Anda di halaman 1dari 24

Available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.

php/geo
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

PENYELESAIAN SENGKETA
ADMINISTRASI PEMILIHAN
KEPALA DAERAH
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2015
TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR,BUPATI DAN WALIKOTA

(Studi Putusan Sengketa Administrasi


Pemilihan Walikota Dan Wakil Walikota

Di Panwas Kota Pematangsiantar Tahun 2015)

Abdullah Situmorang1, Farhan Pratama Tanjung2 , Rini Maya Sari Siregar3


e-mail : farhansaya89@email.com

Jurusan Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Medan


Jl. Williem Iskandar Pasar V Medan Estate, Medan 20221 Indonesia
Telp. (061) 6613365

Abstrak
Norma hukum penyelesaian sengketa kepada penyelenggara pemilu lokal telah diatur
dalam peraturan perundang-undangan di mana Badan Pengawas Pemilu Provinsi dan
Pemerintah Kabupaten / Kota menyelesaikan sengketa yang keputusannya bersifat final
dan mengikat. Permasalahan dalam penelitian ini, pertama, bagaimana rasionalisasi
norma hukum, apakah putusan bersifat final dan mengikat perselisihan dapat dibatalkan
dan bagaimana cara penyelesaiannya sesuai asas dan norma hukum. Jenis penelitian yang
digunakan adalah yuridis normatif deskristif analitik. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa penalaran logis atau rasionalisasi norma hukum penyelesaian perselisihan tidak
mempermasalahkan baik filosofis, yuridis, sosiologis dan politis berdasarkan prinsip
hukum negara Pancasila. Badan Pengawas Provinsi dan Kabupaten / Kota memiliki
kewenangan atributif dan absolut untuk memeriksa dan memutus sengketa administrasi.
Peran Badan Pengawas Pemilu Provinsi dan Kabupaten / Kota melakukan penilaian secara
lengkap baik dari segi rechtmatigheid (kepastian) maupun doelmatigheid (kegunaan).
Untuk itu harus kredibel dan kompeten serta konsisten pada asas hukum untuk
mengurangi kelemahan yang masih ada.

Kata Kunci: Administrasi Sengketa, Ajudikasi, Final dan Mengikat dan Pemilu

Abstract
Legal norms of dispute resolution to local election administration has been specified in the
legislation where Election Supervisory Body of Province and District/Municipal authorities
resolve the dispute whose decision is final and binding. Problems in this study, first, how
rationalization of legal norms, whether the decision is final and binding dispute may be
canceled and how the settlement method according to the principles and legal norms. The study
is a normative juridical deskristif analytical. The results showed that the logical reasoning or
rationalization of the legal norms of appropriate dispute resolution never mind good
philosophical, juridical, sociological and political based on the principles of Pancasila state law.
Supervisory Body of Province and District/City have attributive and absolute authority to
examine and decide administrative disputes. The role of the Election Supervisory Body of
Province and District/Municipal conduct a complete assessment in terms of both

1| Vol XX No. X – 20XX Jurnal Geografi Vol XX No.X (XX-XX)


Available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/geo
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

rechtmatigheid (certainty) and doelmatigheid (usefulness). For that it must be credible and
competent and consistent on the principle of law to reduce the weaknesses that still exist.

Keywords: Dispute Administration, Adjudication, Final and Binding and Elections

PENDAHULUAN Kabupaten/Kota diperintahkan


A. LATAR BELAKANG menyelesaikan sengketa dimaksud dan
Pemilu merupakan serangkaian berfungsi sebagai lembaga banding
kegiatan politik yang dilakukan secara administrasi yang putusan sengketanya
demokratis untuk menampung final dan mengikat (final and binding).
kepentingan masyarakat yang kemudian
Pada tahun 2015, cukup banyak
dirumuskan dalam berbagai bentuk
perkara yang ditangani atau diputus
kebijakan (policy). Pemilu yang
oleh Panwas Kabupaten/Kota di
dilaksanakan menjadi representasi dari
Provinsi Sumatera Utara, salah satunya
rakyat selaku pemegang kedaulatan
adalah sengketa administrasi pada tahap
khususnya dalam menentukan
pencalonan yang diputus oleh Panwas
pemimpin dalam rangka perwujudan
Kota Pematangsiantar. Sengketa pada
demokrasi Pancasila.1
Pilkada Kota Pematangsiantar tahun
Dalam pemilihan umum atau 2015 ini menjadi studi perbandingan
pemilihan kepala daerah, sistem untuk mengkaji aspek hukum
keadilan pemilu dikembangkan untuk administrasi maupun hukum tata negara
mencegah dan mengidentifikasi dalam kerangka hukum Pilkada.
“ketidakberesan” pada pemilu, sekaligus
sebagai sarana dan mekanisme untuk
membenahi ketidakberesan tersebut dan
B. PEMBAHASAN
memberikan sanksi kepada pelaku
Berdasarkan uraian latar belakang
pelanggaran.2 Tahapan demi tahapan diatas, maka yang akan menjadi pokok
pemilihan kepala daerah (pilkada) kerap permasalahan adalah sebagai berikut :
ditemui banyaknya sengketa atau konflik
1. Bagaimana rasionalisasi norma hukum
kepentingan hukum baik sesama peserta penyelesaian sengketa administrasi
maupun dengan KPU Provinsi atau pemilihan kepala daerah;
KPU Kabupaten/Kota sebagai akibat 2. Apakah putusan sengketa yang final
keluarnya keputusan-keputusannya dan mengikat berdasarkan undang-
dalam proses penyelenggaraan undang dapat dibatalkan atau
pemilihan tersebut. Sengketa atau dikoreksi (studi putusan sengketa
konflik dimaksud salah satunya adalah administrasi pemilihan Nomor
sengketa administrasi yang Register :
mekanismenya dalam bentuk banding 004/PS/PWSL.PTS.02.04/IX/2015 di
Kota Pematangsiantar);
administrasi sebagaimana amanat
3. Bagaimana metode penyelesaian
undang-undang Pilkada. Munculnya
sengketa administrasi pemilihan sesuai
norma penyelesaian sengketa (adjudikasi) prinsip dan norma-norma hukum.
ini sesuatu yang baru dalam Pilkada yang
juga menimbulkan konsekuensi dan
C. Tujuan Penelitian
akibat hukum pula. Dalam undang- Adapun tujuan penelitian yang ingin
undang Pilkada ini (pasal 142-144, ada 3 dicapai adalah sebagai berikut :
pasal), Bawaslu dan Panwas

Pola Keruangan …..|76


Available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/geo
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

a. Untuk menganalisis rasionalisasi disarankan menyampaikan sumber rujukan


norma hukum (ratio legis) atas metode yang digunakan.
penyelesaian sengketa administrasi
pemilihan kepala daerah; II KERANGKA TEORI
b. Untuk menganalisis apakah suatu Untuk mengetahui permasalahan
putusan sengketa yang final dan yang diungkapkan dalam penulisan ini
mengikat berdasarkan undang- digunakan teori sistem hukum yang
undang dapat dibatalkan atau didukung oleh teori kepastian hukum dan
dikoreksi (studi putusan sengketa teori negara hukum “Pancasila”. Teori
administrasi pemilihan Nomor besarnya adalah teori negara hukum yang
Register :
004/PS/PWSL.PTS.02.04/IX/2015 di dikembangkan oleh JJ. Rosseau3 (teori
Panwas Kota Pematangsiantar); dan hukum formal aliran klasik), dimana
c. Untuk mengetahui metode prinsipnya apabila dalam pelaksanaan
penyelesaian sengketa administrasi kewenangannya, pemerintah melanggar
pemilihan sesuai prinsip dan norma- hak-hak warga negara harus ada
norma hukum. pengadilan administrasi yang
menyelesaiakannya. Pemikiran ini
D. Manfaat Penelitian diperkuat dengan konsep negara hukum
Penelitian ini diharapkan Pancasila yang diperkenalkan oleh
memberikan manfaat dan berguna
dari dua bagian yaitu : Mochtar Kusuma Atmaja dimana di
dalam masyarakat diperlukan berbagai
a. Secara teoritis hasil penelitian ini
peraturan yang mengatur segala tindak
bermanfaat bagi peneliti selanjutnya
dan bermanfaat pula menambah tanduk manusia sampai sedetail-detailnya
khasanah ilmu pengetahuan di bidang demi kelancaran hidup masyarakat dan
hukum tata negara dan hukum untuk mencegah hambatan-hambatan
administrasi negara khususnya yang atau ketidakadilan.4
berhubungan dengan kajian terkait
Teori sistem hukum (legal system
penyelesaian sengketa pemilihan
umum maupun pemilihan kepala theory) juga digunakan untuk
daerah. menganalisis permasalahan. Menurut
b. Secara praktis hasil penelitian ini Lawrence M.Friedman, dikatakannya
dapat menjadi bahan masukan bagi dalam sistem hukum mengandung 3 (tiga)
Penyelenggara Pemilu khususnya komponen yaitu struktur hukum (legal
Pengawas Pemilu/Pemilihan, Komisi structure),subtansi hukum (legal substance)
Pemilihan Umum, Praktisi Hukum dan budaya hukum (legal culture)5.
dan sumbangan pemikiran bagi Komponen struktur hukum dalam hal ini
pembuat kebijakan yaitu Bawaslu RI, mencakup berbagai institusi yang
DPR RI dan Pemerintah Pusat.
diciptakan oleh sistem hukum dengan
berbagai macam fungsinya dalam rangka
Apabila ada rumus-rumus statistika mendukung bekerjanya sistem hukum
yang digunakan sebagai bagian dari metode tersebut. Salah satu institusi tersebut
penelitian, sebaiknya rumus yang sudah adalah Badan/Panitia Pengawas Pemilu
umum digunakan tidak ditulis. Misalnya (Bawaslu/Panwas) yang menjalankan
ada ketentuan spesifik yang ditetapkan oleh
fungsinya sebagai struktur hukum.
peneliti dalam rangka mengumpulkan dan
Komponen struktur hukum (legal
menganalisis data penelitian dapat
dijelaskan pada bagian metode ini. Penulis structure) ini relevan untuk membahas
permasalahan, yang menekankan pada

1| Vol XX No. X – 20XX Jurnal Geografi Vol XX No.X (XX-XX)


Available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/geo
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

upaya dalam menyelesaikan sengketa Namun kini berkembangnya paradigma


yang terjadi dalam pemilihan kepala hukum sering kali memasukkan atau
daerah.Substansi hukum meliputi aturan- mempergunakan istilah tersebut sebagai
aturan hukum, norma-norma dan pola pertimbangan dalam upaya membentuk
perilaku nyata manusia yang berada suatu aturan hukum atau putusan
dalam sistem itu termasuk produk yang peradilan.
dihasilkan oleh orang yang berada di
Menurut Gustav Radbruch dari tiga
dalam sistem hukum itu, mencakup
tujuan hukum (yaitu keadilan,
keputusan-keputusan yang mereka
kemanfaatan, dan kepastian hukum),
keluarkan atau aturan baru yang mereka
keadilan harus menempati posisi yang
susun. Sementara budaya hukum yang
pertama dan utama dari pada kepastian
dimaksud dalam tesis ini adalah keadaan
dan kemanfaatan. Memanglah demikian
budaya (culture) masyarakat hukum
bahwa keadilan adalah tujuan hukum
dalam penyelesaian masalah ini antara
yang pertama dan utama, karena hal ini
lain Bawaslu/Panwas, KPU, DKPP dan
sesuai dengan hakekat atau ontologi
Pasangan Calon/Partai Politik pengusung
hukum itu sendiri.
dalam memberi respon terhadap norma
atau aturan hokum perundang-undangan Pada mulanya, ajaran prioritas dari
terkait penyelesaian sengketa pemilihan. Gustav Radbruch dirasakan jauh lebih
maju dan arif, ketimbang “ajaran
Teori kepastian hukum
ekstrem”, yaitu ajaran etis, utilistis, dan
dikemukakan oleh Roscoe Pound.6Teori dogmatic-legalistik. Namun lama–
kepastian hukum mengandung 2 (dua) kalamaan, karena semakin kompleknya
pengertian yaitu pertama, adanya aturan kehidupan manusia di era modern ini,
yang bersifat umum membuat individu maka pilihan prioritas yang sudah
mengetahui perbuatan apa yang boleh dibakukan, kadang – kadang
atau tidak boleh dilakukan dan kedua, memunculkan pertentangan antara
berupa keamanan hukum bagi individu kebutuhan hukum dan kasus – kasus
dari kesewenangan pemerintah karena tertentu. Sebab adakalanya dalam suatu
adanya aturan hukum yang bersifat kasus keadilan yang lebih tepat
umum itu individu dapat mengetahui apa diprioritaskan ketimbang kemanfaatan
saja yang boleh dibenarkan atau dan kepastian hukum, tetapi dalam kasus
dilakukan negara terhadap individu. lain justru terasa lebih tepat jika
Dikaitkan dengan fungsi kemanfaatan lebih dipriotitaskan
Bawaslu/Panwaslu dalam penyelesaian ketimbang keadilan dan kepastian
sengketa pemilu atau sengketa pemilihan hukum; dan mungkin lagi, dalam kasus
adalah tergambar jelas berfungsi sebagai lainnya justru kepastian hukum yang
peradilan semu (adjudikasi) dalam lebih tepat di prioritaskan ketimbang
memutuskan sengketa. Dalam konteks keadilan dan kemanfaatan. Konsep
peradilan semu (bukan peradilan murni) termutakhir ini yang oleh dunia praktik
berlaku prinsip rechtmatigheid dan hukum yang dianggap paling relevan
doelmatigheid. Istilah rechtmatigheid dan untuk menjawab masalah-masalah
doelmatigheid merupakan istilah yang hukum dewasa ini.
berasal dari ranah hukum administrasi Maka penelitian tesis ini akan mencoba
negara. mencari bagaimana metode penyelesaian
sengketa sesuai prinsip-prinsip hukum
yang mengandung tiga unsur tujuan

2 kata awal Judul Artikel …..|2


Available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/geo
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

hukum secara proporsional sehingga penafsiran atau suatu ketidakjelasan


Bawaslu atau Panwas sebagai mejelis tertentu mengenai suatu masalah kegiatan
banding administrasi dapat secara dan/atau peristiwa yang berkaitan
optimal melaksanakan fungsi dan dengan pelaksanaan Pemilihan
perannya sebagai lembaga penyelesai sebagaimana diatur dalam ketentuan
sengketa administrasi (fungsi adjudikasi peraturan perundang-undangan;
sengketa administrasi pemilihan) keadaaan dimana terdapat pengakuan
terhadap keputusan administrasi yang berbeda dan/atau penolakan
pemerintahan dalam bidang penghindaran antarpeserta Pemilihan
penyelenggaraan pemilu/pemilihan yang atau antara peserta pemilihan dengan
menjunjung tinggi prinsip mandiri, jujur, penyelenggara pemilihan; dan keputusan
adil, bermanfaat dan berkepastian KPU Provinsi atau keputusan KPU
hukum. Kabupaten/Kota. Namun dari kedua
defenisi umum dan sfesifik tersebut, tetap
ada kesamanaan unsurnya yaitu : adanya
I. HASIL PENELITIAN DAN dua pihak atau lebih, adanya hubungan
PEMBAHASAN dengan masalah atau objek tertentu,
A. Rasionalisasi rasionalisasi norma
adanya pertentangan/pengakuan
hukum (ratio legis) penyelesaian
berbeda/penolakan/penghindaran dan
sengketa administrasi pemilihan
kepala daerah adanya akibat hukum.
Sengketa (Disputes, bahasa Inggris), Dikaitkan dengan konsep negara
seringkali disebut sama dengan konflik hukum formal aliran klasik tipe Eropa
yang menurut Ali Achmat7 berpendapat : didukung oleh F.J. Sthal dalam bukunya
“sengketa adalah pertentangan antara Philosophie des Recht (1878) yang
dua belah pihak atau lebih yang mengadopsi pemikiran liberal J.J Rosseau,
berawal dari persepsi yang berbeda yaitu unsur-unsur utama negara hukum
tentang suatu kepentingan atau hak yang salah satunya adalah apabila dalam
milik yang dapat menimbulkan akibat pelaksanaan kewenangannya pemerintah
hukum bagi keduanya” melanggar hak asasi warga negara
harus ada pengadilan administrasi
yang menyelesaikannya. 9 Maka norma
Berdasarkan dua pengertian hukum penyelesaian sengketa
sengketa di atas, dapat diuraikan menjadi administrasi yang diatur dalam
beberapa elemen antara lain 8 : 1) adanya Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015
dua pihak atau lebih; 2)adanya hubungan merupakan perwujudan negara hukum
atau kepentingan yang sama terhadap yang diharapkan untuk menyediakan
objek tertentu; 3)adanya pertentangan dan akses bagi masyarakat untuk mencari
perbedaan persepsi; dan 4) adanya akibat keadilan (acces for justice) yang bertujuan
hukum. Namun secara sfesifik, defenisi menjamin dan melindungi hak-hak
sengketa pemilihan berdasar Peraturan warga negara atas tindakan KPU dan
Bawaslu Nomor 8 tahun 2015 tentang tata jajaranya dalam mengeluarkan
cara penyelesaian sengketa pemilihan keputusan-keputusan yang merugikan
gubernur, bupati dan walikota, pasal 2 kepentingan hukum warga negara itu.
ayat 2), mendefenisikan penyelesaian Dengan demikian perlu dijelaskan apa
sengketa dilakukan karena adanya yang menjadi pertimbangan atau alasan
sengketa yang timbul karena : perbedaan adanya norma penyelesaian sengketa

1| Vol XX No. X – 20XX Jurnal Geografi Vol XX No.X (XX-XX)


Available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/geo
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

dilahirkan oleh pembentuk undang- publik dan adjudikatif privat. Adjudikatif


undang. publik dilakukan melalui institusi
pengadilan negara (litigasi formal).
Jika melihat dari dua jenis ini, maka
Landasan Penyelesaian Sengketa
Pemilihan Kepala Daerah penyelesaian sengketa pemilu atau
Penyelesaian sengketa pemilihan pemilihan kepala daerah termasuk jenis
merupakan proses atau perbuatan untuk adjudikasi publik karena dilakukan
menyelesaian sengketa atau konflik yang melalui institusi negara namun tidak
timbul dalam proses Pilkada. peradilan murni atau dengan kata lain
Rasionalisasi penyelesaian sengketa semi adjudikasi publik. Hal ini diperkuat
pemilihan adalah mempertanyakan apa dengan argumentasi bahwa para pihak
landasan pertimbangan yang logis tidak bisa memilih dan menentukan
sehingga muncul dan dibutuhkan adanya sendiri hakimnya. Para pihak yang
penyelesaian sengketa pemilihan pada bersengketa dalam pemilihan kepala
proses Pilkada. Untuk itu, berbicara daerah adalah pasangan calon atau
landasan atau dasar logis penyelesaian peserta pemilihan dan penyelenggara
sengketa pemilihan maka adalah tepat jika pemilihan yaitu KPU Provinsi dan KPU
kita bisa mempertimbangkan landasan Kabupaten/Kota dan para pihak ini
mengapa norma penyelesesaian sengketa menggunakan institusi negara dalam hal
itu berlaku atau diberlakukan. ini pengawas pemilihan yaitu Bawaslu
Provinsi atau Panwas Kabupaten/Kota
Secara umum dapat dikemukakan
untuk menyelesaikan sengketanya.
adanya empat dasar pertimbangan yang
logis yang menyebabkan norma hukum Dalam konteks hukum tata negara,
penyelesaian sengketa pemilihan dalam KPU adalah pejabat tata usaha negara
aturan undang-undang atau peraturan (pejabat TUN) yang menyelenggarakan
fungsi pemerintahan (eksekutif) di bidang
perundang- undangan diberlakukan.10
pemilihan umum dan pemilihan kepala
Untuk itu, norma hukum penyelesaian
daerah. Setiap keputusan atau penetapan
sengketa dimaksud dapat diberlakukan
yang dilakukan oleh KPU memiliki
karena adanya pertimbangan yang
bersifat a) filosofis, b) yuridis, c) sosiologis konsekuensi digugat atau disanggah oleh
dan d) politis. pihak yang merasa dirugikan atas
keluarnya keputusan atau penetapan
KPU. Kondisi ini, disadari oleh pembuat
Bentuk dan Cara Penyelesaian Sengketa undang-undang karena potensi benturan,
Pola penyelesaian sengketa di konflik maupun sengketa hukum dalam
Indonesia pada umumnya menerapkan proses dan tahapan selalu ada. Pembuat
dua sistem penyelesaian sengketa yang undang-undang menyadari bahwa dalam
tersedia, yaitu dengan menggunakan jalur proses penyelenggaraannya,
(sistem) adjudikasi yaitu pengadilan dan benturan/sengketa yang terjadi harus
arbitrase, yang sering kali dalam ilmu diberi wadah atau sarana untuk
hukum dikenal dengan istilah “litigasi” menyelesaikannya.
dan menggunakan jalur di luar
Sesuai dengan konsep teori negara
pengadilan atau orang mengenalnya
hukum yaitu unsur-unsur utama negara
dengan istilah non adjudikasi. Sementara
hukum formal (rechstaat) yang antara
penyelesaian sengketa secara adjudikatif
lain menyebutkan apabila dalam
dibedakan menjadi dua, yaitu adjudikatif
pelaksanaan kewenangannya pemerintah

2 kata awal Judul Artikel …..|2


Available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/geo
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

melanggar hak asasi warga negara, harus Undang Nomor 8 tahun 2015 pasal 142 (b)
ada pengadilan administrasi yang yaitu sengketa antar peserta pemilihan
menyelesaikannya. 11 Maka dengan dengan penyelenggara pemilihan akibat
merujuk kepada teori ini, dalam setiap keluarnya keputusan KPU Provinsi dan
sengketa atau adjudikasi yang terjadi KPU Kabupaten/Kota maka perlu
dalam proses atau tahapan pelaksanaan dipertanyakan apakah sengketa jenis ini
pemilihan kepala daerah, mengharuskan termasuk sengketa tata usaha negara
adanya struktur atau kelembagaan (TUN) atau tidak. Maka untuk menjawab
penyelesai sengketa. Dalam hal ini maka hal itu perlu dilakukan identifikasi
adapun proses penyelesaian sengketa didasarkan kepada norma aturan yang
yang dilakukan oleh Bawaslu Provinsi dapat dijadikan pijakan jawabannya.
dan Panwas Kabupaten/Kota Dalam pasal 142 (b) tersebut dapat diurai
dikategorikan sebagai proses adjudikasi unsurnya, yaitu : a) sengketa b) peserta
semu dalam bentuk persidangan mini pemilihan c) penyelenggara pemilihan d)
(mini trial). keputusan dan e) KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota. Dengan demikian,
Adapun yang menjadi objek
pertanyaan selanjutnya, apakah sengketa
sengketa pemilihan kepala daerah adalah
yang dimaksud dalam pasal 142 ayat (b)
setiap keputusan (beschikking) yang
ini merupakan sengketa tata usaha
dikeluarkan oleh KPU Provinsi dan KPU
negara atau tidak. Maka untuk
Kabupaten/Kota dalam setiap tahapan
mengidentifikasi karakteristik sengketa
Pilkada. Sengketa pemilihan yang terkait
ini dapat dirujuk kepada ketentuan
dengan keputusan KPU inilah yang kerap
dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun
banyak muncul dalam proses dan tahapan
1986 (UU Peratun). Berdasarkan pada
Pilkada sehingga permasalahan sengketa
identifikasi dengan rumusan norma
administrasi pemilihan ini perlu didalami.
aturan perundangan yang berlaku itu,
Mengenai penggunaan istilah maka dapat
“keputusan” dan “peraturan”, menurut
disimpulkan suatu keputusan yang
Jimly Asshiddiqie12, negara sebagai dikeluarkan oleh KPU Provinsi dan KPU
organisasi kekuasaan umum dapat Kabupaten/Kota dalam urusan
membuat tiga macam keputusan yang pelaksanaan (eksekutif/pemerintahan) di
mengikat secara hukum bagi subjek- bidang penyelenggaraan pemilihan
subjek hukum yang terkait dengan kepala daerah merupakan keputusan tata
keputusan-keputusan itu: Yaitu usaha negara yang dapat disengketakan
keputusan-keputusan yang bersifat karena memenuhi kriteria penetapan
umum dan abstrak (general and abstract) tertulis, konkrit, individual, final dan
biasanya bersifat mengatur (regeling), menimbulkan akibat hukum bagi
sedangkan yang bersifat individual dan seseorang atau badan hukum perdata.
konkret dapat merupakan keputusan Disini ada dua pihak, satu pihak pertama
yang bersifat atau berisi penetapan adalah seseorang atau badan hukum
administratif (beschikking) ataupun perdata yaitu peserta pemilihan (calon
keputusan yang berupa ‘vonnis’ hakim gubernur/wakil gubernur atau calon
yang lazimnya disebut dengan istilah bupati/wakil bupati atau calon
putusan. walikota/wakil walikota) dan pihak
Dengan melihat karakteristik kedua adalah badan/pejabat tata usaha
sengketa sebagaimana dalam Undang- negara yaitu KPU Provinsi dan KPU

1| Vol XX No. X – 20XX Jurnal Geografi Vol XX No.X (XX-XX)


Available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/geo
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

Kabupaten/Kota yang mengeluarkan pelaksanaannya. Pengaturan biaya


keputusan tata usaha negara (KTUN). ringan, agar terpikul oleh rakyat. Biaya
perkara yang tinggi menyebabkan
Maka jika demikian halnya, maka
kebanyakan pihak yang berkepentingan
sengketa antarpeserta pemilihan (sesama
enggan untuk mengajukan tuntutan hak
calon atau pasangan calon dengan satu
kepada pengadlian.
atau lebih pasangan calon lainnya)
sebagaimana pasal 142 (a) Undang- M. Yahya Harahap, memberikan
Undang Nomor 1 tahun 2015 merupakan penjelasan yang lebih tegas tentang
bukan sengketa tata usaha negara (non- makna dan arti peradilan sederhana,
TUN) atau dapat dikatakan non-TUN cepat, dan biaya ringan. Menurut beliau,
merupakan sengketa di lapangangan yang dicita-citakan dari peradilan
private yang mekanisme penyelesaian sederhana, cepat, dan biaya ringan adalah
hukumnya menggunakan sistem adjukasi :
privat pula.
“. . . suatu proses pemeriksaan yang
relatif tidak memakan jangka waktu lama
sampai bertahun-tahun sesuai dengan
Prinsip Peradilan Administrasi
kesederhanaan hukum acara itu sendiri.
Peradilan cepat adalah menyangkut
Apa yang sudah memang sederhana,
masalah jalannya peradilan dengan
jangan sengaja dipersulit oleh hakim
ukuran waktu atau masa acara
kearah proses pemeriksaan yang
persidangan berlangsung. 13 Hal ini berbelit-belit dan tersendat-sendat.
berkaitan dengan masalah kesederhanaan Jangan sampai jalannya pemeriksaan
prosedur atau proses persidangan diatas, mundur terus untuk sekian puluh kali
apabila prosedurnya terlalu rumit akan atas berbagai alasan yang tidak sah
berakibat memakan waktu yang lebih
menurut hukum”.14
lama. Penyelesaian perkara yang
memakan waktu terlalu lama, akan
menimbulkan masalah-masalah Adil, tepat guna, dan berdaya guna
(sampingan) baru, belum lagi apabila kita merupakan ciri-ciri peradilan yang
berbicara tentang dampak perubahan unggul, hal ini sejalan dengan asas- asas
keadaan bagi pelaksanaan putusan. peradilan yang baik dalam sistem
Jangka waktu yang pantas, artinya bahwa peradilan di Indonesia yang menyatakan
hakim menjaga agar tidak terjadi setiap orang berkedudukan sama di
keterlambatan yang tidak pantas atau depan hukum, peradilan dilaksanakan
pelaksanaan prosedur atas permintaan secara tepat waktu, terjadwal dengan
para pihak atau atas dasar jabatannya, baik, tidak berbelit-belit sehingga bisa
hakim dapat mengambil tindakan- menghindari pemborosan biaya.
tindakan untuk mempercepat prosedur Meskipun tidak disebut dengan kata
ini. cepat, makna kata tepat efektif dan efisien
Banyaknya formalitas (berbelit- adalah tepat waktu dan tepat guna
belit) bukan hanya hambatan bagi dengan kata lain tidak membuang
jalannya peradilan dalam pemeriksaan di kesempatan lain, selain untuk proses
muka sidang saja, tetapi juga penyelesaian persidangan biaya yang harus
daripada berita acara pemeriksaan di dikeluarkan juga menjadi hemat, tidak
persidangan sampai pada mahal dan terjangkau.
penandatanganan putusan dan

2 kata awal Judul Artikel …..|2


Available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/geo
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

Dalam hal terjadi sengketa antara Kabupaten/Kota memeriksa dan memutus


pemerintah dengan rakyat, prinsip utama sengketa Pemilihan paling lama 12 (dua belas)
yang perlu dikedepankan adalah prinsip hari sejak diterimanya laporan atau temuan.
penyelesaian sengketa dengan cara (3) Bawaslu Provinsi dan Panwas
musyawarah melalui wadah atau sarana Kabupaten/Kota melakukan penyelesaian
upaya administratif, sedangkan sengketa melalui tahapan (a) menerima dan
penyelesaian melalui peradilan mengkaji laporan atau temuan; dan (b)
administrasi dijadikan sebagai sarana mempertemukan pihak yang bersengketa
terakhir. Penyelesaian sengketa dengan untuk mencapai kesepakatan melalui
sarana upaya administrasi, diharapkan musyawarah dan mufakat”
mampu menjaga dan memulihkan
keserasian hubungan antara pemerintah
dan rakyat, sehingga tercipta kembali Maka pendapat para ahli tersebut
diatas sangat relevan mendasari norma
kerukunan.
pengaturan adjudikasi sengketa pemilihan
Paham gotong royong yang telah dimana tujuannya agar semangat
diangkat sebagai konsep politik bangsa kekeluargaan dan gotong royong itu
Indonesia, sumber awalnya ditemukan terpelihara dan dikedepankan sesuai
dalam pidato Soekarno dan Soepomo filosofi tujuan negara hukum Pancasila.
pada sidang Panitia Persiapan Metode penyelesaian sengketa melalui
Kemerdekaan Indonesia 1 Juni 1945, musyawarah dan mufakat ini
Soekarno15 mengatakan : sesugguhnya harus didorong secara
“...Negara Indonesia yang kita efektif sebagai sarana untuk memperbaiki
dirikan haruslah negara gotong atau mengkoreksi kesalahan yang
royong! Alangkah hebatnya ! negara
gotong dilakukan oleh pejabat TUN di bidang
royong!...” pemilihan kepala daerah. Namun masalah
kemudian bagaimana caranya agar para
pihak dapat secara jujur (azas jujur dan fair)
Demikian pula Soepomo16 mau menempuh musyarawah dan
mengatakan :
mufakat atau malah tetap
“...Dalam suasana persatuan antara mempertahankan kebenaran dan
rakyat dan pemimpinnya antara kepentingan masing-masing.
golongan-golongan rakyat satu sama lain,
segala golongan diliputi oleh semangat
gotong royong dan semangat Tujuan Peradilan Administrasi
kekeluargaan...” Tujuan pembentukan suatu
peradilan administrasi dalam suatu
negara, pada dasarnya selalu terkait
Bila kita bandingkan pendapat diatas dengan falsafah negara tersebut. Tujuan
dengan kedudukan adjudikasi dalam pembentukan peradilan administrasi
proses Pilkada, maka kita bisa melihat yang dibangun atas dasar falsafah
pasal 143 yang berbunyi sebagai berikut liberalistis dan demokratis, adalah untuk
:17 memberikan perlindungan hukum
terhadap berbagai kepentingan yang
“ (1) Bawaslu Provinsi dan Panwas bersifat individualistis. Tujuan peradilan
Kabupaten/Kota berwenang menyelesaikan administrasi dirumuskan, secara preventif
sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal untuk mencegah tindakan- tindakan
142, (2) Bawaslu Provinsi dan Panwaslu
administrasi negara yang melawan

1| Vol XX No. X – 20XX Jurnal Geografi Vol XX No.X (XX-XX)


Available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/geo
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

hukum dan merugikan, sedangkan secara Peran yang dilaksanakan Bawaslu


represif ditujukan terhadap tindakan- beserta seluruh jajarannya di daerah
tindakan administrasi negara yang untuk menyelesaikan sengketa pemilu
melawan hukum dan merugikan rakyat sudah tidak bisa dikategorikan sebagai
perlu dan harus dijatuhi sanksi. Dengan mekanisme penyelesaian sengketa pemilu
demikian akan terjaga dan terwujud informal karena sudah dilembagakan
keserasian, keseimbangan, dan secara formal dengan peraturan
keselarasan antara kepentingan individu perundang-undangan UU Nomor 15
dengan kepentingan masyarakat. Tahun 2011 dikuatkan dengan UU
Nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilu
Legislatif dan UU Nomor 1 tahun 2015
Upaya Administratif Sebagai Bentuk sebagaimana dirubah dengan UU Nomor
Perlindungan Hukum
Dalam negara hukum modern 8 tahun 2015. Bawaslu beserta aparatnya
keterlibatan negara turut campur hampir di daerah sesungguhnya dapat
di setiap aspek kehidupan masyarakat memainkan peran sebagai mekanisme
semakin besar, sehingga konsekuensi dari penyelesaian sengketa pemilu maupun
keterlibatan itu, administrasi negara pemilihan alternatif apabila membentuk
memerlukan kekuasaan dan kebebasan dan mengembangkan sistem
yang semakin besar pula. Agar kekuasaan menampung dan merespon pertanyaan,
dan kebebasan tersebut tidak keluhan, ataupun kesalah-pahaman
disalahgunakan, dan perlindungan dalam pelaksanaan tata cara setiap
hukum tetap terjamin, untuk itu perlu tahapan pemilu atau pemilihan kepala
dilakukan pengawasan terhadap daerah.
administrasi negara. Pengawasan dapat Berbagai perkara atau sengketa
dilakukan melalui pengawasan ekstern pemilu atau sengketa pemilihan kepala
dan pengawasan intern. Pengawasan daerah yang timbul karena ketidak-
intern dapat dilakukan melalui badan- tahuan atau kesalah-pahaman dapat
badan di lingkungan pemerintahan diselesaikan secara awal melalui
sendiri, baik melalui atasan yang mekanisme yang dimandatkan oleh
mempunyai hubungan hierarkis maupun undang-undang dan disusun oleh
melalui lembaga/isntitusi lain yang Bawaslu sebagai lembaga banding
diatur oleh perundang- undangan. administrasi yang putusannya bersifat
Pengawasan intern ini ditinjau dari segi final dan mengikat tanpa membawa
waktu dilakukannya pengawasan dapat kasus ini kepada pengadilan murni.
pula disebut pengawasan preventif dan Sistem peradilan (adjudikasi) khusus yang
upaya administratif merupakan salah satu mampu menyelesaikan sengketa
bentuknya. semacam ini diharapkan semakin
kuat dan dipercaya publik.18
Penyelesaian sengketa inilah yang disebut
sebagai penyelesaian sengketa alternatif
B. Putusan Pangawas Pemilu Yang melalui adjudikasi (peradilan)
Bersifat Final Dan Mengikat administrasi semu sambil menunggu
Berdasarkan Peraturan Perundang- adanya peradilan khusus pemilu yang
Undangan
defenitif pada pemilihan umum serentak
nasional yang dicanangkan.
Model Penyelesaian Sengketa Pemilu di
Indonesia

2 kata awal Judul Artikel …..|2


Available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/geo
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

Pengaturan Sengketa Administrasi Maka dengan demikian ketentuan


Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia tata cara penyelesaian sengketa yang
Ada tiga pasal penting dalam diatur dengan suatu Peraturan Bawaslu
undang-undang ini, yang merupakan merupakan ketentuan yang memiliki
norma pengaturan sengketa maupun kekuatan mengikat karena diperintahkan
sengketa administrasi pemilihan kepala dengan tegas oleh undang-undang.
daerah yaitu pasal 142 sampai dengan Masalahnya, memang undang-undang
pasal 144. Jika mengacu kepada ketiga telah memberi perintah dengan tegas
pasal pengaturan mengenai sengketa tentang pengaturan lebih lanjut yaitu
pemilihan dalam undang-undang ini, dengan bentuk Peraturan Bawaslu, akan
dapat ditarik unsur norma yang diatur tetapi siapa subjek yang berwenang
yaitu : jenis sengketa pemilihan, otoritas membentuk Peraturan Bawaslu itu tidak
hukum yang berwenang menyelesaikan dengan tegas diperintahkan oleh
sengketa (Bawaslu Provinsi dan Panwas perundang-undangan.
Kabupaten/Kota), batas waktu
Mengacu kepada teori kepastian
penyelesaian, cara penyelesaian, sifat
yang dikemukakan, Roscoe Pound,
keputusan dan prinsip
kepastian hukum mengandung
pertanggungjawaban. Walau demikian
pengertian akan adanya aturan yang
perlu dipertegas keputusan KPU yang
bersifat umum membuat individu
mana saja yang dapat dijadikan objek
mengetahui perbuatan apa yang boleh
sengketa administrasi masih belum ada
atau tidak boleh dilakukan. Apa yang
batasannya sehingga masih terlalu
boleh dan tidak boleh dijadikan objek
umum. Menurut pendapat Jimmly :
sengketa administrasi atau dengan kata
“Apabila ketentuan itu belum cukup lain keputusan TUN apa saja yang
dan masih diperlukan pengaturan lebih dibolehkan disengketakan kepada
lanjut, maka pendelegasian kewenangan lembaga banding administrasi (Bawaslu
pengaturan itu baru dapat dilakukan Provinsi dan Panwas Kabupaten/Kota,
dengan tiga (3) alternatif syarat, yaitu haruslah jelas. Tentunya juga selain
(a) adanya perintah yang tegas batasan jenis keputusannya, harus ada
mengenai subjek lembaga pelaksana
batasan secara kualitatif, keputusan yang
yang diberi delegasi kewenangan dan
merugikan kepentingan hukum secara
bentuk peraturan pelaksana untuk
langsung dan dapat terbukti secara nyata
menuangkan materi pengaturan yang
saja yang dapat dijadikan objek hukum
didelegasikan, (b) adanya perintah yang
sengketa administrasi pemilihan.
tegas mengenai bentuk peraturan
Sehingga dengan demikian aturan yang
pelaksana untuk menuangkan materi
bersifat umum diketahui publik dan tidak
pengaturan yang didelegasikan, atau (c)
adanya perintah yang tegas mengenai menimbulkan tafsir.
pendelegasian kewenangan dari
undang- undang atau lembaga
Bawaslu/Panwaslu Sebagai
pembentuk undang-undang kepada
Lembaga/Majelis Banding Administratif
lembaga penerima delegasi kewenangan, Dalam teori Lawrence Friedmen,
tanpa penyebutan bentuk peraturan
penegak hukum merupakan bagian
yang mendapat delegasi. 19 struktur yang penting dalam
pembentukan sistem hukum. Komponen
struktur hukum dalam hal ini mencakup
berbagai institusi yang diciptakan oleh

1| Vol XX No. X – 20XX Jurnal Geografi Vol XX No.X (XX-XX)


Available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/geo
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

sistem hukum dengan berbagai macam pihak tidak dihadapkan pada hasil
fungsinya dalam rangka mendukung keputusan menang atau kalah (win or
bekerjanya sistem hukum Pilkada. Salah loose) seperti halnya di lembaga peradilan
satu institusi tersebut adalah Bawaslu (murni), tapi dengan pendekatan
Provinsi dan Panwas Kabupaten/Kota musyawarah. Sedangkan sisi negatifnya
diberikan kewenangan oleh peraturan dapat terjadi pada tingkat obyektifitas
perundangan untuk menjalankan penilaian karena Badan/Pejabat tata
fungsinya sebagai struktur lembaga atau Usaha Negara yang menerbitkan surat
majelis dalam sistem peradilan keputusan kadang- kadang terkait
administrasi pemilihan pada Pilkada. kepentingannya secara langsung ataupun
Dikaitkan dalam sistem hukum Pilkada tidak langsung sehingga mengurangi
yang ada, salah satu institusi itu adalah penilaian maksimal yang seharusnya
Bawaslu dan Panwas Kabupaten/Kota ditempuh.
yang menjalankan fungsinya sebagai
struktur sistem peradilan administrasi
Pilkada. Komponen struktur hukum (legal Studi Putusan Sengketa Administrasi di
Panwas Kota Pematangsiantar
structure) yang menekankan pada upaya Mengacu pada makna terakhir (final) dan
dalam menyelesaikan sengketa yang mengikat (binding) dari putusan pengawas
pemilihan secara
terjadi dalam pemilihan kepala daerah.
Salah satu adalah sengketa utama yang harfiah, dapat diidentifikasi makna
timbul dalam proses tahapan pemilihan filosofis yuridis yang terkandung dalam
adalah sengketa administrasi pemilihan “putusan” Bawaslu Provinsi dan
sebagai akibat keluarnya keputusan KPU Panwas Kabupaten/Kota yang bersifat
yang merugikan kepentingan calon atau terakhir (final) dan mengikat (binding) ini
peserta pemilihan maupun masyarakat. ke dalam beberapa segmen (bagian) yakni
Maka Bawaslu Provinsi dan Panwas mewujudkan kepastian hukum,
Kabupaten/Kota dalam penyelesaian pengawas pemilihan berfungsi sebagai
sengketa administrasi pada proses pemutus sengketa (ajudikasi atau
Pilkada mempunyai kedudukan sebagai peradilan semu) dan alat pengendalian
wadah atau sarana perlindungan hukum sosial (a tool of social control).
bagi pihak yang dirugikan akibat Akibat hukum yang ditimbulkan
keluarnya keputusan tata negara di oleh putusan Pengawas Pemilihan yang
lapangan pemilihan kepala daerah adalah bersifat terakhir dan mengikat (final and
rasional, untuk mendapatkan binding) berdasarkan studi pustaka yang
perlindungan hukum dan keadilan dilakukan dibagi ke dalam 2 (dua) garis
dengan adanya upaya administrasi besar, yaitu akibat hukum yang
berupa banding administrasi. Banding bermakna positif dan akibat hukum yang
administrasi ini telah dikenal dalam bermakna negatif. Adapun akibat hukum
hukum administrasi negara atau tata dari putusan Pengawas Pemilihan bersifat
usaha negara yang merupakan bagian terakhir dan mengikat (final and binding),
dari bentuk upaya administrasi. yang bermakna positif yakni mengakhiri
Sisi positif upaya administrasi yang suatu sengketa hukum dalam tahapan
melakukan penilaian secara lengkap suatu Pilkada dan menjaga prinsip checks and
keputusan tata usaha negara (KTUN) baik controlling. Adapun akibat hukum yang
dari segi legalitas (rechtmatigheid) maupun ditimbulkan oleh putusan yang sifat
aspek opportunitas (doelmatigheid), para terakhir dan mengikat (final and binding)

2 kata awal Judul Artikel …..|2


Available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/geo
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

Bawaslu Provinsi dan Panwas a. Segi kewenangan ;


Kabupaten/Kota dalam sengketa sebagai perintah undang-
pemilihan, sebaliknya juga memiliki undang diberi wewenang
makna negatif yakni menutup akses atributif melekat untuk
upaya hukum bagi pihak termohon dan menyelesaikan sengketa
menimbulkan kekosongan hukum. yang putusannya final
dan mengikat
Sengketa administrasi pemilihan ini b. Segi Prosedur Menyelesaikan
terjadi pada tahapan pencalonan dimana Sengketa (Procedure); dilakukan
yang menjadi objek sengketa ini adalah dengan aturan formal
keputusan KPU Kota Pematangsiantar prosedural yang baku
yang tidak meloloskan bakal pasangan c. Segi Subtansi Kewenangan
calon walikota/wakil walikota pada (Substance); dari segi substansi
tahapan pencalonan. Panwas Kota pelaksanaan dan penggunaan
kewenangan apakah secara materi/
Pematangsiantar telah memeriksa dan
substansi telah sesuai dengan
memutuskan secara final dan mengikat
ketentuan–ketentuan hukum atau
dimana pemohonan pemohon peraturan perundang–undangan
dikabulkan. Komisi Pemilihan Umum yang berlaku. Untuk itu, maka hal
(KPU) Kota Pematangsiantar selaku pihak substansi atau materi ini dapat
Termohon dalam sengketa ini (a quo) telah dilihat dari apa maksud dan tujuan
melaksanakannya. Pada kenyataan lain, hukum memberi kewenangan dan
Dewan Kehormatan Penyelenggara batasan penggunaan kewenangan
Pemilu Republik Indonesia (DKPP RI) itu. Bawaslu Provinsi dan Panwas
dalam putusan perkara pelanggaran kode Kabupaten/Kota diberi wewenang
etik memutuskan dan memerintahkan untuk memeriksa dan memutuskan
kepada Bawaslu Provinsi Sumatera Utara sengketa yang diajukan kepadanya.
d. Segi penerapan kemanfataan atau
selaku atasan Panwas Kota
kebijaksanaan (doelmatigheid); hak
Pematangsiantar untuk melakukan atau
menguji formil adalah wewenang
melaksanakan koreksi atau pembatalan
untuk menilai, apakah suatu produk
atau dengan kata lain diperintahkan legislatif seperti undang-undang
untuk menganulir putusan final dan misalnya terjelma melalui cara-cara
mengikat tersebut. (procedure) sebagaimana telah
Dari aspek hukum, pada ditentukan atau diatur dalam
peraturan perundang-undangan
Panitia Pengawas Pemilihan Kota
yang berlaku atau tidak.
Pematangsiantar (Panwas Kota
Melihat pertimbangan “majelis
Pematangsiantar) melekat kewenangan
banding administrasi” dalam pokok
atributif (wewenang pada jabatannya)
sengketa administrasi di Panwas Kota
untuk memeriksa dan memutus
Pematangsiantar tersebut,walaupun
penyelesaian sengketa pemilihan yang
tertulis “pertimbangan hukum”, namun
dimohonkan oleh peserta pemilihan
secara makna dapat dibedakan ada dua
dalam hal ini calon atau pasangan calon
aspek penilaian atau pengujian yang
maupun partai politik pengusung
dilakukan yaitu pertama; aspek fakta
pasangan calon kepadanya.20. Putusan hukum keluarnya keputusan yang dinilai
sengketa oleh Panwas Kota berdasarkan fakta musyawarah sengketa
Pematangsiantar ini dapat ditinjau dari (segi hukum “rechtmatigheid”) dan kedua;
beberapa aspek : aspek tujuan dan manfaat keputusan

1| Vol XX No. X – 20XX Jurnal Geografi Vol XX No.X (XX-XX)


Available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/geo
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

yang dinilai dalam sidang21 sengketa Prinsip kesetaraan dan kemandirian


(segi kedayagunaan “ doelmatighied). menjadi landasan berpijak ketiga lembaga
Tanpa memberi penilaian apakah penyelenggara pemilu ini sehingga tidak
putusan yang hasilkan oleh Panwas Kota saling mencampuri kewenangan atau
Pematangsiantar secara materil sudah meniadakan kewenangan lembaga lain.
benar atau tidak akan tetapu perlu Jika setara, berarti tidak ada saling
menganalisa apa yang menjadi “batu membawahi atau tidak ada yang lebih
uji” dan bagaimana ukuran uji yang diatas dari yang lain. Masing-masing
digunakan Panwas Kota harus berjalan dalam koridornya masing-
Pematangsiantar untuk menilai atau masing (tugas pokok dan fungsi) sesuai
menguji segi penerapan hukum dengan legalitas kewenangan yang
(rechtmatigheid) dan kemanfaatan ditentukan aturan hukum. Maka dengan
(doelmatigheid) dari suatu keputusan demikian, dapat disimpulkan bahwa
administrasi negara dijadikan objek putusan sengketa administrasi yang
pertimbangan dalam suatu sengketa. bersifat final dan mengikat adalah
merupakan kewenangan mutlak (absolut)
Dalam adjudikasi-semu yang
yang diatur oleh hukum yang umum dan
dilakukan Panwas Kota
norma hukum tersebut tidak boleh
Pematangsiantar, tentunya
diintervensi apalagi oleh lembaga/badan
menggunakan instrumen hukum yang
yang tidak berwenang. Norma hukum
sama yaitu Undang-Undang Nomor 1
demikian ini harus dijamin dan
tahun 2015 junto Nomor 8 tahun 2015
dilindungi oleh demi kepastian hukum
sebagai hukum materil dan Peraturan
dan rasa keadilan di masyarakat. Putusan
Bawaslu Nomor 8 tahun 2015 sebagai
hakim pengadilan (PTUN)
hukum formil – beracara dalam setiap
mengisyaratkan jikapun ada kekelirun
penyelesaian sengketa. Di luar itu belum
atau kesalahan (baik bersifal formil
ada acuan atau standard baku yang dapat
maupun materil) dalam putusan Bawaslu
digunakan sebagai “alat ukur” atau “baju
Provinsi atau Panwas Kabupaten/Kota
uji” untuk melakukan segi penilaian atau
dalam memeriksa dan memutuskan
pengujian secara lengkap terhadap objek
sengketa pemilihan mestinya hanya
sengketa . Jika pun ada masih berupa
dilakukan koreksi atau pembatalan atas
surat edaran yang dikeluarkan oleh
perintah hukum perundang-undangan
Bawaslu, itupun belum ada yang
atau harus dilakukan berdasarkan
memberikan acuan standar “ukuran uji”
kewenangan (based on authority).
atau “batu uji” yang benar-benar terukur
dan implementatif.22
Mengacu kepada Lawrence C. Metode Penyelesaian Sengketa
Administrasi Pemilihan Kepala
M.Friedman23, dikaitkan dengan sistem Daerah Sesuai Prinsip Hukum
penyelenggaraan pemilu, maka KPU,
Bawaslu dan DKPP harus “bersatu” dalam
Penyelesaian Sengketa Administrasi
satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Dalam Sistem Hukum
pemilihan umum. 24 Dikatakan ketiga Dalam konteks ini, Bawaslu
lembaga ini adalah badan intern dalam Provinsi dan Panwas Kabupaten/Kota
fungsi penyelenggaraan pemilu. Satu sebagai lembaga atau institusi yang
kesatuan fungsi penyelenggaraan harus diperintahkan untuk memeriksa dan
saling terhubung dan saling mendukung. memutus sengketa pemilihan sesuai

2 kata awal Judul Artikel …..|2


Available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/geo
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

dengan norma hukum Undang-Undang adjudikasi apabila haknya dilanggar (access


Nomor 1 tahun 2015 Jo. Nomor 8 tahun to justice).
2015. Sebagai lembaga banding
Untuk dapat bekerjanya suatu
administrasi (majelis banding) tentunya
sistem hukum, apa yang diungkapkan
harus melakukan cara-cara yang teratur
Lawrence M.Friedman, mengatakan
dalam suatu sistem hukum yang baik
dalam sistem hukum mengandung 3
guna mencapai tujuan hukum. Adapun
(tiga) komponen, yaitu : struktur hukum
tujuan yang dimaksudkan tidak terlepas
(legal structure), subtansi hukum (legal
dari tujuan hukum, yang secara prinsip
substance) dan budaya hukum (legal
menurut Gustav Radbruch mengandung
culture). Ketiga komponen ini merupakan
tiga (3) nilai dasar yaitu : nilai dasar
satu kesatuan yang tidak terpisahkan,
keadilan hukum (gerecticheid) yang
saling terhubung dan saling mendukung
meninjau sudut filosofis, kemanfaatan
agar sistem hukum itu menjadi hidup dan
hukum (zwechmatigheid atau
mengakar dalam kehidupan masyarakat
doelmatigheid) yang meninjau dari sudut
itu sendiri.26 Dalam kerangka sistem dan
sosiologis dan kepastian hukum
tujuan yang dimaksudkan ini, maka
(rechtmatigheid) yang meninjau dari sudut
kerangka dan pola penyelesaian
yuridis.
sengketa administrasi sebagai sebuah
Bagaimana menempatkan ketiga lembaga atau majelis banding
nilai ini secara selaras atau harmonis tentu administrasi diketahui bagaimana metode
tidak mudah. Problematika hukum penyelesaian sengketa berdasarkan
Pilkada berikut dinamika aturan dan prinsip hukum. Prinsip hukum
masalah-masalah yang berkembang dimaksudkan adalah baik prinsip hukum
sangat cepat dan beragam bahkan dalam arti luas maupun sempit (hukum
kompleksitasnya membutuhkan sikap, yang mengatur Pilkada).
kesiapan, pengetahuan, kompetensi dan
kemampuan (skill) yang memadai
sehingga apa yang yang menjadi esensi Metode Adjudikasi Pemilihan Kepala
Daerah Yang Diharapkan
dan tujuan yang ingin dicapai dalam Menurut Lawrence M. Friedman,
penegakan hukum atau penyelesaian atas ada tiga unsur dalam sistem hukum, yaitu
konflik atau sengketa dalam proses : Pertama-tama, sistem hukum
Pilkada terwujud. mempunyai struktur. Struktur sistem
Maka sistem penyelesaan sengketa hukum terdiri dari unsur jumlah dan
administrasi secara umum yang ukuran peradilan, yurisdiksinya (yaitu,
merupakan bagaimana sistem hukum jenis perkara yang diperiksa, dan
peradilan administrasi pemilihan itu bagaimana serta mengapa), dan cara naik
sendiri bisa bekerja untuk mencapai banding dari satu pengadilan ke
tujuan yang diharapkan, dimana dalam pengadilan lain. Jelasnya struktur adalah
makna sempit tujuan puncaknya adalah semacam sayatan sistem hukum –
keadilan pemilu (electoral justice)25. semacam foto diam yang menghentikan
Keadilan pemilu (Pilkada) itu digunakan gerak.
untuk memastikan proses berjalan Aspek lain sistem hukum adalah
sesuai perundang-undangan (baik substansinya. Yaitu aturan, norma,
dan pola prilaku nyata manusia yang
wewenang, prosedur dan substansi),
perlindungan hak-hak dan mendapatkan berada dalam sistem itu. Substansi juga
berarti “produk” yang dihasilkan oleh

1| Vol XX No. X – 20XX Jurnal Geografi Vol XX No.X (XX-XX)


Available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/geo
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

orang yang berada dalam sistem hukum penataan materi peraturan perundang-
itu – keputusan yang mereka keluarkan, undangannya dalam hal ini Undang-
aturan baru yang mereka susun. Undang Pilkadanya adalah sangat
Penekannya di sini terletak pada hukum penting untuk memastikan peradilan
yang hidup (living law) , bukan hanya administrasi sebagai alat pencapaian
pada aturan dalam kitab hukum (law tujuan hukum : keadilan pemilu
books). (electoral justice) yang berkepastian dan
kemanfaatannya dapat dirasakan dan
Komponen ketiga dari sistem
terukur. Dalam kaitan ini, aspek hukum
hukum adalah budaya hukum. Yaitu
materil (norma) penyelesaian sengketa
sikap manusia terhadap hukum dan
yang diatur dalam Undang-Undang
sistem hukum – kepercayaan, nilai,
Nomor 1 Junto Nomor 8 tahun 2015,
pemikiran, serta harapannya. Dengan
dalam normanya telah mengatur sistem
kata lain budaya hukum adalah suasana
adjudikasi sengketa administrasi yang
pikiran sosial dan kekuatan sosial yang
dilakukan oleh instansi bernama Bawaslu
menentukan bagaimana hukum
Provinsi dan Panwas Kabupaten/Kota
digunakan, dihindari atau disalah
dengan cara mempertemukan para
gunakan. Tanpa budaya hukum, sistem
pihak untuk mencari titik temu
hukum itu sendiri tidak akan berdaya –
(bermusyawarah) dan jika tidak ada titik
seperti ikan yang mati terkapar di
temu maka diambil putusan yang final
keranjang, bukan seperti ikan hidup yang
dan mengikat dalam waktu dua belas (12)
berenang di lautnya.
hari. Subtansi norma aturan
Berkaitan hal ini, apabila teori penyelesaian sengketa ini untuk
Lawrence M Friedman dikaitkan dengan memberikan jaminan perlindungan
sistem peradilan administrasi di hukum dan kepastian hukum pula dan
Indonesia saat ini maka dalam “struktur” harus tetap ditegakkan. Maka dengan
terdapat dua lingkungan peradilan yaitu, demikian norma ini dapat dikatakan
yaitu lingkungan peradilan semu secara responsif mampu mengakomodir
(Bawaslu Provinsi dan Panwas tuntutan dan kebutuhan akan adanya
Kabupaten/Kota) dan lingkungan sarana complain atau keberatan yang
peradilan murni. Setiap peradilan terjadi dalam permasalahan pemilihan
memiliki yurisdiksinya kewenangan kepala daerah yang kompleks dan
sendiri-sendiri baik secara mutlak dinamis.
(absolut) maupun wilayah hukum
Dalam budaya hukum,
mengadili (relatif). Kewenangan absolut
pembicaraan difokuskan pada upaya-
adjudikasi sengketa administrasi (semu)
upaya untuk membentuk kesadaran
ada pada Bawaslu Provinsi dan Panwas
hukum masyarakat, membentuk
Kabupaten/Kota, sementara peradilan
pemahaman masyarakat terhadap
administrasi murni berada pada
hukum, dan memberikan pelayanan
pengadilan tinggi tata usaha negara (PT
hukum kepada masyarakat dalam setiap
TUN) yang berpuncak di Mahkamah
adjudiksi sengketa administrasi
Agung (MA).
pemilihan kepala daerah. Masyarakat
Kalau berbicara mengenai hukum dalam pemilihan kepala daerah
substansinya maka berbicara tentang adalah seluruh komponen struktur
bagaimana undang-undangnya, apakah hukum yang terlibat mulai dari
sudah memenuhi rasa keadilan, tidak penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu
diskriminatif, responsif atau tidak. Jadi

2 kata awal Judul Artikel …..|2


Available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/geo
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

dan DKPP), calon atau peserta pemilihan, mekanisme yang mendukung, akan tetapi
warga masyarakat, pemerintah daerah, sebagai suatu sistem peradilan
penegak hukum (polisi, jaksa dan hakim) adminitrasi mestinya memiliki parameter
dan yang utama adalah bagaimana yang standar atau alat ukur atau batu uji
kesadaran hukum struktur sistem dalam menilai suatu sengketa secara
peradilan administrasi pemilihan kepala lengkap baik dari segi objek penilaian
daerah yaitu KPU, Bawaslu/Panwas, rechtmatigheid maupun doelmatigheid.
DKPP yang merupakan satu kesatuan Parameter atau ukuran yang diharapkan
sistem penyelenggaraan pemilu memiliki tentunya sesuai dengan prinsip hukum
kesadaran, memposisikan diri sesuai yang ada.
tugas dan fungsinya masing-masing,
Ada dua parameter uji yang dapat
berlaku tertib dan pasti untuk menjamin
digunakan dalam melakukan segi
terwujudnya keadilan pemilu (electoral
penilaian secara lengkap berdasarkan
justice) yang diharapkan.
prinsip hukum, antara lain prinsip atau
azas umum pemerintahan yang baik
Parameter “Batu Uji” Dalam Aspek (AUPB) dan prinsip penyelenggaraan
Pengujian pemilu atau pemilihan umum.
Peraturan kebijakan merupakan
Asas-asas umum pemerintahan
instrumen yang selalu melekat pada
yang baik yang selanjutnya disingkat
administrasi negara. Yang menjadi
AUPB adalah prinsip yang digunakan
masalah, ada kalanya peraturan
sebagai acuan penggunaan wewenang
kebijakan tersebut kurang
bagi pejabat pemerintahan dalam
memperhatikan tatanan hukum yang
mengeluarkan keputusan dan/atau
berlaku. Berbagai aturan kebijakan
tindakan dalam penyelenggaraan
menyimpang dari ketentuan-ketentuan
pemerintahan. Sebagaimana pasal 10
hukum yang berlaku karena terlalu
Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014
menekankan aspek “doelmatigheid” dari
tentang administrasi pemerintahan,
pada “rechtsmatigheid”. Hal-hal semacam
AAUB dimaksud adalah kepastian
ini sepintas lalu dapat dipandang
hukum, kemanfaatan,
sebagai “terobosan” atas ketentuan-
ketentiuan hukum yang dipandang tidak
memadai lagi. Namun demikian dapat
ketidakberpihakan, kecermatan, tidak
menimbulkan kerancuan dan
menyalahgunakan kewenangan,
ketidakpastian hukum.27 Dalam keterbukaan, kepentingan umum dan
konteks menilai atau menguji apakah pelayanan yang baik.
suatu keputusan atau tindakan hukum
administrasi negara lebih cenderung Sementara prinsip penyelenggara
menitikberatkan kepastian hukum saja pemilu atau pemilihan merupakan prinsip
atau kebijaksanaan saja atau memang yang dapat pula memberikan kerangka
sudah secara berimbang ukuran penilaian apakah suatu
memperhatikan segi keduanya, keputusan badan/pejabat administrasi
memerlukan parameter atau ukuran yang negara telah secara bijaksana atau tidak
standard dan sesuai prinsip hukum. dalam membuat keputusan administrasi
negara. Sebagaimana pasal 2 Undang-
Maka, sebagai majelis banding Undang Nomor 15 tahun 2011 tentang
administrasi, tidak cukup hanya memiliki penyelenggara pemilu, ada dua belas
kesiapan struktur aparatur dan (12) asas atau prinsip yang harus

1| Vol XX No. X – 20XX Jurnal Geografi Vol XX No.X (XX-XX)


Available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/geo
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

ditegakkan penyelenggara pemilu dalam Perihal kemampuan yang


setiap tindakannya dalam diharapkan maka kriteria atau prasyarat
penyelenggaraan pemilu dan berlaku yang pernah dibuat Aristoteles, filsuf dari
juga dalam Pilkada, yaitu: mandiri Yunani beberapa ratus tahun silam sangat
(artinya : tidak bergantung pada atau cocok diimplementasikan. Seorang
campur-tangan pihak lain), jujur (artinya dianggap mampu dan cakap menjadi
: lurus hati), adil (artinya : tidak memihak; “penilai atau penguji” dalam
berpihak kepada yang benar; berpegang mempertimbangkan suatu sengketa,
pada kebenaran), kepastian hukum (artinya harus memiliki tiga syarat yaitu :
berdasar hukum dan mampu menjamin
a) Etos artinya memiliki etika, moral
hak dan kewajiban setiap warga yang tinggi
negara), tertib (artinya : teratur; menurut b) Patos yang berarti simpatik
aturan), kepentingan umum (artinya : (meresapi dan menguasai setiap
bertindak atas kepentingan seluruhnya masalah yang diajukan kepadanya
atau orang banyak; bukan kepentingan dan disegani)
pribadi atau golongan tertentu), c) Logos yang artinya harus cerdas,
keterbukaan (artinya : transparan, tidak memiliki pengetahuan,
keterampilan, dan dapat mengambil
ada yang ditutupi), proporsionalitas
putusan yang tepat. Tepat mutu dan
(artinya : sesuai dengan proporsi; tepat waktu.
sebanding; seimbang; berimbang), Ketiga kriteria syarat etos, patos,
profesionalitas (artinya : kemampuan dan logos harus dimiliki oleh aparatur
untuk bertindak secara (personil majelis) Bawaslu Provinsi dan
professional;sesuai profesi), akuntabilitas Panwas Kabupaten/Kota agar mampu
(artinya : dapat dipertanggungjawabkan dan terampil dalam mempertimbangkan
secara moral, agama dan hukum), efisiensi setiap sengketa adjukasi administrasi
( artinya : ketepatan cara; usaha kerja yang diajukan kepadanya. Maka dengan
dalam menjalankan sesuatu dengan demikian, sebagai konsekuensinya
tidak membuang waktu, tenaga, biaya; diperlukan pula penguatan dan
kedayagunaan; ketepatgunaan) dan peningkatan kapasitas, struktur dan
efektivitas ( artinya : apa yang dilakukan manjemen adjudikasi sengketa
dapat membawa hasil; berhasil guna).28 administrasi Pilkada sangatlah penting.
Alat ukur ini adalah standard umum yang
dapat dipakai Bawaslu Provinsi atau
Panwas Kabupaten/Kota sebagai majelis Penguatan Struktur dan Manjemen
Adjudikasi Administrasi Pemilihan
banding administrasi dalam menilai Kepala Daerah
atau menguji suatu tindakan Menurut SF Marbun29, adapun
administrasi negara baik dari segi beberapa faktor yang menjadi kendala
penerapan hukum (rechmatigheid) yang mempersulit pelaksanaan upaya
maupun segi kemanfaatan administrasi baik dalam proses banding
(doelmatigheid). Tentunya penggunaan administrasi maupun proses keberatan
alat ukur atau batu uji ini dapat antara lain : a) Ketiadaan Hukum Acara;
mencapai tujuan yang diharapkan yaitu b) Kurangnya Informasi; c) Penilaian
keadilan pemilu jika aparatur atau Segi Kebijaksanaan; d) Penentuan Batas
perangkat pelaksana adjudikasi Waktu; e) Kurangnya Fasilitas. Namun
administrasi memiliki pengetahuan dalam kontek penyelesaian sengketa
(penguasaan masalah), kemampuan dan pemilihan berdasarkan Undang-Undang
keterampilan (skill) yang memadai. Nomor 8 tahun 2015 untuk poin a) dan d)

2 kata awal Judul Artikel …..|2


Available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/geo
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

sudah teratasi meskipun perlu dilakukan Dengan menerapkan asas


evaluasi yang komprehensif. keseimbangan secara tepat, diharapkan
kerukunan antara pemerintah dengan
Guna menunjang fungsi upaya
warga akan tercipta. Untuk itu posisi
administratif dalam melaksanakan fungsi
strategis lembaga banding adminitrati
penasihatan dan perdamaian prinsip
dalam penyelesaian sengketa Pilkada
musyawarah harus tetap dikedepankan.
haruslah dimaksimalkan agar tercapai
Dengan cara musyawarah yang dijiwai
mufakat dengan cara musyawarah,
oleh semangat kekeluargaan dan
sehingga sengketa hanya akan diteruskan
semangat gotong royong, diharapkan
ke pengadilan tata usaha negara (PTUN)
hubungan pemerintah dengan warga
sebagai alternatif terakhir jika tidak ada
akan pulih kembali dan kerukunan dapat
pilihan lagi.
terwujud. Prinsip musyawarah perlu
tetap dikedepankan karena sejalan
dengan jiwa Pancasila dan konsep negara
Untuk itu di bawah ini, dapat
hukum Indonesia, yang pada pokoknya
dirumuskan pola penguatan ajudikasi
menekankan agar hubungan Pemerintah
banding administrasi pemilihan pada
dengan warga diletakkan pada
Pilkada, sebagai berikut : a) Majelis
keseimbangan hak dan kewajiban
Banding Administrasi (MBA), b)
terhadap masyarakat dan negara.
Kedudukan Majelis Banding
Menurut Seoprapto30, prinsip kerakyatan Administratif dan c)Hukum Acara
berisi ketentuan : Banding Administratif
“Dalam mengambil keputusan untuk Prinsip-prinsip hukum acara yang
kepentingan bersama diutamakan berkaitan dengan prosedur pemeriksaan
musyawarah untuk mencapi mufakat. Win- banding administratif itu mencakup
win solution dijadikan acuan dalam mencari
antara lain :31 a) Sederhana dan
kesepakatan bersama. Dengan cara ini tidak
Cepat; b) Batas Waktu; c) Bentuk dan
ada yang merasa dimenangkan atau
Isi Permohonan; d) Pemeriksaan; e) Hak
dikalahkan, dst..setiap keputusan untuk
untuk didengar; f) Pengujian; g) Putusan;
kepentingan bersama harus mengarah pad
terwujudnya rasa keadilan” h) Keaktifan “Majelis”; i) Terbuka Untuk
Umum dan j) Putusan Dengan
Pertimbangan Yang Cukup.
Pengganti Undang- Undang
Nomor 1 tahun 2014 Menjadi
KESIMPULAN Undang-Undang, memang
Dari uraian dan analisis dalam bab- sudah tepat dan dapat
bab sebelumnya, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut : diterima secara logis. Hal ini
didukung dasar pertimbangan
1. Rasionalisasi atau alasan logika yang memiliki
pertimbangan adanya norma legitimasi keberlakuan yaitu
hukum penyelesaian sengketa pertimbangan yang bersifat
administrasi Pilkada yang filosofis, yuridis, sosiologis
diatur dalam Undang-Undang dan politis. Dasar
Nomor 1 Jo. Nomor 8 tahun pertimbangan logis tersebut
2015 tentang Perubahan bertujuan untuk menjamin
Undang-Undang Nomor 1 hak-hak warga negara dalam
tahun 2015 tentang Penetapan mencari keadilan (acces to
Peraturan Pemerintah

1| Vol XX No. X – 20XX Jurnal Geografi Vol XX No.X (XX-XX)


Available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/geo
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

justice) dan perlindungan yang tepat dan terukur sangat


hukum bagi warga negara menentukan kualitas
sebagai syarat unsur negara penegakan norma hukum
hukum yang berasaskan penyelesaian sengketa yang
Pancasila. Adapun salah satu putusan hukumnya final dan
tujuan dibentuk dan mengikat. Dari aspek hukum
diberlakukannya norma materil (norma undang-
hukum penyelesaian sengketa undang) dan formil (hukum
Pilkada adalah untuk acara/produral) maka belum
mencapai tujuan hukum ditemukan adanya parameter
dalam arti luas dan keadilan atau batu uji yang terukur
pemilu (electoral justice) dalam untuk dijadikan standard
arti sempit. penilaian atau pengujian yang
2. Putusan Bawaslu Provinsi dan digunakan oleh Bawaslu
Panwas Kabupaten/Kota Provinsi dan Panwas
menurut undang-undang Kabupaten/Kota dalam
angat strategis dan melakukan pengujian objek
menentukan. Apabila ada sengketa sesuai dengan
keputusan tata usaha negara prinsip-prinsip hukum.
(KTUN) yang dikeluarkan oleh Prinsip hukum dalam arti luas
KPU Provinsi maupun KPU adalah prinsip hukum yang
Kabupaten/Kota yang berlaku umum dan prinsip
merugikan kepentingan hukum dalam arti sempit
hukum warga negara atau adalah sesuai azas
peserta pemilihan, wajib penyelenggaraan pemilu
hukumnya terlebih berdasarkan undang-undang.
menempuh upaya B. Saran
Ada beberapa saran yang mungkin
administrasi kepada Bawaslu dapat dijadikan masukan sebagai
Provinsi dan Panwas berikut :
Kabupaten/Kota disebut
1. Hendaknya fungsi
banding administrasi sengketa
penyelesaian sengketa
Pilkada. Putusan majelis
administrasi ini tetap
banding administrasi
dipertahankan dan diperkuat
merupakan terakhir dan
keberadaanya atau bahkan
mengikat (final and binding)
ditingkatkan dalam sebuah
yang bermakna terhadap
sistem peradilan pemilu yang
putusan tersebut tidak ada lagi
terpadu. Untuk mempertegas
upaya hukum dan memiliki
dan memperjelas kewenangan
nilai eksekutorial (wajib
pembentukan Peraturan
dilaksanakan) oleh
Bawaslu sebagai pelaksanaan
penyelenggara pemilu atau
atau turunan dari undang-
para pihak. Hakikat putusan
undang diatasnya, hendaknya
final dan mengikat
agar ditentukan secara limitatif
mengandung makna yaitu :
tugas dan kewenangan siapa
mewujudkan kepastian
membentuk dan menyusun
hukum, pengawas pemilihan
Peraturan Bawaslu tersebut.
sebagai pemutus akhir
2. Untuk tidak membuat
sengketa dan juga putusan itu
penafsiran yang keliru dan
sebagai alat pengendali social
bervariasi, disarankan agar
(a tool of social control).
penyebutan produk hasil
3. Metode penyelesaian sengketa

Judul Artikel …..|4


Available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/geo
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

pemeriksaan sengketa (komprehensif) baik dalam


peradilan administrasi semu bentuk peraturan
melalui prosedur banding perundangan atau bisa
administrasi ini sebaiknya dalam bentuk peraturan
disebut dengan putusan kebijaksanaan
(vonis), bukan keputusan (beleidregel:istilah Belanda atau
(beschikking), untuk panel
policy rule:istilah Inggris)
pemeriksa sengketa dalam
berupa Standar Operasional
proses adjudikasi/peradilan
administrasi semu disebut saja Procedure (SOP), Kerangka
sebagai majelis banding Acuan, Petunjuk Teknis
administrasi disingkat “MBA” Majelis Banding Administrasi
dan untuk semakin dan lain sebagainya. Lalu,
memberikan kesepahaman untuk semakin memantapkan
bersama maka perlu dibuat dan memperkuat fungsi dan
nota kesepahaman bersama kewenangan strategis itu,
pemangku kepentingan antara Bawaslu Provinsi dan Panwas
lain Mahkamah Agung, KPU Kabupaten/Kota dalam
RI, Bawaslu RI, DKPP RI dan memeriksa dan memutuskan
Komisi II DPR RI atas putusan
sengketa administrasi, ada
yang final dan mengikat yang
beberapa hal strategis yang
bersifat akhir dan memiliki
menjadi fokus perhatian
nilai eksekutorial yang wajib
dilaksanakan. untuk dikaji ulang baik
manjemen maupun teknis.
Sistem atau metode pengujian
Idealnya, memang sebaiknya
yang terukur dan standar
penyiapan dan peningkatan
sangat dibutuhkan untuk
struktur dan manajemen
dapat diimplementasikan oleh
adjudikasi penyelesaian
majelis banding administrasi
sengketa Pilkada ini, selaras
dalam menilai secara lengkap
dengan urgensi adanya badan
dari segi rechtmatigheid
peradilan khusus (pengadilan
maupun segi doelmatigheid.
khusus) pemilu. Pengadilan
Alat ukur atau batu uji sesuai
khusus pemilu urgen
prinsip hukum yang
dibentuk untuk menyatu-
implementatif yang perlu
padukankan semua sistem
dirumuskan yang disarankan
ajudikasi pemilu dalam
minimal memuat : alat ukur
bentuk kamar-kamar, yaitu
dengan azas- azas umum
kamar pidana, kamar tata
pemerintahan yang baik
usaha usaha negara
(AUPB) yang dikenal dalam
(administrasi), kamar etik
sistem hukum administrasi
bahkan kamar sengketa
pemerintahan dan alat ukur
peselisihan hasil pemilu
dengan menggunakan dua
maupun sengketa perdata
belas (12) asas penyelenggara
dalam bidang pemilu. Bawaslu
pemilihan umum, yang
disarankan dapat
sebaiknya disusun dan
bermetamorfosa menjadi cikal-
dirumuskan secara dengan
bakal suatu badan peradilan
baik dan mendalam

5| Vol XX No. X – 20XX


Available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/geo
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

penyelesaian sengketa pemilu 1986, Recent Development in Role Theory,


(BPPSP atau BP2SP). Annual Reviews Inc.Social

Fatmawati, 2005, Hak Menguji


(toetsingsrecht), Yang Dimiliki
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku Hakim Dalam Sistem Hukum
Indonesia, Raja Grafindo Persada,
Adji, Seno, Oemar, 1985, Peradilan Bebas
Negara Hukum, Erlangga, Jakarta Jakarta
Ali, Achmad, 2001, Keterpurukan Hukum di Friedman, M., Lawrence, 1969, The Legal
Indonesia (Penyebab dan Solusinya), Penerbit
Ghalia, Jakarta System : A.Social Science
Perspektive, Russel Sage
Ali, Achmad, 2002, Menguak Tabir Hukum Foundation, New York
(Suatu Kajian Filosofis & Sosiologis), PT.
Toko Buku Agung, Jakarta Ali, Achmad, Gaffar, M.,Janedjri, 2013, Hukum Pemilu
2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) Dalam Yurisprudensi Mahkamah Konstitusi,
dan Teori Peradilan (Judicialprudence) KONpress, Jakarta Gaffar M., Janedjri,
Termasuk Interpretasi Undang – Undang 2013, Demokrasi Konstitusional : Praktek
(Legisprudence), Kencana Prenada Media Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan
Group, Jakarta UUD 1945, KONpress, Jakarta
Ali, Achmad, 2009, Menguak Tabir Hukum : B. Jurnal, Makalah, Tesis, Disertasi
Edisi Kedua, Kencana Prenada Media Anggraini, Titi, dkk, 2011, Menata Kembal
Group, Jakarta Pengaturan Pemilukada, Perludem, Jakarta
Amnani, Nurmaningsih, 2011, Mediasi Atmasasmita, Romli, 2003, Menata
Alternatif Penyelesaian Sengketa Kembali Masa Depan
Perdata di Pengadilan, Raja Pembangunan Hukum Nasional,
Grafindo Persada, Jakarta Makalah disampaikan dalam
Anton, M. Moeliono, dkk, 1990, Kamus Besar “Seminar Pembangunan Hukum
Basaha Indonesia Nasional VIII” tanggal 14-18 Juli
Asshiddiqie, Jimly, 2014, 2003, di Denpasar
Peradilan Etik Dan Etika IDEA, 2010, Keadilan Pemilu : Ringkasan
Konstitusi, Sinar Grafika, Buku Acuan Intenational IDEA,
Penyunting CETRO, Jakarta
Jakarta Asshiddiqie, Jimly,
2010, Perihal Undang- Jurnal Etika & Pemilu, 2015, Mahkamah
Undang, PT Raja Grafindo Etik Penyelenggara Negara,
Persada, Jakarta Volume 1, Nomor 1 – Juni 2015,
DKPP RI, Jakarta
Astarini, Sri, Rezki, Dwi, 2013, Mediasi
Pengadilan : Salah Satu Bentuk Limbong Benhard, 2011, Perlindungan
Penyelesaian Sengketa Berdasarkan Hukum Terhadap Hak Ays Tanah
Asas Peradilan Cepat, Sederhana, Berdasarkan Prinsip Penghormatan
Biaya Ringan, Alumni, Bandung Terhadap Hak Atas Tanah Dalam
Pembangunan Untuk Kepentingan
Atmosudirdjo, Prajudi, 1988, Hukum Umum (Disertasi), Program
Administrasi Negara, Ghalia Indonesia,
Jakarta Pascasarjana Universitas
Padjajaran, Bandung
Basah Sjachran,1985, Eksistensi dan Tolak
Ukur Badan Peradilan Administrasi di Lubis, Marzuki, Kewenangan
Indonesia, Alumni, Bandung Bidlle B.J., Bawaslu/Panwaslu Dalam Pilkada

Judul Artikel …..|4


Available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/geo
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

Serentak Pada Perspektif Hukum Boedi, Djatmiko, Karakter Hukum


Tata Negara dan Demokrasi di KeputusanPTUN,
Indonesia Terkait Dengan Revisi Yogyakarta, 2009,
Undang-Undang Pilkada, Dapat diakses di
Makalah Disampaikan Pada http://sertifikattanah.blogspot.com/
Rakor Evaluasi Pilkada 2015 2009/09/karakter-hukum
Bawaslu Provinsi Sumatera keputusan-ptun.html
Utara di Patra Jasa Hotel
Koran Sindo, Selasa, 19 Juli 2016, KPU
Parapat, tanggal 14 Maret 2016
Kasasi Putusan Pilkada Siantar
Santoso, Topo, dkk, 2006, Penegakan
Hukum Pemilu : Praktik Pemilu
2004, Kajian Pemilu 2009-2014, E. Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Perludem, Jakarta tahun 1945
Suprayitno, Didik, dkk, 2012, Penguatan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2011
tentang Penyelenggara Pemilu
Bawaslu : Optimalisasi Posisi,
Organisasi dan Fungsi Dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015
Pemilu 2014, Perludem, Jakarta tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-
, 2014, Evaluasi Penegakan Hukum Undang Nomor 1 tahun 2014
Pemilu 2014, Perludem, Jakarta
tentang Pemilihan Gubernur,
Tjitrosoebono, Harjono, (September 1987), Bupati dan walikota.
Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata
Dalam Menyongsong Undang- Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015
Undang Hukum Acara Perdata tentang Perubahan Atas
Yang Baru, Varia Peradilan II Undang-Undang Nomor 1
No.24 tahun 2015 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti
C. Kamus
Achmat, Ali, Pintar Berbahasa, 2003 Undang-Undang Nomor 1 tahun
2014 tentang Pemilihan
Algra, N.E., dkk., 1983 (terjemahan)
Gubernur, Bupati dan walikota
Saleh Adiwinata, Kamus Istilah
Hukum, Binacita, Jakarta Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016
Departemen Pendidikan dan tentang Perubahan Kedua
Kebudayaan, 1989, Kamus Besar Undang-Undang Nomor 1
Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Tahun 2015 tentang Penetapan
Jakarta Poerwadarminta, 1986, Peraturan Pemerintah Nomor 1
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Tahun 2014 tentang Pemilihan
Pustaka, Jakarta Gubernur, Bupati dan Walikota
Menjadi Undang-Undang
Sally, Wehmeier, dkk, 2000, Oxford Advance
Learner’s Dictionary Of Current English Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014
tentang Administrasi Pemerintahan
Termorshuizen, Marjanne, 2002, Kamus
Hukum Belanda-Indonesia Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011
Tjitrosoedibio, Subekti R&R, 1971, Kamus tentang Pembentukan Peraturan
Hukum Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999
D. Internet/Koran/Majalah tentang Penyelenggaraan
Negara Yang Bersih Dan Bebas

5| Vol XX No. X – 20XX


Available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/geo
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

Dari Korupsi, Kolusi, Dan


Nepotisme
F. Putusan Lembaga/Peradilan
Putusan Sengketa Panwaslu Kota
Pematangsiantar Nomor
Register
004/PS/PWSL.PTS.02.04/IX/20
15 tanggal 12 Oktober 2015
Putusan DKPP RI Nomor : 61/DKPP-PKE-
IV/2015 tertanggal 17 November 2015
Putusan PTUN Medan Register No :
98/G/2015/PTUN-MDN, antara
Surfenov Sirait dan
SL.Parlindungan Sinaga vs
Komisi Pemilihan Umum Kota
Pematangsiantar, tanggal 25
Februari 2016.

G. Risalah Sidang
Risalah Rapat Panitia Kerja RUU
Tentang Pemilihan Kepala
Daerah, Komisi II DPR RI
(Tahun Sidang 2012- 2013),
Jakarta, Rabu 13 Februari 2013.

Judul Artikel …..|4

Anda mungkin juga menyukai