81
82
Tabel 3.1
Parameter dan Skoring Kesesuaian Lahan
1 Kemiringan Lereng
Persen Lereng Keterangan Skor
0–8% Datar 20
8 – 15 % Landai 40
15 – 25 % Agak Curam 60
25 – 40 % Curam 80
>40 % Sangat Curam 100
2 Jenis Tanah
Kelompok Jenis Tanah Kepekaan Terhadap Erosi Skor
Alluvial, Glei, Planosol, Hidromorf Kelabu,
Tidak Peka 15
Literite Air Tanah
Latosol Agak Peka 30
Brown Forest, Non Calcic Kurang Peka 45
Andosol, Grumosol, Podsolik Peka 60
Regosol, Litosol Organosol, Renzine Sangat Peka 75
3 Intensitas Hujan
Kisaran Curah Hujan (mm/hari hujan) Keterangan Skor
8 – 13,6 Sangat Rendah 10
13,6 – 20,7 Rendah 20
20,7 – 27,7 Sedang 30
27,7 – 34,8 Tinggi 40
>34,8 Sangat Tinggi 50
Sumber: Dokumen Kepres No. 32 Tahun 1990
Setelah dilakukan overlay pada ketiga parameter tersebut kemudian skor dari
masing-masing paramter dijumlahkan maka diperoleh total skor yang akan menentukan
penentuan kawasan lindung sesuai karakteristik dari kawasan tersebut. Ketika total skor
lebih dari 175 itu difungsikan sebagai kawasan lindung.
Namun selain ditentukan oleh total skor dari ketiga parameter tersebut, penetapan
kesesuaian kawasan lindung juga ditentukan dengan kriteria mutlak dari kemiringan
lereng dan ketinggian wilayah. Kawasan yang memiliki kemiringan lereng >40% dan/atau
memilki ketinggian diatas 2.000 mdpl mutlak difungsikan sebagai kawasan lindung.
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dengan memperhatikan kriteria-
kriteria dan hasil metode superimpose dengan cara overlay atau tumpang tindih ketiga
paramter teraebut, diperoleh kelompok kawasan atau yang disebut dengan Satuan
Penggunaan Lahan (SPL) yang memiliki karakteristik kemiringan lereng, jenis tanah dan
intensitas hujan yang berbeda satu sama lain. Berikut merupakan Satuan Penggunaan
Lahan (SPL) yang diperoleh berdasarkan hasil analisis keseuaian kawasan lindung di
Kecamatan Bungursari.
Tabel 3.2
Satuan Penggunaan Lahan (SPL) Kecamatan Bungursari
Fungsi Luas Presentase
SPL Karakteristik Keterangan Skor Jumlah %
Kawasan (Ha)
1 Kemiringan 0 – 8% 20
Podsol Merah 19,41
Jenis Tanah 60 100 Budidaya 930,78
Kuning
Curah Hujan 15,92 mm/hari 20
2 Kemiringan 0 – 8% 20
Jenis Tanah Latosol 30 70 Budidaya 2578,61 53,79
Curah Hujan 15,92 mm/hari 20
3 Kemiringan 8 – 15% 40 90 Budidaya 945,21 19,72
84
Tabel 3.3
Kesesuaian Lahan Kawasan Lindung dan Budi Daya di Kecamatan Bungursari
No Kesesuaian Lahan Luas (ha) Proporsi (%)
1 Kawasan Perlindungan Setempat 99,71 2,05
Sungai dan Sempadan Sungai 74,25 1,54
Situ dan Sempadan Situ 25,46 0,51
2 Kawasan Budidaya 4782,80 97,95
Jumlah 4882,51 100
Sumber: Hasil Analisis Kelompok, 2016
Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa hampir seluruh luas wilayah
Kecamatan Bungursari memiliki kesesuaian lahan sebagai kawasan budi daya. Terlepas
dari faktor-faktor lain yang mempengaruhi, berdasarkan karakteristik kemiringan lereng,
jenis tanah dan intensitas curah hujan seluruh wilayah di Kecamatan Bungursari
merupakan wilayah yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi kawasan
budi daya yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Namun hal tersebut masih perlu
diperkuat oleh analisis-analisis lanjutan untuk penentuan kesesuaian lahan kawasan
peruntukan budi daya agar peruntukannya dapat sesuai dengan daya dukung lingkungan
yang ada. Untuk lebih jelasnya mengenai persebaran Satuan Penggunaan Lahan (SPL)
serta Kesesuaian Lahan Kawasan Lindung dan Budi Daya di Kecamatan Bungursari
dapat dilihat pada Gambar 3.1 dan Gambar 3.2.
85
85
86
86
87
Tabel 3.4
Kriteria Kawasan Budidaya Hutan Produksi
Peruntukan
Karakteristik Lokasi dan Kesesuaian Lahan
Ruang
Dasar Penetapan batas hutan produksi:
Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 83/ KPTS/ UM/ 8/ 1981
a. Parameter yang diperlihatkan dan diperhitungkan dalam penetapan hutan produksi
adalah lereng (kemiringan) lapangan, jenis tanah dan intensitas hujan
b. Untuk keperluan penilaian fisik wilayah, setiap parameter tersebut dibedakan dalam 5
Hutan tingkatan (kelas) yang diuraikan dengan tingkat kepekaannya terhadap erosi. Makin
Produksi tinggi nilai kelas parameter makin tinggi pula tingkat kepekaan terhadap erosi
c. Skoring fisik wilayah ditentukan oleh total nilai kelas ketiga parameter setelah masing –
masing nilai kelas parameter dikalikan dengan bobot 20 untuk parameter lereng, bobot
15 untuk parameter jenis tanah dan bobot 10 y=untuk parameter intensitas hujan.
d. Berdasarkan hasil penjumlahan skoring ketiga parameter tersebut yaitu lereng, jenis
tanah, dan intensitas hujan suatu wilayah hutan dinyatakan memenuhi syarat untuk
88
Peruntukan
Karakteristik Lokasi dan Kesesuaian Lahan
Ruang
ditetapkan sebagai:
Hutan produksi tetap jika memiliki skoring fisik wilayah dengan nilai < 125 tidak
merupakan kawasan lindung, serta berada di luar hutan suaka alam, hutan wisata
dan hutan produksi tetap, hutan produksi terbatas, dan hutan konversi lainnya
Hutan produksi terbatas jika memiliki skoring fisik wilayah dengan nilai 125 – 175,
tidak merupakan kawasan lindung, mempunyai satuan bentangan sekurang –
kurangnya 0,25 Ha (pada ketinggian skala peta 1 :10.000), serta bisa berfungsi
sebagai kawasan penyangga
Hutan produksi yang dapat dikonversi jika memiliki skoring fisik wilayah dengan nilai
> 175, tidak merupakan kawasan lindung, dicadangkan untuk digunakan bagi
pengembangan kegiatan budidaya lainnya, serta berada di luar hutan suaka alam,
hutan wisata dan produksi tetap, hutan produksi terbatas dan hutan konversi
lainnya.
Sumber: Peraturan Menteri Peraturan Umum No.41/PRT/M/2007
Tabel 3.5
Kriteria Kawasan Budidaya Permukiman
Peruntukan
Karaktristik Lokasi dan Kesesuaian Lahan
Ruang
a. Topografi datar sampai bergelombang (Kelerengan lahan 0 – 25 %)
b. Tersedia sumber air, baik air tanah maupun air yang diolah oleh penyelenggara
degan jumlah yag cukup. Untuk air PDAM suplai air antara 60 liter/ org/ hari – 100
liter/ org/ hari
c. Tidak berada pada daerah rawan bencana (longsong, banjir, erosi, abrasi
Permukiman d. Drainase baik sampai sedang
e. Tidak berada pada wilayah sempadan sungai/ pantai/ waduk/ danau/ mata air/
saluran pengairan rel kereta api dan daerah aman penerbangan
f. Tidak berada pada kawasan lindung
g. Tidak terletak pada kawasan budidaya pertanian/ penyangga
h. Menghindari sawah irigasi teknis
Sumber: Peraturan Menteri Peraturan Umum No.41/PRT/M/2007
Tabel 3.6
Luas Kawasan Peruntukan Permukiman
No Peruntukan Luas (ha) Proporsi (%)
1 Kawasan Lindung 99,71 2,07
2 Cocok Untuk Permukiman 3325,78 68,18
Tabel 3.7
Kriteria Kawasan Budidaya Industri
Peruntukan
Karaktristik Lokasi dan Kesesuaian Lahan
Ruang
a. Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng yang sesuai untuk kegiatan industri berkisar 0 – 25 %, pada
kemiringan 25 – 45 % dapat dikembangkan kegiatan industri dengan perbaikan
kontur, serta ketinggian tidak lebih dari 1000 m dpl
b. Hidrologi
Bebas genangan, dekat dengan sumber air, baik drainase baik sampai sedang
c. Klimatologi
Industri Lokasi berada pada kecenderungan minimum arah angin menuju yang permukiman
penduduk
d. Geologi
Dapat menunjang kontruksi bangunan, tidak berada di daerah rawan bencana
longsong
e. Lahan
Area cukup luas minimal 20 ha, karakteristik tanah bertekstur sedang sampai kasar,
berada pada tanah marginal untuk pertanian
Tabel 3.8
Luas Kawasan Peruntukan Industri
No Peruntukan Luas (ha) Proporsi (%)
1 Kawasan Lindung 99,71 2,07
2 Cocok Untuk Industri 2969,52 60,81
Tabel 3.9
Kriteria Kawasan Peruntukan Pertambangan
Peruntukan
Karakteristik Lokasi dan Kesesuaian Lahan
Ruang
Peruntukan pertambangan bahan galian golongan C:
a. Bahan galian terletak di daerah dataran, perbukitan yang bergelombang atau landai,
pada alur sungai dan cara pencapaian
b. Lokasi tidak berada di kawasan hutan lindung
c. Lokasi tidak terletak pada bagian hulu dari alur – alur sungai (yang uumnya bergradien
Pertambangan dasar sungai yang tinggi)
d. Lokasi penggalian di dalam sungai harus seimbang dengan kecepatan sedimentasi
e. Jenis dan besarnya cadangan/ deposit bahan tambang secara ekonomis
menguntungkan untuk dieksplorasi
f. Lokasi penggalian tidak terletak di daerah rawan bencana alam seperti gerakan tanah,
jalur gempa, bahan letusan gunung api da sebagainya.
Sumber: Peraturan Menteri Peraturan Umum No.41/PRT/M/2007
91
Tabel 3.10
Luas Kawasan Peruntukan Pertambangan
No Peruntukan Luas (ha) Proporsi (%)
1 Kawasan Lindung 99,71 2,07
2 Cocok Untuk Pertambangan 2533,01 51,88
Tabel 3.11
Karakteristik Kawasan Peruntukan Pertanian
Pertanian Lahan Pertanian Lahan Pertanian
Kriteria Teknis
Basah Kering Tanaman Tahunan
Iklim :
Kelembaban (%) 33 - 90 29 - 32 42 - 75
A, B, C (Schimidt &
Curah Hujan (mm) 350 - 600 1200 - 1600
Ferguson, 1951)
Sifat Fisik Tanah :
agak baik s/d agak baik s/d agak baik s/d agak
Drainase
terhambat terhambat terhambat
Tekstur : h, ah, s h, ah, s h, ah, s
Bahan Kasar (%) <15 <15 <35
Kedalaman Tanah (cm) >30 >30 >60
Ketebalan Gambut (cm) <200 <200 <200
Kematangan Gambut saprik, hemik saprik, hemik saprik, hemik
Retensi Hara :
kejenuhan Basa (%) >30 >30 >30
Kemasaman Tanah (pH) 5,5 - 8,2 5,6 - 7,6 5,2 - 7,5
92
Keterangan:
Tekstur Tanah :
ak = agak kasar
s = sedang Bahaya Erosi :
ah = agak halus sr = sangat ringan
h = halus r = ringan
k = kasarBudi Daya sd = sedang
b = berat
Kelas Bahaya Banjir (F) : sb = sangat berat
F0 Tanpa
F1 Ringan
F2 Sedang
F3 Agak Berat
F4 Berat
Tabel 3.12
Luas Peruntukan Kawasan Budidaya Pertanian Kecamatan Bungursari
No Peruntukan Luas (ha) Proporsi (%)
1 Kawasan Lindung 99,71 2,07
2 Pertanian Lahan Kering 4353,90 89,17
3 Pertanian Tanaman Tahunan 428,90 8,76
Jumlah 4882,51 100
Sumber: Analisis Kelompok, 2016
Tabel 3.13
Kriteria Kawasan Budidaya Perdagangan dan Jasa
Peruntukan
Karakteristik Lokasi dan Kesesuaian Lahan
Ruang
a. Tidak terlekat pada kawasan lindung
b. Lokasinya strategis dan mudah dicapai dari seluruh penjuru kota
Perdagangan c. Dilengkapi dengan sarana antara lain tempat parkir umum, bank/ ATM, pos
dan Jasa polisi, pemadam kebakaran, kantor pos pembantu, tempat ibadah, dan sarana
penunjang kegiatan komersial serta kegiatan pengunjung
d. Terdiri dari perdagangan lokal, regional dan antar regional
Sumber: Peraturan Menteri Peraturan Umum No.41/PRT/M/2007
Tabel 3.14
Kriteria Kawasan Budidaya Pariwisata
Peruntukan
Karakteristik Lokasi dan Kesesuaian Lahan
Ruang
a. Memiliki struktur tanah yang stabil
b. Memiliki kemiringan yang memungkinan dibangun tanpa memberikan dampak negatif
terhadap kelestarian lingkungan
c. Merupakan lahan yang tidak terlalu subur dan bukan lahan pertanian produktif
d. Memiliki aksesibilitas yang tinggi
Pariwisata
e. Tidak mengganggu kelancaran lalu lintas pada jalur jalan raya regional
f. Tersedia prasarana fisik yaitu listrik dan air bersih
g. Terdiri dari lingkungan/ bangunan/ gedung bersejarah dan cagar budaya
h. Memiliki nilai sejarah, ilmu pengetahuan dan budaya, serta keunikan tertentu
i. Dilengkapi fasilitas pengolahan limbah (Padat dan Cair)
Sumber: Peraturan Menteri Peraturan Umum No.41/PRT/M/2007
95
96
96
97
97
98
98
99
99
100
Tabel 3.15
Kriteria dan Pembobotan SKL Morfologi
Kemiringan (%) Nilai Peta Morfologi Nilai SKL Morfologi Nilai
0-2 5 Dataran 5 Tinggi (9-10) 5
2-5 4 Landai 4 Cukup (7-8) 4
5-15 3 Perbukitan Sedang 3 Sedang (5-6) 3
15-40 2 Pegunungan/Perbukitan Terjal 2 Kurang (3-4) 2
>40 1 Pegunungan/Perbukitan Sangat Terjal 1 Rendah (1-2) 1
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/Prt/M/2007 Pedoman Teknis Analisis Aspek Fisik dan
Lingkungan, Ekonomi, Serta Sosial Budaya Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang
Tabel 3.16
Hasil Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Morfologi Kecamatan Bungursari
No Kemampuan Lahan dari Morfologi Luas (Ha) Proporsi (%)
2 Kemampuan Lahan Kurang 27,75 0,76
3 Kemampuan Lahan Sedang 657,89 14,47
4 Kemampuan Lahan Cukup 1136,47 23,61
5 Kemampuan Lahan Tinggi 2986,15 61,16
101
Tabel 3.17
Hasil Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kemudahan Dikerjakan
No SKL Luas (ha) Proporsi (%)
1 Kemudahan Dikerjakan Cukup 685,34 15,03
2 Kemudahan Dikerjakan Tinggi 4207,17 84,97
Jumlah 4882,51 100
Sumber: Hasil Analisis, 2016
102
103
103
104
Tabel 3.18
Kriteria dan Pembobotan SKL Kestabilan Lereng
Ketinggian Kemiringan
Nilai Nilai Peta Morfologi Nilai SKL Morfologi Nilai
(mdpl) (%)
0-2 5 Dataran 5 Tinggi (9-10) 5
<500 5
2-5 4 Landai 4 Cukup (7-8) 4
500-1500 4 5-15 3 Perbukitan Sedang 3 Sedang (5-6) 3
Pegunungan/Perbukitan
15-40 2 2 Kurang (3-4) 2
Terjal
1500 - 2500 3
Pegunungan/Perbukitan
>40 1 1 Rendah (1-2) 1
Sangat Terjal
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/Prt/M/2007 Pedoman Teknis Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan,
Ekonomi, Serta Sosial Budaya Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang
Tabel 3.19
Hasil Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan Lereng
No Kestabilan Lereng Luas (ha) Proporsi (%)
1 Kestabilan Lereng Sedang 685,90 14,05
2 Kestabilan Lereng Cukup 1232,80 25,25
3 Kestabilan Lereng Tinggi 2965,81 60,7
Jumlah 4882,51 100
Sumber: Hasil Analisis, 2016
105
106
Tabel 3.20
Kriteria dan Pembobotan SKL Pondasi
SKL Kestabilan Lereng
Jenis SKL Kestabilan
Ketinggian Kemiringan Nilai Nilai
Nilai Nilai Morfologi Nilai Tanah Lereng
(mdpl) (%)
0-2 5 Dataran 5 Alluvial 5 Tinggi(18-20) 5
<500 5
2-5 4 Landai 4 Latosol 4 Cukup (15-17) 4
Meditera,
Perbukitan
500-1500 4 5-15 3 3 Brown 3 Sedang(11-14) 3
Sedang
Forest
Pegunungan/P
15-40 2 erbukitan 2 2 Kurang (8-10) 2
Podsol
Terjal
1500-2500 3 Merah
Pegunungan/P
Kuning
>40 1 erbukitan 1 1 Rendah (5-7) 1
Sangat Terjal
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/Prt/M/2007 Pedoman Teknis Analisis Aspek Fisik dan
Lingkungan, Ekonomi, Serta Sosial Budaya Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang
Tabel 3.21
Hasil Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan Pondasi
No Kestabilan Pondasi Luas (ha) Proporsi (%)
1 Kesetabilan Pondasi Sedang 215,23 4,41
2 Kesetabilan Pondasi Cukup 2244,31 45,87
3 Kesetabilan Pondasi Tinggi 2433,07 49,72
Jumlah 4882,51 100
Sumber: Hasil Analisis, 2016
107
108
Tabel 3.22
Kriteria dan Pembobotan SKL Ketersediaan Air
Peta Curah SKL
Peta
Nilai Hujan Nilai Peta Guna Lahan Nilai Ketersediaan Nilai
Geohidrologi
(mm/tahun) Air
2500 – 3000 2 Tinggi (18-20) 5
Baik Merata 5 Non Terbangun 2
3000 – 3500 3 Cukup (15-17) 4
Baik Tidak
4 3500 – 4000 4 Sedang (11-14) 3
Merata
Terbangun 1
Setempat
3 4000 – 4500 5 Kurang (8-10) 2
Terbatas
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/Prt/M/2007 Pedoman Teknis Analisis Aspek Fisik dan
Lingkungan, Ekonomi, Serta Sosial Budaya Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang
Berdasarkan data hasil analisis diatas, Kecamatan Bungursari memiliki tiga kelas
ketersediaan air dimana yang paling mendominasi adalah ketersediaan sedang dengan
luas 4623,32 ha atau 94,68 persen dari total luas wilayah Kecamatan Bungursari.
Kemudian dengan ketersediaan air cukup dengan luas 92,66 ha atau 1,89 persen dari
total luas wilayah Kecamatan Bungursari. Maka berdasarkan hasil analisis tersebut
kawasan dengan ketersediaan air yang kurang dapat dikembangkan untuk budi daya
tanaman pangan lahan kering seperti ladang atau tegalan serta dapat juga dikembangkan
untuk budi daya tanaman tahunan. Sedangkan pada kawasan dengan ketersediaan air
yang cukup dan sedang dapat dikembangkan pertanian lahan basah dan untuk
pemanfaatan airnya dapat melalui sumur bor dengan kedalaman yang tidak begitu dalam.
Untuk lebih jelasnya mengenai persebaran kemampuan lahan berdasarkan ketersediaan
air di Kecamatan Bungursari dapat dilihat pada Gambar 3.13.
109
109
110
Tabel 3.24
Kriteria dan Pembobotan SKL terhadap Erosi
Curah Hujan Kemiringan Jenis
Nilai Nilai Morfologi Nilai Nilai SKL Erosi Nilai
(mm/tahun) (%) Tanah
0-2 5 Alluvial 5
2500 – 3000 1 Perbukitan 1 Tinggi (13-16) 5
2-5 4 Latosol 4
Mediteran,
Perbukitan
3000 - 3500 2 5-15 3 2 Brown 3 Cukup (10-12) 4
terjal
Forest
15-40 2 Podsol Kurang (7-9) 3
Perbukitan
3500-4500 3 3 Merah 2
>40 1 sangat terjal Rendah (4-6) 2
Kuning
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/Prt/M/2007 Pedoman Teknis Analisis Aspek Fisik dan
Lingkungan, Ekonomi, Serta Sosial Budaya Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang
111
112
Tabel 3.26
Kriteria dan Pembobotan SKL Drainase
Ketinggian Kemiringan Peta Curah Hujan SKL
Nilai Nilai Nilai Nilai
(mdpl) (%) (mm/tahun) Morfologi
0-2 1 2500 – 3000 mm 2 Tinggi (9-10) 3
<500 5
2-5 2 3000 – 3500 mm 3
Cukup (7-8) 2
500-1500 4 5-15 3 3500 – 4000 mm 4
15-40 4
1500 - 2500 3 4000 – 4500 mm 5 Kurang (3-4) 1
>40 5
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/Prt/M/2007 Pedoman Teknis Analisis Aspek Fisik dan
Lingkungan, Ekonomi, Serta Sosial Budaya Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang
Berdasarkan data hasil analisis diatas, Kecamatan Bungursari hanya memiliki dua
kelas kemampuan drainase yaitu kemampuan drainase cukup dan kemampuan drainase
tinggi. SKL Drainase di Kecamatan Bungursari didominasi oleh kemampuan lahan
dengan drainase cukup yang memiliki luas 2962,35 ha atau 60,67 persen dari total luas
wilayah Kecamatan Bungursari, kemampuan drainase cukup tersebut mayoritas pada
kawasan dengan morfologi datar dengan kemiringan 0-2 persen. Namun meskipun
memiliki kelas kemampuan drainase cukup tetap memerlukan sebuah penanganan
dengan pembuatan-pembuatan drainase yang layak agar aliran air permukaan yang
disebabkan hujan tidak mudah tergenang.
Sedangkan untuk kemampuan lahan dengan drainase tinggi hanya 1920,16 ha
atau 39,33 persen. Kawasan dengan drainase tinggi tersebut mayoritas pada kawasan
dengan morfologi landai hingga perbukitan dengan kemiringan 5-15 persen. Pada
kawasan ini aliran air permukaan akan mudah untuk mengalir dan hal ini memunculkan
113
potensi untuk terjadinya erosi. Untuk lebih jelasnya mengenai persebaran kemampuan
lahan berdasarkan drainase di Kecamatan Bungursari dapat dilihat pada Gambar 3.15.
3.2.8 Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Terhadap Bencana
Analisis SKL terhadap bencana alam ini dilakukan untuk mengetahui tingkat
kemampuan lahan dalam menerima bencana alam untuk menghindari atau mengurangi
kerugian dari korban akibat bencana tersebut.
Berdasarkan Permen PU No. 27 Tahun 2007 dalam analisis ini membutuhkan data
dan peta rawan bencana tanah longsor dan gerakan tanah, rawan tsunami, rawan banjir
dan rawan gempa bumi dan kawasan zona patahan atau sesar. Namun berdasarkan
karakteristik Kecamatan Bungursari yang geografisnya daratan, tidak terdapat gunung
berapi dan tidak terdapat kawasan yang rawan banjir maka dari itu parameter utama
masukannya adalah hanya peta rawan tanah longsor dan gerakan tanah yang kemudian
dimodifikasi dengan paramater tambahan yaitu peta kemiringan lereng. Hasil dari analisis
SKL terhadap bencana alam ini akan menunjukan kelas potensi gerakan tanah rendah,
kurang, sedang, cukup dan tinggi. Kelas potensi gerakan tanah tersebut menunjukan
tingkatan dimana potensi gerakan tanah rendah berarti kawasan tersebut aman untuk
dikembangkan menjadi kawasan budi daya dan permukiman. Sedangkan potensi gerakan
tanah tinggi berarti kawasan tersebut tidak aman untuk dikembangkan menjadi kawasan
budi daya dan permukiman.
Berdasarkan hasil analisis kemampuan lahan SKL terhadap terhadap bencana
Alam dengan metode superimpose diperoleh bahwa seluruh wilayah Kecamatan
Bungursari memiliki potensi terhadap bencana alam rendah..
3.2.9 Kemampuan Lahan
Analisis Kemampuan Lahan yaitu untuk memperoleh gambaran tingkat
kemampuan lahan untuk di kembangkan di Kecamatan Bungursari, sebagai acuan untuk
arahan kesesuaian lahan pada tahap selanjutnya, pembuatan peta nilai kemampuan
lahan ini yaitu dengan cara mengsuperimposekan semua peta SKL dan melakukan
penjumlahan nilai setiap satuan kemampuan lahan (SKL) dikalikan bobot setiap SKL.
Setelah penjumlahan tersebut dilakukan, akan didapat nilai yang digunakan untuk
penentuan kelas kemampuan pengembangan.
Tabel 3.28
Pembobotan Total Satuan Kemamapuan Lahan (SKL)
Satuan Kemampuan Lahan
Morfologi Bobot = 5 5 10 15 20 25
Kemudahan dikerjakan Bobot = 1 1 2 3 4 5
Kestabilan Lereng Bobot = 5 5 10 15 20 25
Kestabilan Pondasi Bobot = 3 3 6 9 12 15
Ketersediaan Air Bobot = 5 5 10 15 20 25
Terhadap Erosi Bobot = 3 3 6 9 12 15
Drainase Bobot = 5 5 10 15 20 25
Bencana Alam Bobot = 5 5 10 15 20 25
Kemampuan Lahan Jumlah Nilai
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/Prt/M/2007 Pedoman Teknis Analisis Aspek Fisik dan
Lingkungan, Ekonomi, Serta Sosial Budaya Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang
Dari total nilai pembobotan diatas, dapat ditentukan beberapa kelas kemampuan
lahan yang memperhatikan nilai minimum dan maksimum dari total nilai. Dari angka di
atas, nilai minimum yang mungkin didapat yaitu 32, sedangkan nilai maksimum yang
mungkin didapat yaitu 160. Setiap kelas lahan memiliki kemampuan yang berbeda-beda
seperti terlihat pada Tabel 3.18 berikut ini.
114
Tabel 3.29
Kriteria Klasifikasi Pengembangan
Kelas Kemampuan
Total Nilai Klasifikasi Pengembangan
Lahan
32 – 58 Kelas a Kemampuan pengembangan sangat rendah
59 – 83 Kelas b Kemampuan pengembangan rendah
84 – 109 Kelas c Kemampuan pengembangan sedang
110 – 134 Kelas d Kemampuan pengembangan agak tinggi
135 – 160 Kelas e Kemampuan pengembangan sangat tinggi
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/Prt/M/2007 Pedoman Teknis Analisis Aspek Fisik dan
Lingkungan, Ekonomi, Serta Sosial Budaya Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang
Berdasrkan hasil overlay dari 8 satuan kemampuan lahan yang telah dianalisis,
diperoleh hasil analisis klasifikasi kemampuan pengembangan Kecamatan Camapaka
sebagai berikut:
Tabel 3.30
Klasifikasi Kemampuan Pengembangan Kecamatan Bungursari
Kelas
No Klasifikasi Pengembangan Luas (ha) Proporsi (%)
Kemampuan
Kemampuan Pengembangan
1 Kelas C 1885,50 38,61
Sedang
Kemampuan Pengembangan Agak
2 Kelas D 2997,01 61,39
Tinggi
Jumlah 4882,51 100
Sumber: Hasil Analisis, 2016
115
116
116
117
118
119
Tabel 3.31
Persebaran Daya Dukung Lahan di Kecamatan Bungursari
Luas lahan yang dapat menampung penduduk (LL)/Ha = (Luas Kaw. Potensial x
100%)
Tabel 3.32
Jumlah Penduduk Kecamatan Bungursari Tahun 2019-2034
Jumlah Penduduk (jiwa)
No Desa
2019 2024 2029 2034
1 Ciwangi 11.032 11.134 11.235 11.337
2 Cibening 11.089 12.115 13.141 14.167
3 Bungursari 3.592 3.707 3.823 3.938
120
Setelah didapatkan jumlah data penduduk dari setiap desa yang ada di
Kecamatan Bungursari maka diketahui hasil dari daya tampung tersebut. Analisis tersebut
digunakan untuk mengetahui wilayah tersebut dapat menampung penduduk. Untuk lebih
jelasnya mengenai analisis daya tampung dapat dilihat pada Tabel 3.33.
Tabel 3.33
Daya Tampung Lahan Kecamatan Bungursari
1 Ciwangi 18410
2 Cibening 39866
3 Bungursari 11110
4 Cibungur 18383
5 Cikopo 25824
6 Cinangka 12686
7 Wanakerta 19844
8 Dangdeur 35160
9 Cibodas 8393
10 Karangmukti 6281
Sumber: Analisis Kelompok, 2016