Anda di halaman 1dari 21

PRINSIP LEGAL ETIS PADA PENGAMBILAN KEPUTUSANDALAM KONTEKS

KEPERAWATAN

Nama : Ita Meisita Nama dosen : Resa Livia Nica,S.Kep.,M.Kes


NPM : 205140022 Semester : Satu (1)
Waktu : Senin, 27 Oktober 2020 Mata Kuliah : Konsep Dasar Keperawatan 1

PENUGASAN
1. Prinsip Moral dan Etika
2. Ethic of care
3. Kode Etik Keperawatan
4. Isu Etik dalam praktik keperawatan
5. Prinsp-prinsip legal dalam praktik
6. Aspek hukum dalam keperawatan
7. Perlindungan hukum dalam praktik keperawatan
8. Nursing advocacy
9. Pengambilan keputusanlegal etik

PENJELASAN

1. PRINSIP MORAL DAN ETIKA

Etika berasal dari bahasa Yunani, ethikos, yang berarti kebiasaan, adat atau watak.
Secara umum etika berarti aturan atau prinsip atau cara berpikir pada sebuah
kelompok tertentu yang menuntun tindakan kelompok tersebut. Sedangkan moral
berasal dari bahasa latin yaitu moralis. Arti istilah ini adalah karakter, tata cara atau
perilaku yang tepat. Bisa disimpulkan jika moral ini merupakan penilaian terhadap
suatu hal yang baik dan buruk. Keputusan baik dan buruknya suatu hal ini merupakan
kesepakatan bersama dalam sebuah masyarakat atau kelompok tertentu.

1. Prinsip Moral
a. Advokasi
Advokasi menurut ANA “melindungi klien atau masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan dan keselamatan praktik tidak sah yang tidak kompeten dan melanggar
etika yang dilakukan oleh siapapun”. Pada dasarnya peran perawat dalam advokasi
adalah; “memberi informasi dan memberi bantuan” kepada pasien atas keputusan
apapun yang dibuat pasien.

b. Responsibilitas (tanggungjawab dan tanggunggugat)


Yaitu dapat mempertanggungjawabkan suatu tindakan yang dilakukan dan dapat
menerima konsekwensi dari tindakan tersebut (Kozier, Erb, (1991). tidak hanya
tanggungjawab namun juga tanggung gugat,dengan hal ini maka tindakan yang
dilakukan perawat dilihat dari praktik keperawatan, kode etik dan undang-undang
dapat dibenarkan atau absah.

c. Loyalitas
Loyalitas merupakan suatu konsep dari berbagai segi yaitu simpati, peduli, dan
hubungan timbal balik terhadap pihak yang secara professional berhubungan dengan
perawat. Hubungan professional dipertahankan dengan cara menyusun tujuan
bersama, menepati janji, menentukan masalah dan prioritas, serta mengupayakan
pencapaian keputusan bersama (Jameto, 1984; Fry, 1991; lih Creasia, 1991).

2. Prinsip Etika

a. Autonomy (Otonomi )
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan
memutuskan. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat
keputusan sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang
dihargai. Prinsip otonomi ini adalah bentuk respek terhadap seseorang, juga
dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi
merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri.
praktik profesioanal merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak hak pasien
dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.

b. Beneficience (Berbuat Baik)


Benefisiensi berarti hanya mengerjakan sesuatu yang baik. Kebaikan juga
memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau
kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Kadang-kadang dalam
situasi pelayanan kesehatan kebaikan menjadi konflik dengan otonomi.

c. Justice (Keadilan)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil terhadap orang lain yang
menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan
dalam praktik profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai
hukum, standar praktik dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas
pelayanan kesehatan .

d. Non Maleficience (tidak merugiakan)


Prinsip ini berarti segala tindakan yang dilakukan pada klien tidak menimbulkan
bahaya / cedera secara fisik dan psikologik.

e. Veracity (kejujuran)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi
layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap pasien dan untuk
meyakinkan bahwa pasien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan
kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran.

f. Fidelity (loyalty/ ketaatan)


Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya
terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta
menyimpan rahasia pasien. Ketaatan, kesetiaan adalah kewajiban seseorang untuk
mempertahankan komitmen yang dibuatnya.
Kesetiaan itu menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik yang
menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk meningkatkan
kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan
penderitaan.

g. Confidentiality (kerahasiaan)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan ini adalah bahwa informasi tentang klien harus
dijaga privasi-nya. Apa yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya
boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tak ada satu orangpun dapat
memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijin kan oleh klien dengan bukti
persetujuannya. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan, menyampaikannya pada
teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan lain harus dicegah.

h. Akuntabilitas (accountability)
Prinsip ini berhubungan erat dengan fidelity yang berarti bahwa tanggung jawab pasti
pada setiap tindakan dan dapat digunakan untuk menilai orang lain. Akuntabilitas
merupakan standar pasti yang mana tindakan seorang profesional dapat dinilai dalam
situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.

2. ETHIC OF CARE

Ethic Of Care (Etika dalam Perawatan) adalah teori normatif tentang apa yang
membuat tindakan secara moral benar atau salah. Ini adalah salah satu dari
sekelompok teori etika normatif yang dikembangkan oleh kaum feminis pada paruh
kedua abad kedua puluh. ( Toronto J. 1999) membagi Ethic Of Care dalam 4 teori
dasar dalam keperawatan, Yaitu :

1. Perhatian : Bentuk partisipasi diri dalam menjalin hubungan dengan klien.


Perhatian penting dalam ethic of care, karena perawat membutuhkan pengakuan dari
orang lain untuk menanggapi kebutuhan mereka.
2.Tanggung Jawab : Merupakan bentuk tingkah laku atau perbuatan yang di sengaja
maupun yang tidak di sengaja sebagai perwujudan kesadaran akan kewajiban. Dalam
Ethic of care penting saat mengemban tugas merawat klien.

3. Kompetensi : Suatu aspek penilaian akan kemampuan dalam mengasuh klien. Hal
ini saling terkait tidak hanya memberi perhatian, menerima tanggung jawab, tetapi
juga menindak lanjuti dengan kecakapanya berpraktik sebagai perawat.

4. Responsive : Bentuk kepekaan akan situasi yang di alami oleh pasien. Besar
pengaruhnya dalam memberi tidakan keperawatan karena menjadi penentu untuk
bertindak sesuai dengan kondisi klien tersebut.
3. KODE ETIK KEPERAWATA

1. Pengertian kode etik keperawatan


Kode etik adalah sistem norma, nilai, dan aturan profesional tertulis yang secara tegas
menyatakan apa yang benar dan baik, serta apa yang tidak benar dan tidak baik bagi
profesional. Untuk perawat di Indonesia memiliki kode etik yang dikenal Kode Etik
Perawat Nasional Indonesia. Kode Etik Perawat Nasional Indonesia (Putri, 2011)
adalah aturan yang berlaku untuk seorang perawat Indonesia dalam melaksanakan
tugas/ fungsi perawat.
Kode etik merupakan salah satu ciri/persyaratan profesi yang memberikan arti penting
dalam penentuan, pertahanan, dan peningkatan standar profesi. Kode etik menunjukan
bahwa tanggung jawab kepercayaan dari masyarakat telah diterima oleh profesi.

2. Makna dan kegunaan kode etik keperawatan


a. Manfaat kode etik keperawatan yang berlaku saat ini berfungsi sebagai landasan
bagi status profesional dengan cara sebagai berikut :
b. Kode etik perawat menunjukkan kepada masyarakat bahwa perawat diharuskan
memahami dan menerima kepercayaan dan tanggungjawab yang diberikan kepada
perawat oleh masyarakat
c. Menjadi pedoman bagi perawat untuk berperilaku dan menjalin hubungan
keprofesian sebagai landasan dalam penerapan praktik etikal
d. Kode etik perawat menetapkan hubungan-hubungan profesional yang harus
dipatuhi yaitu hubungan perawat dengan pasien / klien sebagai advokator, perawat
dengan tenaga profesional kesehatan lain sebagai teman sejawat, dengan profesi
keperawatan sebagai seorang kontributor dan dengan masyarakat sebagai perwakilan
dari asuhan kesehatan
e. Kode etik perawat memberikan sarana pengaturan diri sebagai profesi.

3.Konten Kode Etik Keperawatan


Kode etik keperawatan Indonesia telah disusun oleh Dewan Pimpinan Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia, melalui Munas PPNI di Jakarta pada tanggal 29
November 1989. Kode etik tersebut terdiri atas lima bab dan 16 pasal, dimana:
a. Bab satu
Menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap individu, keluarga dan
masyarakat yang terdiri atas 4 pasal. Tanggung jawab Perawat, terhadap Masyarakat,
keluarga dan penderita
1) Perawat dalam rangka pengabdiannya senantiasa berpedoman kepada tanggung
jawab yang pangkal tolaknya bersumber dari adanya kebutuhan akan perawat untuk
individu, keluarga dan masyarakat.
2) Perawat dalam melaksanakan pengabdiannya di bidang keperawatan senantiasa
memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nila budaya, adat istiadat,
dan kelangsungan hidup beragama dari orang seorang, keluarga dan masyarakat.
3) Perawat dalam melaksanakan kewajibannya bagi orang seorang, keluarga dan
masyarakat senantiasa dilandasi dengan rasa tulus ihlas sesuai dengan martabat dan
tradisi luhur perawatan.
4)Perawat senantiasa menjalin hubungan kerja sama yang baik dengan orang seorang,
keluarga dan masyarakat dalam mengambil prakarsa dan mengadakan upaya
kesejahteraan umum sebagai bagian dari tugas, kewajiban bagi kepentingan
masyrarakat.

b.Bab dua

Menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap tugasnya yang terdiri atas lima
pasal. Tanggung jawab perawat terhadap tugas
1) Perawat senantiasa merawat mutu pelayanan yang tinggi disertai kejujuran
profesional dalam menerapkan pengetahuan serta keterampilan perawat sesuai dengan
kebutuhan orang seoaranng atau penderita, keluarga dan masyarakat.
2) Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya sehubungan
yang dipercayakan kepaanya.
3) Perawat tidak akan mempergunakan pengetahuan dan keterampilan
perawatan untuk tujuan yang bertentangan dengan norma-norma kemanusiaan.
4) Perawat dalam menunaikan tugas dan kewajibannya senantiasa berusaha
dengan penuh kesadaran agar tidak terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan,
kesukuan, warna kulit, umur jenis kelamin, aliran politik yang dianut serta kedudukan
sosial.
5) Perawat senantiasa mengupayakan perlindungan dan keselamatan penderita
dalam melaksanakan tugas keperawatan serta dengan matang mempertimbangkan
kemampuan menerima atau mengalihtugaskan tanggung jawab yang ada
hubungannnya dengan perawatan.

c. Bab tiga
Menjelaskan tanggung jawab terhadap sesama perawat dan profesi kesehatan lainnya
yang terdiri dari 2 pasal.
1) Tanggung jawab perawat terhadap sesama perawat dan profesi kesehatan
lainnya
2) Perawat senantiasa memelihara hubungan yang baik antar sesama perawat
dan dengan tenaga kesehatan lainnya, baik dalam memelihara keserasian suasana
lingkungan kerja maupun dalm mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara
menyeluruh.
3) Perawat senantiasa menyebarluaskan pengetahuan keterampilan dan
pengalamannya kepada sesama perawat serta menerima pengetahuan dan pengalaman
dari profesi lain bidang perawatan.

d. Bab empat
Menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap profesi keperawatan yang
terdiri dari empat pasal. Tanggung jawab perawat terhadap profesi keperawatan
1) Perawat selalu berusaha meningkatkan kemampuan profesional secara
sendiri-sendiri dan atau bersama-sama dengan jalan menambah ilmu pengetahuan,
keterampilan dan pengalaman yang bermanfaat bagi perkembangan perawatan.
2) Perawat selalu menunjang tinggi nama baik profesi perawat dengan
menunjukan perilaku dan sifat-sifat pribadi yang luhur.
3) Perawat senantiasa berperan dalam menentukan pembakuan pendidikan dan
pelayanan keperawatan serta menerapkan dlam kegiatan-kegiatan pelayanan dan
pendidikan perawatan.
4) Perawat secara bersama-sama membina dan memelihara mutu organisasi
profesi perawatan sebagai sarana pengabdian.
e. Bab lima
Menjelaskan tanggung jawab perawat terhadap pemerintah, bangsa, dan tanah air
yang terdiri dari dua pasal.
1) Tanggung jawab perawat terhadap pemerintah, bangsa dan tanah air
2) Perawat senantiasa melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagai
kebijaksanaan yang digariskan oleh pemerintah dalam bidang kesehatan dan
perawatan.
3) Perawat senantiasa berperan secara aktif dalam menyumbangkan pikiran
kepada pemerintah dalam menigkatkan pelayanan kesehatan dan perawatan kepada
masyarakat.

1. Kode Etik International Council of Nurse (ICN)

a. Tanggung jawab utama perawat


Tanggung jawab utama perawat adalah meningkatkan kesehatan,mencegah timbulnya
penyakit,memelihara kesehatan dan mengurangi penderitaan
b. Perawat ,individu dan anggota masyarakat
Tanggung jawab utama perawat adalah melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat.
c. Perawat dan pelaksanaan praktik keperawatan
Perawat memegang peranan penting dalam menentukan dan melaksanakan standar
praktik keperawatan untuk mencapai kemampuan yang sesuai dengan standar
pendidikan keperawatan
d. Perawat dan lingkungan masyarakat
Perawat dapat memprakarsai pembaharuan, tangap, mempunyai inisiatif dan dapat
berperan serta secara aktif dalam menemukan masalah kesehatan dan masalah social
yang terjadi di masyarakat
e. Perawat dan sejawat
Perawat dapat menopang hubungan kerjasama dengan teman sekerja ,baik tenaga
keperawatan maupun tenaga profesi lain diluar keperawatan.
f. Perawat dan profesi keperawatan
Perawat diharapkan ikut aktif dalam mengembangkan pengetahuan dalam menopang
pelaksanaan perawat secara profesional.
2. Kode Etik Keperawatan Menurut American Nurses Association (ANA)

a. Perawat memberikan pelayanan dengan penuh hormat bagi martabat


kemanusiaan dan keunikan klien yang tidak dibatasi oleh pertimbangan status social
atau ekonomi,atribut,politik atau corak masalah kesehatannya
b. Perawat melindungi hak klien akan privasi dengan memegang teguh
informasi yang bersifat rahasia
c. Perawat melindungi klien dan public bila kesehatan dan keselamatannya
terancam oleh praktik seseorang yang tidak berkompeten,tidak etis atau legal
d. Perawat memikul tanggungjawab atas pertimbangan dan tindakan perawatan
yang dijalankan masing-masing individu
e. Perawat memelihara kompetensi keperawatan
f. Perawat melaksanakan pertimbangan yang beralasan dan menggunakan
kompetensi dan kualifikasi individu sebagai kriteria dalam mengusahakan konsultasi,
menerima tanggungjawab dan melimpahkan kegiatan keperawatan kepada orang lain
g. Perawat turut serta beraktivitas dalam membantu pengembangan pengetahuan
profesi
h. Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk melaksanakan dan
meningkatkan standar keperawatan
i. Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk membentuk dan
membina kondisi kerja yang mendukung pelayanan keperawatan yang berkualitas
j. Perawat turut serta dalam upaya-upaya profes iuntuk melindungi publik
terhadap informasi dan gambaran yang salah serta mempertahankan integritas perawat
k. Perawat bekerjasama dengan anggota profesi kesehatan atau warga
masyarakat lainnya dalam meningkatkan upaya-upaya masyarakat dan nasional untuk
memenuhi kebutuhan kesehatan public

4. ISUE ETIK DALAM KEPERAWATAN


1. Euthanasia
Istilah euthanasia berasal dari bahasa yunani “euthanathos”. Eu ¬artinya baik, tanpa
penderitaan; sedangkan thanathos -artinya mati atau kematian. Dengan demikian,
secara etimologis, euthanasia dapat diartikan kematian yang baik atau mati dengan
baik tanpa penderitaan. Ada pula yang menyebutkan bahwa euthanasia merupakan
praktik pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang dianggap tidak
menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya
dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan.
Belanda, salah satu Negara di Eropa yang maju dalam pengetahuan hukum kesehatan
mendefinisikan euthanasia sesuai dengan rumusan yang dibuat oleh Euthanasia Study
Group dari KNMG (Ikatan Dokter Belanda), yaitu :
“Euthanasia adalah dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk memperpanjang
hidup seorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk memperpendek hidup
atau mengakhiri hidup seorang pasien, dan ini dilakukan untuk kepentingan pasien itu
sendiri”.

a. Klasifikasi Euthanasia
Dilihat dari orang yang membuat keputusan euthanasia dibagi menjadi :
1) Voluntary euthanasia, jika yang membuat keputusan adalah orang yang sakit.
Misalnya gangguan atau penyakit jasmani yang dapat mengakibatkan kematian
segera, dimana keadaan diperburuk oleh keadaan fisik dan jiwa yang tidak
menunjang.
2) Involuntary euthanasia, jika yang membuat keputusan adalah orang lain.
Seperti pihak keluarga atau dokter karena pasien mengalami koma medis.
3) Assisted Suicide, tindakan ini bersifat individual yang pada keadaan tertentu
dan alasan tertentu menghilangkan rasa putus asa dengan bunuh diri.
4) Tindakan yang langsung menginduksi kematian dengan alasan meringankan
penderitaan tanpa izin individu bersangkutan dan pihak yang punya hak untuk
mewakili. Hal ini sebenarnya merupakan pembunuhan, tetapi agak berbeda
pengertiannya karena tindakan ini dilakukan atas dasar belas kasihan.

2. Aborsi
Aborsi adalah cara menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal
dengan istilah abortus yang berarti mengeluarkan hasil konsepsi (pertemuan sel telur
dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa Abortus adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin
sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh.
Pada saat ini aborsi merupakan masalah kesehatan masyarakat karena memberikan
dampak pada kesakitan dan kematian ibu. Sebagaimana diketahui penyebab utama
kematian ibu hamil dan melahirkan adalah perdarahan ,infeksi dan eklampsia. Hal itu
terjadi karena hingga saat ini aborsi masih merupakan masalah kontroversial di
masyarakat. Di satu pihak aborsi dianggap ilegal dan dilarang oleh agama sehingga
masyarakat cenderung menyembunyikan kejadian aborsi, di lain pihak aborsi terjadi
di masyarakat. Ini terbukti dari berita yang ditulis di surat kabar tentang terjadinya
aborsi di masyarakat.
a. Pandangan tentang abortus
Ada 3 pandangan secara umum tentang abortus, yaitu :
1) Pandangan konservatif, berpendapat bahwa abortus secara moral salah dan
dalam situasi apapun tidak boleh dilakukan, termasuk dengan alasan penyelamatan.
2) Pandangan moderat berpendapat bahwa abortus tidak mutlak kesalahan
moral dan hambatan penentang abortus dapat diabaikan dengan suatu pertimbangan
moral yang kuat.
3) Pandangan liberal berpendapat bahwa abortus secara moral diperbolehkan
atas dasar permintaan. Pandangan ini secara umum menganggap bahwa fetus belum
menjadi manusia. Secara genetik fetus sebagai bakal manusia, tetapi secara moral
bukan manusia.
4) Tatanan Hukum Conscience Clauses, memperbolehkan dokter, parawat atau
rumah sakit untuk menolak membantu pelaksanaan abortus. Di Indonesia dilarang
sejak tahun 1918 dalam KUHP pasal 346 s/d 349, dinyatakan bahwa Barang siapa
melakukan sesuatu dengan sengaja yang menyebabkan keguguran atau matinya
kandungan dapat dikenai penjara.

3. Transplansi Organ
Transplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari
suatu tempat ke tempat lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan
persyaratan dan kondisi tertentu.
Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia merupakan tindakan medik yang
sangat bermanfaat bagi pasien dengan ganguan fungsi organ tubuh yang berat. Ini
adalah terapi pengganti (alternatif) yang merupakan upaya terbaik untuk menolong
penderita/pasien dengan kegagalan organnya, karena hasilnya lebih memuaskan
dibandingkan dengan pengobatan biasa atau dengan cara terapi. Hingga dewasa ini
transplantasi terus berkembang dalam dunia kedokteran, namun tindakan medik ini
tidak dapat dilakukan begitu saja, karena masih harus dipertimbangkan dari segi non
medik, yaitu dari segi agama, hukum, budaya, etika dan moral. Kendala lain yang
dihadapi Indonesia dewasa ini dalam menetapkan terapi transplatasi, adalah
terbatasnya jumlah donor keluarga (Living Related Donor, LRD) dan donasi organ
jenazah. Karena itu diperlukan kerjasama yang saling mendukung antara para pakar
terkait (hukum, kedokteran, sosiologi, pemuka agama, pemuka masyarakat),
pemerintah dan swata.
Pelaksaan transplantasi di Indonesia diatur dalam PP No. 18 tahun 1981, tentang
bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomis/ transplantasi alat atau jaringan tubuh,
merupakan pemindahan alat/ jaringan tubuh yang masih mempunyai daya hidup
sehat. Tindakan transplantasi tidak menyalahi aturan semua agama dan kepercayaan
sepanjang penentuan saat mati dan penyelenggaraan jenazah terjamin dan tidak terjadi
penyalahgunaan (Est. Tanxil, 1991).

5. Prinsip-Prinsip Legal Dalam Praktik

Praktik keperawatan yang aman memerlukan pemahaman tentang batasan legal yang
ada dalam praktik perawat. Sama dengan semua aspek keperawatan, pemahaman
tentang implikasi hukum dapat mendukung pemikiran kristis perawat. Perawat perlu
memahami hukum untuk melindungi hak kliennya dan dirinya sendiri dari masalah.
Perawat tidak perlu takut hukum, tetapi lebih melihat hukum sebagai dasar
pemahaman terhadap apa yang masyarakat harapkan dari penyelenggarapelayanan
keperawatan yang profesional.

1. Malpraktik
Malpraktik adalah kelalaian bertindak yang di lakukan seseorang terkait profesi atau
pekerjaannya yang membutuhkan keterampilan profesional dan tekhnikal yang tinggi.
Malpraktik adalah kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
dalam melaksanakan profesinya yang tidak sesuai dengan standar profesi dan standar
prosedur operasional, akibat kesalahan atau kelalaian tersebut pasien menderita luka
berat, cacat bahkan meninggal dunia.
Tindakan yang termasuk malpraktik yaitu kesalahan diagnosa, penyuapan,
penyalahgunaan alat-alat kesehatan, pemberian dosis obat yang salah, salah
pemberian obat kepada pasien, alat-alat yang tidak memenuhi standar kesehatan atau
tidak steril, kesalahan prosedur operasi
2. Neglected
Neglected adalah kelalaian individu dalam melakukan sesuatu yang sebenarnya dapat
dia lakukan atau melakukan sesuatu yang dihindari orang lain (Creighton,1986).
Kelalaian bukanlah suatu kejahatan seorang dokter atau perawat dikatakan lalai jika ia
bertindak tak acuh, tidak memperhatikan kepentingan orang lain sebagaimana
lazimnya. Akan tetapi jika kelalaian itu telah mencapai suatu tingkat tertentu sehingga
tidak memperdulikan jiwa orang lain maka hal ini akan membawa akibat hukum,
apalagi jika sampai merenggut nyawa, maka hal ini akan digolongkan sebagai
kelalaian berat.
Adapun yang menjadi tolak ukur dari timbulnya kelalaian dapat ditinjau dari beberapa
hal :
a. Tidak melakukan kewajiban dokter yaitu tidak melakukan kewajiban profesinya
untuk mempergunakan segala ilmu dan keterampilanya.
b. Menyimpang dari kewajiban yaitu menyimpang dari apa yang seharusnya
dilakukan
c. Adanya hub sebab akibat yaitu adanya hub lngsng antara penyebab dgn kerugian
yang dialami pasien sbgai akibatnya.
Untuk menentukan kelalaian standar asuhan di penuhi dengan penjelasan apakah
seseorang beralasan akan atau melakukan sesuatu pada situasi yang sama. Setiap
perawat bertanggung jawab untuk mengikuti standar asuhan keperawatan dalam
praktik.

6. ASPEK HUKUM DALAM KEPERAWATAN

1. Pengertian Hukum
Hukum adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam
suatu kehidupan bersama; atau keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku
dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu
sanksi. Hukum adalah keseluruhan peraturan yang mengatur dan menguasai manusia
dalam kehidupan bersama. Berkembang di dalam masyarakat dalam kehendak,
merupakan sistem peraturan, sistem asas-asas, mengandung pesan kultural karena
tumbuh dan berkembang bersama masyarakat.
2. Pengertian hukum kesehatan
Adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban baik dari tenaga
kesehatan dalam melaksanakan upaya kesehatan maupun dari individu dan
masyarakat yang menerima upaya kesehatan tersebut dalam segala aspek promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif serta organisasi dan sarana.

3. Fungsi Hukum dalam pelayanan keperawatan


a. Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan
b. Membedakan tanggung jawab dengan profesi yang lain
c. Membantu mempertahankan standar praktik keperawatan dengan meletakkan
posisi perawat memiliki akuntabilitas di bawah hukum

4. Hubungan Hukum Dengan Profesi Keperawatan


Masyarakat profesi dengan masyarakat umum telah mengadakan suatu kontrak (social
contract) yang memberikan hak otonomi profesi untuk melakukan self regulation,
self governing dan self disciplining. Dengan kewajiban memberikan jaminan
profesional yang kompeten dan melaksanakan praktik sesuai etika dan standar
profesinya. Profesi perawat memiliki kewajiban untuk mampu memberikan jaminan
pelayanan keperawatan yang profesional kepada masyarakat umum. Kondisi
demikian secara langsung akan menimbulkan adanya konsekuensi hukum dalam
praktik keperawatan. Sehingga dalam praktik profesinya dalam melayani masyarakat
perawat terikat oleh aturan hukum, etika dan moral.

Di Indonesia salah satu bentuk aturan yang menunjukan adanya hubungan hukum
dengan perawat adalah UU No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, Pasal 1 angka 2
menyebutkan bahwa ”Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri
dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
untuk melakukan upaya kesehatan”. Berdasarkan PP No. 32/1996 Pasal 2 ayat (1) jo,
ayat (3) perawat dikatagorikan sebagai tenaga keperawatan.
Ketentuan Pasal 53 ayat (2) UU No. 23 tahun 1992 jo. Pasal 21 ayat (1) PP No. 32
tahun 1996 tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya diwajibkan untuk
memenuhi standar profesi dan menghormati hak pasien. Standar profesi merupakan
pedoman bagi tenaga kesehatan/ perawat dalam menjalankan upaya pelayanan
kesehatan, khususnya terkait dengan tindakan yang harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan terhadap pasien, sesuai dengan kebutuhan pasien, kecakapan, dan
kemampuan tenaga serta ketersediaan fasilitas dalam sarana pelayanan kesehatan
yang ada.

7. PERLINDUNGAN HUKUM DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN

1. Alasan Perlunya Perlidungan Hukum Dalam praktik Keperawatan


Pertama, alasan filosofi. Perawat telah memberikan konstribusi besar dalam
peningkatan derajat kesehatan. Perawat berperan dalam memberikan pelayanan
kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah dan swasta, dari perkotaan hingga pelosok
desa terpencil dan perbatasan. Tetapi pengabdian tersebut pada kenyataannya belum
diimbangi dengan pemberian perlindungan hukum, bahkan cenderung menjadi objek
hukum. Perawat juga memiliki kompetensi keilmuan, sikap rasional, etis dan
profesional, semangat pengabdian yang tinggi, berdisiplin, kreatif, terampil, berbudi
luhur dan dapat memegang teguh etika profesi. Disamping itu, Undang-Undang ini
memiliki tujuan, lingkup profesi yang jelas, kemutlakan profesi, kepentingan bersama
berbagai pihak (masyarakat, profesi, pemerintah dan pihak terkait lainnya),
keterwakilan yang seimbang, optimalisasi profesi, fleksibilitas, efisiensi dan
keselarasan.
Kedua alasan yuridis UUD 1945 pasal 5 menyebutkan bahwa presiden memegang
kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan dewan perwakilan rakyat.
Ketiga alasan sosiologis, kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan khususnya
pelayanan semakin meningkat. Hal ini karena adanya pergeseran paradigma dalam
pemberian pelayanan kesehatan, dari model medikal yang menitikberatkan pelayanan
pada diagnosis penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagaik fokus
pelayanan (cohen,1996). (Kozier, Barbara, dkk. 2010. Fundamental Keperawatan.
Jakarta : EGC.)
2. Undang – Undang Dalam praktik Keperawatan
a. Pasal 53 (1) UU 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
1) Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan profesinya.
2) Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban untuk
mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.
3) Tenaga kesehatan untuk kepentingan pembuktian dapat melakukan tindakan
medis terhadap seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang
bersangkutan.
4) Ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien diatur dalam
peraturan pemerintah.
b. Pasal 54 UU tahun 1992 tentang kesehatan
1) Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam
melaksankan tugas profesinya dapat dikenakan tindakan sangsi.
2) Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.
3) Ketentuan mengenai pembentukan, tugas, fungsi, dan tata kerja Majelis
Disiplin Tenaga Kesehatan ditetapkan dengan keputusan presiden.
c. Pasal 24 (1) PP 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan. ‘’Perlindungan hukum
diberikan kepada tenaga kesehatan yg melakukan tugasnya sesuai dengan standar
profesi tenaga kesehatan.’’
d. Pasal 344 KUHP
“Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang
disebutkannya dengan nyata & sungguh-sungguh dihukum penjara selama-lamanya
duabelas tahun.”
e. Pasal 299 KUHP
1) Barangsiapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya
diobati, dengan memberitahukan atau menimbulkan harapan bahwa dengan
pengobatan itu kandungannya dapat digugurkan, diancam pidana penjara paling lama
empat tahun atau pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah.
2) Bila yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau
menjadikan perbuatan tersebut sebagai pekerjaan atau kebiasaan, atau bila dia seorang
dokter, bidan atau juru-obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
3) Bila yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan
pekerjaannya, maka haknya untuk melakukan pekerjaan itu dapat dicabut.
f. Pasal 1 ayat 4 UU no 38 tahun 2014 tentang keperawatan ‘’Praktik Keperawatan
adalah pelayanan yang diselenggarakan oleh Perawat dalam bentuk Asuhan
Keperawatan.’’
g. Pasal 1 ayat 9 UU no 38 tahun 2014
‘’Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap Perawat yang telah memiliki Sertifikat
Kompetensi atau Sertifikat Profesi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lainnya
serta telah diakui secara hukum untuk menjalankan Praktik Keperawatan.’’
h. Pasal 1 ayat 11 UU no 38 tahun 2014
‘’Surat lzin Praktik Perawat yang selanjutnya disingkat SIPP adalah bukti tertulis
yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota kepada Perawat sebagai
pemberian kewenangan untuk menjalankan Praktik Keperawatan.’’
i. Pasal 3 UU no 38 tahun 2014
Pengaturan Keperawatan bertujuan : ‘’meningkatkan mutu Perawat, meningkatkan
mutu Pelayanan Keperawatan, memberikan pelindungan dan kepastian hukum kepada
Perawat dan Klien, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.’’
j. Pasal 17 UU no 38 tahun 2014
‘’Untuk melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan kesehatan dan
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Perawat, Menteri dan
Konsil Keperawatan bertugas melakukan pembinaan dan pengawasan mutu Perawat
sesuai dengan kewenangan masing-masing.’’
k. Pasal 36 ayat 1 uu no 38 tahun 2014
‘’Perawat dalam melaksanakan Praktik Keperawatan berhak: memperoleh
pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar pelayanan,
standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan Peraturan Perundang
undangan.’’

8. NURSING ADVOCACY

Perawat sebagai advokat, yaitu sebagai penghubung antara klien-tim kesehatan lain
dalam rangka pemenuhan kebutuhan klien.Membela dan melindungi kepentingan
klien dan membantu klien memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang
diberikan tim kesehatan dengan pendekatan tradisional maupun profesional.
Ditinjau secara Nursing Advocacy, maka perawat harus banyak mempunyai
kemampuan untuk memberikan suatu pernyataan/ pembelaan untuk kepentingan
pasien.
1. Peran Advokat Keperawatan
a. Melindungi hak klien sebagai manusia dan secara hokum.
b. Membantu klien dalam menyatakan hak-haknya bila dibutuhkan.
c. Memberi bantuan mengandung dua peran, yakni peran aksi dan peran non
aksi.
2. Hak Pasien Dalam Pelayanan Keperawatan
a. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di
rumah sakit dan mendapat pelayanan yang manusiawi,adil, dan jujur.
b. Memperoleh pelayanan keperawatan dan asuhan yang bermutu.
c. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan sesuai
dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit.
d. Meminta konsultasi pada dokter lain (second opnion) terhadap penyakitnya.
e. “privacy” dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data medisnya.
f. Mendapat informasi yang meliputi: penyakitnya, tindakan medic, alternative
terapi lain, pragnosa penyakit,dan biaya.
g. Memberikan izin atas tindakan yang akan dilakukan perawat.
h. Menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri
pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri.
i. Hak didampingi keluarga dalam keadaan kritis
j. Hak menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya
k. Hak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan
l. Hak menerima atau menolak bimbingan moral maupun spiritual
m. Hak didampingi perawat/ keluarga pada saat diperiksa dokter
n. Hak pasien dalam penelitian

9. PENGAMBILAN KEPUTUSAN LEGAL ETIS

1. Pengertian
Pengambilan keputusan legal etik adalah cara mengambil keputusan dari suatu
permasalahan yang disesuaikan dengan keabsahan suatu tata cara pengambilan
keputusan baik secara umum ataupun secara khusus.

2. Model Pengambilan Keputusan Etik


Menurut Kozier, dkk (2008)
a. Mengidentifikasi fakta dan situasi spesifik
b. Menerapkan prinsip dan teori etika keperawatan
c. Mengacu kepeda kode etik keperawatan
d. Melihat dan mempertimbangkan kesesuaiannya untuk klien
e. Mengacu pada nilai yang dianut
f. Mempertimbangkan faktor lain seperti nilai, kultur, harapan, komitmen,
penggunaan waktu, kurangnya pengalaman, ketidaktahuan atau kecemasan terhadap
hukum, dan adanya loyalitas terhadap publik.

Menurut Potter dan Perry (2010)


a. Menunjukkan maksud baik, mempunyai anggapan bahwa semua orang mempunyai
maksud yang baik untuk menjelaskan masalah yang ada.
b. Mengidentifikasi semua orang penting, menganggap bahwa semua orang yang
terlibat dalam proses pengambilan keputusan merupakan orang penting dan perlu
didengar pendapatnya.
c. Mengumpulkan informasi yang relevan, informasi yang relevan meliputi data
tentang pilihan klien, sistem keluarga, diagnosis dan prognosis medis, pertimbangan
sosial, dan dukungan lingkungan.
d. Mengidentifikasi prinsip etik yang dianggap penting
e. Mengusulkan tindakan alternatif
f. Melakukan tindakan terpilih

3.Tahap - Tahap Pengambilan Keputusan


a. Mengidentifikasi masalah
b. Mengumpulkan data masalah
c. Mengidentifikasi semua pilihan/ alternative
d. Memikirkan masalah etis secara berkesinambungan
e. Membuat keputusan
f.Melakukan tindakan dan mengkaji keputusan dan hasil evaluasi tindakan

4. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Dalam Pengambilan Keputusan Etis


a. Tingkat Pendidikan
Rhodes (1985) berependapat bahwa semakin tinggi latar belakang pendidikan perawat
akan membantu perawat untuk membuat suatu keputusan etis. Salah satu tujuan dan
program pendidikan tinggi bagi perawat adalah meningkatkan keahlian kognitif dan
kemampuan membuat keputusan. (Pardue,1987)
b. Pengalaman
Perawat yang sedang menjalani studi tingkat sarjana menunjukkan bahwa pengalaman
yang lalu dalam menangani masalah-masalah etika atau dilema etik dalam asuhan
keperawatan dapat membantu proses pembuatan keputusan yang beretika. Oleh
karena itu, penggalian pengalaman lalu yang lain dari pengalaman keperawatan secara
umum memungkinkan pendekatan yang lebih relevan.
c. Faktor Agama Dan Adat Istiadat
Agama serta latar belakang adat istiadat merupakan faktor utama dalam membuat
keputusan etis. Setiap perawat disarankan memahami nilai yang diyakini maupun
kaidah agama yang dianutnya. Untuk memahami ini dibutuhkan proses. Semakin tua
seseorang akan semakin banyak pengalaman dan belajar, mereka akan lebih
mengennal siapa dirinya dan nilai yang dimilikinya.
d. Komisi Etik
Komisi Etik Keperawatan memberi forum bagi perawat untuk berbagi perhatian dan
mencari solusi pada saat mereka mengalami dilema etik yang tidak dijelaskan oleh
dewan etik kelembagaan. Komisi etik tidak hanya memberi pendidikan dan
menawarkan nasehat melainkan pula mendukung rekan-rekan perawat dalam
mengatasi dilema etik yang ditemukkan dalam praktik sehari-hari. Dengan adanya
komisi etik, perawat mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk semakin terlibat
secara formal dalam pengambilan keputusan yang etis dalam organisasi perawat
kesehatan.
e. Faktor Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi
Kemajuan di bidang kesehatan telah mampu meningkatkan kualitas hidup serta
mampu memperpanjang usia manusia dengan ditemukkannya berbagai mesin
mekanik kesehatan, cara prosedur baru, dan bahan/obat baru. Misalnya klien dengan
gangguan ginjal yang dapat diperpanjang usiannya berkat adanya mesin hemodialisis.
Wanita yang mengalami kesulitan hamil dapat dibantu dengan inseminasi. Kemajuan
ini menimbulkan pertanyaan yang berhubungan dengan etika.
f. Faktor Legislasi Dan Keputusan Yuridis
Perubahan sosial dan legislasi secara konstan saling berkaitan. Setiap perubahan
sosial atau legislasi menyebabkan timbulnya suatu tindakan yang merupakan reaksi
perubahan tersebut. Legislasi merupakan jaminan tindakan menuntut hukum sehingga
orang yang bertindak tidak sesuai hukum dapat menimbulkan suatu konflik.
5. Teori Dasar Pembuatan Keputusan Etis
a. Teleologi (berasal dari bahasa Yunani telos, berarti akhir)
Merupakan suatu doktrin yang menjelaskan fonomena berdasarkan akibat yang
dihasilkan atau konsekuensi yang dapat terjadi. Teori ini menekankan pada
pencapaian hasil akhir yang terjadi pencapaian hasil dengan kebaikan maksimal dan
ketidak baiakan sekecil mungkin bagi manusia.
b. Deontologi (berasal dari bahasa Yunani deon, berarti tugas),
Prinsip teori ini pada suatu aksi atau tindakan dan menekan pada nilai moralnya serta
tindakan secara moral benar atau salah Perinsip moral atau yang terkait dengan
tugasnya harus bersifat univesal dan tidak kondisional.
Terori ini dikembangkan menjadi 5 prinsip: Kemurahan hati, Keadilan, Otonomi,
Kejujuran dan Ketaatan.

Anda mungkin juga menyukai