Anda di halaman 1dari 4

Jama’ah Shalat Jum’at rahimakumullah

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kita kepada Allah SwT, karena tanpa
kita meminta semua yang kita butuhkan telah Allah sediakan dengan cuma-cuma.
Semua yang sekarang ada yang menopang kebutuhan dasar hidup makhluk ini
acapakali kita anggap ada dengan sendirinya. Padahal tidak, semua itu ada karena
kuasan-Nya semata. Semua ada karena rahman dan rahim Allah kepada kita. Namun,
sangat sedikit di antara kita yang mau bersyukur.

Jangan sampai kita dipaksa untuk sadar manakala kita sudah terbaring tidak berdaya,
manakala semua yang kita naggap biasa itu menjadi tidak biasa lagi. Manakala sekedar
untuk bernafas pun kita memerlukan bantauan alat yang mahal.

Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
yang telah mengantarkan dan mengenalkan kita pada nikmatnya iman dan Islam.

Jama’ah Shalat Jum’at rahimakumullah

Dalam surat Al-Isra’ ayat 53 Allah SwT telah berfirman

َ ‫غ بَ ۡينَهُمۡۚ إِ َّن ٱل َّش ۡي ٰطَ َن َك‬


‫ان لِإۡل ِ ن ٰ َس ِن‬ ُ ‫وا ٱلَّتِي ِه َي أَ ۡح َس ۚ ُن إِ َّن ٱل َّش ۡي ٰطَ َن يَن َز‬
ْ ُ‫َوقُل لِّ ِعبَا ِدي يَقُول‬
٥٣ ‫َع ُد ٗ ّوا ُّمبِ ٗينا‬

Dan Katakanlah kepada hamha-hamba-Ku: “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan


yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara
mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia

Tanpa memerlukan rujukan tafsir apapun, kita bisa paham kalu ayat ini sudah jelas
memerintahkan kepada setiap manusia untuk hanya mengucapkan kalimat yang baik,
karena kalau kita salah memilih kata dalam berbicara, ditambah andil syetan, hal itu bisa
menimbulkan perselisihan.

Baca Juga:   Pembangunan Grha SM sebagai Simbol Kebangkitan Media Pers Islam


Akibat dari pemilihan kata yang tidak baik itu terbukti secara nyata pada tahun 2016
yang lalu. Seorang pemimpin daerah yang dikenal suka berkata kasar (namun dicitrakan
sebagai perkataan yang jujur) akhirnya terantuk batu. Kebiasaannya berkata kasar dan
sembrono akhirnya melampui batas kepantasan. Kehebohan yang luar biasa pun
tersulut dari lisan yang semborono itu. Sungguh sangat tepat kalau Rasululah SAW juga
bersabda

ْ ‫ان ي ُْؤ ِم ُن بِاهللِ َو ْاليَ ْو ِم اآْل ِخ ِر فَ ْليَقُلْ َخ ْيرًا أَ ْو لِيَصْ ُم‬


‫ت‬ َ ‫ َم ْن َك‬.

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah dia berkata
yang baik atau hendaklah diam.” (HR Bukhari dan Muslim).

Hadits ini secara tegas menyatakan kalau kita tidak yakin apa yang akan kita ucapkan
itu merupakan suatu yang baik dan akan membawa akibat yang baik pula, maka lebih
baik kita diam. Diam itu emas.Diam itu lebih baik daripada berkata yang tidak benar,
darupada mengatakan sesuatu yang tidak membawa dampak yang baik.

Mengapa demikian? Karena setiap ucapan yang kita kelurkan itu pada akhirnya harus
kita pertanggungjawabkan. Hal itu sesuai dengan Firman Allah dalam surat Qaf ayat 18

 ١٨ ‫يد‬ٞ ِ‫ َّما يَ ۡلفِظُ ِمن قَ ۡو ٍل إِاَّل لَ َد ۡي ِه َرقِيبٌ َعت‬ 

Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat


Pengawas yang selalu hadir.

Oleh karena itu dalam suatu kesempatan, ketua Umum PP Muhammadiyah, Dr Haedar
Nashir meyatakan, “Seorang pemimpin harus pandai untuk merawat kata, karena dari
kata itulah sering ada bencana”.

Jama’ah Shalat Jum’at rahimakumullah

Kalau kita cermati lebih mendalam, teramat banyak ajaran maupun perintah Allah dan
Rasul-Nya kepada kita semua agar kita senantiasa cermat dalam menjaga lisan kita ini.
Meskipun dalam keadaan marah sekalipun.
Dalam hal ini ada nasehat sederhana dari pepatah timur, yang patut kita
renungkan. “Manusia diberi dua telinga dan satu mulut, kalau direnungkan itu
mengandung maksud Allah, sang pencipta kita itu, menginginkan manusai itu lebih
banyak mendengar daripada berbicara”.

Namun, di masa sekarang ini siapakah di antara kita yang lebih suka mendengar
daripada berbicara. Kita cenderung menginginkankan orang lain untuk mendengarkan
kita. Bahkan kalau perlu memaksa orang lain supaya mau mendengarkan kita juga untuk
memperhatikan kepentingan kita. Namun, sangat sedikit yang mau lebih banyak
mendengar. Sangat sedikit di antara kita yang mau lebih mengerti urusan orang lain.
Kita cenderung menganggap orang lain itu tidak penting. Dan yang penting adalah diri
kita sendiri, maka kita lebih suka berbicara, bahkan kalau perlu berteriak supaya
didengar tanpa pernah mau mendengarkan pendapat orang lain.

Baca Juga:   Landasan Kehidupan Sosial

Padahal mulut kita itu cuma satu dan telinga kita itu dia di sampimg kanan kiri. Artinya
kita harus mau mendengar semua perkara dari kedua sisi yang berbeda barulah kita
berhak untuk berbicara tentang urusan itu.

Maka, sudah sangat tepat kalau Imam Syafii (Allahu yarham) memberikan nasehat
kepada para muridnya, Apabila seseorang ingin berbicara, hendaklah berpikir dulu. Bila
jelas maslahatnya maka berbicaralah, dan jika dia ragu maka janganlah dia berbicara
hingga nampak maslahatnya. 

ْ‫َج َعلَنَا هللاُ َوإِيَّا ُك ْم ِم َن ْال ُم ْؤ ِمنِي َْن ْال ُمحْ ِسنِي َْن َوأَ ْد َخلَنَا َوإِيَّا ُك ْم فِى ِعبَا ِد ِه الصَّالِ ِحي َْن َوقُل‬
ِ ‫ت َخ ْي ُر الر‬
‫َّاح ِمي َْن‬ َ ‫ َربِّ ا ْغفِرْ َوارْ َح ْم َوأَ ْن‬.

KHUTBAH KEDUA

‫ان إِالَّ َعلَى الظَّالِ ِمي َْن‬


َ ‫اَ ْل َح ْم ُد ِهللِ َربِّ ْال َعالَ ِمي َْن َو ْال َعاقِبَةُ لِ ْل ُمتَّقِي َْن َوالَ ُع ْد َو‬.

‫صالَةُ َوال َّسالَ ُم َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى ألِ ِه َوأَصْ َحابِ ِه أَجْ َم ِعي َْن‬
َّ ‫ َوال‬.
ُ‫أن ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُولُهُ أَرْ َسلَه‬ َّ ‫ْك لَهُ َوأَ ْشهَ ُد‬ َ ‫أن الَّ إلهَ إالَّ هللاُ َوحْ َدهُ الَ َش ِري‬ ْ ‫أشه ُد‬
‫ق تُقَاتِ ِه َوالَ تَ ُم ْوتُ َّن إِالَّ َوأَ ْنتُ ْم‬َّ ‫ أ َّما بَ ْع ُد فَيَا ِعبَا َد هللاِ اِتَّقُ ْوا هللاَ َح‬،‫َرحْ َمةً لِ ْل َعالَ ِمي َْن‬
‫ ُم ْسلِ ُم ْو َن‬.

Hadirin Jam’ah Jumat rahimakumullah…

Memang, lidah tidak bertulang, begitulah kata orang Melayu tentang licinnya lidah yang
mudah tergelincir. Namun sebagai orang yang beriman yang dibekali akal ppikiran yang
lengkap, kita tidak boleh larut dalam kelicinan lidah. Lidah kita memang licin, sering
cepat bergerak melebihi kecepatan pikiran. Namun potensi lidah yang sering selip itu
harus dapat dikontrol. Kemampuan kita dalam mengontrol lidah inilah yang menajdi
pembeda harga kita dengan orang lain. Dari kata-kata yang kita produk itulah diri kita
dinilai.

Anda mungkin juga menyukai