974). dimatikan, ekstrak atau bagian-bagian tertentu dari
Respon humoral merupakan respon yang bersifat patogen; sedang vaksin hidup berasal dari patogen yang
spesifik dilakukan oleh suatu substansi yang dikenal dilemahkan atau diatenuasi. Vaksin yang termasuk
sebagai antibodi atau imunoglobulin, sedangkan respon kelompok vaksin moderen atau vaksin biotek adalah
seluler ikan bersifat non spesifik dilakukan oleh "cell vaksin rekombinan, vaksin monoklonal, protein
mediated imunity" (Anderson 1974; Walczak 1985). engineering vaccine dan genetic attenuation vaccine.
Komunikator dan amplikator dalam fungsi dan Untuk mencapai sasaran vaksinasi yakni sintasan
mekanisme pertahanan humoral dan seluler ikan hidup yang tinggi, maka vaksin harus bersifat antara
dilakukan oleh limfokin (Anderson et al. 1984), lain antigenik, imunogenik dan protektif. Sifat-sifat ini
interleukin, interferon dan sitokin (Anderson 1992). menunjukkan, bahwa vaksin yang diberikan harus
memacu terbentuknya antibodi yang menyebabkan ikan
tahan (imun) terhadap patogen tersebut. Disamping itu,
IMUNOSTIMULASI vaksin harus aman dan tidak boleh menimbulkan
tanda-tanda sakit yang secara spesifik diakibatkan oleh
a. Vaksinasi patogen tersebut.
Vaksinasi merupakan suatu upaya untuk
menimbulkan ketahanan tubuh yang bersifat spesifik Dosis dan Cara Imunisasi (Vaksinasi)
melalui pemberian vaksin. Secara umum aktivitas ini Sebagai suatu upaya pencegahan penyakit, maka
dikenal sebagai imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi imunisasi biota budidaya harus dilakukan dan
pasif diperoleh dengan pemberian serum kebal maupun merupakan tahap dalam proses produksi. Imunisasi
dengan cara diturunkan oleh induk ikan yang dikenal dengan vaksin dapat diaplikasikan melalui perendaman,
sebagai imunitas maternal; sedangkan imunisasi aktif per oral (bersama dengan pakan) dan injeksi. Pemilihan
Imunostimulasi pada Hewan Akuatik 89

cara aplikasi ini terutama didasarkan atas ukuran ikan. heat killed vaccine, dan disamping itu vaksin tidak
Sangat dianjurkan untuk melakukan vaksinasi pada fase boleh mengandung formalin.
larva, 1-2 minggu setelah menetas. Umumnya dosis
vaksin yang diberikan sebesar 105-106 sel/ml. Pengukuran Efekivitas Vaksin
Vaksinasi ini sebaiknya diulangi setelah 2-3 minggu
Efektivitas vaksin dapat diketahui setelah vaksinasi
dari pemberian pertama; dan dapat diulangi pada saat
dilakukan. Secara laboratoris, proteksi imunologis suatu
ikan berumur 2 bulan.
vaksin diketahui dengan uji tantang. Efektivitas suatu
Beberapa kendala membatasi pengembangan dan
vaksin dapat ditentukan antara lain berdasarkan sintasan
penggunaan vaksin secara meluas pada perikanan
hidup yang diperoleh dan titer antibodi sebagai berikut;
budidaya. Kendala tersebut diantaranya adalah
keragaman jenis dan saluran patogen ikan, kemampuan 1. Tingkat Kelulusan Hidup Relatif (Relative Percent
imunogenik patogen dan keterbatasan informasi tentang Survival, RPS).
patogenesis dan epizootiologik penyakit ikan.
RPS ini didasarkan atas kematian ikan yang terjadi
Preparasi Vaksin Konvensional setelah uji tantang. Uji tantang diberikan 1-2 minggu
setelah vaksinasi; uji tantang ini diberikan secara
Sejauh ini, vaksin konvensional yang paling aman perendaman dengan dosis LC50. Kematian diamati setiap
digunakan adalah vaksin mati; baik berasal dari patogen hari selama 15 hari. RPS ini ditentukan berdasarkan
yang dimatikan, ekstrak maupun bagian dari patogen formula, RPS = 1 – (v/k) x 100%, dengan v adalah
tersebut. Secara umum, preparasi vaksin bakteri mortalitas ikan yang divaksin (%) dan k adalah mortalitas
dilakukan dengan perlakuan fisik dan kimiawi. ikan kontol (%). Secara umum, efektivitas vaksin
Perlakuan fisik yang umum dipakai adalah pemanasan
dianggap baik, apabila nilai RPS 50 %.
kultur patogen, sehingga dikenal heat killed vaccine;
sedangkan perlakuan kimiawi adalah dengan formalin,
2. Tingkat Titer Antibodi
sehingga dikenal "formlin killed vaccine" (Ellis 1985).
Preparasi vaksin bakterial dengan pemanasan dapat Pengukuran efektivitas vaksin juga dapat dilakukan
dilakukan sebagai berikut; a) biakan murni bakteri dalam dengan pengukuran titer antibodi. Dalam hal ini, dilihat
media cair umur 24 jam dipanaskan dalam penangas 100 besarnya titer antibodi yang terbentuk, dan biasanya
C selama 15-20 menit atau 60 C selama 30-60 menit, b) dilakukan melalui uji aglutinasi secara in vitro. Uji ini
biakan dipanen, kemudian dipusingkan dengan sentrifus dilakukan melalui pengenceran seri serum atau plasma
3500-5000 rpm, selama 15-20 menit; selanjutnya darah pada sumur-sumur mikroplat, kemudian
pisahkan pelet dan supernatannya; c) pelet vaksin dicuci direaksikan dengan antigen dalam jumlah sama banyak.
dengan phosphat buffer soline (PBS) 3 kali, sehingga Titer antibodi dinyatakan pada pengenceran tertinggi
diperoleh pelet vaksin murni sebagai vaksin utuh yang setelah pengenceran itu tidak terjadi aglutinasi.
(whole cell vaccine); supernatan sebagai hasil Dengan titer antibodi yang tinggi diharapkan dapat
pemusingan pertama juga dapat digunakan sebagai memberikan proteksi yang tinggi pula. Selain itu
vaksin yang dikenal sebagai vaksin supernatan. dengan pegukuran titer ini juga dapat diketahui lama
Sebagai tindakan pengamanan sebelum digunakan proteksi imunologik yang terjadi.
perlu dilakukan uji viabilitas vaksin. Dalam hal ini,
dilakukan dengan membiakkan vaksin yang telah dibuat Peningkatan Efikasi Vaksin
tersebut dalam media kultur padat. Vaksin aman Peningkatan efikasi vaksin dapat dilakukan dengan
digunakan apabila pada media kultur tersebut tidak melakukan vaksinasi ulang (booster). Hal ini
terjadi pertumbuhan bakteri. Sifat protektif vaksin dilaksanakan selang 1-2 minggu dari vaksinasi pertama.
diketahui dengan melalukan uji tantang pada biota yang Aplikasi vaksinasi kedua dapat dilakukan dengan cara
diberi vaksin. yang sama atau berbeda dengan cara pada vaksinasi
Preparasi vaksin bakterial dengan perlakuan kimiawi pertama.
(biasanya dengan formalin) dilakukan sebagai berikut; 1) Disamping dengan pengulangan vaksinasi, juga
biakan murni bakteri dalam media cair umur 24 jam dapat dilakukan dengan menggunakan adjuvant seperti
dimatikan dengan formalin 0,5% selama 24 jam; 2) Freud compleks adjuvant (FCA), kalium alumium sulfat,
biakan dipanen, kemudian dipusingkan dengan sentrifus dimetil sulfoxida (DMSO), muramil peptida (MDP),
3500-5000 rpm, selama 15 menit; selanjutnya pelet dan levamisol, ete (ekstrak ectainas-cidia turbinata). Vaksin
supernatannya dipisahkan; 3) pelet vaksin dicuci dengan ini dikenal sebagai vaksin beradjuvant. Selain dengan
PBS 3 kali, sehingga diperoleh pelet vaksin murni sebagai adjuvant, efikasi vaksin dapat ditingkatkan dengan
vaksin utuh (whole cell vaccine). pemakaian vitamin C, vitamin E dan imunostimulan. Hal
Uji viabilitas dan keamanan vaksin perlu ini dapat dilakukan sebelum, bersama atau sesudah
dilakukan. Pada prosedur pengujian ini seperti pada vaksinasi dilakukan.
90 Muhammad Alifuddin

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Vaksinasi manifestasi peningkatan respon seluler dan pada
akhirnya akan meningkatkan respon humoral.
Vaksinasi yang merupakan tindakan memasukkan
Imunotimulan yang sering dipakai untuk
antigen ke dalam tubuh akan memacu terbentuknya
ketahanan spesifik. Proses pembentukan respon ini imunostimulasi adalah LPS (lipopolisakarida), dan
dipengaruhi oleh faktor kualitas vaksin, ikan dan 1,3 glukan yang diperoleh dari Saccharaomyces
lingkungan media budidaya. Kualitas vaksin dipengaruhi cerevisiae, dan Levamisol. Beberapa vitamin seperti
oleh keasingan struktur molekuler vaksin, mudah dikenali vitamin A, B dan vitamin C juga dapat digunakan
oleh limfosit dan kekuatannya berikatan dengan antibodi. sebagai imunostimulan (Sohne et al. 2000; Galeotti
Faktor ikan meliputi antara lain, umur, jenis dan kondisi 1998).
fisiologis. Salah satu faktor lingkungan budidaya yang Seperti halnya dengan vaksin, imunostimulan
sangat berpengaruh terhadap vaksinasi adalah suhu. Suhu dapat diberikan melalui injeksi, bersama pakan (per
media budidaya harus optimal bagi proses pembentukan oral) dan perendaman (Anderson 1992). Dosis
respon imunitas spesifik. Respon spesifik yang terbentuk imunostimulan yang digunakan sebesar 100-200 ppm.
yakni ini respon yang sangat bergantung kepada suhu Imunostimulan ini dapat diberikan secara terus menerus
(temperature dependent). Karena itu, suhu media selama 1 minggu kepada larva ikan ketika masih dalam
hapa pendederan; kemudian dihentikan pemberiannya,
budidaya harus diatur sedemikian rupa berkisar 20-25 C,
diberikan kembali pada minggu ke 3 selama satu
agar respon spesifik dapat terbentuk optimum dalam
minggu. Karena itu, pada tahap awal, imunostimulan
waktu 1-2 minggu.
diberikan melalui perendaman, dan pada pemberian
Faktor lainnya yang harus diperhatikan dalam
selanjutnya dapat diberikan bersama pakan. Pemilihan
vaksinasi adalah jenis adjuvant. Penggunaan adjuvant
cara aplikasi imunostimulan didasarkan atas kepraktisan
yang tidak sesuai dapat menimbulkan efek samping
dan efisiensi dalam kegiatan budidaya.
seperti timbulnya abses, granulomata lokal, dan
Mengingat keragaman patogen yang ada dalam
autoimun. Selain hal tersebut, kualitas pakan yang diberi-
media budidaya ikan, imunostimulan merupakan
kan dan padat penebaran tinggi juga akan berpengaruh
alternatif upaya pengendalian penyakit infeksi yang
terhadap vaksinasi. Kesemuanya ini dapat menghambat
harus dilakukan bersama dengan vakinansi.
pembentukan respon imunitas.
Pemanfaatannya dalam kegiatan budidaya dapat
mengoptimalkan produksi budidaya melalui
b. Imunostimulasi dengan Imunostimulan
peningkatan ketahanan tubuh ikan atau udang windu
Imunostimulan merupakan senyawa kimia, obat terhadap penyakit infeksi (Pujiharto 1998; Alifuddin
atau bahan lainnya yang mampu meningkatkan 1999; Bagni et al. 2000; Sohne et al. 2000).
mekanisme respon imunitas ikan (Anderson 1992), baik
seluler maupun humoral (Alifuddin 1999). Galleotti
(1998) dan Anderson (1992) telah mengungkap jenis, DAFTAR PUSTAKA
berbagai aspek dan aplikasi imunostimulan berkaitan
dengan budidaya perikanan. Albores, F.V., J.H. Lopez, T.G. Galvan, K.M. Perez,
Lipopolisakarida (LPS) merupakan salah satu F.J. Vegas & G.Y. Placencia. 1998. Activation of
imunostimulan yang digunakan untuk stimulasi sel B. shrimp cellular defence function by microbial
Kajita et al. (1990) telah mengevaluasi efek levamisole products, p: 161-166. In Flagel, T.W. (ed.),
terhadap peningkatan aktivitas fagositik ikan rainbow Advances in Shrimps Biotechnology. National
trout (Onchorhynchus mykiss). Anderson & Rumsey Center for Genetic Engineering and
(1995) mengemukakan, bahwa Candida utilis dan Biotechnology, Bangkok
Saccharomyces cerevisiae dapat meningkatkan
produksi radikal oksidatif, aktivitas fagositik, produksi Alifuddin, M. 1989. Etude de l'activite cytotoxique
mieloperoksidase dan imunoglobulin plasma ikan naturelle et la transformation lymphoblastique
rainbow trout. chez la carpe miroir (Cyprinus carpio) sous
Berbeda dengan vaksin, imunostimulan tidak l'influence de Mn2+, Prothymosine, Arg.
direspon ikan dengan mensintesis antibodi, melainkan vassopresin et de PHA. Rapport de Stage. Lab.
peningkatan aktivitas dan reaktivitas sel pertahanan de Physiologie Animale. Fac. de Sciences Univ.
seluler ataupun humoral. Secara in vitro peningkatan de Limoges. 32 pp.
respon seluler ditujukkan oleh aktivitas fagositik yang
diukur melalui uji nitro blue tetrazolium (NBT) Alifuddin, M. 1999. Peran Imunostimulan
(Anderson dan Siwicki 1993). Peningkatan ini (Lipopolisakarida, Saccharomyces cere-visiae and
didasarkan atas kemampuan imunostimulan Levamisol) terhadap Peningkatan Respons
menginduksi berlangsungnya transformasi limfoblastik Imunitas Ikan Jambal Siam (Pangasius
yang ditunjukkan dengan memakai isotop tritium (H 3) hypopthalmus). Tesis. Program Studi Ilmu
(Alifuddin 1989). Aktivitas fagositik ini merupakan
Imunostimulasi pada Hewan Akuatik 91

Perairan. Program Pascasarjana IPB, Bogor. 50 seabass (Dicentrarchus labrax). J. Vet. Med., 47:
hal. 745-751
Alifuddin, M., Waryat, A. Putra, D. Setyani &
Soewidah. 2001a. Uji Adaptasi Usaha Bechère, E. 2000. Introduction shrimp immunity and
Penanggulangan Penyakit pada Budidaya Ikan disease control. Aquaculture, 191: 3-11
Hias di DKI Jakarta.. Laporan Akhir Penelitian
Kerjasama LP-IPB dengan BPTP/PAATP Wilayah Bell, T.A. & D.V. Lightner. 1988. A Handbook of
DKI Jakarta. 26 hal. Normal Penaeid Shrimp Histology. World
Aquaculture Society, Baton Rouge, Lousiana.
Alifuddin, M., N.B.P. Utomo & A.O. Sudradjat. 2001b. USA
Pengembangan Imunostimulan untuk
Meningkatkan Produksi Budidaya Udang Windu Corbel, M.J. 1975. The immune response in fish: A
(Penaeus monodon Fab.) di Tambak. Laporan review. J. Fish Biol., 7: 539-563.
Kemajuan Tahun I. RUK. LP-IPB dan BPPT,
Jakarta. 25 hal. Ellis, A.E. (Ed.). 1988. Fish Vaccination. Academic
Press, San Diego.
Alvarez, M.R. & F.E. Friedl. 1990. Factors affecting in
vitro phagocytosis by hemocytes of the American Fange, R. 1982. A comparative study of lymphomieloid
oyster. Proceeding of the Third International tisue in fish. Develop. and Comp. Immunol.
Colloquium on Pathology in Marine Aquaculture. Suppl., 2 : 23-33.
2-6 October 1988. Virginia, USA.
Fletcher, T.C. 1986. Modulation of non spesific host
Anderson, D.P. 1974. Immunology of fish diseases. In defenses in fish. Vet. Immunol. and
S.F. Snieszko & H.R. Axelrod (eds.). Book 4. Immunopathol., 12: 59-67.
Diseases of Fishes. T.F.H. Publication. Neptune, N.J.
Galeotti, M. 1998. Some aspects of the application of
Anderson, D.P. 1992. Immunostimulant, adjuvant and immunostimulants and a critical review of methods
vaccine carrier in fish: Applications to aquaculture. for their evaluation. J. Appl. Ichthyol. 14: 189-199.
Annual Review of Fish Diseases, 21: 281-307.
Gina, S. 1997. Gambaran Sistem Kekebalan Non
Anderson, D.P. & A.K. Siwicki. 1993. Basic Spesifik pada Ikan Gurame (Osphronemus
Hematology and Serology for Fish Health gouramy Lac. 1973) Akibat Pemberian
Programs. Asian Fisheries Society. 17 hal. Imunostimulan. Tesis. Program Studi Sains
Veteriner. Program Pascasarjana IPB, Bogor. 44
Anderson, D.P. & G.L. Rumsey. 1995. Injection or hal.
immersion delivery of selected immunnostimulants
to trout demonstrate enhancement of non specific Hinsch, G.W & M. Hunte. 1990. Ultrastructure of
defence mechanisms and protective immunity, p: phagocytosis by hemocytes of the American
413-426. In M. Sharif, J.R. Arthur & R.P. oyster. Proceeding of the Third International
Subangsihe (Eds.), Diseases in Asian Aquaculture Colloquium on Pathology in Marine Aquaculture.
II. Proceeding of Second Symposium on Diseases 2-6 October 1988. Virginia, USA
in Asian Aquaculture. 25-29th October 1993.
FHS-AFS. Itami, T. 1994. Body Defense System of Penaeid
Shrimp. Paper Presented on Seminar on Fish
Anderson, D.P., W.B. van Muiswinkel & B.S. Physiology and Prevention of Epizootics. Dept. of
Roberson. 1984. Effects of chemically induced Aquaculture and Biology. Shimonosheki Univ. of
immune modulation on infectious diseases of fish, Fisheries. Japan.
p: 187-211. In M. Kende, J. Gainer & M. Chirigos
(Eds.), Chemical Regulation of Immunity in Johansson, M.W. & K. Soederhall. 1985. Exocytosis of
Veterinary Medicine. Alan R. Liss. Inc., New the prophenoloxidase activating system from
York. crayfish haemocytes. J. Comp. Physiology B., 156
: 175-181.
Bagni, M., L. Archetti. M. Amadori & G. Marino.
2000. Effect of long-term oral administration of an Johansson, M.W. & K. Soederhall. 1989. Celluler
immunostimulant diet on innate immunity in immunity in crustaceans and the proPO system.
Parasitology Today, 5(6): 171-176.
92 Muhammad Alifuddin

Kaige, N., T. Miyazaki & S. Kubota. 1990. Opsonic Pujiharto, Y.R.C. 1998. Pengaruh Pemberian Vaksin
Effect of Antiserum and Complement on Utuh (Whole Cell Vaccine) dan LPS
Phagocytosis by Macrophages from the Peritoneal (Lipopolisakarida) terhadap Respon Kebal Udang
Cavity of the Japanese Eel, Anguilla japonica. Windu (Penaeus monodon Fab.). Skripsi. Jurusan
Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kajita, Y., M. Sakai., S.D. Atsuta & M. Kobayashi. Kelautan IPB, Bogor.
1990. The immunomodulatory effects of
levamisole on rainbow trout, Onchorhynchus Rijkers, G.T. 1981. Introduction to fish immunology.
mykiss. Fish Pathol., 25: 93-98. Develop. and Comp. Immunol., 5: 527-534

Maynard, D.M. 1960. Circulation and heart function. Rijkers, G.T. 1982. Kinetic of humoral and celluler
In T.H. Waterman (Ed.). The Physiology of immune reactions in fish. Develop. and Comp.
Crustacea. Vol. I. Academic Press, New York. Immunol. Suppl. 2: 93-100

McKay, D. & C.R. Jenkin. 1970. Immunity in the Sohne, K.S., M.K. Kim, J.D. Kim & I.K. Han. 2000.
invertebrates, correlation of the phagocytic activity The role of immu-nostimulants in monogastric
of haemocytes with resistance to infection in the animal and fish – review. J. Anim. Sci., 13(8):
crayfish (Parachaeraps bicarinatus). Aust. J. Exp. 1178-1187
Biol. Med. Sci., 48: 609-617.
Walczak, B.Z. 1985. Immune Capability of Fish A
Mori, K. 1990. The present state of immunological Literature Review. Canadian Tech. Report of
research in marine aquaculture. Proceeding of the Fisheries and Aquatic Sciences, No. 1334. 33 p.
Third International Colloquium on Pathology in
Marine Aquaculture. 2-6 October 1988. Virginia,
USA.

Anda mungkin juga menyukai