Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II

PERCOBAAN VI

PENENTUAN BILANGAN KOORDINASI ION KOMPLEKS


DENGAN METODE JOB’S

Oleh :

Nama : Hafid Nur Himawan

NIM : M0319034

Hari/Tgl. Praktikum : Rabu, 11 November 2020

Asisten Pembimbing : Muharom Bagaskara

LABORATORIUM KIMIA
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2020
PERCOBAAN VI
PENENTUAN BILANGAN KOORDINASI ION KOMPLEKS DENGAN
METODE JOB’S

I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk menentukan bilangan
koordinasi Fe3+ pada ion [Fe(CNS)n]3-n.
II. DASAR TEORI
Senyawa kompleks merupakan senyawa yang tersusun dari suatu ion logam
pusat dengan satu atau lebih ligan yang menyumbangkan pasangan elektron
bebasnya kepada ion logam pusat. Ion logam pusat merupakan ion unsur transisi,
yang dapat menerima pasangan elektron bebas dari ligan. Donasi pasangan
elektron ligan kepada ion logam pusat menghasilkan ikatan kovalen koordinasi
sehingga senyawa kompleks juga disebut senyawa koordinasi. Banyaknya ikatan
koordinasi dalam senyawa kompleks, antara ion pusat dengan ligan disebut
bilangan koordinasi. Bilangan koordinasi dan struktur senyawa kompleks
beragam mulai dari bilangan koordinasi dua sampai dua belas dengan stuktur
linear, tetrahedral, segi empat planar, trigonal bipirimida, dan oktahedral.
Umumnya senyawa kompleks memiliki bilangan koordinasi enam dengan
struktur umum okahedral (Male dkk., 2013).
Logam transisi adalah unsur logam yang tidak lengkap kulit d atau f di
keadaan netral atau kationik. Orbital kulit valensi yang tidak sempurna ini dapat
menerima elektron dari basis Lewis membentuk kompleks koordinasi dengan
sangat mudah dibandingkan dengan kelompok unsur lainnya (Arumugam dkk.,
2017). Unsur transisi antara lain V, Cr, Mn, Fe, Co, Ni, Cu, dan Zn. Unsur-unsur
ini hadir dalam jumlah ultra trace dan memainkan peran penting di tingkat
molecular dalam sistem kehidupan (Gavali dan Jadhav, 2016).
Konsep nomor koordinasi muncul dalam berbagai konteks, kadang-kadang
bersama dengan penerimaan yang berbeda dalam struktur monoatomik, nomor
koordinasi setiap atom dalam susunan acak partikel. Partikel yang berbeda
mungkin memiliki jumlah tetangga yang berbeda. Dalam hal ini, lebih tepat
untuk memanggil nomor koordinasi jumlah rata-rata tetangga per partikel.
Nomor koordinasi memainkan peran penting dalam deskripsi media granular
(Chesney dkk., 2006). Ion kompleks metal seperti Cu2+, Ni2+, Ag+, Zn2+, dan
Fe2+ mampu berperan sebagai penukar ligan (Chen dkk., 2017).
Perbandingan antara 1ogam dengan 1igan dalam kompleks dapat ditentukan
dengan memakai Metode Job’s, yaitu metode variasi kontinu atau metode
perbandingan slope dan perbandingan mol. Dalam Metode Job’s variasi kontinu,
angka dari mol reaktan terhadap seri campuran dan rektan adalah konstan.
Metode perbandingan rasio dan metode perbandingan mol digunakan untuk
perbandingan kombinasi logam dan ligan. Aplikasinya untuk menyelidiki
kompleks yang dibentuk dari kelompok logam dan ligan. Plot Job dimana proses
reaksi diamati untuk mengambil data stoikiometri dari limit struktur transisi
(Shevla, 1990). Dalam metode Job’s, jumlah yang berbeda dari larutan A dan B
dicampur, memvariasikan rasio mol reaktan sedemikian rupa sehingga
kompensasi bahwa total konsentrasi molar larutan dijaga konstan. Dalam
keadaan tertentu, jumlah maksimum kompleks akan terbentuk dalam larutan di
mana kedua spesies ada dalam rasio kombinasi yang benar, asalkan rasio
pencampuran telah bervariasi dari 0 hingga beberapa nilai yang pasti lebih besar
dari n/m. Dengan mempertimbangkan syarat utama dari metode Job’s adalah
konsentrasi total molar dari spesies yang berinteraksi tetap konstan (Facchiano
dan Raggone, 2003).
Spektrofotometer adalah suatu instrumen yang digunakan untuk mengukur
transmitans atau absorbans suatu sampel dengan menggunakan radiasi
elektromagnetik yang dianggap sebagai energi yang merambat dalam bentuk
gelombang. Prinsip kerja dari spektrofotometer UV-Vis adalah elektron-elektron
pada ikatan di dalam molekul menjadi tereksitasi sehingga menyerap energi
yang melewati larutan tersebut dalam daerah UV-Vis menjadi keadaan energi
yang lebih tinggi. Semakin luas elektron yang ditahan maka semakin panjang
gelombang radiasi yang diserap (Susanti dkk., 2018).
Hukum lambert beer adalah prinsip dibalik spektrokopi absorbansi (Shah dkk,
2015). Secara khusus, hukum Lambert-Beer menggambarkan fenomena
penyerapan radiasi elektromagnetik yang menjadi dasar spektrofotometri. Ketika
berkas radiasi paralel melewati lapisan larutan dengan konsentrasi tertentu,
karena interaksi antara foton dan partikel yang menyerap analit dilemahkan
sehingga menghasilkan intensitas cahaya yang ditransmisikan pada detekor
(Grasse dkk., 2015). Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa absorbansi suatu
larutan berbanding lurus dengan konsentrasi spesies yang menyerap dalam
larutan dan panjang lintasan. Spektrokopi UV-Vis dapat digunakan untuk
menentukan konsentrasi adsorben dalam larutan (Gandhimathi dkk., 2012).
Untuk panjang gelombang tunggal, A adalah absorbansi, b adalah panjang
lintasan kuvet dan c adalah konsentrasi larutan. Dirumuskan sebagai berikut
(Shah dkk, 2015) :
A = a b c ......................................................................................................(1)
Terdapat tiga tipe instrument absorbansi untuk mengumpulkan spekra UV-
Vis yaitu spektrofotometer single beam, spektrofotometer double beam,
spektrofotometer simultaneous (Shah dkk, 2015).
III. HASIL PENGAMATAN
A. Tabel 5.1. Seri larutan-larutan Fe3+
V Fe3+ (mL) V HNO3 (mL) V H2O (mL) Absorbansi (A)
0 1 9 0.000
1 1 8 0.004
2 1 7 0.003
3 1 6 0.005
4 1 5 0.003
5 1 4 0.005
6 1 3 0.005
-
B. Tabel 5.2. Seri larutan-larutan ion CNS
V CNS- (mL) V HNO3 (mL) V H2O (mL) Absorbansi (A)
0 1 9 0.000
1 1 8 0,006
2 1 7 0,003
3 1 6 0,004
4 1 5 0,008
5 1 4 0,004
6 1 3 0,003

C. Tabel 5.3. Seri larutan ion kompleks [Fe(CNS)n]3-n


V CNS- V Fe3+ V HNO3 V H2O Absorbansi
(mL) (mL) (mL) (mL) (A)
0 6 1 3 0.023
1 5 1 3 1.621
2 4 1 3 2.632
3 3 1 3 3.010
4 2 1 3 2.552
5 1 1 3 1.619
6 0 1 3 0.005
IV. PEMBAHASAN
Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk menentukan bilangan
koordinasi Fe3+ pada ion [Fe(CNS)n]3-n. Bilangan koordinasi yaitu banyaknya
jumlah ligan yang terikat pada ion logam pusat. Prinsip percobaan ini yaitu
menentukan bilangan koordinasi suatu senyawa kompleks dengan perbandingan
mol menggunakan variasi kontinu volume ion logam dan ligan dari kompleks
tersebut dengan total volume yang digunakan tetap. Pada percobaan ini yang
berperan sebagai ion logam adalah Fe3+ dan ion ligannya adalah CNS-. Setiap
larutan dengan variasi ion logam dan ion ligan serta seri larutan kompleks
ditentukan absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Visible.
Pada percobaan ini ion Fe3+ yang diperoleh dari FeCl3.6H2O berperan
sebagai pendonor orbital atau sebagai ion logam (atom pusat). Alasan digunakan
atom tersebut karena Fe (III) termasuk dalam atom golongan transisi yang
memiliki orbital d yang tidak terisi penuh sehingga mampu membentuk suatu
senyawa kompleks dengan mengikat ligan. Ligan yang digunakan pada
percobaan ini adalah ion CNS- yang diperoleh dari KCNS. KCNS berperan
sebagai akseptor orbital. Ion CNS- memiliki pasangan elektron bebas. Ligan
yang memiliki pasangan elektron bebas ini akan mengisi kekosongan orbital d
pada logam dan membentuk ikatan suatu ikatan kovalen koordinasi dimana
terjadi pemakaian pasangan elektron bersama untuk mencapai kestabilan.
Bilangan koordinasi senyawa kompleks adalah jumlah ligan yang dapat diikat
oleh ion logam. Bilangan koordinasi juga dapat menyatakan jumlah ruangan
yang tersedia disekitar atom atau ion pusat (Susanti dkk, 2018).
Pada pembuatan larutan Fe3+ dari larutan FeCl3.6H2O ditambah dengan
aquades dan HNO3. Volume HNO3 yang digunakan adalah 1 mL. Penambahan
aquades berfungsi sebagai pelarut larutan tersebut. Sedangkan HNO 3 berfungsi
sebagai pemberi suasana asam karena kompleks [Fe(CNS)n]3-n hanya dapat
terbentuk pada suasana asam serta menghidrolisis ion Fe3+. Adapun reaksi yang
terjadi yaitu :
Fe3+(aq) + 3H2O(l) →Fe(OH)2(aq) + 3H+(aq)
Pada pembuatan larutan CNS, volume CNS berbanding lurus dengan
konsentrasi. Semakin rendah konsentrasi maka volume CNS yang digunakan
semakin rendah pula. Kemudian ditambah dengan H2O untuk masing-masing
konsentrasi dari yang besar ke kecil adalah 3 ml; 4 ml ; 5 ml ; 6 ml ; 7 ml ; 8 ml ;
dan 9 ml. Aquades berfungsi sebagai pelarut larutan tersebut. Sedangkan HNO3
berfungsi sebagai pemberi suasana basa. Adapun reaksi yang terjadi yaitu :
CNS-(aq) + H2O(l) → HCNS(aq) + OH-(aq)
Pada pembuatan larutan seri pada senyawa kompleks [Fe(CNS) n]3-n dibuat
dengan mencampurkan larutan Fe3+ 0,01 M dengan larutan CNS- 0,01 M dengan
volume kedua larutan yang ditambahkan berbanding terbalik, yaitu 6 : 0; 5 : 1; 4
: 2; 3 : 3; 2 : 4; 1 : 5; dan 0 : 6. Penambahan akuades berfungsi sebagai zat
pengencer larutan, sedangkan penambahan HNO3 berfungsi sebagai pembawa
suasana asam dalam larutan karena pembentukan kompleks ion Fe3+ dengan ion
CNS- hanya dapat terjadi dalam suasana asam. Saat ion Fe3+ dengan ion CNS-
direaksikan dalam keadaan asam, maka akan membentuk warna merah
kecoklatan yang disebabkan karena ion logam pusat Fe3+ mempunyai elektron
tidak berpasangan pada orbital d nya sehinga menyebabkan larutan tersebut
berwarna. Seri larutan senyawa kompleks [Fe(CNS)n]3-n yang telah jadi diberi
label C0 – C6 untuk meminimalisir terjadinya kesalahan saat analisis larutan.
CNS- akan bertindak sebagai donor elektron sedangkan Fe3+ bertindak sebagai
akseptor elektron. Berikut reaksi yang terjadi saat pembentukan senyawa
kompleks [Fe(CNS)n]3-n :
[Fe(H2O)n]3+ + CNS- → [Fe(H2O)n-1(CNS)]+ + H2O
[Fe(H2O)n-1(CNS)]+ + CNS- → [Fe(H2O)n-2(CNS)2] + H2O
[Fe(H2O)n-2(CNS)2] + CNS- → [Fe(H2O)n-3(CNS)3] + H2O
Fe3+ + nCNS-(aq) → [Fe(CNS)n]3-n(aq)
Nilai n tersebut tergantung dari perbandingan ion logam dan ligan yang
berikatan. Pada percobaan ini, perbandingan absorbansi dari ion logam dan ion
ligan dicari untuk menentukan nilai n. Senyawa kompleks Fe (III) umumnya
membentuk struktur okahedral dengan bilangan koordinasi enam. Struktur lain
seperti tetrahedral dengan bilangan koordinasi empat dan segiempat piramida
dengan bilangan koordinasi lima (Kusyanto dan Sugiyarto, 2017).

Proses pembentukan senyawa kompleks koordinasi [Fe(CNS)n]3-n adalah


perpindahan satu atau lebih pasangan elektron dari ligam ke ion logam. Jadi,
CNS- bertindak sebagai pemberi elektron dan Fe3+ sebagai penerima elektron.
Perpindahan kerapatan elektron ini mengakibatkan pasangan elektron menjadi
kepunyaan bersama antara ion Fe3+ dan CNS- sehingga terbentuk ikatan
penerima-pemberi elektron. Ion Fe3+ dapat menerima sejumlah pasangan
elektron bergantung pada susunan elektronnya sehingga ion Fe3+ dapat berikatan
dengan CNS-. Jumlah CNS- yang dapat diikat oleh ion Fe3+ itu disebut bilangan
koordinasi.
Larutan yang dapat dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis adalah
larutan berwarna atau larutan yang dapat dibuat warna (Shevla, 1990). Larutan
harus memenuhi syarat antara lain harus berbentuk larutan senyawa harus
memiliki gugus kromofor, gugus pembawa warna, dan senyawa harus memiliki
ikatan rangkap terkonjugasi. Jika dalam pengujian sampel tersebut tidak
berwarna, maka sampel harus dibuat warna dengan menggunakan reagen
spesifik yang akan menghasilkan senyawa berwarna (reagen harus benar-benar
spesifik yang hanya bereaksi dengan sampel yang akan dianalisis). Selain itu,
sampel yang dianalisis dengan spektrofotomoeter harus memiliki konsentrasi
yang kecil dan berbentuk larutan bening atau bukan sus[ensi agar dapat terbaca
oleh alat. Setelah variasi larutan siap maka diukur absorbansinya dengan alat
spektroskopi UV-Vis. Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis didasarkan pada
interaksi antara materi berupa molekul dengan energi berupa cahaya dan
didasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan
berwarna pada panjang gelombang spesifik dengan menggunakan
monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detektor fototube. Pada awalnya
larutan berwarna dikenai cahaya dari sumber cahaya sehingga elektron
tereksitasi diuraikan oleh monokromator, kemudian cahaya monokromator
dilewatkan pada sampel. Cahaya ini sebagian diserap oleh sampel dan sebagian
lagi dilewatkan yang kemudian ditangkap oleh detektor yang diubah menjadi
sinyal-sinyal listrik yang kemudian diterjemahkan oleh alat pengukur dan
kemudian ditampilkan dalam bentuk absorbansi dan panjang gelombang.
Besarnya absorbansi larutan dipengaruhi oleh jenis atom atau molekul yang
diuji, dan konsentrasinya. Pengukuran dilakukan pada λ = 480 nm. Berdasarkan
hukum Lambert-Beer dimana absorbansi sebanding dengan konsentrasi. Hal ini
telah sesuai dengan hasil percobaan dimana absorbansi bertambah saat
konsentrasi CNS- bertambah dan Fe3+ berkurang.
Berdasarkan data absorbansi setiap seri larutan dapat digunakan untuk
menentukan bilangan koordinasi senyawa kompleks secara teori. Berdasarkan
perhitungan yang diperoleh, dapat dibuat grafik perbandingan ∆A dengan fraksi
volume Fe3+, dimana fraksi volume Fe3+ sebagai sumbu x (absis) dan ∆A
sebagai sumbu y (ordinat). Pada setiap sisi kurva ditarik garis hingga
berpotongan. Titik potong inilah yang menunjukkan bahwa senyawa kompleks
telah mencapai kesetimbangan. Dari grafik yang telah dibuat, diperoleh titik
maksimum pada fraksi mol Fe3+ sebesar 0,5 dan fraksi mol CNS- juga 0,5.
Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai n = 1, hal ini menunjukkan bahwa
bilangan koordinasi Fe3+ adalah 1 sehingga rumus senyawa kompleks yang
terbentuk adalah [Fe(CNS)]2+. Bilangan koordinasi yang bernilai 1 ini
menunjukkan bahwa Fe3+ hanya mampu mengikat 1 ion ligan CNS-.
V. KESIMPULAN
Melalui percobaan ini dapat disimpulkan bahwa bilangan koordinasi Fe3+
pada ion [Fe(CNS)n]3-n dapat ditentukan dengan metode Job’s yaitu dengan
perbandingan mol menggunakan variasi kontinyu volume ion logam dan ligan
dari kompleks tersebut dengan total volume yang digunakan tetap. Hasil
menurut teori menunjukkan bahwa bilangan koordinasi senyawa kompleks
dalam percobaan ini adalah 1 sehingga senyawa kompleks yang terbentuk
adalah [Fe(CNS)]2+. Berdasarkan grafik diperoleh bilangan koordinasi juga
sebesar 1 dengan senyawa kompleks [Fe(CNS)]2+.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Arumugam, A.P., Guhanathan, S. and Elango, G., 2017. Co (II), Ni (II) and Cu
(II) Complexes with Schiff Base Ligand: Synthesis, Charakerization,
Antimicrobial Studies and Molecular Docking Studies. Jurnal SOJ, 5(2): 1
– 12.
Chen, Q., Zhou, K., Chen, Y., Wang, A., dan Liu, F. 2017. Removal of
Ammonia from Aqueous Solutions by Ligand Exchange Onto a Cu(II)-
loaded Chelating Resin: Kinetics, Equilibrium and Thermodynamics. RSC
Advances, 7(21): 12812 – 12823.
Facchiano, A., dan Ragone, R. 2003. Modification of Job's Method for
Determining the Stoichiometry of Protein – Protein Complexes. Analytical
Biochemistry, 313(1) : 170 – 172.
Gandhimathi, R., Vijayaras, S., dan Jyothirmare, M. P. 2012. Analitical Process
of Drugs by Ultraviolet (UV) Spekroscopy-A Review. International
Journal of Pharmaceutical Research & Analysis, 2(2) : 72 – 78.
Gavali, L.V. and Jadhav, M.R., 2016. Synthesis and Studies of Mixed ligand Ni
(II) and Cu (II)Metal Complexes with 2-Aminophenol and Schiff base of
Terephthalaldehyde. International Journal of Engineering Technology,
Management and Applied Sciences, 4(11) : 72 – 78.
Grasse, E. K., Torcasio, M.H., dan Smith, A.W. 2016. Teaching UV−Vis
Spekroscopy with a 3D-Printable Smartphone Spekrophotometer. Journal
of Chemical Education, 93 : 146 − 151.
Jouannot-Chesney, P., Jernot, J.P. and Lantuéjoul, C., 2011. Prakical
Determination of The Coordination Number in Granular Media. Image
Analysis & Stereology, 25(1) : 55 – 61.
Kusyanto, A dan Sugiyarto, K. H. 2017. Sintesis dan Karakteristik Senyawa
Kompleks Besi (III) dengan Ligan 1,10-fenantrolin dan Anion
Triflurometanasulfonat. Jurnal Kimia Dasar, 6(1): 1 – 8.
Male, Y.T, Helna T, dan Paulina M.P. 2013. Synthetis of Binuclear Complex
Compound of {[Fe(L)(NCS)2]2oks} (L =1,10-phenantrolin and 2,2’-
bypiridine). Indonesian Journal of Chemical Research, 1(2013) : 15 – 22.
Shah, R. S., Shah, R. R., Pawar, R. B., dan Gayakar, P. P. 2015. UV-Visible
Spekroscopy A Review. International Journal of Institutional Pharmacy
and Life Sciences, 5(5) : 490 – 495.
Shevla, G. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan
Semimikro. Jakarta : PT. Kalman Media Pustaka.
Susanti, L., Setyowati, M., Widodo, S., dan Setiawati, A. 2018. Uji Kadar Nitrit
Pada Daging Burger di Kota Bandar Lampung Menggunakan
Spektrofometri UV-Vis. Jurnal Farmasi Lampung, 7(1): 1 – 6.
VII. DAFTAR LAMPIRAN
A. Perhitungan
VIII. LEMBAR PENGESAHAN
Sukoharjo, 18 November 2020
Mengetahui, Praktikan
Asisten Pembimbing

Muharom Bagaskara Hafid Nur Himawan


PERHITUNGAN

1. Pembuatan larutan Fe3+ 0,01 M dalam 250 mL dari FeCl.6H2O


𝑔𝑟 1000
M = ×
𝑀𝑟 𝑣
0,01𝑚𝑜𝑙/𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟×270𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙×250𝑚𝐿
𝑔𝑟 = 1000 𝑚𝐿
𝑔𝑟 = 0,675 𝑔𝑟𝑎𝑚
2. Pembuatan larutan CNS- 0,01M dalam 250 mL dari KCNS
𝑔𝑟 1000
M = ×
𝑀𝑟 𝑣
0,01×97,18 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙
𝑔𝑟 = 1000 𝑚𝐿/250𝑚𝐿
𝑔𝑟 = 0,24295 𝑔𝑟𝑎𝑚
3. Menentukan ∆A
∆A = A [Fe(CNS)n]3-n - [A Fe3+ + A CNS-]
a. Larutan Fe3+ 6 mL dengan larutan CNS- 0 mL
∆𝐴 = 0,023 − (0,005 + 0)
∆𝐴 = 0,018
b. Larutan Fe3+ 5 mL dengan larutan CNS- 1 mL
∆𝐴 = 1,621 − (0,005 + 0,006)
∆𝐴 = 1,610
c. Larutan Fe3+ 4 mL dengan larutan CNS- 2 mL
∆𝐴 = 2,632 − (0,003 + 0,003)
∆𝐴 = 2,626
d. Larutan Fe3+ 3 mL dengan larutan CNS- 3 mL
∆𝐴 = 3,010 − (0,005 + 0,004)
∆𝐴 = 3,001
e. Larutan Fe3+ 2 mL dengan larutan CNS- 4 mL
∆𝐴 = 2,552 − (0,003 + 0,008)
∆𝐴 = 2,541
f. Larutan Fe3+ 1 mL dengan larutan CNS- 5 mL
∆𝐴 = 1,619 − (0,004 + 0,004)
∆𝐴 = 1,611
g. Larutan Fe3+ 0 mL dengan larutan CNS- 6 mL
∆𝐴 = 0,005 − (0 + 0,003)
∆𝐴 = 0,002
4. Menentukan Fraksi Volume
𝑉 𝐹𝑒 3+
𝑋 𝐹𝑒 3+ =
𝑉 𝐹𝑒 3 + 𝑉 𝐶𝑁𝑆 −
𝑋 𝐶𝑁𝑆 = 1 − X Fe3+

a. Fraksi Volume Fe3+ 6 mL dan larutan ion CNS- 0 mL


6
𝑋 𝐹𝑒 3+ = =1
6+0
𝑋 𝐶𝑁𝑆 − = 1 − 1 = 0
b. Fraksi Volume Fe3+ 5 mL dan larutan ion CNS- 1 mL
5
𝑋 𝐹𝑒 3+ = = 0,833
5+1
𝑋 𝐶𝑁𝑆 − = 1 − 0,833 = 0,167
c. Fraksi Volume Fe3+ 4 mL dan larutan ion CNS- 2 mL
4
𝑋 𝐹𝑒 3+ = = 0,67
4+2
𝑋 𝐶𝑁𝑆 − = 1 − 0,67 = 0,33
d. Fraksi Volume Fe3+ 3 mL dan larutan ion CNS- 3 mL
3
𝑋 𝐹𝑒 3+ = = 0,5
3+3
𝑋 𝐶𝑁𝑆 − = 1 − 0,5 = 0,5
e. Fraksi Volume Fe3+ 2 mL dan larutan ion CNS- 4 mL
2
𝑋 𝐹𝑒 3+ = = 0,33
2+4
𝑋 𝐶𝑁𝑆 − = 1 − 0,33 = 0,67
f. Fraksi Volume Fe3+ 1 mL dan larutan ion CNS- 5 mL
1
𝑋 𝐹𝑒 3+ = = 0,167
1+5
𝑋 𝐶𝑁𝑆 − = 1 − 0,167 = 0,833
g. Fraksi Volume Fe3+ 0 mL dan larutan ion CNS- 6 mL
0
𝑋 𝐹𝑒 3+ = =0
0+6
𝑋 𝐶𝑁𝑆 − = 1 − 0 = 1
5. Menentukan Bilangan Koordinasi
∑ 𝑋 𝐹𝑒 3+ = 1 + 0,833 + 0,67 + 0,5 + 0,33 + 0,167 + 0 = 3,5
∑ 𝑋 𝐶𝑁𝑆 − = 0 + 0,167 + 0,33 + 0,5 + 0,67 + 0,833 + 1 = 3,5
∑ 𝑋 𝐹𝑒 3+ 3,5
𝑛= =
∑ 𝑋 𝐶𝑁𝑆 − 3,5
𝑛=1
6. Metode Grafik
Grafik Hubungan Fraksi Volume Fe3+ dengan ΔA

1.6
1.4
1.2
1
0.8
ΔA

0.6
0.4
0.2
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1.1
-0.2
Fraksi Volume Fe3+

Gambar 1. Grafik Fraksi mol Fe3+ Vs Absorbansi


• Menentukan n
Fraksi mol Fe3+ = 0,5
Fraksi mol CNS- = 1 – fraksi mol Fe3+ = 0,5
∑ 𝑋 𝐹𝑒 3+ 0,5
𝑛= =
∑ 𝑋 𝐶𝑁𝑆 − 0,5
𝑛=1

Anda mungkin juga menyukai