Anda di halaman 1dari 38

CORONA VIRUS DISEASE-19 (COVID-

19)

Disusun oleh:

Pinky Melinda 19710044


Wahyuni Sofiatul Af’idah 15710302

Dokter Pembimbing:

dr. Sri Wahyuningsih,Sp.Rad

KEPANITRAAN KLINIK KSM RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

2020
3

BAB 1
PENDAHULUAN

Pada Desember 2019, kasus pneumonia misterius pertama kali dilaporkan di


Wuhan, Provinsi Hubei. Sumber penularan kasus ini masih belum diketahui pasti,
tetapi kasus pertama dikaitkan dengan pasar ikan di Wuhan. Tanggal 18 Desember
hingga 29 Desember 2019, terdapat lima pasien yang dirawat dengan Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS). Sejak 31 Desember 2019 hingga 3 Januari
2020 kasus ini meningkat pesat, ditandai dengan dilaporkannya sebanyak 44 kasus.
Tidak sampai satu bulan, penyakit ini telah menyebar di berbagai provinsi lain di
China, Thailand, Jepang, dan Korea Selatan. Sampel yang diteliti menunjukkan
etiologi coronavirus baru. Awalnya, penyakit ini dinamakan sementara sebagai 2019
novel coronavirus (2019-nCoV), kemudian WHO mengumumkan nama baru pada 11
Februari 2020 yaitu Coronavirus Disease (COVID-19) yang disebabkan oleh virus
Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2).
Virus ini dapat ditularkan dari manusia ke manusia dan telah menyebar secara
luas di China dan lebih dari 190 negara dan teritori lainnya. Pada 12 Maret 2020,
WHO mengumumkan COVID-19 sebagai pandemik. Hingga tanggal 29 Maret 2020,
terdapat 634.835 kasus dan 33.106 jumlah kematian di seluruh dunia. Sementara di
Indonesia sudah ditetapkan 1.528 kasus dengan positif COVID-19 dan 136 kasus
kematian.
Sejak kasus pertama di Wuhan, terjadi peningkatan kasus COVID-19 di China
setiap hari dan memuncak diantara akhir Januari hingga awal Februari 2020. Awalnya
kebanyakan laporan datang dari Hubei dan provinsi di sekitar, kemudian bertambah
hingga ke provinsi-provinsi lain dan seluruh China. Tanggal 30 Januari 2020, telah
terdapat 7.736 kasus terkonfirmasi COVID-19 di China, dan 86 kasus lain dilaporkan
dari berbagai negara seperti Taiwan, Thailand, Vietnam, Malaysia, Nepal, Sri Lanka,
Kamboja, Jepang, Singapura, Arab Saudi, Korea Selatan, Filipina, India, Australia,
Kanada, Finlandia, Prancis, dan Jerman.
COVID-19 pertama dilaporkan di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020 sejumlah
dua kasus.9 Data 31 Maret 2020 menunjukkan kasus yang terkonfirmasi berjumlah
1.528 kasus dan 136 kasus kematian.10 Tingkat mortalitas COVID-19 di Indonesia
sebesar 8,9%, angka ini merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara.
Per 30 Maret 2020, terdapat 693.224 kasus dan 33.106 kematian di seluruh
dunia. Eropa dan Amerika Utara telah menjadi pusat pandemi COVID-19, dengan
kasus dan kematian sudah melampaui China. Amerika Serikat menduduki peringkat
pertama dengan kasus COVID-19 terbanyak dengan penambahan kasus baru sebanyak
19.332 kasus pada tanggal 30 Maret 2020 disusul oleh Spanyol dengan 6.549 kasus
baru. Italia memiliki tingkat mortalitas paling tinggi di dunia, yaitu 11,3%.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Corona Virus Disease-19 (COVID-19)

2.1.1Anatomi Thorax

Dada berisi organ vital paru dan jantung. Rangka dinding toraks, yang
dinamakan compage thoracis yang dibentuk oleh columna vertebralis di belakang,
costae dan spatium intercostalis di samping dan sternum serta rawan iga di depan. Di
superior toraks, berhubungan dengan leher melalui aperture thoracis superior dan di
inferior dipisahkan dari abdomen oleh diafragma.Compages thoracis melindungi paru-
paru dan jantung dan merupakan tempat perlekatan untuk otot-otot toraks, ekstrimitas
atas, abdomen dan punggung.Cavitas thoracis dapat dibagi dalam bagian median yang
dinamakan mediastinum, dan bagian lateral yang ditempati oleh paru-paru dan
pleura.Paru-paru diliputi oleh membran tipis yang dinamakan pleura viseralis yang
berjalan dari pangkal masing-masing paru menuju ke permukaan.

Gambar 2.1: Anatomi Rangka Diniding Toraks


dalam dinding thoraks yang dinamakan pleura parietalis. Dengan cara ini terbentuk
dua kantong membranosa yang dinamakan cavitas pleuralis pada setiap pinggir toraks
antara paru-paru dan dinding toraks.
Trakea terbentang dari pinggir bawah cartilage cricoidea (berhadapan dengan
corpus vertebrae cervical VI) di leher sampai setinggi angulus sterni pada
toraks.Trakea terdapat di garis tengah dan berakhir tepat di sebelah kanan garis tengah
dengan bercabang menjadi bronchus principalis dextra dan sinistra.Bronkus
prinsipalis kanan lebih lebar, lebih pendek dan lebih vertical dibandingkan
kiri.Sebelum masuk ke hilus paru-paru kanan, bronkus principalis mempercabangkan
bronkus lobaris superior. Waktu masuk ke hillus, ia membelah menjadi bronkus
lobaris medius dan bronkus lobaris inferior. Sedangkan bronkus prinsipalis kiri, waktu
masuk ke hillus paru kiri, ia akan bercabang menjadi bronkus lobaris superior dan
inferior.
Paru-paru berbentuk konus dan diliputi oleh pleura viseralis.Paru-paru terbenam
bebas dalam rongga pleuranya sendiri, hanya dilekatkan ke mediastinum oleh radiks
pulmonis. Masing-masing paru mempunyai apeks yang tumpul, yang menjorok ke
atas, masuk ke leher sekitar 2,5 cm diatas klavikula, facies costalis yang konveks,
yang berhubungan dengan dinding dada dan facies mediastinalis yang konkaf, yang
membentuk cetakan pada perikardium dan struktur mediastinum lain. Sekitar
pertengahan permukaan kiri, terdapat hillus pulmonis, suatu lekukan dimana bronkus,
pembuluh darah, dan saraf masuk ke paru-paru untuk membentuk radiks pulmonis.
Di inferior, toraks berhubungan dengan abdomen melalui lubang besar yang
dinamakan aperture thoracis inferior.Lubang ini dibatasi oleh articulatio
xiphosternalis, arcus costae, dan corpus vertebrae thoracica XII.Diafragma
merupakan otot utama respirasi.Diafragma berbentuk kubah yang terdiri atas bagian
otot di perifer, yang berasal dari pinggir aperture thoracis inferior dan di tengah
digantiolehtendon
2.1.2 Definisi COVID -19

Gambar 2.2 Struktur Virus Corona


Penyakit coronavirus 2019 (COVID-19) didefinisikan sebagai penyakit yang
disebabkan oleh coronavirus baru yang sekarang disebut sindrom pernafasan akut
parah coronavirus 2 (SARS-CoV-2; sebelumnya disebut 2019-nCoV), yang pertama
kali diidentifikasi di tengah berjangkitnya kasus penyakit pernapasan di Kota Wuhan,
Provinsi Hubei, Cina. Awalnya dilaporkan kepada WHO pada 31 Desember 2019.
Pada 30 Januari 2020, WHO menyatakan wabah COVID-19 sebagai darurat kesehatan
global. Pada tanggal 11 Maret 2020, WHO menyatakan COVID-19 pandemi global,
penunjukan serupa pertama sejak menyatakan influenza H1N1 sebagai pandemi pada
tahun 2009.
Golongan yang berisiko tertular dan menularkan penduduk yang tinggal atau
dengan riwayat bepergian ke daerah terjangkit dalam waktu 14 hari terakhir berpotensi
tinggi tertular dan menularkan. Selain itu, orang yang berkontak erat dengan pasien
COVID-19, termasuk petugas kesehatan dan pelaku rawat pasien, juga berisiko.
Penyebaran nosokomial menjadi isu penting. Pada enam minggu pertama epidemi di
Cina, terdapat 1.716 kasus COVID-19 di petugas kesehatan dan 5 orang diantaranya
meninggal. Di akhir Maret, 12% pasien COVID-19 di Spanyol dan 8% pasien
COVID-19 di Italia adalah petugas kesehatan. Tanggal 28 Maret, 51 dokter meninggal
di Itali akibat COVID-19.8 Pada orang dewasa dan anak-anak dengan sistem imun
yang baik menunjukkan gejala ringan (flu like illness, sakit kepala, atau keluhan
gastrointestinal) bahkan asimtomatik. Namun, golongan ini dapat menjadi carrier atau
pembawa virus dan menyebarkannya ke kelompok rentan. Pada kelompok rentan,
gejala dan komplikasi yang ditimbulkan sangat parah, bahkan dapat menyebabkan
kematian. Kelompok rentan yang dimaksud adalah
• Golongan berusia lebih dari 50 tahun

• Orang dengan penyakit medis sebelumnya (komorbid), seperti

- hipertensi, penyakit jantung, penyakit paru, kanker, atau diabetes

- Kanker dikaitkan dengan kadar sitokin yang berlebihan, gangguan


pematangan sel dendriti, dan supresi agen proinflamasi
- Kondisi penyakit hati kronik atau sirosis juga mengalami penurunan
kondisi imun. Penelitian pada 261 pasien COVID-19 dengan komorbid
menemukan bahwa 23 pasien dengan hepatitis B dan 10 pasien dengan
kanker.
• Orang dengan imunokompromi, seperti pasien kemoterapi dan Orang Dengan
HIV dan AIDS (ODHA)
2.1.3 Patofisiologi COVID 19

Entri dan replikasi virus protein S yang melekat pada sampul virus berperan
untuk berikatan dengan reseptor selular sel target, yaitu ACE2 untuk Sars-CoV-2.
Ikatan antara protein S dengan ACE2 akan memicu fusi antara membran plasma
dengan virus. Terkait virus yang memiliki afinitas tinggi terhadap ACE-2, diduga
penggunaan obat antihipertensi golongan penghambat ACE (ACEI) dan angiotensin
receptor blocker (ARB) dapat memperparah gejala COVID-19. Namun, European

Society of Cardiology (ESC) menyatakan belum ada bukti yang cukup terkait
dugaan tersebut sehingga penggunaan kedua obat tersebut sebaiknya tetap dilanjutkan
pada pasien hipertensi. Selain itu, hipertensi yang tidak terkontrol justru menyebabkan
COVID-19 semakin sulit diobati. Setelah virus memasuki sel, RNA virus akan
terlepas ke sitoplasma lalu ditranslasikan menjadi dua polyprotein dan protein
struktural. Pada tahap inilah virus memulai replikasi. Partikel-partikel pembentuk
virus kemudian masuk ke dalam Endoplasmic Reiculum-Golgi Intermediate
Compartment (ERGIC). Setelah bagian virus selesai dirakit, sel akan membentuk
vesikel untuk selanjutnya berfusi dengan membran plasma, melepaskan virus yang
siap menginfeksi sel-sel lain.
Ketika virus menginfeksi sel, antigen virus akan dipresentasikan Antigen
Presentation Cells (APC) sebagai bagian dari sistem imunitas tubuh. Antigen ini
dipresentasikan oleh Major Histocompatibility Complex (MHC; atau Human
Leukocyte Antigen (HLA) di manusia) pada permukaan sel APC untuk dikenali sel
limfosit T sitotoksik. Hingga saat ini belum diketahui struktur molekul HLA yang
dapat memberikan efek protektif dari SARS-CoV-2. Pengetahuan ini sangat berharga
untuk tata laksana dan pencegahan COVID-2.
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dilaporkan sebagai penyebab
utama kematian pada pasien COVID-19. Dari 41 pasien COVID-19 di masa-masa
awal wabah, 6 diantaranya meninggal akibat ARDS. Salah satu mekanisme utama
terjadinya ARDS adalah badai sitokin, sebuah respon inflamasi tidak terkontrol akibat
pelepasan sitokin proinflamasi (IFN-alfa, IFN-gama, IL-1beta, IL-6, IL-12, IL-18, IL-
33, TNF-alfa, TGFbeta, dan lain-lain) dan kemikin (CCL2, CCL3, CCL5, CXCL8,
CXCL9, dan lain-lain) dalam jumlah besar oleh sel imun. Selain ARDS, badai sitokin
ini dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh (multiple organ failure).
Gambar 2.3 Patogenesis COVID 19

2.1.4 Manifestasi Klinis

Infeksi COVID-19 dapat menimbulkan gejala ringan, sedang atau berat. Gejala
klinis utama yang muncul yaitu demam (suhu >380C), batuk dan kesulitan bernapas.
Selain itu dapat disertai dengan sesak memberat, fatigue, mialgia, gejala
gastrointestinal seperti diare dan gejala saluran napas lain. Setengah dari pasien timbul
sesak dalam satu minggu. Pada kasus berat perburukan secara cepat dan progresif,
seperti ARDS, syok septik, asidosis metabolik yang sulit dikoreksi dan perdarahan
atau disfungsi sistem koagulasi dalam beberapa hari. Pada beberapa pasien, gejala
yang muncul ringan, bahkan tidak disertai dengan demam. Kebanyakan pasien
memiliki prognosis baik, dengan sebagian kecil dalam kondisi kritis bahkan
meninggal. Berikut sindrom klinis yang dapat muncul jika terinfeksi.
Klasifikasi Klinis

Berikut sindrom klinis yang dapat muncul jika terinfeksi.

a) Tidak berkomplikasi

Kondisi ini merupakan kondisi teringan. Gejala yang muncul berupa gejala
yang tidak spesifik. Gejala utama tetap muncul seperti demam, batuk,
dapat disertai dengan nyeri tenggorok, kongesti hidung, malaise, sakit
kepala, dan nyeri otot. Perlu diperhatikan bahwa pada pasien dengan lanjut
usia dan pasien immunocompromises presentasi gejala menjadi tidak khas
atau atipikal. Selain

itu, pada beberapa kasus ditemui tidak disertai dengan demam dan gejala
relatif ringan. Pada kondisi ini pasien tidak memiliki gejala komplikasi
diantaranya dehidrasi, sepsis atau napas pendek.

b) Pneumonia ringan

Gejala utama dapat muncul seperti demam, batuk, dan sesak. Namun tidak
ada tanda pneumonia berat. Pada anak-anak dengan pneumonia tidak berat
ditandai dengan batuk atau susah bernapas atau tampak sesak disertai
napas cepat atau takipneu tanpa adanya tanda pneumonia berat.

Definisi takipnea pada anak:


< 2 bulan : ≥ 60x/menit
2-11 bulan≥50x/menit
1-5 tahun : 40x/menit.
c) Pneumonia berat

Pada pasien dewasa : Gejala yang muncul diantaranya demam atau curiga
infeksi saluran napas. Tanda yang muncul yaitu takipnea (frekuensi napas:
> 30x/menit), distress pernapasan berat atau saturasi oksigen pasien <90%
udara luar.

Pada pasien anak-anak: Gejala dapat batuk atau tampak sesak, ditambah
satu diantara kondisi berikut: Sianosis central atau SpO2 < 90%, Distress
napas berat (retraksi dada berat), Pneumonia dengan tanda bahaya (tidak
mau menyusu atau minum; letargi atau penurunan kesadaran; atau kejang).

d) Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)

Onset: baru atau perburukan gejala respirasi dalam 1 minggu setelah


diketahui kondisi klinis. Derajat ringan beratnya ARDS berdasarkan
kondisi hipoksemia. Hipoksemia didefinisikan tekanan oksigen arteri
(PaO2) dibagi fraksi oksigen inspirasi (FIO2) kurang dari< 300 mmHg.
Pemeriksaan penunjang yang penting yaitu pencitraan toraks seperti foto
toraks, CT Scan toraks atau USG paru. Pada pemeriksaan pencitraan dapat
ditemukan: opasitas bilateral, tidak menjelaskan oleh karena efusi, lobar
atau kolaps paru atau nodul. Sumber dari edema tidak sepenuhnya dapat
dijelaskan oleh gagal jantung atau kelebihan cairan, dibutuhkan
pemeriksaan objektif lain seperti ekokardiografi untuk mengeksklusi
penyebab hidrostatik penyebab edema jika tidak ada faktor risiko. Penting
dilakukan analisis gas darah untuk melihat tekanan oksigen darah dalam
menentukan tingkat keparahan ARDS serta terapi.
e) Sepsis

Sepsis merupakan suatu kondisi respons disregulasi tubuh terhadap suspek


infeksi atau infeksi yang terbukti dengan disertai disfungsi organ. Tanda
disfungsi organ perubahan status mental, susah bernapas atau frekuensi
napas cepat, saturasi oksigen rendah, keluaran urin berkurang, frekuensi
nadi meningkat, nadi teraba lemah, akral dingin atau tekanan darah rendah,
kulit mottling atau terdapat bukti laboratorium koagulopati,
trombositopenia, asidosis, tinggi laktat atau hiperbilirubinemia. 26 Skor
SOFA dapat digunakan untuk menentukan diagnosis sepsis dari nilai 0-24
dengan menilai 6 sistem organ yaitu respirasi (hipoksemia melalui tekanan
oksigen atau fraksi oksigen), koagulasi (trombositopenia), liver (bilirubin
meningkat), kardivaskular (hipotensi), system saraf pusat (tingkat
kesadaran dihitung dengan Glasgow coma scale) dan ginjal (luaran urin
berkurang atau tinggi kreatinin). Sepsis didefinisikan peningkatan skor
Sequential (Sepsis-related) Organ Failure Assesment (SOFA) ≥ 2 poin. 26
Pada anak-anak didiagnosis sepsis bila curiga atau terbukti infeksi dan ≥ 2
kriteria systemic inflammatory Response Syndrom (SIRS) yang salah
satunya harus suhu abnormal atau hitung leukosit.
Gambar 2.4 Manifestasi Klinis COVID 19
2.1.5 Diagnosis COVID-19

Gambar 2.5 Diagnosis COVID 19 (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2020)


2.2 Pemeriksaan Penunjang Radiologis COVID-19

Diagnosis COVID-19 saat ini dikonfirmasi oleh pengujian laboratorium melalui


identifikasi RNA virus dalam reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-
PCR). Pencitraan dada telah dianggap sebagai bagian dari pemeriksaan diagnostik
pasien dengan dugaan atau kemungkinan penyakit COVID-19 di mana RT-PCR tidak
tersedia, atau hasilnya ditunda atau awalnya negatif dengan adanya gejala sugestif
COVID-19. Pencitraan juga telah dipertimbangkan untuk melengkapi evaluasi klinis
dan parameter laboratorium dalam pengelolaan pasien yang sudah didiagnosis dengan
COVID-19. Tinjauan pencitraan dada pada pasien dengan dugaan atau konfirmasi
COVID-19 di seluruh dunia menemukan variasi yang luas. WHO, merekomendasi
penggunaan pencitraan dada dalam perawatan akut pasien dewasa dengan status
pasien suspek, probable atau dikonfirmasi COVID-19. Pencitraan dada tersebut
termasuk foto thorax, computed tomography (CT) dan ultrasound paru-paru (WHO,
2020).
Dibandingkan dengan CT Scan dada, foto thorax memiliki sensitivitas yang
lebih rendah dan mungkin memiliki spesifisitas yang lebih tinggi. Radiografi dada
kurang intensif sumber daya, dikaitkan dengan dosis radiasi yang lebih rendah, lebih
mudah diulang secara berurutan untuk memantau perkembangan penyakit, dan dapat
dilakukan dengan peralatan portabel di tempat perawatan (yang meminimalkan risiko
infeksi silang terkait dengan transportasi pasien) . CT Scan dada memiliki sensitivitas
yang relatif tinggi tetapi spesifisitas yang relatif rendah dan dapat berguna pada pasien
dengan beberapa penyakit paru yang sudah ada sebelumnya. Namun, tidak adanya
tanda-tanda radiologis pneumonia tidak dapat sepenuhnya menyingkirkan infeksi
virus.Ultrasonografi paru-paru memiliki evidence based yang sangat rendah untuk
mendukung keakuratan diagnostiknya. Namun, dapat membantu keakuratan
diagnostikdan pilihan alternatif pada pasien tertentu (mis. Pada wanita hamil, anak-
anak, pasien dengan ventilasi mekanik). Ultrasonografi dapat berguna ketika menilai
komplikasi pleura dan mengevaluasi kondisi jantung. Ultrasonografi paru-paru dapat
dilakukan pada titik perawatan tetapi membutuhkan kedekatan fisik yang lebih dekat
dari operator dengan pasien untuk periode yang lebih lama dan memerlukan
pencegahan infeksi spesifik dan tindakan pencegahan (WHO, 2020).

2.2.1 Foto Thorax


Gambaran foto thorax pada pasien COVID-19 menyerupai gambaran penyakit
pneumonia (Jacob et al, 2020).
a. Ground Glass Opacities (GGO)
Ground Glass Opacities dapat dengan mudah ditemukan pada
gambaran CT Scan, pada foto thorax GGO sering sulit diamati (Gambar 1 dan
2). Seringkali GGO ditemukan berbarengan dengan reticular opacities
(Gambar 3).

Gambar 2.6 Portable Foto Thorax ( gambar kiri) dengan densitas kabur (hazy) pada lobus kanan atas
paru (panah hitam) yang sama ditemukan pada pasien dan hari yang sama pada coronal
CT scan dada (gambar kanan). Ditemukan ground glass opacities (panah putih).
Gambar 2.7 Foto thorax (kiri) dengan patchy pada peripheral left mid to lower lung
opacities (panah hitam) berkorespondensi dengan ground glass opacities (panah
putih) pada coronal CT Scan dada (kanan) pada pasien dan hari yang sama.

Gambar 2.8 Foto thorax (kiri) dengan reticular and hazy left lower lobe opacities (panah
hitam)pada pasien COVID 19. Ditemukan juga pada gambaran CT Scan coronal
dada pada pasien dan hari yang sama
b. Konsolidasi lobus bawah paru bilateral

Berbeda dengan community acquired bacterial pneumonia yang menginfeksi


uniteral dan satu lobus, COVID-19 dan pneumonia virus sering mengenai lebih dari
satu lobus. Adanya multifocal air-space disease pada foto thorax dapat sebagai tanda
signifikan untuk COVID-19 pneumonia. Peneliti COVID-19 menemuan bahwa
penyakit ini air-space disease sehinga cenderung terdistribusi di bagian paru-paru
yang lebih rendah dan sering bilateral.

Gambar 2.9 Foto thorax empat pasien yang berbeda dengan derajat keparahan
COVID - 19 yang berbeda beda menginfeksi paru bagian bawah
secara bilateral.
c. Peripheral air space opacities

Salah satu gambaran spesifik COVID-19 pada foto thorax yaitu seringnya
ditemukan keterlibatan paru paru perifer. Chung et al. menyampaikan bahwa
33% foto thorax pasien COVID-19 dan CT Scan dada tampak distribusi pada
perifer. Ng et al. juga melaporkan hal yang sama dengan insidensi yang lebih
besar yaitu ditemuakn 86% pada CT Scan dada.

Gambar 2.10 Foto thorax pasien yang berbeda dengan derajat keparahan COVID-19
yang berbeda menginfeksi paru bagian perifer bilateral (panah hitam)
Gambar 2.11. Foto thorax (kiri) dan CT Scan dada potongan coronal (kanan)
meninjukkan infeksi COVID-19 dengan gambaran diffuse ground glass
dan konsolidasi pada kedua lapang paru.

d. Diffuse air space disease

Diffuse lung opacities pada pasien COVID-19 memiliki gambaran foto thorax yang
sama dengan infeksi luas atau proses inflamasi yang luas termasuk acute respiratory
distress syndrome (ARDS). Ketika infeksi paru sudah menempati sebagian besar parenkim
paru, pasien akan nampak secara klinis hipoksia dan membutuhkan intubasi. Opasitas paru
secara cepat akan terlihat secara luas dalam waktu 1-3 minggu dari onset gejala, dengan
rata-rata puncak nya pada hari ke 6-12 setelah gejala klinis.
Gambar 2.12 Foto thoraks serial selama 7 hari pada pasien COVID 19 menunjukkan
progress diffuse lung disease yang akhirnya membuthkan intubasi

Gambar 2.13 Foto thorax serial pada pasien yang berbeda dengan COVID 19 dengan
selang waktu 6 hari menunjukan progress diffuse lung disease yang
membutuhkan intubasi
d. Gambaran Lain

Efusi pleura telah dilaporkan sangat jarang pada foto thorax dan CT Scan dada
pada pasien yang terinfeksi COVID-19, apabila teridentifikasi maka perjalan
penakitnya telah terlambat.

Gambar 2.14 Dua pasien COVID-19 yang berbeda dengan diffuse lung opacities
dengan efusi pleura
2.2.2 CT-Scan pada pasien COVID-19

Pemeriksaan penunjang X-ray dada dapat dilakukan tetapi pada periode awal
perjalanan penyakit gambarannya akan normal, selain itu pada X-ray dada juga tidak
mampu memperlihatkan lesi yang berukuran kecil (Jin et al, 2020). Hal ini dapat
diatasi dengan pemeriksaan Computed Tomography (CT-scan) dada yang akan
memberikan sensitivitas tinggi yang mampu mendeteksi lesi kecil yang tidak tampak
pada X-ray dada tetapi secara klinis menunjukkan kecurigaan yang tinggi terhadap
COVID-19 (Huang et al, 2020).
Beberapa gambaran yang banyak ditemukan pada pasien COVID-19,
diantaranya yaitu:
a. Ground Glass Oppacities (GGO)

GGO merupakan gambaran peningkatan atenuasi parenkim paru dengan tidak


diikuti kerusakan pembuluh darah yang mendasarinya (Gambar 2.15)

Gambar 2.15. Foto CT-Scan dada potongan axial. (A) Gambaran GGO
bilateral (tanda panah) pada pasien perempuan usia 75 tahun yang
positif COVID-19 dengan manifestasi demam dan batuk selama 8
hari (Sumber: Chest computed tomography findings of COVID-19
pneumonia: pictorial essay with literature review). (B) Gambaran
GGO pada wanita usia 29 tahun dengan onset gejala hari ke-9
(Sumber: Chest computed tomography findings of coronavirus
disease 2019 (COVID-19) pneumonia).
b. Konsolidasi

Konsolidasi merupakan opasifikasi yang diikuti dengan kerusakan pembuluh


darah yang mendasarinya (Gambar 2.16)

Gambar 2.16. CT-Scan dada potongan axial. (a) Gambaran konsolidasi pada
pasien laki-laki usia 23 tahun dengan onset gejala hari ke-8. (b)
Gambaran perbaikan konsolidasi pada CT-Scan follow up 6 hari
setelahnya (Sumber: Chest computed tomography findings of
coronavirus disease 2019 (COVID-19) pneumonia).
c. Crazy-paving pattern

Crazy-paving pattern didefinisikan sebagai gambaran dari GGO dengan


penipisan septum interlobular dan septum intralobular (Gambar 2.17).

Gambar 2.17. CT-Scan dada potongan axial. (A) Gambaran crazy-paving


pattern pada pasien perempuan usia 63 tahun dengan onset gejala
hari ke-3 (Sumber: Chest computed tomography findings of
COVID- 19 pneumonia: pictorial essay with literature review).
(B) Gambaran crazy-paving pattern (Sumber: COVID-19
pneumonia: CT findings of 122 patients and differentiation from
influenza pneumonia).
d. Penipisan septum interlobular

Gambar 2.18CT-Scan dada potongan axial. (A) Gambaran penipisan septum


interlobular pada pasien laki-laki usia 73 tahun dengan onset gejala
hari ke-23 (Sumber: Chest computed tomography findings of
COVID-19 pneumonia: pictorial essay with literature review). (B)
Gambaran penipisan septum interlobular (tanda panah) (Sumber:
COVID-19 pneumonia: CT findings of 122 patients and
differentiation from influenza pneumonia).
e. Air bronchogram

Gambar 2.19Foto CT-Scan dada potongan axial dengan gambaran air-


bronchogram (tanda panah) pada pasien laki-laki usia 61 tahun
dengan gejala batuk dan demam (Sumber: Chest computed
tomography findings of COVID- 19 pneumonia: pictorial essay
with literature review).

f. Garis fibrous

Gambar 2.20Foto CT-Scan dada potongan axial dengan gambaran garis fibrous
(Sumber: Chest computed tomography findings of COVID-19 pneumonia:
pictorial essay with literature review).
Gambaran diatas merupakan yang paling banyak ditemukan pada pasien
COVID-19, akan tetapi selain gambaran diatas, terdapat beberapa gambaran lain yang
bisa saja terdapat pada pasien dengan COVID-19 yaitu halo sign, penipisan pleura,
efusi pleura, efusi perikardial, limfadenopati mediastinal, nodul, dan tree-in-bud sign.
Akan tetapi gambaran ini jarang didapatkan (Liu et al, 2020).. Selain itu beberapa
gambaran mampu menunjukkan perbedaan COVID-19 dengan pneumonia influenza
seperti yang terdapat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Temuan Gambaran CT-Scan Dada Pasien COVID-19 dengan Pneumonia

Influenza

Gambaran COVID-19 Pneumonia Influenza


Rounded Oppacities 35% 17%
Penipisan septum interlobular 66% 43%
Nodul 28% 71%
Tree-in-bud sign 9% 40%
Efusi pleura 6% 31%

Distribusi bilateral paru-paru dengan opasitas perifer atau subpleural, pada


posterior paru-paru di lobus inferior merupakan yang paling banyak terjadi (Chung et
al, 2020). Wang et al (2020) membagi periode COVID-19 menjadi 5 periode yaitu
periode 1 (0-5 hari), periode 2 (6-11 hari), periode 3 (12-17 hari), periode 4 (18-23
hari), dan periode 5 (≥24 hari). Gambaran GGO paling banyak ditemukan pada semua
periode dengan peningkatan di periode akhir, sedangkan konsolidasi paling sering
ditemukan pada 11 hari pertama periode. Berbeda dengan Jin et al (2020)
yangmembagi periode COVID-19 menjadi 5 periode dimana GGO paling banyak
ditemukan di dua awal periode, konsolidasi pada periode ke-3, dan dua periode akhir
banyak ditemukan penipisan septum interlobular yang progresif. Sedangkan Pan et al
(2020) membagi periode COVID-19 menjadi 4 periode dimana GGO terdapat pada
semua periode, crazy-paving pattern pada periode 1 hingga 3, dan konsolidasi pada
periode ke-3.
Follow up CT-Scan dada dapat dilakukan dengan jarak 2-8 hari dari CT-Scan
inisial, 2-14 hari dari follow up pertama, dan 2-17 hari dari follow up ketiga. Pada
hasil follow up ini ditemukan bahwa 30% pasien mengalami perbaikan gambaran,
65% mengalami progresivitas ringan-sedang, sedangkan 5% lainnya mengalami
progresivitas berat atau adanya “white lung”.

2.2.3 Ultrasonography COVID-19

Pemeriksaan USG paru (Lung Ultrasonography) merupakan salah satu


alternatif pemeriksaan penunjang pada pasien dengan diagnosis COVID 19. LUS
memberikan hasil yang serupa dengan hasil dari HR CT (High Resolution Computed
Tomography) dan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan Foto Thorax untuk
evaluasi pneumonia dan ARDS. Keunggulan dari USG paru ini adalah tidak ada
paparan radiasi, low cost, dapat digunakan untuk evaluasi ulang terutama pada pasien-
pasien non-transportable (1).
Gambaran Lung USG normal :

1. Pleura parietal dan viseral tampak berupa suatu garis dengan tingkat echogenic
tinggi dibawah iga yang menggambarkan permukaan pleura (gambar 1).
2. Pada M-mode akan tampak gambaran seashore sign : Garis horizontal yang
terletak superfisial terhadap lapisan pleura (struktur dinding dada yang tidak
bergerak saat respirasi), lebih dalam tampak garis horisontal hiperekhoik yang
menggambarkan lapisan pleura dan lebih kedalam lagi tampak gambaran
dengan pola granular yang menunjukkan aerasi paru normal saat inspirasi dan
ekspirasi (gambar 2).
3. Selain itu, didapatkan A-lines pantulan pleural line yang kearah dalam
memperlihatkan gambaran beberapa garis paralel yang masing-masing dengan
jarak yang sama (gambar 3).

Gambar 1

Gambar 2
Gambar 3

Gambaran Lung USG pada pasien COVID-19 yaitu :

1. Tampakan garis pleura ireguler dan didapatkan adanya penebalan garis pleura

2. Didapatkan artefak B-line (Comets tail)

Merupakan artefak vertical dan hiperekoik yang berasal dari daerah pleura atau
konsolidasi. Garis ini menunjukkan adanya akumulasi cairan pada ruang
interstitial paru (lung rockets) atau pada alveoli (ground glass). B-line multiple
berhubungan dengan edema pulmonal cardiogenic dan non cardiogenic.
Ditemukannya satu atau dua B-line tidak terlalu berpengaruh tetapi jika
ditemukan adanya peningkatan jumlah tampakan B-line dalam satu zona bisa
menunjukkan adanya sindrom interstitial paru.

3. Didapatkan konsolidasi kecil (3)


KESIMPULAN

Penyakit yang disebabkan oleh virus corona pada tahun 2019 atau yang lebih umum dikenal
dengan istilah COVID-19 merupakan sebuah penyakit yang telah menyebar dengan sangat cepat di
Wuhan dan telah menyebar ke seluruh dunia, menyebabkan bencana kesehatan dan ekonomi ke
orang-orang di dunia dan secara resmi menjadi sebuah pandemi, dan telah diumumkan oleh
organisasi World Health Organization (WHO) pada 11 Maret 2020.
Berdasarkan hasil penelitian-penelitian tersebut, terciptalah beberapa kesimpulan terkait
karakteristik dari gambaran radiologis yang muncul pada pasien yang menderita COVID-19. Sebagai
kesimpulan, manifestasi radiologis dari CT-scan dada COVID-19 seringkali menunjukkan kekeruhan
atau bayangan groundglass yang tidak merata atau bisa berupa campuran antara groundglass dan
konsolidasi dan dapat dengan cepat berubah hanya dalam waktu singkat. Harapannya, pola-pola
tersebut dapat menjadi sebuah pedoman maupun alat bantu untuk lebih cepat menegakkan diagnosis
dan juga mengetahui pola perjalanan penyakit, serta dapat memprediksi prognosis yang akan dialami
oleh pasien penderita di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA

Li Y, Xia L. Coronavirus Disease 2019 (COVID-19): Role of Chest CT in Diagnosis


and Management. AJR Am J Roentgenol. 2020;4:1–7.
https
://doi.org/10.2214/AJR.20.22954.

Huang P, Liu T, Huang L, et al. Use of Chest CT in Combination with Negative RT-
PCR Assay for The 2019 Novel Coronavirus but High Clinical Suspicion.
Radiology. 2020;295:22–3.
Who.int. 2020. Use Of Chest Imaging In COVID-19. [online] Available at:

<https://www.who.int/publications/i/item/use-of-chest-imaging-in-covid-19>
[Accessed 23 July 2020].
Jacobi, A., Chung, M., Bernheim, A. and Eber, C., 2020. Portable chest X-ray in
coronavirus disease-19 (COVID-19): A pictorial review. Clinical Imaging, 64,
pp.35-42.
FK UI. 2020. Modul Tanggap Pandemi COVID-19. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
PDPI. 2020. Pneumonia COVID-19 Diagnosis dan Tatalasana. Jakarta: Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia.
Susilo, A., Rumende, C., Pitoyo, C., Santoso, W., Yulianti, M., Herikurniawan, H.,
Sinto, R., Singh, G., Nainggolan, L., Nelwan, E., Chen, L., Widhani, A., Wijaya,
E., Wicaksana, B., Maksum, M., Annisa, F., Jasirwan, C. and Yunihastuti, E.,
2020. Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 7(1), p.45.
Jin YH, Cai L, Cheng ZS, Cheng H, Deng T, Fan YP, et al. For the Zhongnan Hospital
of Wuhan University Novel Coronavirus Management and Research Team,
Evidence-Based Medicine Chapter of China International Exchange and
Promotive Association for Medical and Health Care (CPAM). A rapid advice
guideline for the diagnosis and treatment of 2019 novel coronavirus (2019nCoV)
infected pneumonia (standard version). Mil Med Res. 2020;7(1):4. https
://doi.org/10.1186/s4077 9-020-0233-6.

Liu M, Zeng W, Wen Y, Zheng Y, Lv F, & Xiao K. COVID-19 Pneumonia: CT


Findings of 122 Patients and Differentiation from Influenza Pneumonia.
European Radiology. 2020. https://doi.org/10.1007/s00330-020-06928-0.
Pan F, Ye T, Sun P et al (2020) Time Course Of Lung Changes on Chest CT During
Recovery from 2019 Novel Coronavirus (COVID 19) Pneumonia. Radiology.
https://doi.org/10.1148/radiol. 2020200370.
Chung M, Bernheim A, Mei X et al (2020) CT Imaging features of 2019 Novel
Coronavirus (2019-nCoV). Radiology. 295(1):202–207.
Wang Y, Dong C, Hu Y et al (2020). Temporal Changes of CT Findings in 90 Patients
with COVID-19 Pneumonia: A Longitudinal Study. Radiology. 19:200843.
Wong, H., Lam, H., Fong, A., Leung, S., Chin, T., Lo, C., Lui, M., Lee, J., Chiu, K.,

Chung, T., Lee, E., Wan, E., Hung, I., Lam, T., Kuo, M. and Ng, M., 2020.
Frequency and Distribution of Chest Radiographic Findings in Patients Positive
for COVID-19. Radiology, 296(2), pp.E72-E78.
Fu F, Lou J, Xi D et al (2020). Chest Computed Tomography Findings of Coronavirus
Disease 2019 (COVID-19) Pneumonia. European Society of Radiology.
https://doi.org/10.1007/s00330-020-06920-8.
Cellina M, Orsi M, Pittino CV et al (2020). Chest Computed Tomography Findings
Of COVID-19 Pneumonia: Pictorial Essay with Literature Review. Japanese
Journal of Radiology. https://doi.org/10.1007/s11604-020-01010-7
Buonsenso, D., Piano, A., Raffaelli, F., Bonadia, N., Donati, K. D., & Franceschi, F.
(2020). novel coronavirus disease-19 pnemoniae: a case report and potential
applications during COVID-19 outbreak. European review for medical and
pharmacological sciences, 24, 2776-2780.
Smith, M. J., Hayward, S. A., Innes, S. M., & Miller, A. S. C. (2020). Point-of-care
lung ultrasound in patients with COVID-19–a narrative review. Anaesthesia.
siemens-healthineers.com/ultrasound:Lung Ultrasound in Patients with Coronavirus
COVID-19 Disease
www.papdi.or.id: Ultrasonografi Toraks pada Efusi Pleura dan Torakosentesis

Anda mungkin juga menyukai