Anda di halaman 1dari 2

Duduk terdiam sendiri merenungkan hal yang telah terlewati.

Apakah aku salah melabuhkan hatiku pada


dirimu, yang tercantik di mataku yang terbaik di hatiku. Rintikan derai hujan di langit malam, ikut
menghanyutkan lamunan panjangku menjauhi kenyataan. Ah sudahlah, kau memang tak pernah
mengerti perasaanku saat ini yang sedang menunggumu, mengingatmu di setiap langkahku. Seperti
halnya nafasku yang selalu kurajut bersama namamu dalam setiap hembusan kecilnya sebelum berakhir
menjadi sesuatu yang lebih kecil di dalam tubuhku, denyut nadiku..

Ternyata lamunanku membawaku jatuh ke dalam sebuah kesadaran. Kau tak pernah menemukan aku.
Kau tak pernah mencari hadirku. Ternyata tak mudah untuk dirimu memaafkanku, seperti yang aku mau
seperti yang aku tuju. Kau sudah melupakan aku. Kau sudah membuang aku. Dan kau sudah
menggantikan aku. Meski aku masih menunggu di depan pintu hatimu dan kau tak pernah sadari itu.
Kau tak pernah mengerti hakikat sang waktu bagiku, jika kau memintaku untuk lebih lama menunggu.
Ah sudahlah, kau memang tak pernah mengerti betapa kejamnya sang waktu yang mampu merubah
segalanya. Tak terkecuali keyakinan dan penantianku untukmu.. 

Dan ada benarnya apa kata mereka, cinta tanpa logika hanya akan membuat kita semakin terluka. Dan
seharusnya aku percaya hal itu dari dulu. Tapi entah tertinggal dimana logikaku saat itu. Entah ku taruh
di mana dirinya saat itu. Coba kau cari ia di sudut kamarmu atau diatas meja kerjamu yang berantakan
itu, mungkin ia sedang bersembunyi disana? Tidak ada! Ah sudahlah, mungkin ia telah ikut terbuang
bersama semua hal tak berharga yang pernah kuberikan untukmu. Aku mulai mengerti apa artinya, aku
mulai mengerti apa maksudnya.. 

Padahal kaupun tahu jika dirimulah satu-satunya yang bersemayam di hatiku, penuhi ruang kecilnya
dengan bayangmu. Kutahu kau tak mau lagi menemuiku, maksudmu terbuka dari sikapmu. Namun
selalu ku terhanyut dalam harapan yang kiranya ternyata hanyalah mimpi. Sampai kapankah aku kan
serendah ini, selalu menunggumu di balik pintu yang terkunci. Kapan kau hentikan keegoisanmu,
menutup pintu maafmu itu untukku. Kutakut raga ini kan lelah dan meninggalkan dirimu yang teramat
ku cinta untuk selamanya. Ah sudahlah, memang aku yang harus menghentikannya sampai disini.
Sebelum dirimu yang teramat berarti untukku membunuh diriku yang teramat tak berarti untukmu.. 

Dan aku tak bisa bila nanti kau menuntut aku untuk menjadi sosok yang setia seperti janji yang selalu
kutulis disini. Menjadi yang lebih lama menunggu, menjadi yang terakhir bagimu. Maafkan atas khilafku
yang telah menyiakan kesempatan yang pernah kau beri. Sungguh ku tak ingin melukaimu, sungguh ku
tak ingin membuatmu menangis saat itu. Maafkan atas ingkarku yang telah mendustakan janji yang ku
beri. Sungguh ku hanya ingin melihatmu tersenyum bahagia. Selamanya, tanpa penghalang bernama
aku dan cinta bodohku. Ah sudahlah, lagipula aku selalu yakin jika esok kan membawamu menghapus
semua mimpi burukmu karena pernah mengenalku di dalam hidupmu dan ku kan mengerti semua.. 

Mungkin disini kisah kita harus berakhir ditempat dimana cinta itupun terlahir. Dan ada kalanya aku
harus menyerah dan kembali, sendiri. Tak mengapa bukankah hidupku juga nanti kan sendiri. Jika
saatnya mata hatimu terbuka biarlah kenyataan ini yang akan mendewasakan kita. Waktu berlalu tak
terasa adanya dan kita memang harus terpisah meski kita berada di bawah langit yang sama. Ah
sudahlah, mungkin memang benar kata mereka mengharapkan hadirmu di sini untuk selamanya hanya
akan buat hatiku lebih terluka..

Anda mungkin juga menyukai