Anda di halaman 1dari 19

KEBUDAYAAN DAN RUMAH SAKIT

KEPERAWATAN KEPERAWATAN PSIKOSOSIAL

Disusun Oleh:

1. DEWI KURNIAWATI 2014901057

2. LISTIYA MAYA SARI 2014901069

3. RORI WILANDA 2014901082

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES TANJUNGKARANG


JURUSAN KEPERAWATAN TANJUNGKARANG
PRODI NERS KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, kami ucapkan rasa syukur kita kehadirat ALLAH Subhannahu wa ta'ala
yang telah memberikan beragam nikmatnya, diantaranya ada nikmat terbesar yaitu nikmat Islam,
nikmat sehat, sehingga ALLAH azza wa jalla menggerakan hati kami untuk mulai mengerjakan,
menyelesaikan Tugas Keperawatan Psikososial.
Sholawat teriringi salam semoga tetap tertujukan kepada Nabi ALLAH, Muhammad
Sholallahu 'alaihi wassalam. Kepada Keluarga beliau sholallahu 'alaihi wassalam, Para sahabat,
tabi'in, tabiut tabi'in, dan kepada setiap orang yang kokoh berdiri menjalankan sunnahnya,
istiqomah hingga yaumul akhir. InsyaaALLAH.
Alhamdulillah di minggu Pertama perkuliah pada semester ini, kami mendapat tugas pada
mata kuliah Keperawatan Psikososial, khususnya pada pokok bahasan Kebudayaan dan rumah
sakit dalam proses keperawatan Psikososial. Tujuan dari penulisan ini, yaitu untuk mengetahui
tentang Kebudayaan yang ada pada rumah sakit.
Demikianlah alasan penyusunan dari makalah ini, Atas kekurangan yang nampak pada
penulisan ini, baik itu tersirat ataupun tersurat kami mohon maaf, dan selebihannya semoga
mendatangkan manfaat kepada kita semua, penyusun atau pembaca.

Bandar Lampung, 26 Agustus 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan.................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Kebudayaan dan Rumah Sakit.......................... 3


1. Pengertian Kebudayaan...................................................... 3
2. Pengertian rumah sakit....................................................... 4
3. Kebudayaan Rumah Sakit.................................................. 5
4. Karakteristik Kebudayaan Rumah Sakit.......................... 8

BAB III KASUS................................................................................................

A. Kasus...............................................................................................
B. Analisis Kasus.................................................................................
C. Pengembangan dan penerapan solusi serta monitoring atau
Evluasi.............................................................................................

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan.............................................................................. 10
...................................................................................................
B. Saran........................................................................................ 10
C. ...................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J.
Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang
terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu
sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.Herskovits memandang
kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain,
yang kemudian disebut sebagai superorganic.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai
sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius,
dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual, dan artistik yang menjadi ciri
khas suatu masyarakat. Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan
keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat
seseorang sebagai anggota masyarakat. Menurut Selo Soemardjan, dan Soelaiman
Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Menurut
M.Selamet Riyadi, Budaya adalah suatu bentuk rasa cinta dari nenek moyang kita yang
diwariskan kepada seluruh keturunannya. Menurut Koentjaraningrat kebudayaan adalah
keseluruhan sistem gagasan, dan tindakan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dimiliki manusia dengan belajar.
Rumah Sakit menjadi Badan Layanan Umum dilakukan untuk mengikuti langkah
langkah atau aktivitas yang dilakukan oleh sektor swasta, dalam hal efisiensi, keefektifan,
serta produktivitas, untuk meningkatkan daya saing instansi. Instansi harus dikelola
secara mandiri dan terus melakukan inovasi, seperti layaknya institusi bisnis, dalam
rangka menunjang proses penciptaan value added. Rumah sakit adalah sebuah institusi
perawatan kesehatan profesional yang pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan
tenaga ahli kesehatan lainnya. Perbandingan antara jumlah ranjang rumah sakit dengan
jumlah penduduk Indonesia masih sangat rendah. Untuk 10 ribu penduduk cuma tersedia
6 ranjang rumah sakit. Selama Abad pertengahan, rumah sakit juga melayani banyak
fungsi di luar rumah sakit yang kita kenal di zaman sekarang, misalnya sebagai
penampungan orang miskin atau persinggahan musafir. Istilah hospital (rumah sakit)
berasal dari kata Latin, hospes (tuan rumah), yang juga menjadi akar kata hotel dan
hospitality (keramahan). Beberapa pasien bisa hanya datang untuk diagnosis atau terapi
ringan untuk kemudian meminta perawatan jalan, atau bisa pula meminta rawat inap
dalam hitungan hari, minggu, atau bulan. Rumah sakit dibedakan dari institusi kesehatan
lain dari kemampuannya memberikan diagnosa dan perawatan medis secara menyeluruh
kepada pasien.

4
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kebudayaan dan rumah sakit?
2. Apa yang dimaksud dengan kebudayaan rumah sakit?
3. Bagaimana peran tenaga kesehatan dalam menangani atau memberikan pelayanan
yang bermutu sesuai dengan kebudayaan yang baik yang berlaku di rumah sakit?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan kebudayaan dan rumah sakit.
2. Untuk mengetahui apa saja kebudayaan yang ada di rumah sakit.
3. Untuk mengetahui peran tenaga kesehatan dalam memanfaatkan kebudayaan yang
ada di rumah sakit.

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kebudayaan dan Rumah Sakit
1. Pengertian Kebudayaan
Konsep budaya telah menjadi arus utama dalam bidang antropologi sejak awal mula
dan memperoleh perhatian dalam perkembangan awal studi perilaku organisasi.
Bagaimanapun juga, baru-baru ini saja konsep budaya timbul ke permukaan sebagai
suatu dimensi utama dalam memahami perilaku organisasi (Hofstede 1986). Schein
(1984) mengungkapkan bahwa banyak karya akhir-akhir ini berpendapat tentang peran
kunci budaya organisasi untuk mencapai keunggulan organisasi. Mengingat keberadaan
budaya organisasi mulai diakui arti pentingnya, maka telaah terhadap konsep ini perlu
dilakukan terutama atas berbagai isi yang dikandungnya.
Kata Kebudayaan atau budaya adalah kata yang sering dikaitkan dengan Antropologi.
Secara pasti, Antropologi tidak mempunyai hak eksklusif untuk menggunakan istilah ini.
Seniman seperti penari atau pelukis dll juga memakai istilah ini atau diasosiasikan
dengan istilah ini, bahkan pemerintah juga mempunyai departemen untuk ini. Konsep ini
memang sangat sering digunakan oleh Antropologi dan telah tersebar kemasyarakat luas
bahwa Antropologi bekerja atau meneliti apa yang sering disebut dengan kebudayaan.
Seringnya istilah ini digunakan oleh Antropologi dalam pekerjaan-pekerjaannya bukan
berarti para ahli Antropolgi mempunyai pengertian yang sama tentang istilah tersebut.
Seorang Ahli Antropologi yang mencoba mengumpulkan definisi yang pernah dibuat
mengatakan ada sekitar 160 defenisi kebudayaan yang dibuat oleh para ahli Antropologi.
Tetapi dari sekian banyak definisi tersebut ada suatu persetujuan bersama diantara para
ahli Antropologi tentang arti dari istilah tersebut. Salah satu definisi kebudayaan dalam
Antropologi dibuat seorang ahli bernama Ralph Linton yang memberikan defenisi
kebudayaan yang berbeda dengan pengertian kebudayaan dalam kehidupan sehari-hari:
“Kebudayaan adalah seluruh cara kehidupan dari masyarakat dan tidak hanya mengenai
sebagian tata cara hidup saja yang dianggap lebih tinggi dan lebih diinginkan”. Jadi,
kebudayaan menunjuk pada berbagai aspek kehidupan. Istilah ini meliputi cara-cara

6
7

berlaku, kepercayaan-kepercayaan dan sikap-sikap, dan juga hasil dari kegiatan manusia
yang khas untuk suatu masyarakat atau kelompok penduduk tertentu
2. Pengertian Rumah Sakit
Rumah sakit adalah sebuah institusi perawatan kesehatan profesional yang
pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli kesehatan lainnya. Berikut
ini ialah beberapa jenis-jenis rumah sakit yang akan dijelaskan untuk memberikan
gambaran mengenai Kebudayaan rumah sakit
• Rumah sakit umum
Rumah sakit umum biasanya merupakan fasilitas yang mudah ditemui di suatu negara,
dengan kapasitas rawat inap sangat besar untuk perawatan intensif ataupun jangka
panjang. Rumah sakit jenis ini juga dilengkapi dengan fasilitas bedah, bedah plastik,
ruang bersalin, laboratorium, dan sebagainya. Tetapi kelengkapan fasilitas ini bisa saja
bervariasi sesuai kemampuan penyelenggaranya.
Rumah sakit yang sangat besar sering disebut Medical Center (pusat kesehatan), biasanya
melayani seluruh pengobatan modern. Sebagian besar rumah sakit di Indonesia juga
membuka pelayanan kesehatan tanpa menginap (rawat jalan) bagi masyarakat umum
(klinik). Biasanya terdapat beberapa klinik/poliklinik di dalam suatu rumah sakit.
• Rumah sakit terspesialisasi
Jenis ini mencakup trauma center, rumah sakit anak, rumah sakit manula, atau rumah
sakit yang melayani kepentingan khusus seperti psychiatric (psychiatric hospital),
penyakit pernapasan, dan lain-lain. Rumah sakit bisa terdiri atas gabungan atau pun
hanya satu bangunan. Kebanyakan mempunyai afiliasi dengan universitas atau pusat riset
medis tertentu. Kebanyakan rumah sakit di dunia didirikan dengan tujuan nirlaba.
• Rumah sakit penelitian/pendidikan
Rumah sakit penelitian/pendidikan adalah rumah sakit umum yang terkait dengan
kegiatan penelitian dan pendidikan di fakultas kedokteran pada suatu universitas/lembaga
pendidikan tinggi. Biasanya rumah sakit ini dipakai untuk pelatihan dokter-dokter muda,
uji coba berbagai macam obat baru atau teknik pengobatan baru. Rumah sakit ini
diselenggarakan oleh pihak universitas/perguruan tinggi sebagai salah satu wujud
pengabdian masyararakat / Tri Dharma perguruan tinggi.
• Rumah sakit lembaga/perusahaan
8

Rumah sakit yang didirikan oleh suatu lembaga/perusahaan untuk melayani pasien-pasien
yang merupakan anggota lembaga tersebut/karyawan perusahaan tersebut. Alasan
pendirian bisa karena penyakit yang berkaitan dengan kegiatan lembaga tersebut
(misalnya rumah sakit militer, lapangan udara), bentuk jaminan sosial/pengobatan gratis
bagi karyawan, atau karena letak/lokasi perusahaan yang terpencil/jauh dari rumah sakit
umum. Biasanya rumah sakit lembaga/perusahaan di Indonesia juga menerima pasien
umum dan menyediakan ruang gawat darurat untuk masyarakat umum.
• Klinik
Fasilitas medis yang lebih kecil yang hanya melayani keluhan tertentu. Biasanya
dijalankan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat atau dokter-dokter yang ingin
menjalankan praktek pribadi. Klinik biasanya hanya menerima rawat jalan. Bentuknya
bisa pula berupa kumpulan klinik yang disebut poliklinik.

3. Kebudayaan Rumah Sakit


Rumah sakit adalah suatu organisasi yang unik dan kompleks karena ia merupakan
institusi yang padat karya, mempunyai sifat-sifat dan ciri-ciri serta fungsifungsi yang
khusus dalam proses menghasilkan jasa medik dan mempunyai berbagai kelompok
profesi dalam pelayanan penderita. Di samping melaksanakan fungsi pelayanan
kesehatan masyarakat, rumah sakit juga mempunyai fungsi pendidikan dan penelitian
(Boekitwetan 1997).
Rumah sakit di Indonesia pada awalnya dibangun oleh dua institusi. Pertama adalah
pemerintah dengan maksud untuk menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat
umum terutama yang tidak mampu. Kedua adalah institusi keagamaan yang membangun
rumah sakit nirlaba untuk melayani masyarakat miskin dalam rangka penyebaran
agamanya. Hal yang menarik akhir-akhir ini adalah adanya perubahan orientasi
pemerintah tentang manajemen rumah sakit dimana kini rumah sakit pemerintah
digalakkan untuk mulai berorientasi ekonomis. Untuk itu, lahirlah konsep Rumah Sakit
Swadana dimana investasi dan gaji pegawai ditanggung pemerintah namun biaya
operasional rumah sakit harus ditutupi dari kegiatan pelayanan kesehatannya (Rijadi
1994). Dengan demikian, kini rumah sakit mulai memainkan peran ganda, yaitu tetap
9

melakukan pelayanan publik sekaligus memperoleh penghasilan (laba ?) atas


operasionalisasi pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat.
Mengingat adanya dinamika internal (perkembangan peran) dan tuntutan eksternal yang
semakin berkembang, rumah sakit dihadapkan pada upaya penyesuaian diri untuk
merespons dinamika eksternal dan integrasi potensi-potensi internal dalam melaksanakan
tugas yang semakin kompleks. Upaya ini harus dilakukan jika organisasi ini hendak
mempertahankan kinerjanya (pelayanan kesehatan kepada masyarakat sekaligus
memperoleh dana yang memadai bagi kelangsungan hidup organisasi). Untuk itu, ia tidak
dapat mengabaikan sumber daya manusia yang dimiliki termasuk perhatian atas kepuasan
kerjanya. Pengabaian atasnya dapat berdampak pada kinerja organisasi juga dapat
berdampak serius pada kualitas pelayanan kesehatan. Dalam konteks tersebut,
pemahaman atas budaya pada tingkat organisasi ini merupakan sarana terbaik bagi
penyesuaian diri anggota-anggotanya, bagi orang luar yang terlibat (misalnya pasien dan
keluarganya) dan yang berkepentingan (seperti investor atau instansi pemerintah terkait)
maupun bagi pembentukan dan pengembangan budaya organisasi itu sendiri dalam
mengatasi berbagai masalah yang sedang dan akan dihadapi. Namun sayangnya
penelitian atau kajian khusus tentang persoalan ini belum banyak diketahui, atau mungkin
perhatian terhadap hal ini belum memadai. Mengingat kondisi demikian, maka tulisan ini
bertujuan untuk menggambarkan berbagai aspek dan karakteristik budaya organisasi
rumah sakit sebagai lembaga pelayanan publik.
Seiring dengan membaiknya tingkat pendidikan, meningkatnya keadaan sosial ekonomi
masyarakat, serta adanya kemudahan dibidang transportasi dan komunikasi, majunya
IPTEK serta derasnya arus sistem informasi mengakibatkan sistem nilai dalam
masyarakat berubah. Masyarakat cenderung menuntut pelayanan umum yang lebih
bermutu termasuk pelayanan kesehatan.
Pelayanan rumah sakit yang baik bergantung dari kompetensi dan kemampuan para
pengelola rumah sakit. Untuk meningkatkan kemampuan para pengelola rumah sakit
tersebut selain melalui program pendidikan dan pelatihan, juga diperlukan pengaturan
dan penegakan disiplin sendiri dari para pengelola rumah sakit serta adanya yanggung
jawab secara moral dan hukum dari pimpinan rumah sakit untuk menjamin
terselenggaranya pelayanan yang baik.
10

Kepercayaan dan pengobatan berhubungan sangat erat. Institusi yang spesifik untuk
pengobatan pertama kali, ditemukan di India. Rumah sakit Brahmanti pertama kali
didirikan di Sri Lanka pada tahun 431 SM, kemudian Raja Ashoka juga mendirikan 18
rumah sakit di Hindustan pada 230 SM dengan dilengkapi tenaga medis dan perawat
yang dibiayai anggaran kerajaan.
Perubahan rumah sakit menjadi lebih sekular di Eropa terjadi pada abad 16 hingga 17.
Tetapi baru pada abad 18 rumah sakit modern pertama dibangun dengan hanya
menyediakan pelayanan dan pembedahan medis. Inggris pertama kali memperkenalkan
konsep ini. Guy's Hospital didirikan di London pada 1724 atas permintaan seorang
saudagar kaya Thomas Guy. Rumah sakit yang dibiayai swasta seperti ini kemudian
menjamur di seluruh Inggris Raya. Di koloni Inggris di Amerika kemudian berdiri
Pennsylvania General Hospital di Philadelphia pada 1751. setelah terkumpul sumbangan
£2,000. Di Eropa Daratan biasanya rumah sakit dibiayai dana publik. Namun secara
umum pada pertengahan abad 19 hampir seluruh negara di Eropa dan Amerika Utara
telah memiliki keberagaman rumah sakit.
Selain itu dalam perkembangan teknologi dan berbagai bidang yang lainnya tercipta
sebuah istilah yang menandakan sebagai suatu Budaya dalam lingkup kesehatan istilah
tersebut ialah Komite Etik Rumah Sakit (KERS), dapat dikatakan sebagai suatu badan
yang secara resmi dibentuk dengan anggota dari berbagai disiplin perawatan kesehatan
dalam rumah sakit yang bertugas untuk menangani berbagai masalah etik yang timbul
dalam rumah sakit. KERS dapat menjadi sarana efektif dalam mengusahakan saling
pengertian antara berbagai pihak yang terlibat seperti dokter, pasien, keluarga pasien dan
masyarakat tentang berbagai masalah etika hukum kedokteran yang muncul dalam
perawatan kesehatan di rumah sakit.
Ada tiga fungsi KERS ini yaitu pendidikan, penyusun kebijakan dan pembahasan kasus.
Jadi salah satu tugas KERS adalah menjalankan fungsi pendidikan etika. Dalam rumah
sakit ada kebutuhan akan kemampuan memahami masalah etika, melakukan diskusi
multidisiplin tentang kasus mediko legal dan dilema etika biomedis dan proses
pengambilan keputusan yang terkait dengan permasalahan ini.
11

4. Karakteristik Kebudayaan Rumah Sakit


Pertama, asumsi karyawan tentang keterkaitan lingkungan organisasi yang
menunjukkan bahwa organisasi mereka didominasi dan sangat dipengaruhi oleh beberapa
pihak eksternal, yaitu pemilik saham, Departemen Kesehatan sebagai pembina teknis,
dan masyarakat pengguna jasa kesehatan sebagai konsumen. Peran masyarakat kini
begitu dirasakan sejak RS menjadi institusi yang harus mampu menghidupi dirinya
sendiri tanpa mengandalkan subsidi lagi dari PTPN XI. Pada situasi seperti ini, karyawan
menyadari betul fungsi yang harus dimainkan ketika berhadapan dengan konsumen, yaitu
mereka harus memberikan pelayanan terbaik kepada pasien dan keluarganya, serta para
pengunjung lainnya.
Nilai-nilai yang sudah ditanamkan kepada karyawan dalam memberikan pelayanan
kepada konsumennya tadi dapat terungkap dari pandangan mereka bahwa justru
konsumenlah orang terpenting dalam pekerjaan mereka. Pasien adalah raja yang mana
semua karyawan bergantung padanya bukan pasien yang bergantung pada karyawan.
Pasien bukanlah pengganggu pekerjaan karyawan namun merekalah tujuan karyawan
bekerja. Karyawan bekerja bukan untuk menolong pasien, namun keberadaan pasienlah
yang menolong karyawan karena pasien tersebut telah memberikan peluang kepada
karyawan untuk memberikan pelayanan. Oleh karena itu jika terdapat perselisihan antara
karyawan dan pasien maka karyawan haruslah mengalah karena tidak ada yang pernah
menang dalam berselisih dengan konsumen. Dengan melihat nilai yang ditanamkan pada
setiap karyawan tersebut maka dapat dijelaskan tentang berlakunya asumsi fungsi
pelayanan di RS.
Kedua, tentang pandangan karyawan mengenai bagaimana sesuatu itu dipandang sebagai
fakta atau tidak (kriteria realitas) dan bagaimana sesuatu itu ditentukan sebagai benar atau
tidak (kriteria kebenaran). Kriteria realitas yang dominant berlaku di RS X adalah realitas
sosial yang berarti bahwa sesuatu itu dapat diterima sebagai fakta bila sesuai dengan
kebiasaan yang telah ada atau opini umum yang berkembang di lingkungan RS X.
Sementara itu, karyawan RS X juga berpandangan dominan bahwa kebenaran lebih
ditentukan oleh rasionalitas. Dengan kata lain, sesuatu itu dapat dipandang sebagai benar
bergantung pada rasioanalitas kolektif di lingkungan RS X dan bila telah ditentukan
melalui proses yang dapat diterima dalam saluran organisasi.
12

Ketiga, tentang pandangan karyawan berkenaan dengan hakikat sifat dasar manusia.
Sebagian besar karyawan rupanya berasumsi bahwa manusia atau teman sekerja mereka
itu memiliki sifat yang pada dasarnya baik, yaitu rajin bekerja, sangat memperhatikan
waktu kerja (masuk dan pulang kerja tepat waktu), siap membantu pekerjaan rekan-rekan
lainnya. Namun demikian mereka juga berpandangan bahwa sifat ini tidak selamanya
berlaku konsisten. Akan ada selalu godaan atau kondisi yang dapat mengubah sifat
manusia. Mereka percaya betul bahwa tidak ada sifat yang kekal, sifat baik dapat saja
berubah menjadi buruk, begitu pula sifat buruk bisa berubah menjadi baik.
Keempat, mengenai asumsi karyawan tentang hakikat aktivitas manusia yang
menunjukkan bahwa aktivitas manusia itu harmoni atau selaras dengan aktivitas
organisasi. Tidak hanya aktivitas manusia saja yang mampu menentukan keberhasilan
organisasi. Namun mereka juga menolak bahwa aktivitas organisasi semata yang
menentukan keberhasilan organisasi karena mereka memandang bahwa aktivitasnya juga
memberikan kontribusi atas keberhasilan organisasi. Pada intinya, mereka memandang
bahwa aktivitasnya yang meliputi curahan waktu, tenaga, dan pikiran harus selaras
dengan aktivitas organisasi secara keseluruhan yang berupa kinerja sumber daya
manusia, keuangan, aktiva tetap, infra dan supra struktur organisasi.
Kelima, berkenaan dengan asumsi hakikat hubungan manusia yang hasilnya
menunjukkan bahwa hubungan antar karyawan lebih bersifat kekeluargaan.
Kekeluargaan 10 tidak dipahami sebagai nepotisme atau usaha keluarga, namun
kekeluargaan dipahami sebagai hubungan antar inidividu dalam suatu kelompok kerja
sebagai suatu kerja sama kelompok yang lebih berorientasi pada konsensus dan
kesejahteraan kelompok. Dalam suatu kelompok kerja seorang karyawan terkadang tidak
hanya menjalankan tugas hanya pada bidang tugas yang tertera secara formal karena ia
harus siap membantu bidang tugas yang lain yang dapat ditanganinya. Seorang perawat
di unit bedah dengan tugas khusus sterilisasi tidak hanya menangani tugasnya saja. Ia
harus siap membantu karyawan lainnya untuk juga menangani instrumen dan pulih sadar.
BAB III
CONTOH KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Kasus
Kasus An. Az. di Rumah Sakit S (padang) umur 3 tahun pada tanggal 14 februari 2012,
pasien di rawat di ruangan melati Rs. S padang dengan diagnosa Demam kejang .Sesuai
order dokter infus pasien harus diganti dengan didrip obat penitoin namun perawat yang
tidak mengikuti operan jaga langsung mengganti infuse pasien tanpamelihat bahwa terapi
pasien tersebut infusnya harus didrip obat penitoin. Beberapamenit kemudian pasien
mengalami kejang-kejang, untung keluarga pasien cepatmelaporkan kejadian ini sehingga
tidak menjadi tambah parah dan infusnya langsungdiganti dan ditambah penitoin.

B. Analisis Kasus
Dalam pembahasan materi pada makalah ini yaitu kebudayaan dan rumah sakit yaitu
salah satunya kebudayaan dalam perlakuan perawat kepada pasien. Dalam kasus ini
terlihat jelas bahwa kelalaian perawat dapat membahayakan keselamatan pasien.
Seharusnya saat pergantian jam dinas semua perawat memiliki tanggung jawab untuk
mengikuti operan yang bertujuan untuk mengetahui keadaan pasien dan tindakan yang
akan dilakukan maupun dihentikan. Supaya tidak terjadikesalahan pemberian tindakan
sesuai dengan kondisi pasien.Pada kasus ini perawat juga tidak menjalankan prinsip 6
benar dalam pemberian obat.Seharusnya perawat melihat terapi yang akan diberikan
kepada pasien sesuai order,namun dalam hal ini perawat tidak menjalankan prinsip benar
obat.Disamping itu juga, terkait dengan hal ini perawat tidak mengaplikasikan konsep
patient safety dengan benar, terbukti dari kesalahan akibat tidak melakukan tindakan
yangseharusnya dilakukan yang menyebabkan ancaman keselamatan pasien.

C. Pengembangan dan Penerapan Solusi Serta Monitoring Atau Evaluasi


berdasarkan kasus diatas solusi untuk pemecahan masalah mengenai perawat yang tidak
mengikuti operan pergantian jam dinas. Perawat harus mengetahui standar keselamatan
pasien sesuai dengan uraian Departemen Kesehatan sebagai berikut :
Standar Keselamatan Pasien RS (KARS DepKes)
1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan asuhan berkesinambungan
4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja, untuk melakukan evaluasi
danmeningkatkan keselamatan pasien
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien

13
14

7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien

Uraian tujuh standar tersebut diatas adalah sebagai berikut:

Standar I. Hak pasienStandar: Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk


mendapatkan informasi tentangrencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan
terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan.Kriteria: Harus ada dokter penanggung jawab
pelayanan, dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan,
dokter penanggung jawab pelayananwajib memberikan penjelasan secara jelas dan benar
kepada pasien dan keluarganyatentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau
prosedur untuk pasien termasukkemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan.

Standar II. Mendidik pasien dan keluargaStandar: RS harus mendidik pasien dan
keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.Kriteria :
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan denganketerlibatan pasien
yang merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di RSharus ada sistem dan
mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajibandan tanggung jawab
pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebutdiharapkan pasien dan keluarga
dapat : Memberikan informasi yang benar, jelas,lengkap dan jujur, mengetahui kewajiban
dan tanggung jawab pasien dan keluarga,mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal
yang tidak dimengerti, memahami danmenerima konsekuensi pelayanan, mematuhi
instruksi dan menghormati peraturan RS,memperlihatkan sikap menghormati dan
tenggang rasa dan emenuhi kewajiban finansialyang disepakati.

Standar III. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan.Standar : RS menjamin


kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antartenaga dan antar unit
pelayanan.Kriteria : Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat
pasienmasuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan,
rujukandan saat pasien keluar dari RS, terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan
dengankebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga
padaseluruh tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan
lancar,terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi
untukmemfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial,
konsultasidan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya, terdapat
komunikasidan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat tercapainya
proseskoordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.

Standar IV. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan


evaluasidan program peningkatan keselamatan pasien.Standar : RS harus mendesain
proses baru atau memperbaiki proses yang ada,memonitor dan mengevaluasi kinerja
15

melalui pengumpulan data, menganalisis secaraintensif Kejadian Tidak Diharapkan, dan


melakukan perubahan untuk meningkatkankinerja serta keselamatan pasien.Kriteria :
Setiap RS harus melakukan proses perancangan (desain) yang baik, mengacu pada visi,
misi, dan tujuan RS, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidahklinis terkini,
praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai
dengan "Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien RS", setiap RSharus melakukan
pengumpulan data kinerja yang antara lain terkait dengan: pelaporaninsiden, akreditasi,
manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuangan, setiap RSharus melakukan
evaluasi intensif terkait dengan semua Kejadian Tidak Diharapkan,dan secara proaktif
melakukan evaluasi satu proses kasus risiko tinggi, setiap RS harusmenggunakan semua
data dan informasi hasil analisis untuk menentukan perubahansistem yang diperlukan,
agar kinerja dan keselamatan pasien terjamin.Standar

Standar V. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasienStandar:


Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatanpasien secara
terintegrasi dalam organsasi melalui penerapan “Tujuh Langkah MenujuKeselamatan
Pasien Rumah sakit”, pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk
identifikasi risiko keselamatan pasien dan program menekan ataumengurangi kejadian
tidak diharapkan, pimpinan mendorong dan menumbuhkankomunikasi dan oordinasi
antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilankeputusan tentang keselamatan
pasien, pimpinan mengalokasikan sumber daya yangadekuat untuk mengukur, mengkaji,
dan menigkatkan kinerja rumah sait sertameningkatkan keselamatan pasien dan pimpinan
mengukur dan mengkaji efektifitaskonribusinya dalam meningkatkan kinerja rumah
sakit dan keselamatan pasien.Kriteria: Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola
program keselamatan pasien,tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko
keselamatan dan programmeminimalkan insiden, yang mencakup jenis-jenis kejadian
yang memerlukan
 perhatian, mulai dari “kejadian nyaris cedera (Near miss) sampai dengan “KejadianTidak
Diharapkan” (Adverse event), Tersedia mekanisme kerja untuk menjmin bahwa
semua komponen dari rumah sakit terintregrasi dan berpatisipasi dalam program
keselamatan pasien, tersedia prosedure “cepat tanggap” terhadap insiden, termasuk
asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain
dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisi

Standar VI: mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara


jelasStandar: rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang
berkelanjutanuntuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung
pendekataninterdisiplin dalam pelayanan pasien.Kriteria: Setiap rumah sakit
harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi staf baru yang memuat
topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing-masing, setiap rumah sakit
harus megintregasikan topik keselamatan pasien dalamsetiap kegiatan in-service training
16

dan memberi pedoman yan jelas tentang pelaporaninsiden dan setiap rumah sakit harus
menyelenggarkan pelatihan tentang kerjasamakelompok (teamwork) guna mendukung
pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalamrangka melayani pasien.
Standar VII: Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasienStandar: Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen
informasikeelamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan
eksternal,transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.Kriteria: Perlu
disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain prosesmanajemen untuk
memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengankeselamatan pasien, tesedia
mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasiuntuk merevisi manajemen
informasi yang ada.Sesuai dengan defenisi patient safety, menurut Cooper et al (2000)
bahwa “patient safety as the avoidance, prevention, and amelioration of adverse
outcomes or injuriesstemming from the processes of healthcare.” Pengertian ini
maksudnya bahwa patient safety merupakan penghindaran, pencegahan, dan perbaikan
dari kejadian yang tidakdiharapkan atau mengatasi cedera-cedera dari proses pelayanan
kesehatan. Jika perawatmengetahui dan mengaplikasikan dengan benar konsep patient
safety, perawat akansebisa mungkin meminimalisir kesalahan atau mencegah terjadinya
kejadian yang tidakdiharapkan.Perawat seharusnya menerapkan prinsip 6 benar dalam
pemberian obat, sebagaiberikut:

1. Tepat Obat : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, menanyakan ada


tidaknya alergi obat, menanyakan keluhan pasien sebelum dan setelah memberikan
obat, mengecek label obat, mengetahui reaksi obat, mengetahui efek samping
obat,hanya memberikan obat yang didiapkan diri sendiri.
2. Tepat dosis : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mengecek
hasilhitungan dosis dengan perawat lain, mencampur/mengoplos obat.
3. Tepat waktu : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mengecek tanggal
kadarluarsa obat, memberikan obat dalam rentang 30 menit.
4. Tepat pasien: mengecek program terapi pengobatan dari dokter, memanggil
nama pasien yang akan diberikan obat, mengecek identitas pasien pada papan/kardeks 
ditempat tidur pasien
5. Tepat cara pemberian : mengecek program terapi pengobatan dari dokter,
mengecekcara pemberian pada label/kemasan obat.
6. Tepat dokumentasi : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mencatatnama
pasien, nama obat, dosis, cara, dan waktu pemberian obat (Kozier, B. Erb, G. &Blais,
K. (1997).
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kombinasi karakteristik dari asumsi dasar memunculkan budaya organisasi yang bersifat
integral. Kombinasi ini bisa dikategorikan sebagai budaya adaptif sehingga mampu
mendukung organisasi memenangkan adaptasi eksternal. Pada saat yang sama
konfigurasi atas asumsi dasar juga menunjukkan tipologi budaya organisasi yang kuat.
Dengan demikian memudahkan organisasi mencapai integrasi internal jika terdapat
kesesuaian antara karakteristik budaya dengan praktek manajemen.

B. Saran
Pelayanan kesehatan yang baik dan bermutu serta berkualitas penting dalam
pembangunan karena akan menimbulkan pelayanan kesehatan yang prima sehingga
kepuasan dapat dirasakan oleh setiap masyarakat olehnya itu pelayanan kesehatan harus
dikelola secara maksimal bukan saja oleh tenaga kesehatan tetapi seluruh masyarakat.

17
18
DAFTAR PUSTAKA

Poerwanto, Helena dan Syaifullah. Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan Keselamatan
Kerja. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.

Gibson & Ivanicevich & Donnely. (1996) Organisasi : Perilaku, Struktur, Proses. Penerjemah
Adiarni, N. Binarupa Aksara, Jakarta.

Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Indonesia. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Manz, C.C. & Sims, H.P., Jr. (1990) Super Leadership : Leading Others to Lead Themselves.
Berkley Books, New York.

Rijadi, S. (1994) Tantangan industri rumah sakit Indonesia 2020. Jurnal Administrasi Rumah
Sakit. Volume 2, No.2, 11-18.

Silalahi, Bennett N.B. [dan] Silalahi,Rumondang.1991. Manajemen keselamatan dan kesehatan


kerja.[s.l]:Pustaka Binaman Pressindo.

Suma'mur .1991. Higene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta :Haji Masagung

Suma'mur .1985. Keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan. Jakarta :Gunung Agung, 1985

-------------------,1990. Upaya kesehatan kerja sektor informal di Indonesia. [s.]:Direktorat Bina


Peran Masyarakat Depkes RT.

Anda mungkin juga menyukai