Anda di halaman 1dari 9

TUGAS KULIT KELAMIN

KELOMPOK 11

Oleh :
2014-D
1. Pinky Melinda 14700172
2. Kumala Sinta D 14700174
3. Ni Putu Yunita K 14700176
4. Herman Sukarianto 14700178
5. Fanny Liana Halim 14700180

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
SURABAYA
1. Nevus of Ota

Nevus of Ota merupakan diskolorasi macula dermal yang terjadi karena adanya
kegagalan migrasi melanosit dari neural crest (Puncak saraf) ke dermal-epidermal junction
selama masa embrional. Nevus of Ota terjadi pada cabang nervus trigeminus yang meliputi
ophthalmic, maxilarry (paling sering) dan mandibular . Di seluruh dunia hanya 0,1-0,32%
orang yang menderita Nevus of ota dan lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria
dengan rasio 8 : 1,4.
Penyebab dari penyakit ini masih belum diketahui. Diduga disebabkan oleh faktor
hormonal. Pada Nevus of Ota ditemukan lesi di kulit berwarna coklat / biru dengan diameter
1-10 cm / lebih besar. Nevus of ota dibagi menjadi 4 tipe berdasarkan daerah dasar kulit yang
terlibat:
1. Tipe 1: Mild, meliputi:
a. Tipe 1a: regio mata
b. Tipe 1b: regio zigoma
c. Tipe 1c: daerah dahi
d. Tipe 1d: daerah cuping hidung (Nostril)
2. Tipe 2: Moderate
3. Tipe 3: Severe
4. Tipe 4: Tipe bilateral
Histopatologi: dari hasil biopsy di dapatkan gambaran dermal melanosit yang berbentuk
bulat, dan tersebar dibagian atas dan tengah dermis

Terapi:
5. Tidak dapat diterapi secara topikal
6. Sebelumnya, Nevus of Ota diterapi dengan cryotherapy, dermabrassion dan
microsurgery namun dapat menimbulkan jaringan parut
7. Saat ini, diterapi dengan Q-switched Nd: YAG laser dan Q switched ruby laser
dengan jaringan parut yang minimal.
8. Bila tidak diterapi akan menjadi permanen.
2. Laser
Selama 50 tahun terakhir, sumber laser telah digunakan pada banyak penyakit kulit,
dan peran mereka meningkat di sebagian besar bidang dermatologi. Pada saat ini, teknologi
laser memungkinkan kita untuk merawat berbagai kondisi kulit, baik peradangan atau
neoplasma, selain masalah estetika.
Oleh karena itu, dalam beberapa tahun terakhir, laser bedah, vaskular, selektif, dan
laser lainnya telah menjadi lebih populer. Keuntungan yang signifikan dari laser adalah
kemampuan mereka untuk memberikan "operasi non-kontak," karena penguapan lesi tanpa
adanya kontak fisik antara kulit dan kulit. Pengisolasian ini dan membantu mencegah
kemungkinan adanya infeksi.
Berbagai jenis perawatan laser telah berkembang serta teknologi laser.
Pemahaman yang lebih baik tentang interaksi antara radiasi laser dan jaringan telah
membuat laser lebih kuat dan selektif untuk setiap jenis lesi dan masalah estetika. Karena
sifat-sifat yang spesifik untuk memfotivivototermmolisis, efek laser tidak terbatas pada obat
yang diobati, menghindari kerusakan pada kulit di sekitarnya. Atribut laser yang unik ini
memungkinkan dokter untuk mengobati lesi kulit yang sangat kecil sekalipun dengan sangat
baik.
Secara khusus, di bidang vaskular, pewarna laser menjadi standar emas yang
menginduksi penyakit vaskular superfisial dan sangat baik untuk mengobati lesi besar seperti
noda anggur port. Laser pewarna berdenyut juga alat yang berguna untuk apa yang disebut
perlakuan tidak konvensional, seperti bekas luka hipertrofik, keloid, karsinoma sel basal
superfisial, dan kutil umum. Laser ND-Yag digunakan untuk mengobati lesi vaskular dalam
dan hair removal. Selain itu, kedua laser ini juga dapat digunakan secara efektif untuk
mengatasi lesi yang sulit, seperti yang dilaporkan oleh K. Vas dkk., Menunjukkan bahwa
pengobatan gabungan berurutan dengan pewarna dan laser ND-Yang cukup memuaskan
untuk bekas luka bedah.
Perangkat populer lainnya adalah laser Q-switched, yang efektif dan aman untuk
menghilangkan lesi dan tato pigmen berpelindung karena berinteraksi dengan struktur dermal
yang memegang pigmen eksogen.

3. Selective Photo Termolysis

Laser merupakan alat yang dipakai pada berbagai kelainan kulit. Terdapat sekian
banyak sistem laser kedokteran pada saat ini , tetapi semuanya berdasarkan Selective Photo
Termolysis (SPLT) yaitu foto termolisis selektif yang berarti memakai energi laser yang
tepat, untuk secara selektif mengobati atau merusak khusus jaringan saja dan tidak merusak
jaringan disekelilingnya.
a. Laser Ruby ( panjang gelombang 684 nm) diabsorpsi oleh pigmen biru dan hitam
melanin dikulit dan rambut.
b. Laser Argon ( panjang gelombang 488 dan 514 nm) diabsorpsi bila menyentuh
kelainan kulit yang berpigmen dan mengeluarkan energi berupa panas sehingga
mengevaporasi pigmen tersebut.
c. Laser CO2 ( panjang gelombang 10.600 nm) diabsorpsi sempurna oleh cairan dan
benda padat dan juga dapat memotong kulit dan jaringan.
d. Laser Nd Yag ( panjang gelombang 1064 nm ) dipakai untuk menghilangkan tato
hitam dan rambut / hair removal
e. Laser PDL / Pulse Dye Laser ( panjang gelombang 577-585) dipakai terutama pada
lesi vaskuler seperti spider vein , PWS dan lain-lain

Selective Photo thermolysis Digunakan untuk :

a. Jerawat inflamasi yang parah (partikel penyerap ringan dikirim ke kelenjar sebaceous
yang diperbesar.)
b. Pelepasan rambut laser (photoepilation.)
c. Penghapusan tato
d. Noda anggur Port (port wine stains) terjadi sebagai kondisi yang terisolasi, atau
mungkin merupakan bagian dari kondisi seperti sindrom Sturge-Weber atau sindrom
Klippel-Trenaunay-Weber. Noda anggur Port merah muda untuk bercak kulit
kemerahan ("tanda lahir") yang terjadi pada 0,3 sampai 0,5 persen dari populasi.
Selain mengganggu kosmetik, lesi ini bisa menjadi gelap seiring bertambahnya usia,
terkadang berkembang menjadi granuloma pirogenik
e. Kutil
f. Spider veins
g. Melasma
h. Penuaan (Aging)

4. Infatile Hemangioma

Infatile Hemangioma adalah tumor vaskular yang melibatkan proliferasi endothelial


jinak sel yang memiliki histokimia penanda (GLUT-1, Lewis Yantigen, FcyRII, dan merosin)
tanda ini juga hadir pada pembuluh darah plasenta. Hemangioma infatile (IHs) merupakan
tumor yang paling umum pada masa kanak-kanak. mempengaruhi 5% dari semua bayi. IH
adalahn tumor jinak yang biasanya tidak hadir saat lahir namun terjadi dalam beberapa
minggu pertama kehiduan

5. Keratinosit , Langerhans , Merkel , dan Melanosit

a. Keratinosit
Merupakan sel terbanyak (85-95%), berasal dari ektoderm permukaan.
Merupakan sel epitel yang mengalami keratinisasi, menghasilkan lapisan kedap air
dan perisai pelidung tubuh. Proses keratinisasi berlangsung 2-3 minggu mulai dari
proliferasi mitosis, diferensiasi, kematian sel, dan pengelupasan (deskuamasi). Pada
tahap akhir diferensiasi terjadi proses penuaan sel diikuti penebalan membran sel,
kehilangan inti organel lainnya. Keratinosit merupakan sel induk bagi sel epitel di
atasnya dan derivat kulit lain.

b. Melanosit

Melanosit adalah sel khusus yang terdapat dalam stratum basal epidermis atau
dalam dermis di bawahnya dan menjulurkan banyak cabang sel yang disebut dendrit
di antara keratinosit sekitarnya. Melanosit merupakan sel yang dapat menyintesis
enzim tirosinase, enzim tersebut jika bergabung dalam melanosom, dapat memulai
sintesis dan deposit dari melanin. Oleh sebab itu melanosit adalah komponen penting
dalam sistem pigmentasi kulit lewat kemampuannya dalam menghasilkan dan
mendistribusikan melanin. Melanin merupakan pigmen yang dihasilkan oleh
melanosit dari polimerisasi dan oksidasi pada proses melanogenesis dan
pembentukannya memerlukan adanya enzim tirosinase. Enzim tirosinase berfungsi
dalam oksidasi pada proses melanogenesis, secara genetik enzim tirosinase berlokasi
di dalam kromosom 11.
Umumnya melanosit ditemukan di kulit tetapi juga ditemukan pada beberapa
tempat yang lain misalnya pada lepto-meningens di otak dan mata. Pada kulit,
melanosit terdapat pada lapisan basal epidermis atau dalam dermis di bawahnya dan
menjulurkan banyak cabang sel di antara keratinosit sekitarnya. Melanosit
menyekresikan melanokortin khususnya -MSH dan ACTH sebagai respon terhadap
radiasi ultraviolet matahari.
Secara histologi melanosit tampak sebagai sel jernih yang terdapat di stratum
basal, oleh sebab itu melanosit disebut sel jernih (clear cell). Daerah jernih di
sekeliling inti sebagian karena sitoplasma kurang basofil daripada keratinosit
sekelilingnya dalam stratum basal, sebagian karena cenderung untuk mengerut.
Sebagai komponen suatu sistem jaringan pengatur, melanosit menghasilkan
beberapa sitokin antara lain IL-1 (Interleukin-1), IL-6 (Interleukin-6) dan TNF-
(Tumor Necrotic Factor- alpha) yang bekerja menghambat proses melanogenesis
melalui penurunan aktivitas enzim tirosinase dan proliferasi melanosit. Melanosit juga
mengekspresikan molekul major histocompatibility complex (MHC) kelas II,
intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-I) dan menghasilkan beberapa sitokin.
Melanosit juga mampu berfungsi sebagai fagositosis dan mempunyai melanosom
yang seolah olah bertindak sebagai lisosom (lysosome like function).

c. Sel Langerhans

Sel langerhans merupakan respon imun bawaan dan sel dendritik yang dapat
dijumpai pada lapisan epidermis, mucus membrane, saluran respirasi, kelenjar limfe,
epitel genital dan limpa terutama pada stratum epithelium squamous yang merupakan
berier imunologis berperan penting sebagai pertahanan pertama dalam menghadapi
pathogen. Sel ini merupakan antigen presenting cells yang berasal dari progenitor sel
mieloid dan limfoid di sumsum tulang yang membutuhkan growth factor colony-
stimulating factor (CSFI) dan reseptornya (CSFIR). Hasil penelitian pada tikus dan
manusia menunjukkan bahwa sel langerhans berasal dari prekusor bone marrow-
derived monocyte LC berperan sebagai antigen presenting cell (APC) yang dapat
mengenali benda asing dengan prosesusnya yang panjang berbentuk seperti dendrit
pada sel syaraf yang fungsinya untuk menangkap antigen (Merad et al., 2008).
Fungsi Sel Langerhans berfungsi sebagai sel penyaji antigen yang berada di
epidermis oleh karena mempunyai morfologi dendritik dengan fenotip permukaan sel
sebagai penyaji antigen dan kemampuanbermigrasi ke area yang banyak sel T.
Tonjolan sel yang panjang seperti dendrit memfasilitasi sel Langerhans untuk
mengambil antigen protein atau kompleks hapten-protein sepanjang
epidermis(Octaviana, 2011).
Sel Langerhans menyajikan antigen dengan diproses terlebih dahulu oleh
MHC kelas II agar dapat dikenal oleh sel T sehingga dapatdiberikan respon imun
yang sesuai. Pada dermatitis kontak alergi, sel Langerhans mencetuskan terjadinya
fase sensitisasi.Pada awalnya sel Langerhans dalam keadaan istirahat, tetapi
keratinosit yang terpajan oleh hapten (yang juga mempunyai sifat iritan) akan
melepaskan sitokin (IL-1) yang selanjutnya mengaktifkan sel Langerhans sehingga
mampu menstimulasi sel T (Octaviana, 2011)

d. Sel Merkel

Sel merkel merupakan post mitotic neuroendocrine cutaneous cells yang


banyak ditemukan pada basal membran epidermis. Sel ini berperan dalam merasakan
sentuhan yakni pada kulit yang berambut dan beberapa mukosa (esofagus, preputium,
dan clitoris). Ada berbagai variasi densitas sel merkel dimana palmar khususnya
bagian jari serta plantar pedis memiliki densitas yang tinggi dibanding organ yang
lainya. Jumlah sel merkel akan meningkat pada kulit yang terpapar sinar
dibandingkan dengan yang tidak.
Sel merkel berperan dalam merasakan sentuhan karena berhubungan dengan
serat saraf dan membentuk synapse like contact zone. Tidak semua sel merkel
berhubungan dengan serat saraf, sehingga sel merkel dibagi menjadi sel merkel
innervated dan non-innervated. Kelompok innervated di inervasi oleh slowly adapting
type 1 mechanoreceptor nerve fibers.

6. Apocrine , Ecrine and Sweat Gland


a. ECRINE SWEAT GLANDS
Kelenjar ekrin sudah terbentuk sejak lahir dan bisa ditemukan di seluruh
permukaan tubuh manusia kecuali di bibir dan glans penis. Kelenjar ekrin terdiri dari
tubulus tunggal dengan panjang mulai dari 4-8 mm dari keseluruhan totalnya.
Kelenjar ekrin diinervasi oleh post ganglionic saraf simpatik, sebagai pengecualian
terhadap aturan tentang persarafan simpatik dimana noradrenaline sebagai
neurotransmitter perifer, sedangkan kelenjar ekrin menggunakan acethylcholine
sebagai neurotransmitternya. Kelenjar ekrin menunjukkan berbagai macam reseptor
muskarinik asetilkolin di myoepitelial cell sama seperti sel acinar. Kelenjar ekrin
dapat diblok efektif dengan antimuskarinik, jadi dapat diasumsikan bahwa reseptor ini
bertindak sebagai kontrol utama di sekresi kelenjar ekrin. Kelenjar ekrin mengandung
berbagai macam komposisi, tergantung dari hidrasi, latihan, tingkat kesehatan, dan
bagian tubuh. Disamping air, dimana merupakan kandungan terbanyak sekitar 99%
dari keseluruhan kelenjar ekrin, terdapat pula komponen lainnya seperti sodium,
klorida, potasium, kalsium, magnesium, laktat, amonia, asam amino, urea, dan
bikarbonat. Sebagai tambahan, beberapa protein dan peptida seperti cystein
proteinase, DNAse I, lisozim, Zn-a2-glycoprotein, cystein secretory protein dan
dermcidin telah teridentifikasi di dalam kelenjar ekrin. Beberapa dari komponen
tersebut seperti dermcidin (DCD), merupakan peptida antimikroba, dipercaya
memainkan peranan di mekanisme pertahanan host innate. Ini menunjukkan bahwa
berkeringat dapat meminimalisir bakteri pada kulit yang sehat.

b. APOCRINE SWEAT GLANDS


Kelenjar apokrin telah ada semenjak lahir namun tidak menjadi aktif sebelum
pubertas. Kelenjar apokrin hanya terbatas pada area berambut di tubuh seperti aksila,
mammary, perineal, dan area genitalia. Menurut studi yang dilakukan oleh Sato et al,
laki-laki memiliki kelenjar apokrin lebih sedikit dari perempuan. Kelenjar apokrin
memiliki diameter luar sekitar 120-200 mikrometer dan diameter dalam sekitar 80-
100 mikrometer. Saluran kelenjar apokrin sangat pendek dan dapat ditemukan di
sekitar folikel rambut. Kelenjar apokrin merespon stimulasi emosional seperti
kecemasan, nyeri, atau rangsangan seksual. Cairan yang dikeluarkan oleh kelenjar
apokrin berupa minyak, cairan tidak berbau, protein, lemak, dan steroid.

7. Basement Membrane

Membran dasar kulit, seperti yang didefinisikan oleh mikroskop elektron,


adalah "membran kontinyu yang menutupi permukaan basal sel epidermis basal.
Membran ini 200 sampai 300 tebal dan dipisahkan dari permukaan sel epidermal oleh
ruang sekitar lebar sama dengan ketebalan membran "
Basement membranes (BM) adalah matriks ekstraselular yang sangat khusus
yang membentuk lapisan lapisan tipis tipis yang mendasari dan memisahkannya dari,
serta menghubungkannya dengan matriks interstisial mereka. Membran membran
dasar tidak hanya berfungsi dalam penahan sel yang berdekatan dan menyediakan
perancah selama perkembangan embrio, tetapi juga dalam migrasi, diferensiasi, dan
pemeliharaan fenotipe yang berbeda pada sel epitel atau endothelial terkait. Sebagai
tambahan, Basement membranes mengendalikan fungsi seluler dengan mengikat dan
memodulasi konsentrasi faktor pertumbuhan dan sitokin lokal, dan mampu mengatur
polaritas sel, adhesi sel, penyebaran, dan migrasi melalui pengaruhnya pada
sitoskeleton.
Sebuah membran basal hadir antara epithelia, endo-thelia, dan mesothelia dan
jaringan ikat yang berdekatan. Sebuah membran basal juga mengelilingi sel Schwann
dan sel glial, tapi bukan neuron dan aksonnya. Struktur serupa mengelilingi sel lemak
individu dan serat otot yang lentik dan lurik. Dalam glomerulus ketebalannya dua kali
lipat yang terlihat pada jaringan lain, sehingga mungkin separuh darinya termasuk sel
epitel dan separuh lainnya ke sel endotel glomerulus. Dalam semua situasi ini,
membran basal terlihat dengan resolusi saat ini sebagai bidang utuh tanpa gangguan.
Basement membranes sangat berbeda tergantung pada jaringan lokalisasi
mereka. Banyak penelitian berfokus pada karakterisasi BM karena peran potensial
mereka dalam fungsi dan penyakit jaringan normal, dan struktur ini telah ditandai
dengan baik di banyak organ. Studi yang relatif lebih sedikit, bagaimanapun, telah
menandai peran BM epitel di kornea. Tinjauan ini berfokus pada struktur dan
pentingnya BM epitel kornea di homeostasis, penyembuhan luka, dan penyakit.

DAFTAR PUSTAKA
Nevus ota :

Laser : Moretti, Silvia. 2014. Conventional and Unconventional Use of Lasers in Skin
Disorders. BioMed Research International. Volume 2015.

Selective photo thermolysis : Paithankar, ., Sakamoto, F., Farinelli, W. et al. Acne


Treatment Based on Selective Photothermolysis of Sebaceous Follicles with Topically
Delivered Light-Absorbing Gold Microparticles. The Journal of Investigational
Dermatology. 2015

Hemangioma Infatil : Darrow, David. 2015. Diagonis and Management Of Infatile


Hemangioma. American academy of pediatric. Vol.136, No.4.

Keratinosit : Sonny K. 2013. Histofisiologi Kulit. Manado : Jurnal Biomedik (JBM) , Vol.
5 , No.3.hlm: s22-20

Melanosit : Natalia F, et al. 2009. Peran Melanokortin pada Melanosit. Manado: Jurnal
Biomedik. Vol. 1, No.1. hlm: 1-11

Langerhans : Rahim,Octaviana. 2011. Mekanisme Kerja Sel Langerhans sebagai Sel


Penyaji Antigen. Manado : Jurnal Biomedik , Vol.3, No.3. hlm : 137-143

Sel merkel :

Apocrine , Ecrine and Sweat Gland : Noel F, Pierard G et al. 2013. Immunohistochemical
sweat gland profiles. Journal of Cosmetic Dermatology . 12 : 179-186

Basement Membrane : Torricelli, Andr´e A. M et al. 2013. The Corneal Epithelial


Basement Membrane: Structure, Function, and Disease. Invest Ophthalmol Vis Sci. 54 :
6390-6400.

Anda mungkin juga menyukai