Anda di halaman 1dari 77

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Mata pelajaran : Pendidikan Agama Islam


Kelas / Semester : X Ganjil dan Genap
Materi Pokok : Fikih

A. KOMPETENSI INTI, KOMPETENSI DASAR DAN INDIKATOR FIKIH KELAS X


SEMESTER GANJIL

SEMESTER GANJIL
Kompetensi Inti 1 (SIKAP SPRITUAL) Kompetensi Dasar
1. Mengayati dan mengamalakan ajaran 1.1 Mengahayati kesempurnaan ajaran Islam
agama yang dianutnya melalui aturan fiqih yang komprehensif
1.2 Menghayati pentingnya syariat Islam
tentang kewajiban pemulasaraan jenazah
1.3 Mengahayati ketentuan zakat dalam
mengurangi kesenjangan antara yang kaya dan
yang miskin
1.4 Menghayati nilai-nilai positif dari
pelaksanaan ibadah haji dan umroh
1.5 Menghayati nilai-nilai mulia dari
pelaksanaan syariat qurban dan aqiqah
Kompetensi Inti 2 (SIKAP SOSIAL) Kompetensi Dasar
Menunjukan perilaku jujur, disiplin, 2.1 Mengamalkan sikap patuh dan tanggung
bertanggung jawab, peduli (gotong royong, jawab dalam kehidupan sehari-hari
kerja sama, toleran, damai), santun, 2.2 Mengamalkan sikap tanggung jawab,
responsif, dan proaktif sebagai bagian dari peduli dan gotong royong dalam kehidupan
solusi atas berbagai permasalahan dalam sehari-hari
berinteraksi secara efektif dengan 2.3 Mengamalkan sikap peduli, social dan
lingkungan social dan alam serta responsive dalam kehidupan sehari-hari
menempatkan diri sebagai cerminan bangsa 2.4 Mengamalkan sikap disiplin, tanggung
dalam pergaulan dunia jawab dan gotong royong dalam kehidupan
sehari-hari
2.5 Mengamalkan sikap peduli, tanggung
jawab dan rela berkorban sebagai
implementasi dari mempelajari qurban dan
aqiqah
Kompetensi Inti 3 (PENGETAHUAN) Kompetensi Dasar
3. memahami, menerapkan, dan 3.1 Meganalisis konsep fikih dan sejarah
menganalisis pengetahuan factual perkembangannya
konseptual, procedural, dan metakognitif 3.2 Menganalisis ketentuan pemulasaraan
berdasarkan ingin tahunya tentang ilmu jenazah
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan 3.3 mengevaluasi ketentuan zakat dalam
humaniora dengan wawasan kemanusiaan, hukum islam dan undang-undang pengelolaan
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban zakat
terkait penyebab fenomena dan kejadian, 3.4 menganalisis implementasi ketentuan haji
serta menerapkan pengetahuan prosedural dan umroh
pada bidang kajian yang spesifik sesuai 3.5 menganalisis ketentuan pelaksanaan
dengan bakat dan minatnya untuk qurban dan aqiqah serta hikmahnya
memecahkan masalah
Kompetensi Inti 4 (KETERAMPILAN) Kompetensi Dasar
Mengelolah, menalar, dan menyaji dalam 4.1 mengomunikasikan hasil analisis konsep
ranah konkret dan ranah abstrak terkait fiqih dan sejarah perkembangannya
dengan pengembangan dari yang di 4.2 mengomunikasikan hasil analisis tata cara
pelajarinya di sekolah secara mandiri, dan pemulasaraan jenazah
mampu menggunakan metode sesuai kaidah 4.3 mengomunikasikan penerapan ketentuan
keilmuan zakat dan undang-undang pengelolaan zakat
4.4 menyajikan hasil analisis tentang
problematika pelaksanaan haji
4.5 menyajikan hasil analisis ketentuan
pelaksanaan qurban dan aqiqah sesuai syariat
FIQH
KELAS X SEMESTER GENAP
Kompetensi Inti Kompetensi Dasar
1. Menghayati dan mengamalkan 1.6.Menghayati konsep tentang akad,
ajaran agama yang dianutnya kepemilikan, harta benda dan ‘ihyaaul
mawaat
1.7.Menghayati konsep muamalah dalam
Islam tentang jual beli, khiyaar, salam
dan hajr
1.8.Menghayati konsep muamalah dalam
Islam tentang musaaqah, muzaara’ah,
mukhaabarah, mudlaarabah,
muraabahah, syirkah, syuf’ah,
wakaalah, shulh, dlamaan, dan
kafaalah
1.9.Menghayati konsep muamalah dalam
Islam tentang Inafaqah, shadaqah,
hibah, hadiah dan wakaf
1.10. Menghayati hikmah dari
larangan praktik riba, bank dan
asuransi
2. Menunjukkan perilaku jujur, 2.6.Mengamalkan sikap tanggung jawab
disiplin, bertanggung jawab, peduli sebagai implementasi dari mempelajari
(gotong royong, kerja sama, toleran, konsep akad, kepemilikan harta benda,
damai), santun, responsif, dan dan ‘ihyaaul mawat
proaktif sebagai bagian dari solusi 2.7.Mengamalkan sikap kerja sama dalam
atas berbagai permasalahan dalam kehidupan sehari-hari sebagai
berinteraksi secara efektif dengan implementasi dari pengetahuan tentang
lingkungan sosial dan alam serta kerjasama ekonomi dalam Islam
menempatkan diri sebagai cerminan 2.8.Mengamalkan sikap peduli dan
bangsa dalam pergaulan dunia tanggung jawab dalam kehidupan
sehari-hari sebagai implementasi dari
pengetahuan tentang kerjasama dalam
hal ekonomi
2.9.Mengamalkan sikap peduli dan tolong
menolong sebagai implementasi dari
mempelajari tentang nafaqah,
shadaqah, hibah, hadiah dan wakaf
2.10. Mengamalkan sikap kritis dan
hati-hati terhadap segala praktik riba
dan sikap kerja sama dalam praktik
perbankan dan asuransi
3. Memahami, menerapkan, dan 3.6.Menganalisis konsep akad,
menganalisis pengetahuan faktual, kepemilikan harta benda dan ‘ihyaaul
konseptual, prosedural, dan meta mawaat
kognitif berdasarkan rasa ingin 3.7.Menganalisis ketentuan tentang
tahunya tentang ilmu pengetahuan, khiyaar, salam, dan hajr
teknologi, seni budaya,dan 3.8.Menganalisis ketentuan muamalah
humaniora dengan wawasan tentang musaaqah, muzaara’ah,
kemanusiaan, kebangsaan, mukhaabarah, mudlaarabah, syirkah,
kenegaraan, dan peradaban terkait wakaalah, shulh, dlamaan, dan
penyebab fenomena dan kejadian, kafaalah
serta menerapkan pengetahuan 3.9.Menganalisis ketentuan nafaqah,
prosedural pada bidang kajian yang shadaqah, hibah, hadiah dan wakaf
spesifik sesuai dengan bakat dan 3.10. Mengevaluasi hukum riba,
minatnya untuk memecahkan bank dan asuransi
maslah
4. Mengolah, menalar, dan menyaji 4.6.Menyajikan konsep akad, kepemilikan,
dalam ranah konkret dan ranah ‘ihyaaul mawaat
abstrak terkait dengan
pengembangan dari yang 4.7.Mengomunikasikan ketentuan Islam
dipelajarinya di sekolah secara mengenai jual beli, khiyaar, salam dan
mandiri, dan mampu menggunakan hajr
metode sesuai kaidah keilmuan 4.8.Menyajikan hasil analisis tentang
hikmah yang terkandung dalam
musaaqah, muzaara’ah,
mukhaabarah, mudlaarabah, syirkah,
wakaalah, shulh, dlamaan, dan
kafaalah
4.9.Mengomunikasikan tentang
pelaksanaan ketentuan Islam tentang
nafaqah, shadaqah, hibah, hadiah dan
wakaf
4.10. Menyajikan hasil evaluasi
tentang hukum bank, asuransi dan
larangan praktik riba

A. TUJUAN
1. Mengetahui dan memahami prinip-prinsip, kaidah-kaidah dan tata cara pelaksanaan
hukum Islam baik ynag menyangkut aspek ibadah maupun muamalah untuk dijadikan
pedoman hidup dalam kehidupan pribadi dan sosial.
2. Melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan benar dan baik,
sebagai perwujudan dari ketaan dalam menjalankan ajaran agama Islam baik dalam
hubungan manusia dengan Allah SWT, dengan diri manusia itu sendiri, sesama
manusia, dan makhluk lainnya maupun hubungan dengan lingkungannya.

KD : 3.1 Menganalisis Konsep fikih dan sejarah Perkembangannya.


4.1 Mengomunikasikan hasil analisis konsep fikih dan sejarah perkembangannya
Indikator, siswa mampu :
1.1.1 menganalisis konsep fikih dan sejarah perkembangannya.
1.1.2 menjelasakan konsep fikih dan sejarah perkembangannya
MATERI
Bab I
Konsep Fiqih dan Sejarah Perkembangannya
A. Pengertian Fiqih
Menurut Bahasa Fiqh Berarti faham atau tahu. Menurut istilah, fiqh berarti ilmu yang
menerangkan tentang hukum-hukum syara’ yang berkenaan dengan amal perbuatan
manusia yang diperoleh dari dalil-dalil tafsil (jelas).Orang yang mendalami fiqh disebut
dengan faqih. Jama’nya adalah fuqaha, yakni orang-orang yang mendalami fiqh.
Dalam kitab Durr al-Mukhtar disebutkan bahwa fiqh mempunyai dua makna, yakni
menurut ahli usul dan ahli fiqh. Masing-masing memiliki pengertian dan dasar sendiri-
sendiri dalam memaknai fiqh.
Menurut ahli usul, Fiqh adalah ilmu yang menerangkan hukum-hukum shara’ yang
bersifat far’iyah (cabang), yang dihasilkan dari dalil-dalil yang tafsil (khusus, terinci dan
jelas). Tegasnya, para ahli usul mengartikan fiqh adalah mengetahui fiqh adalah
mengetahui hukum dan dalilnya.
Menurut para ahli fiqh (fuqaha), fiqh adalah mengetahui hukum-hukum shara’ yang
menjadi sifat bagi perbuatan para hamba (mukallaf), yaitu: wajib, sunnah, haram, makruh
dan mubah.
Lebih lanjut, Hasan Ahmad khatib mengatakan bahwa yang dimaksud dengan fiqh
Islam ialah sekumpulan hukum shara’ yang sudah dibukukan dari berbagai madzhab yang
empat atau madzhab lainnya dan dinukilkan dari fatwa-fatwa sahabat dan tabi’in, baik dari
fuqaha yang tujuh di madinah maupun fuqaha makkah, fuqaha sham, fuqaha mesir, fuqaha
Iraq, fuqaha basrah dan lain-lain.
B. Sejarah perkembangan Fiqh
1. Zaman Rasulullah S.A.W.
Pada zaman Rasulullah S.A.W., hukum-hukum diambil dari wahyu (al-Quran) dan
penjelasan oleh baginda (as-Sunnah). Segala masalah yang timbul akan dirujuk kepada
Rasulullah S.A.W. dan baginda akan menjawab secara terus berdasarkan ayat al-Quran
yang diturunkan atau penjelasan baginda sendiri. Namun, terdapat sebagian Sahabat
yang tidak dapat merujuk kepada Nabi lantaran berada di tempat yang jauh daripada
baginda, misalnya Muaz bin Jabal yang diutuskan ke Yaman. Baginda membenarkan
Muaz berijtihad dalam perkara yang tidak ditemui ketentuan di dalam al-Quran dan as-
Sunnah.
Setelah kewafatan Rasulullah S.A.W., sebarang masalah yang timbul dirujuk
kepada para Sahabat. Mereka mampu mengistinbat hukum terus dari al-Quran dan as-
Sunnah kerena:
a. Penguasaan bahasa Arab yang baik;
b. Mempunyai pengetahuan mengenai sabab an-nuzul sesuatu ayat atau sabab wurud
al-hadis;
c. Mereka merupakan para Perawi Hadis
Hal ini menjadikan para Sahabat mempunyai kepakaran yang cukup untuk
mengistinbatkan hukum-hukum. Mereka menetapkan hukum dengan merujuk kepada
al-Quran dan as-Sunnah. Sekiranya mereka tidak menemui sebarang ketetapan hukum
tentang sesuatu masalah, mereka akan berijtihad dengan menggunakan kaedah qias.
Inilah cara yang dilakukan oleh para mujtahid dalam kalangan para Sahabat seperti
Saidina Abu Bakar as-Siddiq, Saidina Umar bin al-Khattab, Saidina Uthman bin Affan
dan Saidina Ali bin Abu Talib. Sekiranya mereka mencapai kata sepakat dalam sesuatu
hukum maka berlakulah ijma’.
Pada zaman ini, cara ulama’ mengambil hukum tidak jauh berbeda dengan zaman
Sahabat kerana jarak masa mereka dengan kewafatan Rasulullah S.A.W. tidak terlalu
jauh. Yang membedakannya ialah sekiranya sesuatu hukum tidak terdapat dalam al-
Quran, as-Sunnah dan al-Ijma’, mereka akan merujuk kepada pandangan para Sahabat
sebeum berijtihad. Oleh sebab itu idea untuk menyusun ilmu Usul al-Fiqh belum lagi
muncul ketika itu. Inilah cara yang digunakan oleh para mujtahid dalam kalangan
tabi’in seperti Sa’id bin al-Musayyib, ‘Urwah bin az-Zubair, Al-Qadi Syarih dan
Ibrahim an-Nakha’i.
Pada akhir Kurun Kedua Hijrah, keadaan umat Islam semakin berubah. Bilangan
umat Islam bertambah ramai sehingga menyebabkan berlakunya percampuran antara
orang Arab dan bukan Arab. Kesannya, penguasaan bahasa Arab dalam kalangan
orang-orang Arab sendiri menjadi lemah. Ketika itu timbul banyak masalah baru yang
tiada ketentuan hukumnya dalam al-Quran dan as-Sunnah secara jelas. Hal ini
menyebabkan para ulama’ mulai menyusun kaedah-kaedah tertentu yang dinamakan
ilmu Usul al-Fiqh untuk dijadikan landasan kepada ijtihad mereka.
Ilmu Usul al-Fiqh disusun sebagai satu ilmu yang tersendiri di dalam sebuah kitab
berjudul ar-Risalah karangan al-Imam Muhammad bin Idris as-Syafie. Kitab ini
membincangkan tentang al-Quran dan as-Sunnah dari segi kehujahan serta kedudukan
kedua-duanya sebagai sumber penentuan hukum
2. Sejarah Perkembangan Fiqh
Terdapat perbedaan periodisasi fiqh di kalangan ulama fiqh kontemporer.
Muhammad Khudari Bek (ahli fiqh dari Mesir) membagi periodisasi fiqh menjadi enam
periode. Menurut Mustafa Ahmad az-Zarqa, periode keenam yang dikemukakan
Muhammad Khudari Bek tersebut sebenarya bisa dibagi dalam dua periode, karena
dalam setiap periodenya terdapat ciri tersendiri. Periodisasi menurut az-Zarqa adalah
sebagai berikut:
a. Periode risalah.
Periode ini dimulai sejak kerasulan Muhammad SAW sampai wafatnya Nabi
SAW (11 H./632 M.). Pada periode ini kekuasaan penentuan hukum sepenuhnya
berada di tangan Rasulullah SAW. Sumber hukum ketika itu adalah Al-Qur'an dan
sunnah Nabi SAW. Pengertian fiqh pada masa itu identik dengan syarat, karena
penentuan hukum terhadap suatu masalah seluruhnya terpulang kepada Rasulullah
SAW.
Periode awal ini juga dapat dibagi menjadi periode Makkah dan periode
Madinah. Pada periode Makkah, risalah Nabi SAW lebih banyak tertuju pada
masalah aqidah. Ayat hukum yang turun pada periode ini tidak banyak jumlahnya,
dan itu pun masih dalam rangkaian mewujudkan revolusi aqidah untuk mengubah
sistem kepercayaan masyarakat jahiliyah menuju penghambaan kepada Allah SWT
semata. Pada periode Madinah, ayat-ayat tentang hukum turun secara bertahap.
Pada masa ini seluruh persoalan hukum diturunkan Allah SWT, baik yang
menyangkut masalah ibadah maupun muamalah. Oleh karenanya, periode Madinah
ini disebut juga oleh ulama fiqh sebagai periode revolusi sosial dan politik.
b. Periode al-Khulafaur Rasyidun.
Periode ini dimulai sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW sampai Mu'awiyah
bin Abu Sufyan memegang tampuk pemerintahan Islam pada tahun 41 H./661 M.
Sumber fiqh pada periode ini, disamping Al-Qur'an dan sunnah Nabi SAW, juga
ditandai dengan munculnya berbagai ijtihad para sahabat. Ijtihad ini dilakukan
ketika persoalan yang akan ditentukan hukumnya tidak dijumpai secara jelas dalam
nash. Pada masa ini, khususnya setelah Umar bin al-Khattab menjadi khalifah (13
H./634 M.), ijtihad sudah merupakan upaya yang luas dalam memecahkan berbagai
persoalan hukum yang muncul di tengah masyarakat. Persoalan hukum pada
periode ini sudah semakin kompleks dengan semakin banyaknya pemeluk Islam
dari berbagai etnis dengan budaya masing-masing.
Pada periode ini, untuk pertama kali para fuqaha berbenturan dengan budaya,
moral, etika dan nilai-nilai kemanusiaan dalam suatu masyarakat majemuk. Hal ini
terjadi karena daerah-daerah yang ditaklukkan Islam sudah sangat luas dan masing-
masing memiliki budaya, tradisi, situasi dan komdisi yang menantang para fuqaha
dari kalangan sahabat untuk memberikan hukum dalam persoalan-persoalan baru
tersebut. Dalam menyelesaikan persoalan-persoalan baru itu, para sahabat pertama
kali merujuk pada Al-Qur'an. Jika hukum yang dicari tidak dijumpai dalam Al-
Qur'an, mereka mencari jawabannya dalam sunnah Nabi SAW. Namun jika dalam
sunnah Rasulullah SAW tidak dijumpai pula jawabannya, mereka melakukan
ijtihad.
c. Periode awal pertumbuhan fiqh.
Masa ini dimulai pada pertengahan abad ke-1 sampai awal abad ke-2 H.
Periode ketiga ini merupakan titik awal pertumbuhan fiqh sebagai salah satu
disiplin ilmu dalam Islam. Dengan bertebarannya para sahabat ke berbagai daerah
semenjak masa al-Khulafaur Rasyidin (terutama sejak Usman bin Affan menduduki
jabatan Khalifah, 33 H./644 M.), munculnya berbagai fatwa dan ijtihad hukum yang
berbeda antara satu daerah dengan daerah lain, sesuai dengan situasi dan kondisi
masyarakat daerah tersebut.
Di Irak, Ibnu Mas'ud muncul sebagai fuqaha yang menjawab berbagai
persoalan hukum yang dihadapinya di sana. Dalam hal ini sistem sosial masyarakat
Irak jauh berbeda dengan masyarakat Hedzjaz atau Hijaz (Makkah dan Madinah).
Saat itu, di Irak telah terjadi pembauran etnik Arab dengan etnik Persia, sementara
masyarakat di Hedzjaz lebih bersifat homogen. Dalam menghadapi berbagai
masalah hukum, Ibnu Mas'ud mengikuti pola yang telah di tempuh Umar bin al-
Khattab, yaitu lebih berorientasi pada kepentingan dan kemaslahatan umat tanpa
terlalu terikat dengan makna harfiah teks-teks suci. Sikap ini diambil Umar bin al-
Khattab dan Ibnu Mas'ud karena situasi dan kondisi masyarakat ketika itu tidak
sama dengan saat teks suci diturunkan. Atas dasar ini, penggunaan nalar (analisis)
dalam berijtihad lebih dominan. dari perkembangan ini muncul madrasah atau
aliran ra'yu (akal) (Ahlulhadits dan Ahlurra'yi). Sementara itu, di Madinah yang
masyarakatnya lebih homogen, Zaid bin Sabit (11 SH./611 M.-45 H./ 665 M.) dan
Abdullah bin Umar bin al-Khattab (Ibnu Umar) bertindak menjawab berbagai
persoalan hukum yang muncul di daerah itu. Sedangkan di Makkah, yang bertindak
menjawab berbagai persoalan hukum adalah Abdullah bin Abbas (Ibnu Abbas) dan
sahabat lainnya. Pola dalam menjawab persoalan hukum oleh para fuqaha Madinah
dan Makkah sama, yaitu berpegang kuat pada Al-Qur'an dan hadits Nabi SAW. Hal
ini dimungkinkan karena di kedua kota inilah wahyu dan sunnah Rasulullah SAW
diturunkan, sehingga para sahabat yang berada di dua kota ini memiliki banyak
hadits. Oleh karenanya, pola fuqaha Makkah dan Madinah dalam menangani
berbagai persoalan hukum jauh berbeda dengan pola yang digunakan fuqaha di Irak.
Cara-cara yang ditempuh para sahabat di Makkah dan Madinah menjadi cikal bakal
bagi munculnya alirah ahlulhadits. Ibnu Mas'ud mempunyai murid-murid di Irak
sebagai pengembang pola dan sistem penyelesaian masalah hukum yang dihadapi
di daerah itu, antara lain Ibrahim an-Nakha'i (w. 76 H.), Alqamah bin Qais an-
Nakha'i (w. 62 H.), dan Syuraih bin Haris al-Kindi (w. 78 H.) di Kufah; al-Hasan
al-Basri dan Amr bin Salamah di Basra; Yazid bin Abi Habib dan Bakir bin
Abdillah di Mesir; dan Makhul di Suriah. Murid-murid Zaid bin Tsabit dan
Abdullah bin Umar bin al-Khattab juga bermunculan di Madinah, diantaranya Sa'id
bin Musayyab (15-94 H.). Sedangkan murid-murid Abdullah bin Abbas diantaranya
Atha bin Abi Rabah (27-114 H.), Ikrimah bin Abi Jahal, dan Amr bin Dinar (w. 126
H.) di Makkah serta Tawus, Hisyam bin Yusuf, dan Abdul Razak bin Hammam di
Yaman. Murid-murid para sahabat tersebut, yang disebut sebagai generasi thabi'in,
bertindak sebagai rujukan dalam menangani berbagai persoalan hukum di zaman
dan daerah masing-masing. Akibatnya terbentuk mazhab-mazhab fiqh mengikuti
nama para thabi'in tersebut, diantaranya fiqh al-Auza'i, fiqh an-Nakha'i, fiqh
Alqamah bin Qais, dan fiqh Sufyan as-Sauri.
d. Periode keemasan.
Periode ini dimulai dari awal abad ke-2 sampai pada pertengahan abad ke-4 H.
Dalam periode sejarah peradaban Islam, periode ini termasuk dalam periode
Kemajuan Islam Pertama (700-1000). Seperti periode sebelumnya, ciri khas yang
menonjol pada periode ini adalah semangat ijtihad yang tinggi di kalangan ulama,
sehingga berbagai pemikiran tentang ilmu pengetahuan berkembang.
Perkembangan pemikiran ini tidak saja dalam bidang ilmu agama, tetapi juga dalam
bidang-bidang ilmu pengetahuan umum lainnya.
Dinasti Abbasiyah (132 H./750 M.-656 H./1258 M.) yang naik ke panggung
pemerintahan menggantikan Dinasti Umayyah memiliki tradisi keilmuan yang
kuat, sehingga perhatian para penguasa Abbasiyah terhadap berbagai bidang ilmu
sangat besar. Para penguasa awal Dinasti Abbasiyah sangat mendorong fuqaha
untuk melakukan ijtihad dalam mencari formulasi fiqh guna menghadapi persoalan
sosial yang semakin kompleks. Perhatian para penguasa Abbasiyah terhadap fiqh
misalnya dapat dilihat ketika Khalifah Harun ar-Rasyid (memerintah 786-809)
meminta Imam Malik untuk mengajar kedua anaknya, al-Amin dan al-Ma'mun.
Disamping itu, Khalifah Harun ar-Rasyid juga meminta kepada Imam Abu Yusuf
untuk menyusun buku yang mengatur masalah administrasi, keuangan,
ketatanegaraan dan pertanahan. Imam Abu Yusuf memenuhi permintaan khalifah
ini dengan menyusun buku yang berjudul al-Kharaj. Ketika Abu Ja'far al-Mansur
(memerintah 754-775) menjadi khalifah, ia juga meminta Imam Malik untuk
menulis sebuah kitab fiqh yang akan dijadikan pegangan resmi pemerintah dan
lembaga peradilan. Atas dasar inilah Imam Malik menyusun bukunya yang berjudul
al-Muwaththa' (Yang disepakati).
Pada awal periode keemasan ini, pertentangan antara ahlulhadits dan ahlurra
'yi sangat tajam, sehingga menimbulkan semangat berijtihad bagi masing-masing
aliran. Semangat para fuqaha melakukan ijtihad dalam periode ini juga mengawali
munculnya mazhab-mazhab fiqh, yaitu Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan
Hambali. Upaya ijtihad tidak hanya dilakukan untuk keperluan praktis masa itu,
tetapi juga membahas persoalan-persoalan yang mungkin akan terjadi yang dikenal
dengan istilah fiqh taqdiri (fiqh hipotetis).
Pertentangan kedua aliran ini baru mereda setelah murid-murid kelompok
ahlurra'yi berupaya membatasi, mensistematisasi, dan menyusun kaidah ra'yu yang
dapat digunakan untuk meng-istinbat-kan hukum. Atas dasar upaya ini, maka aliran
ahlulhadits dapat menerima pengertian ra'yu yang dimaksudkan ahlurra'yi,
sekaligus menerima ra'yu sebagai salah satu cara dalam meng-istinbat-kan hukum.
Upaya pendekatan lainnya untuk meredakan ketegangan tersebut juga
dilakukan oleh ulama masing-masing mazhab. Imam Muhammad bin Hasan asy-
Syaibani, murid Imam Abu Hanifah, mendatangi Imam Malik di Hedzjaz untuk
mempelajari kitab al-Muwaththa' yang merupakan salah satu kitab ahlulhadits.
Sementara itu, Imam asy-Syafi'i mendatangi Imam asy-Syaibani di Irak. Di
samping itu, Imam Abu Yusuf juga berupaya mencari hadits yang dapat mendukung
fiqh ahlurra'yi. Atas dasar ini, banyak ditemukan literatur fiqh kedua aliran yang
didasarkan atas hadits dan ra'yu. Periode keemasan ini juga ditandai dengan
dimulainya penyusunan kitab fiqh dan usul fiqh. Diantara kitab fiqh yang paling
awal disusun pada periode ini adalah al-Muwaththa' oleh Imam Malik, al-Umm
oleh Imam asy-Syafi'i, dan Zahir ar-Riwayah dan an-Nawadir oleh Imam asy-
Syaibani. Kitab usul fiqh pertama yang muncul pada periode ini adalah ar-Risalah
oleh Imam asy-Syafi'i. Teori usul fiqh dalam masing-masing mazhab pun
bermunculan, seperti teori kias, istihsan, dan al-maslahah al-mursalah.
e. Periode tahrir, takhrij dan tarjih dalam mazhab fiqh.
Periode ini dimulai dari pertengahan abad ke-4 sampai pertengahan abad ke-7
H. Yang dimaksudkan dengan tahrir, takhrij, dan tarjih adalah upaya yang
dilakukan ulama masing-masing mazhab dalam mengomentari, memperjelas dan
mengulas pendapat para imam mereka. Periode ini ditandai dengan melemahnya
semangat ijtihad dikalangan ulama fiqh. Ulama fiqh lebih banyak berpegang pada
hasil ijtihad yang telah dilakukan oleh imam mazhab mereka masing-masing,
sehingga mujtahid mustaqill (mujtahid mandiri) tidak ada lagi. Sekalipun ada ulama
fiqh yang berijtihad, maka ijtihadnya tidak terlepas dari prinsip mazhab yang
mereka anut. Artinya ulama fiqh tersebut hanya berstatus sebagai mujtahid fi al-
mazhab (mujtahid yang melakukan ijtihad berdasarkan prinsip yang ada dalam
mazhabnya). Akibat dari tidak adanya ulama fiqh yang berani melakukan ijtihad
secara mandiri, muncullah sikap at-ta'assub al-mazhabi (sikap fanatik buta terhadap
satu mazhab) sehingga setiap ulama berusaha untuk mempertahankan mazhab
imamnya.
Mustafa Ahmad az-Zarqa mengatakan bahwa dalam periode ini untuk pertama
kali muncul pernyataan bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Menurutnya, paling tidak
ada tiga faktor yang mendorong munculnya pernyataan tersebut.
Dorongan para penguasa kepada para hakim (qadi) untuk menyelesaikan
perkara di pengadilan dengan merujuk pada salah satu mazhab fiqh yang disetujui
khalifah saja.
Munculnya sikap at-taassub al-mazhabi yang berakibat pada sikap kejumudan
(kebekuan berpikir) dan taqlid (mengikuti pendapat imam tanpa analisis) di
kalangan murid imam mazhab.
Munculnya gerakan pembukuan pendapat masing-masing mazhab yang
memudahkan orang untuk memilih pendapat mazhabnya dan menjadikan buku itu
sebagai rujukan bagi masing-masing mazhab, sehinga aktivitas ijtihad terhenti.
Ulama mazhab tidak perlu lagi melakukan ijtihad, sebagaimana yang dilakukan
oleh para imam mereka, tetapi mencukupkan diri dalam menjawab berbagai
persoalan dengan merujuk pada kitab mazhab masing-masing. Dari sini muncul
sikap taqlid pada mazhab tertentu yang diyakini sebagai yang benar, dan lebih jauh
muncul pula pernyataan haram melakukan talfiq.
Persaingan antar pengikut mazhab semakin tajam, sehingga subjektivitas
mazhab lebih menonjol dibandingkan sikap ilmiah dalam menyelesaikan suatu
persoalan. Sikap ini amat jauh berbeda dengan sikap yang ditunjukkan oleh masing-
masing imam mazhab, karena sebagaimana yang tercatat dalam sejarah para imam
mazhab tidak menginginkan seorang pun mentaqlidkan mereka. Sekalipun ada
upaya ijtihad yang dilakukan ketika itu, namun lebih banyak berbentuk tarjih
(menguatkan) pendapat yang ada dalam mazhab masing-masing. Akibat lain dari
perkembangan ini adalah semakin banyak buku yang bersifat sebagai komentar,
penjelasan dan ulasan terhadap buku yang ditulis sebelumnya dalam masing-
masing mazhab.
f. Periode kemunduran fiqh.
Masa ini dimulai pada pertengahan abad ke-7 H. sampai munculnya Majalah
al-Ahkam al-'Adliyyah (Hukum Perdata Kerajaan Turki Usmani) pada 26 Sya'ban
l293. Perkembangan fiqh pada periode ini merupakan lanjutan dari perkembangan
fiqh yang semakin menurun pada periode sebelumnya. Periode ini dalam sejarah
perkembangan fiqh dikenal juga dengan periode taqlid secara membabi buta.Pada
masa ini, ulama fiqh lebih banyak memberikan penjelasan terhadap kandungan
kitab fiqh yang telah disusun dalam mazhab masing-masing. Penjelasan yang dibuat
bisa berbentuk mukhtasar (ringkasan) dari buku-buku yang muktabar (terpandang)
dalam mazhab atau hasyiah dan takrir (memperluas dan mempertegas pengertian
lafal yang di kandung buku mazhab), tanpa menguraikan tujuan ilmiah dari kerja
hasyiah dan takrir tersebut.
Setiap ulama berusaha untuk menyebarluaskan tulisan yang ada dalam mazhab
mereka. Hal ini berakibat pada semakin lemahnya kreativitas ilmiah secara mandiri
untuk mengantisipasi perkembangan dan tuntutan zaman. Tujuan satu-satunya yang
bisa ditangkap dari gerakan hasyiah dan takrir adalah untuk mempermudah
pemahaman terhadap berbagai persoalan yang dimuat kitab-kitab mazhab. Mustafa
Ahmad az-Zarqa menyatakan bahwa ada tiga ciri perkembangan fiqh yang
menonjol pada periode ini.
Munculnya upaya pembukuan terhadap berbagai fatwa, sehingga banyak
bermunculan buku yang memuat fatwa ulama yang berstatus sebagai pemberi fatwa
resmi (mufti) dalam berbagai mazhab. Kitab-kitab fatwa yang disusun ini
disistematisasikan sesuai dengan pembagian dalam kitab-kitab fiqh. Kitab-kitab
fatwa ini mencerminkan perkembangan fiqh ketika itu, yaitu menjawab persoalan
yang diajukan kepada ulama fiqh tertentu yang sering kali merujuk pada kitab-kitab
mazhab ulama fiqh tersebut.
Muncul beberapa produk fiqh sesuai dengan keinginan penguasa Turki
Usmani, seperti diberlakukannya istilah at-Taqaddum (kedaluwarsa) di pengadilan.
Disamping itu, fungsi ulil amri (penguasa) dalam menetapkan hukum (fiqh) mulai
diakui, baik dalam menetapkan hukum Islam dan penerapannya maupun
menentukan pilihan terhadap pendapat tertentu. Sekalipun ketetapan ini lemah,
namun karena sesuai dengan tuntutan kemaslahatan zaman, muncul ketentuan
dikalangan ulama fiqh bahwa ketetapan pihak penguasa dalam masalah ijtihad
wajib dihormati dan diterapkan. Contohnya, pihak penguasa melarang berlakunya
suatu bentuk transaksi. Meskipun pada dasarnya bentuk transaksi itu dibolehkan
syara', tetapi atas dasar pertimbangan kemaslahatan tertentu maka transaksi tersebut
dilarang, atau paling tidak untuk melaksanakan transaksi tersebut diperlukan
pendapat dari pihak pemerintah. Misalnya, seseorang yang berutang tidak
dibolehkan mewakafkan hartanya yang berjumlah sama dengan utangnya tersebut,
karena hal itu merupakan indikator atas sikapnya yang tidak mau melunasi utang
tersebut. Fatwa ini dikemukakan oleh Maula Abi as-Su 'ud (qadi Istanbul pada masa
kepemimpinan Sultan Sulaiman al-Qanuni [1520-1566] dan Salim [1566-1574] dan
selanjutnya menjabat mufti Kerajaan Turki Usmani).
Di akhir periode ini muncul gerakan kodifikasi hukum (fiqh) Islam sebagai
mazhab resmi pemerintah. Hal ini ditandai dengan prakarsa pihak pemerintah Turki
Usmani, seperti Majalah al-Ahkam al-'Adliyyah yang merupakan kodifikasi hukum
perdata yang berlaku di seluruh Kerajaan Turki Usmani berdasarkan fiqh Mazhab
Hanafi.

SOAL

1. Pada zaman Rasulullah S.A.W hukum-hukum diambil dari…


a. Kitab c. Al-Qur'an
b. Buku d. Al-Qur'an dan As-sunnah
2. Masa Periode awal pertumbuhan fiqh dimulai pada…
a. 1440H c. Abad ke 3-5H
b. 1339H d. Abad ke1-awal abad ke 2H
3. Dalam periode sejarah peradaban Islam, periode mana yang mencapai titik kejayaan,
jelaskan !
4. Dalam periode mana islam mengalami kemunduran ?
5. Jelaskan secara singkat sejarah fikih !

KD : 3.2 Menganalisis Ketentuan Pemulasaraan Jenazah

4.2 Mengomunikasikan hasil analisis tata cara pemulasaraan jenazah

Indikator, siswa mampu :

2.2.1 memahami ketentuan pemulasaraan jenazah


2.2.2 menjelaskan tata cara pemulasaraan Jenazah

Bab II
Ketetuan dan Tata Cara Pemulasaraan (memandikan) Jenazah
A. Ketentuan Memandikan Jenazah
Berikut beberapa ketentuan yang harus diketahui sebelum tata cara memandikan
jenazah:
1. Orang yang paling utama memandikan dan mengkafani jenazah laki-laki adalah
orang yang diberi wasiat, kemudian bapaknya, kakeknya, keluarga kandungnya,
keluarga terdekatnya yang laki-laki, dan istrinya.
2. Orang yang paling utama memandikan dan mengkafani jenazah perempuan adalah
ibunya, neneknya, keluarga terdekat dari pihak wanita serta suaminya.
3. Yang memandikan jenazah anak laki-laki boleh perempuan, sebaliknya untuk
jenazah anak perempuan boleh laki-laki yang memandikanya.
4. Jika seorang perempuan meninggal, sedangkan yang masih hidup semuanya hanya
laki-laki dan dia tidak mempunyai suami. Atau sebaliknya, seorang laki-laki
meninggal sementara yang masih hidup hanya perempuan saja dan tidak mempunyai
istri, jenazah tersebut tidak dimandikan tetapi cukup ditayamumkan oleh seorang dari
mereka dengan memakai sarung tangan.
Hukum ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW dalam dalam hadis Abu Daud dan
Baihaqi yang berbunyi, "Jika seorang meninggal di tempat laki-laki dan tidak ada
perempuan lain atau laki-laki meninggal di tempat perempuan-perempuan dan tidak ada
laki-laki selainnya, maka kedua jenazah itu ditayamumkan, lalu dikuburkan karena
kedudukannya sama seperti tidak mendapat air." (H.R Abu Daud dan Baihaqi)
Sebelum mengetahui tata cara memandikan jenazah beserta doanya, kamu perlu
mengetahui syarat orang yang bisa memandikan jenazah dan syarat jenazah yang
dimandikan. Syarat Orang Yang Dapat Memandikan Jenazah :
1. Beragama Islam, baligh, berakal atau sehat mental.
2. Berniat memandikan jenazah.
3. Mengetahui hukum memandikan jenazah
4. Amanah dan mampu menutupi aib jenazah.
Syarat Jenazah yang Dimandikan
1. Beragama Islam
2. Ada sebagian tubuhnya meski sedikit yang bisa dimandikan
3. Jenazah tidak mati syahid
4. Bukan bayi yang meninggal karena keguguran
5. Jika bayi lahir sudah meninggal, tidak wajib dimandikan
Peralatan Memandikan Jenazah, Berikut beberapa peralatan yang dibutuhkan sebagai
tata cara memandikan jenazah beserta doanya:
1. Tempat memandikan jenazah di tempat yang tertutup
2. Air secukupnya
3. Sabun, air yang diberi bubuk kapur barus dan wangi-wangian
4. Sarung tangan untuk memandikan jenazah
5. Sedikit kapas
6. Potongan atau gulungan kain kecil-kecil
7. Handuk dan kain basahan
Niat Memandikan Jenazah Perempuan dan Laki-laki, Sebagai tata cara memandikan
jenazah beserta doanya, kamu perlu memahami niat memandikan jenazah perempuan dan
laki-laki yang berbeda. Berikut niat memandikan jenazah perempuan:

‫ع ْن ه ِذ ِه ْال َم ِيِّت َ ِة ِهللِ ت َ َعالَى‬


َ ‫ن ََويْتُ ْالغُ ْس َل اَدَا ًء‬

Nawaitul ghusla adaa 'an hadzihil mayyitati lillahi ta'aalaa


Artinya: " Aku berniat memandikan untuk memenuhi kewajiban dari jenazah (wanita) ini
karena Allah Ta'ala."
Berikut niat memandikan jenazah laki-laki:

ِ ِّ‫س َل اَدَا ًء ع َْن هذَاا ْل َم ِي‬


‫ت ِهللِ ت َ َعالَى‬ ْ ُ‫نَ َويْتُ ا ْلغ‬

Nawaitul ghusla adaa 'an hadzal mayyiti lillahi ta'aalaa

Artinya: " Aku berniat memandikan untuk memenuhi kewajiban dari jenazah (pria) ini
karena Allah Ta'ala."

Tata Cara Memandikan Jenazah, Dengan mengetahui berbagai ketentuan dalam tata
cara memandikan jenazah, Berikut tata cara memandikan jenazah yang benar menurut
Islam:
1. Meletakkan jenazah dengan kepala agak tinggi di tempat yang disediakan untuk
dimandikan
2. Ambil kain penutup dari jenazah dan ganti dengan kain basahan agar auratnya tidak
terlihat
3. Setelah itu bersihkan giginya, lubang hidung, lubang telinga, celah ketiaknya, celah
jari tangan dan kaki serta rambutnya.
4. Bersihkan kotoran jenazah baik yang keluar dari depan maupun dari belakang terlebih
dahulu. Caranya, tekan perutnya perlahan-lahan agar apa yang ada di dalamnya keluar.
5. Siram atau basuh seluruh anggota tubuh jenazah dengan air sabun.
6. Kemudian siram dengan air yang bersih sambil berniat sesuai jenis kelamin jenazah
7. Siram atau basuh dari kepala hingga ujung kaki dengan air bersih. Siram sebelah kanan
dan kiri masing-masing 3 kali.
8. Memiringkan jenazah ke kiri, basuh bagian lambung kanan sebelah belakang.
9. Memiringkan jenazah ke kanan, basuh bagian lambung kirinya sebelah belakang.
10. Siram lagi dengan air bersih dari kepala hingga ujung kaki.
11. Setelah itu siram dengan air kapur barus.
12. Jenazah kemudian diwudhukan seperti orang yang berwudhu sebelum sholat.
13. Keringkan tubuh jenazah setelah dimandikan dengan handuk sehingga tidak
membasahi kain kafannya.

SOAL
1. Orang yang paling utama memandikan dan mengkafani jenazah laki-laki adalah…
a. Orang Yang diberi Wasiat c. Ibunya
b. Bapaknya d. Anaknya
2. Tata cara memandikan jenazah yang pertama adalah…
a. Meletakkan kepalanya c. Mengguyur badannya
b. Membasuh wajahnya d. Membasuh dengan air bersih
3. Jelaskan tata cara memandikan jenazah !
4. Sebutkan peralatan yang digunakan untuk memandikan jenazah !
5. Apa saja ketentuan memandikan jenazah !

KD : 3.3 Mengevaluasi Ketentuan zakat dalam hukum Islam dan undang-undang pengelolaan
zakat.
4.3 Mengomunikasikan penerapan ketentuan zakat dan undang-undang pengelolaan zakat
Indikator, siswa mampu mengetahui :
3.3.1 memahami Ketentuan zakat dalam hukum Islam dan undang-undang pengelolaan zakat.
3.3.2 memahami penerapan ketentuan zakat dan undang-undang pengelolaan zakat.
Bab III
Ketentuan Zakat dalam Hukum Islam dan Undang-undang Pengelolaan Zakat.

A. Ketentuan Zakat dalam Islam

‫ع ِلي ٌم‬
َ ‫س ِمي ٌع‬ ‫س َك ٌن لَ ُه ْم ۗ َو ه‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫علَ ْي ِه ْم ۖ إِ هن‬
َ َ‫ص ََلتَك‬ َ ‫ط ِ ِّه ُر ُه ْم َوتُزَ ِ ِّكي ِه ْم بِ َها َو‬
َ ‫ص ِِّل‬ َ ‫ُخ ْذ ِم ْن أ َ ْم َوا ِل ِه ْم‬
َ ُ ‫صدَقَةً ت‬

“Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan
dan menyucikan mereka.”(QS. at-Taubah [9]: 103)

Dalam Islam, membayar zakat menjadi kewajiban tiap muslim bila hartanya sudah
mencapai nisab. Amalan yang masuk dalam rukun islam ini menjadi syarat pokok tegaknya
syariat Islam. Karena itu, kita perlu memahami apa saja yang menjadi persyaratan dan
ketentuan zakat.
Pada dasarnya zakat terpilah menjadi dua jenis. Di antaranya yang cukup dikenal
adalah Zakat Fitrah, yakni zakat dilaksanakan menjelang solat Idul Fitri.
Ketentuan Zakat Fitrah, Zakat fitrah ini dikeluarkan setiap setahun sekali di Bulan
Ramadhan. Besarannya sesuai ketentuan zakat fitrah, yakni 2,5 kilogram hingga 3,5 liter
makanan pokok yang digunakan sehari-hari dan ditunaikan oleh setiap jiwa.
Selain makanan pokok atau beras, zakat fitrah juga bisa dibayarkan dengan bentuk
uang. Ketentuan zakat bentuk uang ini disesuaikan pula dengan harga makanan pokok yang
dikonsumsi oleh pemberi zakat. Misalnya setiap hari kita makan dengan beras yang dibeli
seharga Rp13 ribu per kilogram, maka zakat fitrah yang harus dikeluarkan seharga bahan
makanan yang sama.
Jenis zakat lain adalah zakat maal. Jika diperinci, zakat maal juga terdiri atas beragam
jenis seperti zakat penghasilan atau profesi, perdagangan, saham, perusahaan, dan lain
sebagainya.
Zakat Maal, Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) menyebut maal atau harta yang
dimaksud memiliki dua syarat, yaitu:
1. Dapat dimiliki, disimpan, dihimpun, dikuasai
2. Dapat diambil manfaat sesuai ghalibnya, misal: rumah, ternak, mobil, hasil pertanian,
uang, emas, dan perhiasan lainnya.
Seorang muslim wajib mengeluarkan zakat atas hartanya tersebut dengan ketentuan zakat
sebesar 2,5 persen dari jumlah total yang dimiliki. Harta yang dimiliki itu, memiliki syarat
ketentuan seperti:
1. Dimiliki penuh
2. Bertambah atau berkembang
3. Lebih dari kebutuhan pokok
4. Bebas dari hutang
5. Cukup nisab
6. Sudah berlalu satu tahun
Maka jika harta kita sudah memenuhi ketentuan zakat alias sudah mencapai satu nisab
atau 85 gram emas, kita wajib mengeluarkan zakat maal. Sebagai contoh, simak ilustrasi
berikut:
A memiliki emas yang tersimpan seharga Rp100 juta selama satu tahun. Jika saat ini
harga emas per gram adalah Rp622 ribu, maka nisab zakat (85 gram emas)adalah Rp52.870
.000.
Dengan begitu, A sudah wajib menunaikan zakat maal dengan jumlah yang dibayarkan
seperti hitungan di bawah ini:
2,5 % x Rp 100 juta = Rp 2.500.000
Ketentuan Zakat Penghasilan atau Profesi, Zakat penghasilan dikeluarkan dari
penghasilan yang diperoleh dari pengembangan diri dengan cara sesuai syariat. Zakat
penghasilan ini dianalogikan seperti zakat hasil pertanian yang dibayarkan ketika sudah
memperoleh hasilnya.
Ketentuan zakat profesi yakni ketika sudah memiliki nisab 653 kilogram gabah atau
524 kilogram beras. Sedangkan besarannya tetap mengikuti kadar zakat maal, yaitu 2,5
persen.
Misalnya, A menerima penghasilan Rp10 juta. Kemudian harga beras yang biasa
dimakan saat ini adalah Rp10 ribu per kilogram. Sehingga jika dikalikan 524 kilogram
beras jumlahnya adalah Rp5.240.000. Dengan demikian, jumlah zakat penghasilan yang
harus dibayarkan senilai:
2,5 % x Rp 10 juta = Rp 250.000
Orang yang berhak menerima zakat, Sebagai salah satu amalan yang diwajibkan, zakat
memiliki ketentuan penerima yang telah diatur di dalam al-Quran. Tepatnya dalam surat at-
Taubah [9] ayat ke 60, yaitu:
‫سبِي ِل ه‬
ِ‫َّللا‬ ِ ‫ب َو ْالغ‬
َ ‫َار ِمينَ َوفِي‬ ِّ ِ ‫علَ ْي َها َو ْال ُم َؤلهفَ ِة قُلُوبُ ُه ْم َوفِي‬
ِ ‫الرقَا‬ َ َ‫املِين‬ ِ َ‫ين َو ْالع‬ِ ‫سا ِك‬َ ‫اء َو ْال َم‬
ِ ‫صدَقَاتُ ِل ْلفُقَ َر‬‫ِإنه َما ال ه‬
‫ع ِلي ٌم َح ِكي ٌم‬
َ ُ‫َّللا‬ ‫ضةً ِمنَ ه‬
‫َّللاِ ۗ َو ه‬ َ ‫س ِبي ِل ۖ فَ ِري‬ ‫َواب ِْن ال ه‬

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang


miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka
yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Berdasarkan ayat di atas, ada 8 golongan orang yang berhak menerima
zakat. Baznas mendeskripsikan masing-masing golongan sebagai berikut:
1. Fakir, yaitu mereka yang hampir tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu memenuhi
kebutuhan pokok hidup
2. Miskin, yaitu mereka yang memiliki harta namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
dasar untuk hidup
3. Amil, yaitu mereka yang mengumpulkan dan mendistribusikan zakat
4. Mu’allaf, yaitu mereka yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk
menguatkan dalam tauhid dan syari’ah
5. Hamba Sahaya, yaitu budak yang ingin memerdekakan dirinya
6. Gharimini, yaitu mereka yang berhutang untuk kebutuhan hidup dalam mempertahankan
jiwa dan izzahnya
7. Fisabililllah, yaitu mereka yang berjuang di jalan Allah dalam bentuk kegiatan dakwah ,
jihad, dan sebagainya
8. Ibnus Sabil, yaitu mereka yang kehabisan biaya di perjalanan dalam ketaatan kepada Allah
UU 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
Zakat merupakan pranata keagamaan yang bertujuan untuk meningkatkan keadilan dan
kesejahteraan masyarakat sehingga perlu diatur untuk meningkatkan daya guna dan hasil
guna, zakat harus dikelola secara melembaga sesuai dengan syariat Islam. UU 23 tahun
2011 tentang Pengelolaan Zakat diundangkan untuk mengganti Undang-Undang Nomor
38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan
kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu diganti dengan yang baru dan sesuai.
Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian
dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Zakat sendiri artinya
adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan
kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. Zakat berbeda dengan infak
dan sedekah. Infak adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar
zakat untuk kemaslahatan umum. Sedekah adalah harta atau nonharta yang dikeluarkan
oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum.
Dalam upaya mencapai tujuan pengelolaan zakat, dibentuk Badan Amil Zakat
Nasional (BAZNAS) yang berkedudukan di ibu kota negara, BAZNAS provinsi, dan
BAZNAS kabupaten/kota. BAZNAS merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang
bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri. BAZNAS
merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional.
Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ).
Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri.
LAZ wajib melaporkan secara berkala kepada BAZNAS atas pelaksanaan pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit syariat dan keuangan.
SOAL

1. Ketentuan Zakat dalam Islam dijelaskan dalam surat…

a. taubah ayat 103 c. Ali Imron ayat 60

b. Al Insyirah ayat 4 d. An-Nas ayat 5

2. Zakat Fitrah dikeluarkan pada bulan

a. Rajab c. Ramadhan

b. Sya'ban d. Dzulhijjah

3. jelaskan Undang-undang tentang zakat !

4. jelaskan pengertian Zakat mall !

5. jelaskan dan sebutkan golongan yang berhak menerima zakat !

KD : 3.4 Menganalisis Implementasi Haji dan Umrah

4.4 Menyajikan Hasil analisis tentang problematika pelaksanaan haji

Indikator, siswa mampu memahami :

4.4.1 mampu memahami Implementasi Haji dan Umrah

4.4.2 mampu menjelaskan tentang problematika pelaksanaan haji

Bab IV
Haji dan Umrah
A. Pengertian Haji dan Umrah
Pengertian haji menurut bahasa (etimologi) adalah pergi ke Baitullah (Kakbah) untuk
melaksanakan ibadah yang telah ditetapkan atau ditentukan Allah swt.
Pengertian haji secara istilah (terminologi) adalah pergi beribadah ke tanah suci (Mekah),
melakukan tawaf, sa’i, dan wukuf di Padang Arafah serta melaksanakan semua ketentuan-
ketentuan haji di bulan Zulhijah.
Pengertian umrah menurut bahasa (etimologi) yaitu diambil dari kata “i’tamara” yang
artinya berkunjung. Di dalam syariat, umrah artinya adalah berkunjung ke Baitullah
(Masjidil Haram) dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah dengan memenuhi syarat
tertentu yang waktunya tidak ditentukan seperti halnya haji.
Hukum Haji dan Umrah Hukum melaksanakan haji adalah wajib bagi setiap muslim
yang mampu, sesuai dengan firman Allah dalam Surah Ali Imran Ayat 97
ً ِ‫سب‬
ۚ ‫يَل‬ َ ‫ع ِإلَ ْي ِه‬
َ ‫طا‬ ِ ‫اس ِح ُّج ْالبَ ْي‬
َ َ ‫ت َم ِن ا ْست‬ ِ ‫علَى النه‬
َ ِ‫ِيم ۖ َو َم ْن دَ َخلَهُ َكانَ ِآمنًا ۗ َو ِ هّلِل‬َ ‫فِي ِه آ َياتٌ بَ ِيِّنَاتٌ َمقَا ُم ِإب َْراه‬
َ‫عن ْال َعالَ ِمين‬َ ‫ي‬ ٌّ ِ‫غن‬ ‫َو َم ْن َكفَ َر فَإ ِ هن ه‬
َ َ‫َّللا‬
Artinya: “Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata (di antaranya) maqam Ibrahin,
barang siapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia. Mengerjakan haji adalah
kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan
perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari (kewajiban haji) maka sesungguhnya
Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS Ali Imran: 97).
Sebagian ulama berpendapat bahwa umrah hukumnya mutahabah artinya baik untuk
dilakukan dan tidak diwajibkan. Hadis Nabi Muhammad saw. menyatakan sebagai berikut.
Artinya: Haji adalah fardu sedangkan umrah adalah “tatawwu.” Tatawwu maksudnya ialah
tidak diwajibkan, tetapi baik dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan
melakukannya lebih utama daripada meninggalkannya karena tatawwu mempunyai
ganjaran pahala.
B. Syarat, Rukun, Wajib, serta Sunah Haji dan Umrah
Syarat Haji, Syarat wajib haji adalah mampu (kuasa), Islam, Berakal, Balig, Merdeka
Rukun haji adalah sebagai berikut.
1. Ihram
Ihram yaitu berniat untuk mulai mengerjakan ibadah haji dengan memakai kain putih
yang tidak dijahit. Ibadah ini dimulai setelah sampai di miqat (batas-batas yang telah
ditetapkan).
2. miqat zamani, yakni batas yang telah ditentukan berdasarkan waktu. Mulai bulan
Syawal sampai terbit fajar tanggal 10 Zulhijah. Maksudnya, hanya pada masa itulah
ibadah haji bisa dilaksanakan.
3. miqat makani yakni, batas yang telah ditetapkan berdasarkan tempat. Miqat makani
dibagi
ke dalam beberapa temjat yaitu sebagai berikut.
a. Bagi orang yang bermukim di Mekah, niat ihram dihitung sejak keluar dari Mekah.
b. Bagi orang yang berasal dari Madinah dan sekitarnya, niat ihram dimulai sejak
mereka sampai di Dzulhulaifah (Bir Ali).
c. Bagi orang dari Syam, Mesir, dan arah barat, memulai ihram mereka ketika sampai
di Juhfah.
d. Bagi orang yang datang dari Yaman dan Hijaz, ihram dimulai setelah mereka
sampai di bukit Qarnul Manazil.
e. Bagi orang dari India, Indonesia, dan negara yang searah memulai ihram setelah
mereka berada di bukit Yalamlam.
f. Bagi orang yang datang dari arah Irak dan yang searah dengannya, ihram dimulai
dari Dzatu Irqin.
4. Wukuf di Arafah
Wukuf di Arafah adalah berhenti di Padang Arafah sejak tergelintirnya matahari
tanggal 9 Zulhijah sampai terbit fajar pada tanggal 10 Zulhijah.
5. Tawaf Ifadah
Tawaf ifadah adalah mengelilingi Kakbah sebanyak 7 kali dengan syarat sebagai
berikut.
a. Suci dari hadas dan najis baik badan maupun pakaian.
b. Menutup aurat.
c. Kakbah berada di sebelah kiri orang yang mengelilinginya.
d. Memulai tawaf dari arah hajar aswad (batu hitam) yang terletak di salah satu pojok
di luar Kakbah.
Macam-macam tawaf itu sendiri ada lima macam yaitu seperti berikut ini.
a. Tawaf qudum adalah tawaf yang dilakukan ketika baru sampai di Mekah
b. Tawaf ifadah adalah tawaf yang menjadi rukun haji
c. Tawaf sunah adalah tawaf yang dilakukan semata-mata mencari rida Allah.
d. Tawaf nazar adalah tawaf yang dilakukan untuk memenuhi nazar.
e. Tawaf wada adalah tawaf yang dilakukan sebelum meninggalkan kota Mekah
6. Sa’i
Sa’i adalah lari-lari kecil atau jalan cepat antara Safa dan Marwa (keterangan lihat
QS Al Baqarah: 158). Syarat-syarat sa’i adalah sebagai berikut.
a. Dimulai dari bukit Safa dan berakhir di bukit Marwa.
b. Dilakukan sebanyak tujuh kali.
c. Melakukan sa’i setelah tawaf qudum.
7. Tahalul
Tahalul adalah mencukur atau menggunting rambut sedikitnya tiga helai. Pihak
yang mengatakan bercukur sebagai rukun haji, beralasan karena tidak dapat diganti
dengan penyembelihan.
8. Tertib.
Tertib maksudnya adalah menjalankan rukun haji secara berurutan.
Wajib Haji
Wajib haji ada tujuh macam, yakni sebagai berikut.
a. Ihram mulai dari miqat.
b. Bermalam di Muzdalifah pada malam hari raya haji.
c. Melempar Jumratul Aqabah.
d. Melempar tiga jumrah yakni.
1. jumrah ula,
2. jumrah wusta, dan
3. jumrah aqabah.
Melempar jumrah ini dilakukan setiap hari pada tanggal 11, 12, dan 13 bulan
Zulhijah dan waktunya setelah tergelincir matahari. Masing-masing jumrah
dilempar sebanyak 7 (tujuh) kali dengan batu kecil.
e. Bermalam di Mina.
f. Tawaf wada.
g. Menjauhkan diri dari larangan atau perbuatan yang diharamkan dalam ihram dan
umrah yaitu sebagai berikut.
1) Bagi pria dilarang memakai pakaian berjahit.
2) Menutup kepala bagi pria dan menutup muka bagi wanita
3) Memotong kuku.
4) Membunuh hewan buruan.
5) Memakai wangi-wangian.
6) Hubungan suami isteri (bersetubuh)
7) Mengadakan aqad nikah (kawin atau mengawinkan).
8) Memotong rambut atau bulu badan yang lain.
Sunnah Haji
Adapun sunah haji ada enam perkara, yakni sebagai berikut.
a. Cara mengerjakan haji dan umrah. Terdapat tiga macam sunah mengerjakan haji dan
umrah yaitu sebagai berikut.
1) Ifrad: melakukan haji lebih dahulu, kemudian barn umrah.
2) Tamattu: mendahulukan umrah, kemudian haji.
3) Qiran: ibadah haji dan umrah dilakukan secara bersama-sama.
b. Membaca talbiyah selama dalam ihram sampai melempar jumrah aqabah pada Hari
Raya Haji. (Idul Adha).
c. Berdoa setelah membaca talbiyah.
d. Berzikir sewaktu tawaf.
e. Salat dua rakaat sesudah tawaf.
f. Masuk ke Kakbah (Baitullah).
Adapun rukun dan wajib umrah lebih sedikit daripada haji, yakni sebagai berikut.
Rukun Umroh
a. Ihram disertai niat.
b. Tawaf atau mengelilingi Kakbah.
c. Sa’i lari-lari kecil antara Safa dan Marwa.
d. Bercukur atau memotong rambut minimal tiga helai.
Wajib Umroh
a. Ihram dari miqat yang terbagi menjadi dua macam yaitu sebagai berikut.
1) Miqat zamani (batas waktu) yakni dapat dilakukan sewaktu-waktu.
2) Miqat makani (batas mulai ihram) seperti halnya haji.
b. Menjaga diri dari larangan-larangan ihram yang jumlahnya sama dengan larangan haji.

C. Problematika Pelaksanaan Ibadah Haji


Ibadah haji merupakan Ibadah yang membutuhkan perbekalan dan kesabaran lebih
dari ibadah-ibadah lainnya. Banyak ujian akan dihadapi oleh jamaah yang akan
melaksanakan rukun Islam kelima ini mulai dari proses pendaftaran, pelaksanaan sampai
dengan kembali ke tanah air. Pengasuh Pesantren Al-Muawanah Fajaresuk Pringsewu KH
Tamrin Mahera mengharapkan bahwa hal ini hendaknya tidak mengurangi niatan dan cita-
cita dalam melaksanakan ibadah haji ke tanah suci. "Jangan khawatir jika harus menunggu
antrean, dana harus dititipkan di bank untuk waktu lama dan susahnya pengurusan
dokumentasi karena melakukan ibadah itu akan mendatangkan rezeki," lanjut Kiai Tamrin
saat menjadi pemateri Ngaji Ahad Pagi (Jihad Pagi) di Gedung NU Pringsewu, Ahad
(11/9). Ia menegaskan bahwa sesulit apapun dalam melaksanakan ibadah, jika yang
melakukan mengetahui manfaatnya maka kesabaran akan muncul secara otomatis. Dalam
Jihad Pagi yang dimoderatori langsung oleh Mustasyar PCNU KH Sujadi ini, Kiai Tamrin
juga menjelaskan dengan detil tentang proses perjalanan ibadah haji khususnya untuk
jamaah dari Indonesia. "Ada tiga jenis haji yang bisa dilaksanakan yaitu Haji Tamatu, Haji
Ifrad dan Haji Qiran. Tapi untuk sekarang Pemerintah Indonesia mengarahkan jamaah
untuk melaksanakan Haji Tamatu," katanya. Dalam Haji Tamatu, para Jamaah Haji
Indonesia mengerjakan ibadah umroh terlebih dahulu setelah itu baru melaksanakan ibadah
haji. "Kalau Haji Ifrod, jamaah melaksanakan haji dulu baru melaksanakan umrah. Kalau
Haji Qiran, jamaah melakukan ibadah umrah dan haji secara bersamaan," jelasnya. Kiai
Sujadi menambahkan bahwa selain perjuangan yang berat dalam melakukan perjalanan
haji, para jamaah juga akan menemui berbagai manfaat serta ilmu dalam ibadah tahunan
ini. Hal ini telah disebutkan dan dijelaskan dalam Al-Quran Surat Al-Hajj ayat 28 sebagai
penjelasan hikmah dan dasar dalam ibadah haji.

SOAL
1. Pengertian Umrah menurut bahasa adalah
a. Berkunjung c. Melaksanakan Ibadah
b. Pergi d. Baitullah
2. Hukum Haji adalah
a. Sunnah c. Wajib bagi yg mampu
b. Wajib d. Sunnah bagi yang mampu
3. Jelaskan rukun – rukun haji!
4. Jelaskan rukun – rukun umroh!
5. Sebutkan rukun – rukun umroh!
Materi

KD: 3.5 Menganalisis ketentuan pelaksanaan qurban dan aqiqah serta hikmahnya

4.5 Menyajikan hasil analisis ketentuan pelaksanaan qurban dan aqiqah sesuai syariat

Indikator, siswa mampu:

3.5.1 menjelaskan tata cara pelaksanaan qurban dan aqiqah

3.5.2 mempraktikan cara pelaksanaan qurban dan aqiqah

3.5.3 menjelaskan hikmah qurban dan aqiqah

QURBAN DAN AQIQAH

A. Qurban
1. Pengertian Qurban
Qurban menurut bahasa berasal dari kata berarti “dekat”, sedang menurut syariat
qurban berarti hewan yang disembelih dengan niat beribadah untuk mendekatkan diri
kepada Allah Swt. dengan syarat-syarat dan waktu tertentu, disebut juga udhiyah.
2. Hukum Qurban
Berqurban merupakan ibadah yang disyariatkan bagi keluarga muslim yang
mampu. Firman Allah Swt. QS. Al-Kautsar 1-2:

ِ َ‫اِ اَّنٓ اَعطَي نٰك الْ َكوثَر ف‬


َ ِ‫ص ِل لَرب‬
‫ك َو ْاْنَْر‬ َ َْ َ ْ ْ
”Sesungguhnya Kami telah memberi engkau (ya Muhammad) akan kebajikan yang
banyak. Sebab itu sembahyanglah engkau pada hari raya haji karena Allah dan
sembelihlah qurbanmu”.
Dari ayat tersebut, sebagian ulama berpendapat bahwa berqurban itu hukumnya
wajib, sedangkan Jumhur Ulama (sebagian besar ulama) berpendapat hukum berqurban
adalah sunah muakkad, dengan alasan sabda Rasulullah saw:

}‫امرت ابالنحر وهو سنة لكم {رواه الرتمض‬


”Aku diperintahkan berqurban dan qurban itu sunah bagimu.” (HR. Turmudzi).
Hukum qurban menjadi wajib apabila qurban tersebut dinadzarkan. Menurut Imam
Maliki, apabila seseorang membeli hewan dengan niat untuk berqurban, maka ia wajib
menyembelihnya.
3. Latar Belakang Terjadinya Ibadah Qurban
Di dalam Al-Qur’an telah terdokumentasikan secara nyata ketika Nabi Ibrahim a.s
bermimpi menyembelih putranya yang bernama Ismail a.s sebagai persembahan
kepada Allah Swt.. Mimpi itu kemudian diceritakan kepada Ismail a.s dan setelah
mendengar cerita itu ia langsung meminta agar sang ayah melaksanakan sesuai mimpi
itu karena diyakini benar-benar datang dari Allah Swt.. Sebagaimana Firman Allah
Swt. QS. As-Shaffat 102:

ِ ‫ك فَانْظُر ما َذا تَ ٰرى قَ َال ٰٓيَب‬


‫ت افْ َع ْل‬ َ ْ َ ُ‫نٓ اَ ْذ ََب‬ َِ‫َن اِِنٓ اَٰرى ِِف الْمنَ ِام ا‬
َ ْ َ ْ ‫فَلَ اما بَلَ َغ َم َعهُ ال اس ْع َي قَ َال يٰ بُ َا‬
ۤ ِ‫َما تُ ْؤَم ُۖر َستَ ِج ُد‬
ٰ ‫نٓ اِ ْن َشاءَ ٰاّللُ ِم َن‬
‫الصِ ِِبيْ َن‬ ْ ُ
Ibrahim berkata: Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu? Dia menjawab: Hai bapakku ,
kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. InsyaAllah engkau akan mendapatiku
termasuk orang-orang yang sabar (QS.As-shaffat 102).

Hari berikutnya, Ismail as dengan segala keikhlasan hati menyerahkan diri untuk
disembelih oleh ayahandanya sebagai persembahan kepada Allah Swt.. dan sebagai
bukti ketaatan Nabi Ibrahim As kepada Allah Swt., mimpi itu dilaksanakan. Acara
penyembelihan segera dilaksanakan ketika tanpa disadari yang di tangannya ada
seekor domba. Firman Allah Swt. QS. As-Shaffat [37]: 106-108:
ۤ
ِ ِ ٰ ِ ِ ٍ ِ ِ ِ ِ ٰ ِ
ُ ْ ‫ا ان ٰه َذا ََلَُو الْبَ ل ُؤاالْ ُمب‬
ُۖ ‫ َوتََرْكنَا َعلَْيه ِف ْاْلخريْ َن‬,‫ َوفَ َديْنٰهُ بذبْ ٍح َعظْيم‬,‫ْي‬
Artinya: sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata, dan kami tebus anak
itu dengan seekor sembelihan yang besar, dan kami abadikan untuk Ibrahim(pujian) di
kalangan orang-orang yang datang kemudian.( QS. As-Shaffat [37]: 106-108).
4. Waktu dan Tempat Menyembelih Qurban
Waktu yang ditetapkan untuk menyembelih qurban yaitu sejak selesai shalat Idul
Adha (10 Dzulhijjah) sampai terbenam matahari tanggal 13 Dhulhijjah. Sabda
Rasulullah saw:

}‫ُخَري{متفق عليه‬ ِ ُ‫من َكا َن َذبح ا ْن ت‬


ْ ‫صل َي فَ ْليَ ْذبَ ْح َم َك َاَنَا أ‬
َ ََ َْ
Artinya: barang siapa menyembelih (hewan qurban) sebelum kita mengerjakan
sholat maka hendaklah ia menyembelih yang lain sebagai gantinya .(muttafaqun alaih).
Tempat menyembelih sebaiknya dekat dengan tempat pelaksanaan shalat Idul
Adha. Hal ini sebagai sarana untuk syi’ar Islam. Sabda Rasulullah saw:

}‫ابملصلى{روه البخرى‬ ِ‫َكن رسو ُل ا‬


َ ‫نح ُر‬
َ َ‫اّلل صلم يَ ْذبَ ُح وي‬ ُْ َ َ
Artinya: nabi SAW. Biasa menyembelih qurban di tempat pelaksanaan shola
tied.(HR. bukhori)
5. Ketentuan Hewan Qurban
Hewan yang dijadikan qurban adalah hewan ternak, Hewan yang dimaksud adalah
unta, sapi, kerbau dan kambing atau domba. Adapun hewan-hewan tersebut dapat
dijadikan hewan qurban dengan syarat telah cukup umur dan tidak cacat, misalnya
pincang, sangat kurus, atau sakit. Ketentuan cukup umur itu adalah :
a. Domba sekurang-kurangnya berumur satu tahun atau telah tanggal giginya.
b. Kambing biasa sekurang-kurangnya berumur satu tahun.
c. Unta sekurang-kurangnya berumur lima tahun.
d. Sapi atau kerbau sekurang-kurangnya berumur dua tahun

Hewan yang sah untuk dikurbankan adalah hewan yang tidak cacat, baik karena
pincang, sangat kurus, putus telinganya, putus ekornya, atau kerena sakit. Seekor
kambing atau domba hanya untuk qurban satu orang, sedangkan seekor unta, sapi atau
kerbau masing-masing untuk tujuh orang.

6. Pemanfaatan Daging Qurban


Ibadah qurban bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. dan
memperoleh keridlaan-Nya, selain itu juga sebagai ibadah sosial untuk menyantuni
orang-orang yang lemah. Daging qurban sebaiknya dibagikan kepada fakir miskin
masih daging mentah, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. 1/3 untuk yang berqurban dan keluarganya
b. 1/3 untuk fakir miskin
c. 1/3 untuk hadiah kepada masyarakat sekita atau disimpan agar sewaktu waktu bisa
dimanfaatkan

Apabila qurban itu diniatkan sebagai nadzar maka daging wajib diberikan kepada
fakir miskin, orang yang qurban tidak boleh mengambil meskipun sedikit.

a. Sunah sunah dalam Menyembelih


Pada waktu menyembelih hewan qurban, disunahkan:
1. Melaksanakan sunah-sunah yang berlaku pada penyembelihan biasa, seperti:
membaca basmallah, membaca shalawat, menghadapkan hewan ke arah qiblat,
menggulingkan hewan ke arah rusuk kirinya, memotong pada pangkal leher,
serta memotong urat kiri dan kanan leher hewan.

2. Membaca takbir (‫اكِب‬ ‫) هللا‬


3. Membaca doa sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah saw.
4. Orang yang berqurban menyembelih sendiri hewan qurbannya. Jika ia
mewakilkan kepada orang lain, ia disunatkan hadir ketika penyembelihan
berlangsung
b. Hikmah Qurban
Hikmah qurban sebagaimana yang disyariatkan Allah Swt. mengandung
beberapa hikmah, baik pelaku, penerima maupun kepentingan umum, sebagai
berikut:
1. Bagi orang yang berqurban :
a) Menambah kecintaan kepada Allah Swt.
b) Menambah keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt.
c) Menunjukkan rasa syukur kepada Allah Swt.
d) Mewujudkan tolong menolong, kasih mengasihi dan rasa solidaritas.
2. Bagi penerima daging qurban:
a) Menambah keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt.
b) Bertambah semangat dalam hidupnya.
3. Bagi kepentingan umum :
a) Memperkokoh tali persaudaraan, karena ibadah qurban melibatkan
semua lapisan masyarakat.
b) Menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran beragama baik bagi orang
yang mampu maupun yang kurang mampu.
B. Aqiqah
1. Pengertian Aqiqah
Aqiqah dari segi bahasa berarti rambut yang tumbuh di kepala bayi. Sedangkan dari
segi istilah adalah binatang yang disembelih pada saat hari ketujuh atau kelipatan tujuh
dari kelahiran bayi disertai mencukur rambut dan memberi nama pada anak yang baru
dilahirkan.
2. Hukum Aqiqah
Aqiqah hukumnya sunah bagi orang tua atau orang yang mempunyai kewajiban
menanggung nafkah hidup si anak. Sabda Rasulullah saw. Yang artinya: “Setiap anak
tergadai dengan aqiqahnya yang disembelih baginya pada hari ketujuh, dicukur
rambutnya dan diberi nama.” (HR. Ahmad dan Imam yang empat)
3. Syariat Aqiqah
Disyariatkan aqiqah lebih merupakan perwujudan dari rasa syukur akan kehadiran
seorang anak. Sejauh ini dapat ditelusuri, bahwa yang pertama dilaksanakan aqiqah
adalah dua orang saudara kembar, cucu Nabi Muhammad saw. dari perkawinan
Fatimah dengan Ali bin Abi Thalib, yang bernama Hasan dan Husein. Peristiwa ini
terekam dalam hadits di bawah ini, yang artinya: “Dari Ibnu Abbas ra., sesungguhnya
Nabi saw. beraqiqah untuk Hasan dan Husein, masing-masing seekor kambing
kibas.”(HR. Abu Dawud ).
4. Jenis dan Syarat Hewan Aqiqah
Aqiqah untuk anak laki-laki dua ekor dan untuk anak perempuan seekor. Adapun
binatang yang dipotong untuk aqiqah, syarat-syaratnya sama seperti binatang yang
dipotong untuk qurban. Kalau pada daging qurban disunatkan menyedekahkan sebelum
dimasak, sedangkan daging aqiqah sesudah dimasak. Dalam hadits dari Aisyah ra yang
artinya:”Bahwasanya Rasulullah Saw. memerintahkan orang-orang agar menyembelih
aqiqah untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang umurnya sama, dan untuk anak
perempuan seekor kambing.”
5. Waktu Menyembelih Aqiqah
Penyembelihan aqiqah dilakukan pada hari ketujuh dari kelahiran anak. Jika hari
ketujuh telah berlalu, maka hendaklah menyembelih pada hari keempat belas. Jika hari
keempat belas telah berlalu, maka hendaklah pada hari kedua puluh satu.

6. Hikmah Aqiqah
Berbagai peribadahan dalam Islam tidak terlepas dari hikmah-hikmah yang
terkandung di dalamnya. Hal itu merupakan misi Islam sebagai agama Rahmatan li al-
alamin. Aqiqah merupakan satu bentuk peribadahan mempunyai hikmah sebagai
berikut:
a. Merupakan wujud rasa syukur kepada Allah Swt. atas segala rahmat dan karunia
yang telah dilimpahkan pada dirinya.
b. Menambah rasa cinta anak kepada orang tua, karena anak merasa telah diperhatikan
dan disyukuri kehadirannya di dunia ini, dan bagi orang tua merupakan bukti
keimanannya kepada Allah Swt.
c. Mewujudkan hubungan yang baik dengan tetangga dan sanak saudara yang ikut
merasakan gembira dengan lahirnya seorang anak karena mereka mendapat bagian
dari aqiqah tersebut.

Contoh Soal:

1. Pelaksanaan ibadah qurban hukumnya….


A. Wajib
B. Sunat muakad
C. Makruh
D. Mubah
E. Wajib kifayah
2. Waktu Pelaksanaan penyembelihan hewan qurban adalah….
A. Tanggal 9,10,11,12 dzulhijjah
B. Tanggal 10,11,12,13 dzulhijjah
C. Tanggal 10,11,12 dzulhijjah
D. Tanggal 11,12,13 dzulhijjah
3. Berikut ini adalah termasuk binatang yang tidak boleh dipergunakan untuk qurban
adalah….
A. Unta
B. Sapi
C. Kambing
D. Ayam
E. Biri-biri
4. Di bawah ini yang bukan termasuk hikmah aqiqah adalah….
A. Manifestasi rasa syukur
B. Merupakan bukti keimanan kepada Allah SWT.
C. Mewujudkan hubungan yang baik dengan tetangga
D. Menambah cinta anak kepada orang tua nantinya
E. Menebus dosa anak yang baru lahir
5. Ketika aqiqah di sunatkan menyukur rambut pada hari ke…
A. Kesatu
B. Ketiga
C. Kelima
D. Ketujuh
E. keenam

Materi

KD: 3.6 Menganalisis konsep akad, kepemilikan harta benda, ihyaaul mawwat

4.6 Menyajikan konsep akad, kepemilikan harta benda, ihyaaul mawwat

Indikator, siswa mampu:

3.6.1 menjelaskan aturan islam tentang kepemilikan

3.6.2 menjelaskan sebab-sebab kepemilikan


3.6.3 menyebutkan macam-macam kepemilikan

3.6.4 menjelaskan ketentuan akad

3.6.5 mempraktekan akad

KEPEMILIKAN DALAM ISLAM

A. Kepemilikan
1. Pengertian Kepemilikan (Milkiyah)

Milkiyah menurut bahasa berasal dari kata (‫ ) ِم ْلك‬artinya sesuatu yang berada

dalam kekuasaannya, sedang milkiyah menurut istilah adalah suatu harta atau barang
yang secara hukum dapat dimiliki oleh seseorang untuk dimanfaatkan dan dibenarkan
untuk dipindahkan penguasaannya kepada orang lain.

Menjaga dan mempertahankan hak milik hukumnya wajib, sebagaimana sabda


Rasulullah Saw. Yang artinya: “ Siapa yang gugur dalam mempertahankan hartanya ia
syahid, siapa yang gugur dalam mempertahankan darahnya ia syahid, siapa yang gugur
dalam mempertahankan agamanya ia syahid, siapa yang gugur dalam mempertahankan
keluarganya ia syahid”.

2. Sebab-sebab Kepemilikan
Harta benda atau barang dan jasa dalam Islam harus jelas status kepemilikannya,
karena dalam kepemilikan itu terdapat hak-hak dan kewajiban terhadap barang atau
jasa, misalnya kewajiban zakat itu apabila barang dan jasa itu telah menjadi miliknya
dalam waktu tertentu.

Kejelasan status kepemilikan dapat dilihat melalui sebab-sebab berikut:

a. Barang atau harta itu belum ada pemiliknya secara sah (Ihrazul Mubahat).
Contohnya : Ikan di sungai, ikan di laut, hewan buruan, Burung-burung di alam
bebas, air hujan dan lain-lain.
b. Barang atau harta itu dimiliki karena melalui akad (bil Uqud).
contohnya: lewat jual beli, hutang piutang, sewa menyewa, hibah atau pemberian
dan lain-lain.
c. Barang atau harta itu dimiliki karena warisan (bil Khalafiyah).
contohnya: mendapat bagian harta pusaka dari orang tua, mendapat barang dari
wasiat ahli waris.
d. Harta atau barang yang didapat dari perkembangbiakan ( minal mamluk).
Contohnya : Telur dari ayam yang dimiliki, anak sapi dari sapi yang dimiliki dan
lain-lain.
3. Macam-macam Kepemilikan
Kepemilikan terhadap suatu harta ada tiga macam, yaitu :
a. Kepemilikan penuh , yaitu penguasaan dan pemanfaatan terhadap benda atau
harta yang dimiliki secara bebas dan dibenarkan secara hukum.
b. Kepemilikan materi, yaitu kepemilikan seseorang terhadap benda atau barang
terbatas kepada penguasaan materinya saja.
c. Kepemilikan manfaat, yaitu kepemilikan seseorang terhadap benda atau barang
terbatas kepada pemanfaatannya saja, tidak dibenarkan secara hukum untuk
menguasai harta itu. Menurut Dr. Husain Abdullah kepemilikan dapat
dibedakan menjadi :
1) Kepemilikan pribadi (Individu), yaitu suatu harta yang dimiliki
seseorang atau kelompok, namun bukan untuk umum, Contohnya:
rumah, mobil, sawah dan lain-lain.
2) Kepemilikan publik (umum), yaitu harta yang dimiliki oleh banyak
orang. Contohnya: Jalan Raya, laut, lapangan olah raga dan lain-lain.
3) Kepemilikan Negara Contohnya: Gedung Sekolah Negeri, Gedung
Pemerintahan, Hutan dan lain-lain.
4. Ihrazul Mubahat dan Khalafiyah
a. Ihrazul Mubahat
1) Pengertian Ihrazul Mubahat (Barang bebas), maksudnya adalah bolehnya
seseorang memiliki harta yang tidak bertuan (belum dimiliki oleh seseorang
atau kelompok).
2) Syarat Ihrazul Mubahat, syarat untuk terpenuhinya ihrazul mubahat adalah
sebagai berikut :
a) Benda atau harta yang ditemukan itu belum ada yang memilikinya.
b) Benda atau harta yang ditemukan itu memang dimaksudkan untuk
dimilikinya. Contohnya : burung yang menyasar dan masuk ke rumah.
b. Khalafiyah
1) Pengertian Khalafiyah
Khalafiyah adalah bertempatnya seseorang atau sesuatu yang baru
ditempat yang lama yang sudah tidak ada dalam berbagai macam hak.
2) Macam-macam Khalafiyah
a) Khalafiyah Syakhsyun ’an syakhsyin
(seseorang terhadap seseorang) adalah kepemilikan suatu
harta dari harta yang ditinggalkan oleh pewarisnya, sebatas
memiliki harta bukan mewarisi hutang si pewaris.
b) Khalafiyah syai’un ‘an syai’in
(sesuatu terhadap sesuatu) adalah kewajiban seseorang
untuk mengganti harta / barang milik orang lain yang dipinjam
karena rusak atau hilang sesuai harga dari barang tersebut.
c. Ihyaul mawat
1) Pengertian Ihyaul Mawat
Ihyaul Mawat ialah upaya untuk membuka lahan baru atas tanah yang
belum ada pemiliknya. Misalnya, membuka hutan untuk lahan pertanian,
menghidupkan lahan tidur menjadi produktif yang berasal dari rawa-rawa yang
tidak produktif atau tanah tidur lainnya agar menjadi produktif.
2) Hukum Ihyaul Mawat Menghidupkan lahan yang mati hukumnya boleh
(mubah) berdasarkan hadits Rasulullah Saw., yang artinya: “Barang siapa yang
menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi haknya, orang yang
mengalirkan air dengan dzalim tidak mempunyai haknya.
3) Syarat membuka lahan baru
a) Tanah yang dibuka itu cukup hanya untuk keperluannya saja, apabila lebih
orang lain boleh mengambil sisanya.
b) Ada kesanggupan dan cukup alat untuk meneruskannya, bukan semata-
mata sekedar untuk menguasai tanahnya saja.
4) Hikmah Ihyaul Mawat
a) Mendorong manusia untuk bekerja keras dalam mencari rezeki.
b) Munculnya rasa kemandirian dan percaya diri bahwa di dalam jagad raya
ini terdapat potensi alam yang dapat dikembangkan untuk kemaslahatan
hidup.
c) Termanfaatkannya potensi alam sebagai manifestasi rasa syukur kepada
Allah atas kemampuan manusia dalam bidang IPTEK.
5) Hikmah Kepemilikan
Ada beberapa hikmah disyariatkannya kepemilikan dalam Islam, antara
lain:
a. Terciptanya rasa aman dan tenteram dalam kehidupan bermasyarakat.
b. Terlindunginya hak-hak individu secara baik.
c. Menumbuhkan sikap kepedulian terhadap fasilitas-fasilitas umum.
d. Timbulnya rasa kepedulian sosial yang semakin tinggi.
B. Akad
1. Pengertian dan Dasar Hukum Akad
Akad menurut bahasa artinya ikatan atau persetujuan, sedangkan menurut istilah
akad adalah transaksi atau kesepakatan antara seseorang (yang menyerahkan) dengan
orang lain (yang menerima) untuk pelaksanaan suatu perbuatan.
Contohnya : akad jual beli, akad sewa menyewa, akad pernikahan. Dasar hukum
dilakukannya akad adalah:

‫يايها الذين أمنواأوفواابلعقود‬


“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu”(QS. Al-maidah[5]1)
Berdasarkan ayat tersebut dapat dipahami bahwa melakukan isi perjanjian atau
akad itu hukumnya wajib.
2. Rukun akad dan Syarat
akad Adapun rukun akad adalah :
a. Dua orang atau lebih yang melakukan akad (transaksi) disebut Aqidain.
b. Sighat (Ijab dan Qabul).
c. Ma’qud ‘alaih (sesuatu yang diakadkan).

Sementara itu syarat akad adalah sebagai berikut :


a. Syarat orang yang bertransaksi antara lain : berakal, baligh, mumayis dan orang
yang dibenarkan secara hukum untuk melakukan akad.
b. Syarat barang yang diakadkan antara lain : bersih, dapat dimanfaatkan, milik
orang yang melakukan akad dan barang itu diketahui keberadaannya.
c. Syarat sighat: dilakukan dalam satu majlis, ijab dan qabul harus ucapan yang
bersambung, ijab dan qabul merupakan pemindahan hak dan tanggung jawab.
d. Macam-macam Akad

Ada beberapa macam akad, antara lain:

1) Akad lisan, yaitu akad yang dilakukan dengan cara pengucapan lisan.
2) Akad tulisan, yaitu akad yang dilakukan secara tertulis, seperti perjanjian pada
kertas bersegel atau akad yang melalui akta notaris.
3) Akad perantara utusan (wakil), yaitu akad yang dilakukan dengan melalui
utusan atau wakil kepada orang lain agar bertindak atas nama pemberi mandat.
4) Akad isyarat, yaitu akad yang dilakukan dengan isyarat atau kode tertentu.
5) Akad Ta’ati (saling memberikan), yaitu akad yang sudah berjalan secara umum.
Contoh: beli makan di warung, harga dan pembayaran dihitung pembeli tanpa
tawar menawar.
e. Hikmah Akad
Ada beberapa hikmah dengan disyariatkannya akad dalam muamalah,
antara lain:
• Munculnya pertanggung jawaban moral dan material.
• Timbulnya rasa ketentraman dan kepuasan dari kedua belah pihak.
• Terhindarnya perselisihan dari kedua belah pihak.
• Terhindar dari pemilikan harta secara tidak sah.
• Status kepemilikan terhadap harta menjadi jelas.

Contoh soal

1. Islam sangat mendorong seseorang untuk mendapatkan kepemilikan asal memperolehnya


dengan cara-cara yang sah dan mempertahankan kepemilikan dari segala bentuk kejahatan
hukumnya adalah….
A. Wajib
B. Mubah
C. Sunnah
D. Makruh
E. Jaiz
2. Dalam perkembangannya pelaksanaan akad bermacam-macam, jika orang yang
melakukan akad adalah bisu, maka ia boleh melakukan akad lewat….
A. Tulisan
B. Tanpa akad
C. Lisan
D. Utusan
E. Kepercayaan
3. Di bawah ini yang bukan syarat barang yang di akadkan adalah….
A. Suci
B. Dapat dimanfaatkan
C. Milik orang yang melakukan akad
D. Barangnya tidak ada di tangan
E. Mampu menyerahkannya
4. Pak tamim telah membeli handphone dari plaza marina, maka kepemilikan tersebut adalah
sah karena….
A. Adanya akad jual beli
B. Barang yang boleh di perjual belikan
C. Termasuk barang yang umum
D. Adanya keinginan memiliki
E. Adanya kerelaan dari keduannya
5. Membuka lahan baru yang belum ada pemiliknya sering disebut dengan….
A. Ihrazul mubahat
B. Ihya’ul mawat
C. Khalafiyah
D. Kepemilikan
E. Transmigrasi
Materi

KD: 3.7 Menganalisis ketentuan tentang jual beli, khiyaar, salam dan hajr

4.7 Mengomunikasikan ketentuan islam mengenai jual beli, khiyaar, salam dan hajr

Indikator, siswa mampu:


3.7.1 menjelaskan aturan islam tentang perekonomian dalam islam

3.7.2 mempraktikan cara jual beli

3.7.3 mempraktikan musaqah, muzara’ah, dan mukhabarah

3.7.4 mempraktikan syirkah

3.7.5 mempraktikan murabahah dan mudharabah

3.7.6 mempraktikan salam

Perekoniman dalam islam

A. Jual beli
1. Pengertian dan Dasar hukum Jual Beli

Menurut bahasa jual beli berasal dari kata ( ‫ )بع يبع بيع‬artinya tukar
menukar sesuatu dengan sesuatu, menurut istilah jual beli adalah suatu transaksi
tukar menukar barang atau harta yang mengakibatkan pemindahan hak milik sesuai
dengan Syarat dan Rukun tertentu. Dasar hukum jual beli bersumber dari Al-Qur’an
dan Hadis Firman Allah Swt:

َ‫َح ال هللا البَ ْي َع َو َحَرَم ال ِراب‬


َ ‫َوأ‬
“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”(QS.Al-
Baqarah[2]275).
2. Syarat dan Rukun Jual Beli
a. Rukun Jual Beli
1) Ada penjual
2) Ada pembeli
3) Ada barang atau harta yang diperjual belikan.
4) Ada uang atau alat bayar yang digunakan sebagai penukar barang.
5) Ada lafal ijab qabul, yaitu sebagai bukti akan adanya kerelaan dari kedua
belah pihak
b. Syarat Barang yang Diperjual belikan:
1) Barang itu suci, artinya bukan barang najis.
2) Barang itu bermanfaat.
3) Barang itu milik sendiri atau milik orang lain yang telah mewakilkan untuk
menjualnya.
4) Barang itu dapat diserah terimakan kepemilikannya.
5) Barang itu dapat diketahui jenis, ukuran, sifat dan kadarnya.
c. Syarat Penjual dan Pembeli:
1) Berakal sehat, orang yang tidak sehat pikirannya atau idiot (bodoh), maka
akad jual belinya tidak sah.
2) Atas kemauan sendiri, artinya jual beli yang tidak ada unsur paksaan.
3) Sudah dewasa (Baligh), artinya akad jual beli yang dilakukan oleh anak-
anak jual belinya tidak sah, kecuali pada hal-hal yang sifatnya sederhana
atau sudah menjadi adat kebiasaan. Seperti jual beli es, permen dan lain-
lain.
4) Keadaan penjual dan pembeli itu bukan orang pemboros terhadap harta,
karena keadaan mereka yang demikian itu hartanya pada dasarnya berada
pada tanggungjawab walinya.
3. Jual Beli yang Terlarang
a. Jual beli yang sah tapi terlarang, antara lain:
1) Jual beli yang harganya di atas/di bawah harga pasar dengan cara
menghadang penjual sebelum tiba dipasar.
2) Membeli barang yang sudah dibeli atau dalam proses tawaran orang lain.
3) Jual beli barang untuk ditimbun supaya dapat dijual dengan harga mahal di
kemudian hari, padahal masyarakat membutuhkannya saat itu.
4) Jual beli untuk alat maksiat.
5) Jual beli dengan cara menipu,
6) Jual beli yang mengandung riba,
b. Jual beli terlarang dan tidak sah, yaitu :
1) Jual beli sperma binatang.
2) Menjual anak ternak yang masih dalam kandungan induknya
3) Menjual belikan barang yang baru dibeli sebelum diserah terimakan kepada
pembelinya,
4) Menjual buah-buahan yang belum nyata buahnya.
B. Khiyar
Khiyar menurut bahasa artinya memilih yang terbaik, sedangkan menurut istilah
khiyar ialah : memilih antara melangsungkan akad jual beli atau membatalkan atas
dasar pertimbangan yang matang dari pihak penjual dan pembeli.
1. Jenis-jenis Khiyar

Khiyar ada 3 macam, yaitu :

a. Khiyar Majlis, artinya memilih untuk melangsungkan atau membatalkan akad


jual beli sebelum keduanya berpisah dari tempat akad.
b. Khiyar Syarat, yaitu khiyar yang dijadikan syarat waktu akad jual beli, artinya
si pembeli atau si penjual boleh memilih antara meneruskan atau
mengurungkan jual belinya selama persyaratan itu belum dibatalkan setelah
mempertimbangkan dalam dua atau tiga hari. Khiyar syarat paling lama tiga
hari.
c. Khiyar Aibi, yaitu memilih melangsungkan akad jual beli atau
mengurungkannya bila mana terdapat bukti cacat pada barang.

C. MUSAQAH, MUZARAAH DAN MUKHABARAH


1. Musaqah
a. Pengertian Musaqah
Musaqah merupakan kerja sama antara pemilik kebun atau tanaman dan
pengelola atau penggarap untuk memelihara dan merawat kebun atau tanaman
dengan perjanjian bagi hasil yang jumlahnya menurut kesepakatan bersama dan
perjanjian itu disebutkan dalam aqad.
b. Hukum Musaqah
Hukum musaqah adalah mubah (boleh) sebagaimana sabda Rasulullah
SAW. Artinya: Dari Ibnu Umar, “sesungguhnya nabi saw. telah memberikan
kebun beliau kepada penduduk Khaibar, agar dipelihara oleh mereka dengan
perjanjian mereka akan diberi sebagian dari penghasilannya, baik dari buah-
buahan ataupun hasil pertahun”.
Jika ada orang kaya memiliki sebidang kebun yang di dalamnya terdapat
pepohonan seperti kurma dan anggur dan orang tersebut tidak mampu mengairi
atau merawat pohon-pohon kurma dan anggur tersebut karena adanya suatu
halangan, maka diperbolehkan untuk melakukan suatu akad dengan seseorang
yang mau mengairi dan merawat pohon-pohon tersebut. Dan bagi masing-
masing keduanya mendapatkan bagian dari hasilnya.
c. Rukun Musaqah
1) Pemilik dan penggarap kebun.
2) Pekerjaan dengan ketentuan yang jelas baik waktu, jenis, dan sifatnya.
3) Hasil yang diperoleh berupa buah, daun, kayu, atau yang lainnya. Buah,
hendaknya ditentukan bagian masing-masing (yang punya kebun dan
tukang kebun) misalnya seperdua, sepertiga, atau berapa saja asal
berdasarkan kesepakatan keduanya pada waktu akad.
4) Akad, yaitu ijab qabul baik berbentuk perkataan maupun tulisan.
2. Mukhabarah
a. Pengertian Mukhabarah
Mukhabarah adalah kerjasama antara pemilik lahan dengan penggarap
sedangkan benihnya dari yang punya tanah. Pada umumnya kerjasama
mukhabarah ini dilakukan pada tanaman yang benihnya cukup mahal, seperti
cengkeh, pala, vanili, dan lain-lain. Namun tidak tertutup kemungkinan pada
tanaman yang benihnya relatif murah pun dilakukan kerjasama mukhabarah .
b. Pengertian Muzaraah
Muzaraah adalah kerjasama antara pemilik lahan dengan penggarap
sedangkan benihnya dari penggarap. Pada umumnya kerjasama muzaraah ini
dilakukan pada tanaman yang benihnya relatif murah, seperti padi, jagung,
kacang, kedelai dan lain-lain.
c. Hukum Mukhabarah dan Muzaraah
Hukum mukhabarah dan muzaraah adalah boleh sebagaimana hadits
Rasulullah saw. Artinya: Artinya: Dari Ibnu Umar: “Sesungguhnya Nabi saw..
telah memberikan kebun kepada penduduk khaibar agar dipelihara oleh mereka
dengan perjanjian mereka akan diberi sebagian dari penghasilan, baik dari buah
-buahan maupun dari hasil pertahun (palawija)” (H.R. Muslim)
Dalam kaitannya hukum tersebut, Jumhurul Ulama’ membolehkan aqad
musaqah, muzara’ah, dan mukhabarah, karena selain berdasarkan praktek nabi
dan juga praktek sahabat nabi yang biasa melakukan aqad bagi hasil tanaman,
juga karena aqad ini menguntungkan kedua belah pihak. Menguntungkan
karena bagi pemilik tanah/tanaman terkadang tidak mempunyai waktu dalam
mengolah tanah atau menanam tanaman.
Sedangkan orang yang mempunyai keahlian dalam hal mengolah tanah
terkadang tidak punya modal berupa uang atau tanah, maka dengan aqad bagi
hasil tersebut menguntungkan kedua belah pihak, dan tidak ada yang dirugikan.
Adapun persamaan dan perbedaan antara musaqah, muzara’ah, dan
mukhabarah yaitu, persamaannya adalah ketiga-tiganya merupakan aqad
(perjanjian), sedangkan perbedaannya adalah di dalam musaqah, tanaman
sudah ada, tetapi memerlukan tenaga kerja yang memeliharanya.
Di dalam muzara’ah, tanaman di tanah belum ada, tanahnya masih harus
digarap dulu oleh penggarapnya, namun benihnya dari petani (orang yang
menggarap). Sedangkan di dalam mukhabarah, tanaman di tanah belum ada,
tanahnya masih harus digarap dulu oleh penggarapnya, namun benihnya dari
pemilik tanah.
D. Syirkah
1. Pengertian dan Macam Syirkah
Menurut bahasa syirkah artinya : persekutuan, kerjasama atau
bersamasama. Menurut istilah syirkah adalah suatu akad dalam bentuk kerjasama
antara dua orang atau lebih dalam bidang modal atau jasa untuk mendapatkan
keuntungan.
Syirkah atau kerjasama ini sangat baik kita lakukan karena sangat banyak
manfaatnya, terutama dalam meningkatkan kesejahteraan bersama. Kerjasama itu
ada yang sifatnya antar pribadi, antar grup bahkan antar negara.
Dalam kehidupan masyarakat, senantiasa terjadi kerjasama didorong oleh
keinginan untuk saling tolong menolong dalam hal kebaikan dan keuntungan
bersama.
2. Macam-Macam Syirkah
Secara garis besar syirkah dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Syirkah amlak (Syirkah kepemilikan)
Syirkah amlak ini terwujud karena wasiat atau kondisi lain yang
menyebabkan kepemilikan suatu aset oleh dua orang atau lebih.
b. Syirkah uqud (Syirkah kontrak atau kesepakatan)
Syirkah uqud ini terjadi karena kesepakatan dua orang atau lebih kerjasama
dalam syirkah modal untuk usaha, keuntungan dan kerugian ditanggung
bersama.

Syirkah uqud dibedakan menjadi empat macam :

1) Syirkah ‘inan (harta). Syirkah harta adalah akad kerjasama dalam


bidang permodalan sehingga terkumpul sejumlah modal yang memadai
untuk diniagakan supaya mendapat keuntungan.
Sebagian fuqaha, terutama fuqaha Irak berpendapat bahwa syirkah
dagang ini disebut juga dengan qirad.
2) Syirkah a’mal (serikat kerja/ syirkah ’abdan) Syirkah a’mal adalah suatu
bentuk kerjasama dua orang atau lebih yang bergerak dalam bidang jasa
atau pelayanan pekerjaan dan keuntungan dibagi menurut kesepakatan.
Contoh : CV, NP, Firma, Koperasi dan lain-lain.
3) Syirkah Muwafadah Syirkah Muwafadah adalah kontrak kerjasama dua
orang atau lebih, dengan syarat kesamaan modal, kerja, tanggung jawab,
beban hutang dan kesamaan laba yang didapat.
4) Syirkah Wujuh (Syirkah keahlian) Syirkah wujuh adalah kontrak antara
dua orang atau lebih yang memiliki reputasi baik serta ahli dalam bisnis.
3. Rukun dan Syarat Syirkah
Rukun dan syarat syirkah dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Anggota yang berserikat, dengan syarat : baligh, berakal sehat, atas kehendak
sendiri dan baligh, berakal sehat, atas kehendak sendiri dan mengetahui pokok-
pokok perjanjian.
b. Pokok-pokok perjanjian syaratnya :Modal pokok yang dioperasikan harus
jelas. Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga harus jelas. Yang disyarikat
kerjakan (obyeknya) tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat Islam.
c. Sighat, dengan Syarat : Akad kerjasama harus jelas sesuai dengan perjanjian.

E. MUDHARABAH DAN MURABAHAH


1. Mudharabah
a. Pengertian Mudharabah
Mudharabah adalah suatu bentuk kerjasama perniagaan di mana si pemilik
modal menyetorkan modalnya kepada pengelola dengan keuntungan akan
dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan dari kedua belah pihak sedangkan
jika mengalami kerugian akan ditanggung oleh si pemilik modal.
b. Rukun Mudharabah Rukun mudharabah yaitu:
1) Adanya pemilik modal dan mudhorib
2) Adanya modal, kerja dan keuntungan
3) Adanya sighot yaitu Ijab dan Qobul
4) Macam-macam Mudharabah Secara umum mudharabah dapat dibagi
menjadi dua macam yaitu:
a) Mudharabah mutlaqah
Dimana pemilik modal (sahibul mal) memberikan keleluasaan
penuh kepada pengelola (mudharib) untuk mempergunakan dana
tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan menguntungkan.
Namun pengelola tetap bertanggung jawab untuk melakukan
pengelolaan sesuai dengan praktek kebiasaan usaha normal yang sehat.
b) Mudharabah muqayyadah
Dimana pemilik dana menentukan syarat dan pembatasan kepada
pengelola dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka waktu,
tempat, jenis usaha dan sebagainya.
2. Murabahah
a. Pengertian Murabahah
Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga
perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
Pembayaran atas akad jual beli dapat dilakukan secara tunai maupun kredit. Hal
yang membedakan murabahah dengan jual beli lainnya adalah penjual harus
memberitahukan kepada pembeli harga barang pokok yang dijualnya serta
jumlah keuntungan yang diperoleh.
b. Ketentuan Murabahah:
1) Jual beli murabahah harus dilakukan atas barang yang telah dimiliki atau
hak kepemilikan telah berada di tangan penjual.
2) Adanya kejelasan informasi mengenai besarnya modal (harga pembeli) dan
biaya-biaya lain yang lazim dikeluarkan dalam jual beli.
3) Ada informasi yang jelas tentang hubungan baik nominal maupun
persentase sehingga diketahui oleh pembeli sebagai salah satu syarat sah
murabahah.
4) Dalam sistem murabahah, penjual boleh menetapkan syarat kepada pembeli
untuk menjamin kerusakan yang tidak tampak pada barang, tetapi lebih baik
syarat seperti itu tidak ditetapkan.
5) Transaksi pertama (anatara penjual dan pembeli pertama) haruslah sah, jika
tidak sah maka tidak boleh jual beli secara murabahah (anatara pembeli
pertama yang menjadi penjual kedua dengan pembeli murabahah.
F. SALAM (JUAL BELI SISTEM INDEN ATAU PESAN)
1. Pengertian Salam
Kata salam berasal dari kata at-taslim yaitu menyerahkan. Kata ini semakna
dengan as-salaf yang bermakna memberikan sesuatu dengan mengharapkan hasil
dikemudian hari. Menurut Istilah jual beli model salam yaitu merupakan pembelian
barang yangpembayarannya dilunasi di muka, sedangkan penyerahan barang
dilakukan di kemudian hari.
Dalam jual beli salam ini, resiko terhadap barang yang diperjualbelikan
masih berada pada penjual sampai waktu penyerahan barang. Pihak pembeli berhak
untuk meneliti dan dapat menolak barang yang akan diserahkan apabila tidak sesuai
dengan spesi¿kasi awal yang disepakati.
2. Rukun dan Syarat Jual Beli Salam
Dalam jual beli salam, terdapat rukun yang harus dipenuhi, yaitu:
a. Pembeli (muslam)
b. Penjual (muslam ilaih)
c. Modal/uang (ra’sul maal)
d. Barang (muslam fiih). Barang yang menjadi obyek transaksi harus telah
terspesifikasi secara jelas dan dapat diakui sebagai hutang.
Sedangkan syarat yang harus dipenuhi sebagai berikut:
a. Pembayaran dilakukan di muka (kontan).
b. Dilakukan pada barang-barang yang memiliki kriteria jelas.
c. Penyebutan kriteria barang dilakukan saat akad dilangsungkan.
d. Penentuan tempo penyerahan barang pesanan.
e. Barang pesanan tersedia pada saat jatuh tempo.
f. Barang Pesanan Adalah Barang yang Pengadaannya Dijamin Pengusaha.

Contoh soal

1. Membeli barang yang sedang ditawar orang lain adalah termasuk bentuk jual beli….
A. Dilarang
B. Dibolehkan
C. Tidak dibolehkan sama sekali
D. Terlarang tapi sah
E. Sah-sah saja
2. Suatu akad dalam bentuk kerja sama, baik dalam bidang modal atau jasa adalah pengertian
dari….
A. Koperasi
B. Syirkah
C. Qirad
D. Musadah
E. Ji’alah
3. Diantara bentuk-bentuk jual beli yang dilarang dalam islam adalah….
A. Jual beli yang ada unsur riba
B. Suka sama suka
C. Membeli barang untuk kepentingan bersama
D. Membeli dengan harga murah
E. Membeli sesuatu barang dengan jalan yang baik
4. Bentuk kerjasama antara pemilik lahan dengan penggarap dimana benihnya dari yang
punya tanah disebut….
A. Musaqah
B. Muzaraah
C. Mukhabarah
D. Murabahah
E. Syirkah
5. Transaksi jual beli dengan model pembelian barang tetapi pembayarannya dilunasi
dimuka, sedangkan penyerahan barang dilakukan dikemudian hari dinamakan….
A. Khiyar
B. Syirkah
C. Ji’alah
D. Salam
E. kafalah

MATERI

A. Musaaqah
Al musaqah berasal dari kata as saqa. Diberi nama ini karena
pepohonan penduduk Hijaz amat membutuhkan saqi (penyiraman) ini dari
sumur-sumur. Karena itu diberi nama musaqah (penyiraman/pengairan).
Menurut Istilah Musaqah adalah penyerahan pohon tertentu kepada orang yang
menyiramnya dan menjanjikannya, bila sampai buah pohon masak dia akan diberi imbalan
buah dalam jumlah tertentu.
Menurut ahli fiqih adalah menyerahkan pohon yang telah atau belum ditanam dengan
sebidang tanah, kepada seseorang yag menanam dan merawatnya di tanah tersebut (seperti
menyiram dan sebagainya hingga berbuah). Lalu pekerja mendapatkan bagian yang telah
disepakati dari buah yang dihasilkan, sedangkan sisanya adalah untuk pemiliknya.
Dalam musaaqah terdapat syarat-syarat, sebagai beriku:
1. Ahli dalam akad
2. Menjelaskan bagian penggarap
3. Membebaskan pemilik dari pohon, dengan artian bagian yang akan dimiliki dari hasil
panen merupakan hasil bersama.
4. Hasil dari pohon dibagi antara dua orang yang melangsungkan akad
5. Sampai batas akhir, yakni menyeluruh sampai akhir.
Selain syarat – syarat yang telah disebutkan dan diuraikan sebelumnya dalam
pembahasan ini juga terdapat rukun – rukun dalam musaaqah, sebagai berikut:
1. Shigat,
2. Dua orang yang akad (al-aqidain),
3. Objek musaqah (kebun dan semua pohon yang berbuah),
4. Masa kerja, dan
5. Buah.
Dalam musaaqah terdapat dua macam yaitu musaaqah yang bertitik tolak pada
manfaatnya dan bertitik tolak pada asalnya berikut penjelasannya:
1. Musaqah yang bertitik tolak pada manfaatnya, yaitu pada hasilnya berarti pemilik tanah
(tanaman) sudah menyerahkan kepada yang mengerjakan segala upaya agar tanah
(tanaman) itu membawa hasil yang baik.
2. Musaqah yang bertitik tolak pada asalnya (Cuma mengairi), yaitu mengairi saja, tanpa
ada tanggung jawab untuk mencari air. Maka pemiliknyalah yang berkewajiban
mencarikan jalan air, baik dengan menggali sumur, membuat parit, bendungan, ataupun
usaha-usaha yang lain.
B. Muzaara’ah dan Mukhabarah
Menurut etimologi, muzara,ah adalah wazan “mufa’alatun” dari kata “az-zar’a”
artinya menumbuhkan. Al-muzara’ah memiliki arti yaitu al-muzara’ah yang berarti
tharhal-zur’ah (melemparkan tanaman), maksudnya adalah modal.
Muzara’ah ialah mengerjakan tanah (orang lain) seperti sawah atau ladang dengan
imbalan sebagian hasilnya (seperdua, sepertiga atau seperempat). Sedangkan biaya
pengerjaan dan benihnya ditanggung pemilik tanah
Selain itu Muzara’ah adalah akad transaksi kerjasama pengolahan pertanian antara
pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertaniandan
bibitkepada sipenggarap untuk menanamidan memelihara dengan imbalan pembagian
tertenru (persentase) dari hasil panen.
Mukhabarah adalah kerjasama antara pemilik lahan dengan penggarap sedangkan
benihnya dari yang punya tanah. Pada umumnya kerjasama mukhabarah ini dilakukan
pada tanaman yang benihnya cukup mahal, seperti cengkeh, pala, vanili, dan lain-lain.
Namun tidak tertutup kemungkinan pada tanaman yang benihnya relatif murah pun
dilakukan kerjasama mukhabarah.
Mukhaabarah ialah mengerjakan tanah (orang lain) seperti sawah atau ladang dengan
imbalan sebagian hasilnya (seperdua, sepertiga atau seperempat). Sedangkan biaya
pengerjaan dan benihnya ditanggung orang yang mengerjakan.
C. Mudlaarabah
Mudlaarabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama
adalah pemilik modal (shahibul maal), sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola
modal (mudharib), dengan syarat bahwa hasil keuntungan yang diperoleh akan dibagi
untuk kedua belah pihak sesuai dengan kesepakatan bersama (nisbah yang telah
disepakati), namun bila terjadi kerugian akan ditanggung shahibul maal.
Secara etimologi, kata mudlaarabah berasal dari kata dharb yang berarti memukul atau
berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang
memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha.
Sebelumm melakukan Mudlaarabah terdapat syarat - syarat yang harus dipenuhi
dalam akad Mudharabah adalah :
1. Harta atau Modal
a. Modal harus dinyatakan dengan jelas jumlahnya, seandainya modal berbentuk
barang, maka barang tersebut harus dihargakan dengan harga semasa dalam uang
yang beredar (atau sejenisnya).
b. Modal harus dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
c. Modal harus diserahkan kepada mudharib, untuk memungkinkannya melakukan
usaha.
2. Keuntungan
a. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam prosentase dari keuntungan yang
mungkin dihasilkan nanti. Keuntungan yang menjadi milik pekerja dan pemilik
modal harus jelas prosentasinya.
b. Kesepakatan rasio prosentase harus dicapai melalui negosiasi dan dituangkan dalam
kontrak.
c. Pembagian keuntungan baru dapat dilakukan setelah mudharib mengembalikan
seluruh atau sebagian modal kepada shahib al-mal.
D. Muraabahah
Kata Murabahah diambil dari bahasa Arab ar-ribhu yang berarti kelebihan dan
tambahan (keuntungan). Sedangkan menurut istilah Murabahah adalah salah satu bentuk
jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang di sapakati. Dalam
pengertian lain, menurut buku “Akuntansi Syariah Indonesia”.
Secara luas, jual beli dapat di artikan sebagai pertukaran harta atas rasa saling rela.
Menerut sabiq jual beli adalah memindahkan milik dengan ganti (iwad) yang dapat di
benarkan (sesuai syariah). Pertukaran dapat dilakukan antara uang dengan barang, barang
dengan barang yang bisa kita kenal dengan barter dan uang dengan uang misalnya
pertukaran nilai mata uang rupiah dengan yen.
Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan
dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Hal yang membedakan
murabahah dengan penjualan yang biasa kita kenal adalah penjualan secara jelas memberi
tahu kepada pembeli berapa harga pokok barang tersebut dan berapa besar keuntungan
yang diinginkannya. Pembeli dan penjual dapat melakukan tawar-menawar atas besaran
marjin keuntungan sehingga akhirnya diperoleh kesapakatan.
Dalam murabahah juga terdapat Rukun dan Ketentuan – ketentuan dalam melakukan
Murabahah, yaitu:
1. Pelaku
Pelaku cakap hukum dan baligh (berakal dan dapat membedakan), sehingga jual
beli dengan orang gila menjadi tidak sah sedangkan jual beli dengan anak kecil
dianggap sah, apabila seizin walinya.
2. Objek Jual Beli, harus memenuhi:
a. Barang yang diperjualbelikan adalah barang halal
b. Barang yang diperjualbelikan harus dapat diambil manfaatnya atau memiliki nilai,
dan bukan merupakan barang-barang yabg dilarang di perjualbelikan, misalnya:
jual beli barang yang kadaluwarsa.
c. Barang tersebut dimiliki oleh penjual
d. Barang tersebut hanya di serahkan tanpa tergantung dengan kejadian tertentu di
masa depan.
e. Barang tersebut harus diketahui secara spesifik dan dapat diidentifikasikan oleh
pembeli sehingga tidak ada gharar (ketidakpastian).
f. Barang tersebut dapat diketahui kuantitas dan kualitasnsysa dengan jelas, sehingga
tidak ada gharar.
g. Harga barang tersebut jelas.
h. Barang yang diakadkan ada di tangan penjual.
3. Ijab Kabul
Pernyataan dan ekspresi saling rida/rela di antara pihak-pihak pelaku akad yang
dilakukan secara verbal, tertulis, atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.
Apabila jual beli telah dilakukan sesuai dengan ketentuan syariah maka
kepemilikannya, pembayarannya dan pemanfaatan atas barang yang diperjualbelikan
menjadi halal.
E. Syirkah
syirkah adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam bidang usaha atau modal
yang masing-masing dari harta yang melakukan syirkah tersebut berbaur menjadi satu
tanpa ada perbedaan satu dengan yang lainnya yang keuntungan dan kerugiannya di
tanggung bersama sesuai kesepakatan yang telah di laksanakan.
Transaksi syirkah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk
meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersama-sama. Termasuk dalam
golongan musyârakah adalah semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih di
mana mereka secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya, baik yang
berwujud maupun yang tidak berwujud. Melalui akad ini, kebutuhan nasabah untuk
mendapatkan tambahan modal kerja dapat terpenuhi setelah mendapatkan pembiyaan dari
bank. Selain digunakan untuk pembiyayan modal kerja, secara umum pembiyayaan
musyarakah digunakan untuk pembelian barang investasi dan pembiyayaan proyek, bagi
bank, pembiyayaan musyârakah dan memberi manfaat berupa keuntungan dari hasil
pembiyayaan usaha.
Berikut rukun dan Syarat dalam syirkah, yaitu:
1. Rukun
Para ulama berbeda pendapat mengenai rukun dari Syirkah, menurut ulama
Hanfiyah syarat syirkah ada dua yakni ijab dan kabul, karena ijab kabul yang
menentukan adanya syirkah. Sedangkan menurut Abd al-Rahman al-Jaziri bahwa
rukun syirkan adalah pihak yang berserikat, shighat dan objek akad syirkah baik harta
maupun kerja.
2. Syarat
Adapun syarat dari syirkah menurut ulama hanfiyah ada empat yakni:
a. Sesuatu yang berkaitan dengan semua bentuk syirkah, baik dengan harta
maupun yang lainnya. Dalam hal ini terdapat dua syarat yaitu;
1) yang berkenaan dengan benda yang di adakan adalah harus dapat diterima
sebagai perwakilan,
2) yang berkenaan dengan keuntungan, yaitu pembagian keuntungan harus
jelas dan dapat diketahui dua pihak.
b. Sesuatu yang berkaitan dengan syirkah mall (harta), dalam hal ini terdapat dua
perkara yang harus dipenuhi yakni:
1) objek yang dapat dijadikan akad syirkahadalah alat pembayaran
2) yang dijadikan modal ada ketika akad syirkahdilaksankan.
c. Sesuatu yang berkaitan dengan syarikat mufawadhah, bahwa dalam
mufawadhah disyaratkan:
1) modal harus sama,
2) bagi yang bersyirkah ahli untuk kafalah,
3) yang dijadikan objek akad disyaratkan syirkah umum, yakni pada semua
macam jual beli atau perdaganngan.
d. Syarat yang berkaitan dengan syirkah inan sama dengan syarat-syarat syirkah
mufawadah. Sedang syarat yang berkaitan dengan orang yang melakukan akad
menurut mazhab malikiyah ialah merdeka, balligh dan pintar (rusyd).
F. Syuf’ah
Menurut bahasa, syuf’ah berarti penggabungan secara paksa atas sesuatu hak yang
sudah dijual kepihak lain supaya dijual kembali kepada pihak yang lebih berhak, yakni
anggota perserikatan. Maka syuf’ah berarti pemilikan barang-barang yang diperkongsikan
(Al-masyfu’) oleh pihak yang bergabung pada persekutuan milik secara paksa dari pihak
yang membeli dengan cara mengganti nilai harga jualyang sudah dilakukan.
Dalam melakukan syuf’ah terdapat Syarat-syarat tertentu diantaranya sebagai berikut:
1. Perpindahan hak melalui akad jual beli dan tanpa diketahui oleh rekannya
2. Properti, rumah dan pohon menurut sebagian pendapat
3. Kepemilikan bersama belum dibagi, belum dikavling
4. Mengambil alih seluruh hak, bukan sebagian
5. Kemampuan membayar hak rekannya
6. Segera menuntut hak saat mengetahui
G. Wakaalah
Wakalah secara etimologi yang berarti al-hifdh pemeliharaan, al-Tafwidh penyerahan,
pendelegasian, atau pemberian mandat. Sedangkan secara terminologi wakalah adalah
pemberi kewenangan/ kuasa kepada pihak lain tentang apa yang harus dilakukannya dan
ia (penerima kuasa) secara syar’i menjadi pengganti pemberi kuasa selama batas waktu
yang ditentukan.
Dalam wakalah sebenarnya pemilik urusan (muwakil) itu dapat secara sah untuk
mengerjakan pekerjaannya secara sendiri. Namun karena satu dan lain hal urusan itu ia
serahkan kepada orang lain yang dipandang mampu untuk menggantikannya. Oleh karena
itu, jika seorang (muwakil) itu adalah orang yang tidak ahli untuk mengerjakan urusannya
itu seperti orang gila, atau anak kecil maka tidak sah untuk mewakilkan kepada orang lain.
Dalam wakalah terdapat rukun dan syarat yang diuraikan sebagai berikut:
1. Wakil (orang yang mewakili)
2. Muwakkil (orang yang mewakilkan)
3. Muakkal fih (sesuatu yang diwakilkan)
4. Shighat (lafadz ijab dan qabul)
H. Shulh
Secara etimonogi, sulh mengandung pengertian “memutus pertengkaran atau perselisihan”.
Dalam pengertian terminologi, sulh diartikan ebagai “suatu jenis akad (perjanjian) untuk
mengakhiri perlawanan (perselisihan), antara dua orang yang berlawanan.”
Dalam perdamaian terdapat dua pihak, yang sebelumnya diantara mereka terjadi
persengketaan. Kemudian, para pihak sepakat untuk saling melepaskan semua atau
sebagian dari tuntutannya. Hal ini dimaksudkan agar persengketaan diantara mereka dapat
diakhiri.
Masing-masing pihak yang mengadakan perdmaian dalam syarit Islam diistilahkan
dengan mushalih, sedangkan persoalan yang diperselisihkan di sebut mushalih ‘anhu, dan
perbuatan yang dilakukan oleh salah satu pihak terhadap pihak yang lain untuk mengakhiri
pertingkaian / pertengkaran dinamakan dengan mushalih ‘alaihi.
Dalam shulh terdapat rukun - rukunnya, sebagai berikut:
1. Mushalih, yaitu masing-masing pihak yang melakukan akad sulhu untuk mengakhiri
pertengkaran, permusuhan, atau sengketa.
2. Mushalih ‘anhu, yaitu persoalan yang diperselisihkan atau dipersengketakan.
3. Mushalih alaihi / mushalih bih, yaitu hal-hal yang dilakukan oleh salah satu pihak
terhadap lawannya untuk memutuskan perselisihan. Hal ini disebut juga dengan istilah
badal al-shulh.
4. shigat yaitu ijab dan kabul yang masing-masing dilakukan oleh dua pihak yang
berdamai. Seperti ucapan “aku bayar utangku kepadamu yang berjumlah lima puluh
ribu (ucapan pihak pertama)”. Kemudian, pihak kedua menjawab “saya terima”. Ijab
kabul dapatt dilakukan dengan lafaz atau dengan apa saja yang menunjukkan adanya
ijab kabul yang menimbulkan perdamaian.
Mushalih disyariatkan orang yang tindakannya dinyatakan sah menurut hukum, karena
sulhu adalah tindakan tabarru’ (sumbangan) seperti seseorang menagih utang kepada
orang lain, tetapi tidak ada bukti utang piutang, maka keduanya berdamai agar utang itu
dibayar sekalipun tidak ada tanda buktinya.
I. Dlamaan
Dhaman dari segi bahasa berarti tangungan atau jaminan. Dhammandari segi istilah
adalah suatu ikrar atau lafadz yang disampaikan berupa perkataan atau perbuatan untuk
menjamin pelunasan hutang seseorang. Dengan demikian, kewajiban membayar hutang
atau tanggungan itu berpindah dari orang yang berhutang kepada orang yang menjamin
pelunasan hutangnya. hukumnya boleh dan sah dalam arti diperbolehkan oleh syariat
Islam, selama tidak menyangkut kewajiban yang berkaitan dengan hak-hak Allah. Firman
Allah Swt.
Dlamaan adalah suatu ikrar atau lafadz yang disampaikan berupa perkataan atau
perbuatan untuk menjamin pelunasan hutang seseorang. Dengan demikian, kewajiban
membayar hutang atau tanggungan itu berpindah dari orang yang berhutang kepada orang
yang menjamin pelunasan hutangnya.
Rukun Dhamman antara lain:
1. Penjamin (damin)
2. Orang yang dijamin hutangnya (mahmu ‘anhu)
3. Penagih yang mendapat jaminan
4. Lafal atau ikrar
Selain rukun dalan dhlamaan adapun syarat dhlamaan, antara lain:
1. Syarat penjamin
a. Dewasa (baligh)
b. Berakal (tidak gila atau waras)
c. Atas kemauan sendiri (tidak terpaksa)
d. Orang yang diperbolehkan membelanjakan hartanya
e. Mengetahui jumlah atau kadar hutang yang dijamin
2. Syarat orang yang dijamin, yaitu orang yang berdasarkan hukum diperbolehkan untuk
membelanjakan harta
3. Syarat orang yang menagih hutang, dia diketahui keberadaannya oleh orang yang
menjamin
4. Syarat harta yang dijamin antara lain:
a. Diketahui jumlahnya
b. Diketahui ukurannya
c. Diketahui kadarnya
d. Diketahui keadaannya
e. Diketahui waktu jatuh tempo pembayaran.
5. Syarat lafadz (ikrar) yaitu dapat dimengerti yang menunjukkan adanya jaminan serta
pemindahan tanggung jawab dalam memenuhi kewajiban pelunasan hutang dan
jaminan ini tidak dibatasi oleh sesuatu, baik waktu atau keadaan tertentu.
J. Kafaalah
Al-Kafalah secara etimologi berarti ‫( الضمان‬jaminan), ‫( الحمالة‬beban), dan ‫الزعامة‬
(tanggungan). Secara terminologi, sebagaimana yang dinyatakan para ulama fikih selain
Hanafi, bahwa kafalah adalah, "Menggabungkan dua tanggungan dalam permintaan dan
hutang”. Definisi lain adalah, "Jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada
pihak ketiga yaitu pihak yang memberikan hutang/kreditor (makful lahu) untuk memenuhi
kewajiban pihak kedua yaitu pihak yang berhutang/debitoratau yang ditanggung (makful
‘anhu, ashil)”.
kafalah/dhaman adalah transaksi yang menggabungkan dua tanggungan (beban) untuk
memenuhi kewajiban baik berupa utang, uang, barang, pekerjaan, maupun badan.
Dalam kafalah terdapat beberapa Macam-macam kafalah, yaitu:
1. Kafalan bin nafs
Merupakan akad memberikan jaminan atas diri (personal guarantee). Sebagai
contoh, dalam praktik perbankan bentuk kafalah bin nafs adalah seorang nasabah
yang mendapat penbiayaan dengan jaminan nama baik dan ketokohan seseorang atau
pemuka masyarakat. Walaupun bank secara fisik tidak memegang barang apapun,
tetapi bank berharap tokoh tersebut dapat mengusahakan pembayaran ketika nasabah
yang dibiayai mengalami kesulitan.
2. Kafalah bin maal
Kafalah bin maal merupakan jaminan pembayaran barang atau pelunasan utang.
3. Kafalah bit-taslin
Jenis kafalah ini biasa dilakukan untuk menjamin pengembalian atas barang
yang disewa, pada waktu masa sewa berakhir.Jenis pemberian jaminan ini dapat
dilaksakan oleh bank untuk kepentingan nasabahnya dalam bentuk kerja sama dengan
perusahaan penyewaan (leasing company). Jaminan bagi bank dapat berupa
deposito/tabungan dan bank dapat membebankan uang jasa (fee) kepada nasabah itu.
4. Kafalah al-munjazah
Adalah jaminan mutlak yang tidak dibatasi oleh jangka waktu dan untuk
kepentingan/tujuan tertentu.Salah satu bentuk kafalah al-munjazah adalah pemberian
jaminan dalam bentuk perfonce bonds (jaminan prestasi), suatu hal yang lazim
dikalangan perbankan dan hal ini sesuai dengan bentuk akad.
5. Kafalah al-muallaqoh
Bentuk jaminan ini merupakan penyederhanaan dari kafalah al-munjazah, baik
oleh industry perbankan maupun asuransi.

SOAL
1. Khafalah lebih cenderung pada menanggung hal – hal yang berkaitan dengan…
a. Barang
b. Harta
c. Beban
d. Pendidikan
e. Jiwa
2. Muzara’ah memiliki arti kata…
a. Mengembalikan
b. Uang
c. Bunga
d. Membayar
e. Modal
3. Sebutkan perbedaan kafalah dan muzara’ah !
4. Jelaskan mengenai syirkah !
5. Jelaskan mengenai syufah dengan bahasa kalian sendiri !

KD: 3.9 Menganalisis ketentuan nafaqah, shadaqah, hibah, hadiah, dan wakaf

4.9 Mengomunikasikan tentang pelaksanaan ketentuan Islam tentang nafaqah, shadaqah,


hibah, hadiah dan wakaf
Indikator, siswa mampu

3.3.1 Menjelaskan pengertian, kadar, dan syarat nafaqah


3.3.2 Menjelaskan pengertian, rukun, syarat – syarat dan macam – macam sadaqah
3.3.3 Menjelaskan pengertian, rukun, syarat – syarat dan manfaat hibah
3.3.4 Menjelaskan pengertian, rukun dan syarat – syarat hadiah
3.3.5 Menjelaskan pengertian,rukun dan syarat – syarat wakaf

MATERI

A. Nafaqah
Secara etimologi, nafkah berasal dari bahasa Arab yakni dari suku kata anfaqa –
yunfiqu- infaqan (‫ انفاقا‬-‫ ينفق‬-‫)انفق‬. Dalam kamus Arab-Indonesia, secara etimologi kata
nafkah diartikan dengan “ pembelanjaan dalam tata bahasa Indonesia kata nafkah secara
resmi sudah dipakai dengan arti pengeluaran. Berdasarakn pengertian ini maka seorang
perempuan yang sudah dinikahi secara sah oleh seorang laki-laki berhak untuk
mendapatkan nafkah dari suaminya itu. Hal itu karena memang nafkah adalah kewajiban
suami terhadap istri yang wajib ditunaikan dan jika dialnggar akan mendapatkan balasan
dosa dari Allah SWT.
Nafkah itu adalah pengeluaran yang biasanya dipergunakan oleh seseorang untuk
orang yang menjadi tanggungannya dalam memenuhi kebutuhan hidup, baik berupa
pangan, sandang ataupun papan dan lainnya dengan sesuatu yang baik.
Terdapat macam-macam nafkah menurut jenisnya nafkah dibagi menjadi dua yaitu
Pertama, nafkah lahir yang bersifat materi seperti sandang,pangan, papan dan biaya hidup
lainnya termasuk biaya pendidikan anak. Kedua nafkah batin yang bersifat non-materi
seperti hubungan intim, kasih sayang,perhatian dan lain-lain
Menurut objeknya, Nafkah ada dua macam yaitu:
1. Nafkah untuk diri sendiri. Agama Islam mengajarkan agar nafkah untuk diri sendiri
didahulukan daripada nafkah untuk orang lain. Diri sendiri tidak dibenarkan menderita,
karena mengutamakan orang lain.
2. Nafkah untuk orang lain karena hubungan perkawinan dan hubungan kekerabatan.
Setelah akad nikah, maka suami wajib memberi nafkah kepada istrinya paling tidak
kebutuhan pokok sehari-hari seperti sandang, pangan dan papan
Kadar Nafkah yang paling ideal diberikan oleh para suami kepada segenap
keluarganya adalah cukup, Tetapi, ketentuan cukup ini sangat bervariasi dan relatif apalagi
jika dilihat dari selera pihak yang diberi yang notabene manusia itu sendiri memilliki sifat
dasar tidak pernah merasa cukup.
Kaitannya dengan kadar nafkah keluarga, Islam tidak mengajarkan untukmemberatkan
para suami dan juga tidak mengajarkan kepada anggota keluarga untuk gemar menuntut.
Sehungga kadar cukup itu bukan ditentukan dari pihak keluarga yang diberi, melainkan
dari pihak suami yang memberi. Kecukupan disesuikan dengan kemampuan suami, tidak
berlebihan dan tidak terlalu kikir.
Syarat-syarat wajib nafkah perkawinan yang telah memenuhi rukun dan syarat
menyebabkan timbulnya hak dan kewajiban. Artinya istri berhak mendapatkan nafkah
sesuai dengan ketentuan ayat dan hadis sebagaimana telah penulis kemukakan sebelumnya.
Para ulama sepakat bahwa setelah terjadinya akad nikah istri berhak mendapatkan nafkah.
Hanya saja ulama berbeda pendapat ketika membahas apakah hak nafkah itu diperoleh
ketika terjadi akad atau ketika istri telah pindah ke tempat kediaman suami.
Sedangkan Syafi’i dalam qaul jadid, Malikiyah dan Hanabilah mengungkapkan bahwa
istri belum mendapatkan hak nafkahnya melainkan setelah tamkin, seperti istri telah
menyerahkan diri kepada suaminya. Sementara itu sebagian ulama muta’akhirin
menyatakan bahwa istri baru berhak mendapatkan hak nafkah ketika istri telah pindah ke
rumah suaminya.
Menurut jumhur ulama suami wajib memberikan nafkah istrinya apabila: Istri
menyerahkan diri kepada suaminya sekalipun belum melakukan senggama; Istri tersebut
orang yang telah dewasa dalam arti telah layak melakukan hubungan senggama,
perkawinan suami istri itu telah memenuhi syarat dan rukun dalam perkawinan; Tidak
hilang hak suami untuk menahan istri disebabkan kesibukan istri yang dibolehkan agama.
B. Shadaqah
Secara bahasa kata sedekah berasal dari bahasa arab yang secara bahasa berarti
tindakan yang benar. Pada awal pertumbuhan islam, sedekah diartikan sebagai pemberiaan
yang disunahkan.
Sedekah secara bahasa berasal dari huruf shad, dal, dan qaf, serta dari unsur ash-shidq
yang berarti benar atau jujur. Sedekah menunjukkan kebenaran penghambaan seseorang
kepada Allah SWT.
Secara etimologi, sedekah ialah kata benda yang dipakai untuk suatu hal yang
diberikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengertian sedekah adalah pemberian
kepada orang lain dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan diberikan
kepada orang yang sangat membutuhkan tanpa mengharapkan pengganti pemberian
tersebut.
Terdapat syarat – syarat dalam sadaqah, antara lain:
1. Orang yang memberikan shadaqah itu sehat akalnya dan tidak dibawah perwalian orang
lain. Hadiah orang gila, anak-anak dan orang yang kurang sehat jiwanya (seperti
pemboros) tidak sah shadaqah dan hadiahnya.
2. Penerima haruslah orang yang benar-benar memerlukan karena keadaannya yang
terlantar.
3. Penerima shadaqah haruslah orang yang berhak memiliki, jadi shadaqah atau hadiah
kepada anak yang masih dalam kandungan tidak sah.
4. Barang yang dishadaqahkan harus bermanfaat bagi penerimanya
Rukun shadaqah dan syaratnya masing-masing adalah sebagai berikut :

1. Orang yang memberi, syaratnya orang yang memiliki benda itu dan berhak untuk
mentasharrufkan ( memperedarkannya )
2. Orang yang diberi, syaratnya berhak memiliki. Dengan demikian tidak syah memberi
kepada.anak yang masih dalam kandungan ibunya atau memberi kepada binatang,
karena keduanya tidak berhak memiliki sesuatu.
Bentuk-bentuk shadaqah Dalam islam sedekah memiliki arti luas bukan hanya
berbentuk mtri tetapi mencakup semua kebaikan fisik maupun non fisik. Macam-acam
sedekah, yaitu:
1. Memberikan Sesutu dalam benuk materi kepada orang lain
2. Berbuat baik dan menahan diri dari kejahatan
3. Berlaku adil dalam mendamaikan orang yang bersngketa
4. Memberikan senyumn kepada orang lain
5. Membimbing orang buta, tuli, dan bisu serta menunjuki orang yang meminta petunjuk
tentang sesuatu seperti alamat rumah.
6. Menyuruh orang berbuat baik dan mencegahnya dari perbuatan kemungkaran
7. Melangkahkan kaki kejalan allah
Terdapat beberapa Hikmah Shadaqah yang diuraikan sebagai berikut:
a. Menumbuhkan ukhuwah Islamiyah
b. Dapat menghindarkan dari berbagai bencana
c. Akan dicintai Allah SWT.
C. Hibah
Menurut bahasa, hibah berasal dari bahasa arab yaitu huruf haa’ dikasrah dan baa’
difathah, adalah pemberian seseorang akan hartanya kepada Menurut istilah hibah adalah
pemberian harta dari seseorang kepada orang lain dengan alih pemilikan untuk
dimanfaatkan sesuai kegunaannya dan langsung pindah pemilikannya saat ahad hibah
dinyatakan.
Pengertian Hibah dilihat dari dua sisi, yaitu dari sudut bahasa dan pengertian menurut
istilah/terminologi. Menurut bahasa (harfiah), hibah berarti pemberian atau memberikan.
Menurut istilah, Hibah ialah memberikan sesuatu hak milik kepada orang lain untuk
memilikinya dengan masud berbuat baik dan yang dilakukan dalam masa hidup
Berikut rukun – rukun dalam melakukan hibah :
1. Pemberi hibah (wahib)
Syarat-syarat pemberi hibah (wahib) adalah sudah baligh, dilakukan atas dasar
kemauan sendiri, dibenarkan melakukan tindakan hukum dan orang yang berhak
memiliki barang.
a. Penerima hibah (mauhub lahu)
Syarat-syarat penerima hibah (mauhub lahu), diantaranya :Hendaknya
penerima hibah itu terbukti adanya pada waktu dilakukan hibah. Apabila tidak ada
secara nyata atau hanya ada atas dasar perkiraan, seperti janin yang masih dalam
kandungan ibunya maka ia tidak sah dilakukan hibah kepadanya.
b. Barang yang dihibahkan (Mauhub)
Syarat-syarat barang yang dihibahkan (Mauhub), diantaranya : jelas terlihat
wujudnya, barang yang dihibahkan memiliki nilai atau harga, betul-betul milik
pemberi hibah dan dapat dipindahkan status kepemilikannya dari tangan pemberi
hibah kepada penerima hibah.
c. Akad (Ijab dan Qabul)
Misalnya si penerima menyatakan “saya hibahkan atau kuberikan tanah ini
kepadamu”, si penerima menjawab, “ya saya terima pemberian saudara”.
Hibah menghendaki adanya penghibah, orang yang diberi hibah dan sesuatu yang di
hibahkan. Berikut syarat – syarat sebelum melakukan Hibah, yaitu :
1. Syarat-syarat penghibah
a. Penghibah memiliki apa yang di hibahkan
b. Penghibah bukan orang yang dibatasi haknya karena suatu alasan
c. Penghibah itu orang dewasa, berakal dan rasyid
d. Tanpa ada unsur paksaan
2. Syarat-syarat bagi orang yang diberi hibah
a. Berhak memiliki dan benar-benar ada diwaktu di beri hibah
b. Memegang hibah atas seizin wahib
3. Syarat-syarat barang yang di hibahkan
a. Harus ada di waktu hibah
b. Berupa harta yang kuat dan bermanfaat
c. Milik sendiri
d. Dapat di miliki dzatnya
e. Tidak berhubungan dengan tempat lain/terpisah
Sebelumnya telah di jelaskan mengenai pengertian,rukun dan syarat – syarat hibah,
selain itu semua juga terdapat Macam-macam Hibah. Hibah dapat digolongkan menjadi
dua macam yaitu :
Hibah barang adalah memberikan harta atau barang kepada pihak lain yang
mencakup materi dan nilai manfaat harta atau barang tersebut, yang pemberiannya tanpa
ada tendensi (harapan) apapun. Misalnya menghibahkan rumah, sepeda motor, baju dan
sebagainya.
Manfaat hibah yaitu memberikan harta kepada pihak lain agar dimanfaatkan harta
atau barang yang dihibahkan itu, namun materi harta atau barang itu tetap menjadi milik
pemberi hibah. Dengan kata lain, dalam hibah manfaat itu si penerima hibah hanya
memiliki hak guna atau hak pakai saja. Hibah manfaat terdiri dari hibah berwaktu (hibah
muajjalah) dan hibah seumur hidup (al-amri). Hibah muajjalah dapat juga dikategorikan
pinjaman (ariyah) karena setelah lewat jangka waktu tertentu, barang yang dihibahkan
manfaatnya harus dikembalikan.
Adapun hikmah hibah adalah :
1. Menumbuhkan rasa kasih sayang kepada sesama
2. Menumbuhkan sikap saling tolong menolong
3. Dapat mempererat tali silaturahmi
4. Menghindarkan diri dari berbagai malapetaka.
D. Hadiah
Hadiah adalah pemberian sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk
mmnuliakan atau memberikan penghargaan. Rasulullah SAW menganjurkan kepada
umatnya agar saling memberikan hadiah. Karena yang demikian itu dapat menumbuhkan
kecintaan dan saling menghormati antara sesama.
Hadiah adalah memberikan sesuatu tanpa ada imbalannya dan dibawa ke tempat orang
yang akan di beri, karena hendak memuliakanya. Hadiah merupakan suatu penghargaan
dari pemberi kepada si penerima atas prestasi atau yang dikehendakinya. Berikut Syarat-
syarat hadiah:
1. Orang yang memberikan hadiah itu sehat akalnya dan tidak dibawah perwalian orang
lain. Hadiah orang gila, anak-anak dan orang yang kurang sehat jiwanya (seperti
pemboros) tidak sah shadaqah dan hadiahnya.
2. Penerima haruslah orang yang benar-benar memerlukan karena keadaannya yang
terlantar.
3. Penerima shadaqah atau hadiah haruslah orang yang berhak memiliki, jadi shadaqah
atau hadiah kepada anak yang masih dalam kandungan tidak sah.
4. Barang yang dishadaqahkan atau dihadiahkan harus bermanfaat bagi penerimanya.
Rukun Hadiah
Orang yang memberi, syaratnya orang yang memiliki benda itu dan yang berhak
mentasyarrufkannya
a. Orang yang diberi, syaratnya orang yang berhak memiliki .
b. Ijab dan qabul
c. Barang yang diberikan, syaratnya barangnya dapat dijual
E. Wakaf
Menurut bahasa wakaf berasal dari waqf yang berarti radiah (terkembalikan), al-
tahbis (tertahan) , al-tasbil (tertawan) dan al-man’u (mencegah) . Perkataan wakaf yang
menjadi bahasa Indonesia, berasal dari bahsa Arab dalam bentuk masdar atau kata yang
dijadikan kata kerja atau fi’il waqafa. Kata kerja atau fi’il waqafa ini adakalanya
memerlukan objek (muta’addi). Dalam perpustakaan sering ditemui sinonim waqf ialah
habs Waqafa dan habasa dalam bentuk kata kerja yang bermakna menghentikan dan
menahan atau berhenti di tempat.
Sedangkan menurut istilah syara, ialah menahan sesuatu benda yang kekal zatnya,
untuk diambil manfaatnya untuk kebaikan dan kemajuan Islam. Menahan suatu benda yang
kekal zatnya, artinya tidak dijual dan tidak diberikan serta tidak pula diwariskan, tetapi
hanya disedekahkan untuk diambil manfaatnya saja.
Wakaf dinyatakan sah apabila terpenuhi rukun dan syaratnya apabila terpenuhi rukun
dan syaratnya.
1. Rukun Wakaf
a. Orang yang berwakaf (wakif), syaratnya;
1) Mempunyai kecakapan untuk melakukan tabarru, yaitu melepaskan hak milik
tanpa imbalan materi.
2) baligh, berakal sehat, dan tidak terpaksa.
b. Sesuatu (harta) yang diwakafkan (mauquf bih), syaratnya;
1) Harta yang bernilai dan tahan lama.
2) Milik sendiri walaupun hanya sebagian yang diwakafkan atau musya
(bercampur dan tidak dapat dipindahkan dengan bagian yang lain)
c. Mauquf’Alaih atau Tempat berwakaf (yang berhak menerima hasil wakaf itu),
yakni orang yang memilki sesuatu, anak dalam kandungan tidak syah.
d. Akad / Shighat (pernyataan atau ikrar wakif/peruntukan wakaf), misalnya: “Saya
wakafkan ini kepada masjid, sekolah orang yang tidak mampu dan sebagainya”
tidak perlu qabul (jawab) kecuali yang bersifat pribadi (bukan bersifat umum)
2. Syarat Wakaf
a. Wakaf tidak dibatasi dengan waktu tertentu sebab perbutan wakaf berlaku untuk
selamanya, tidak waktu untuk waktu tertentu. Bila seseorang mewakafkan kebun
untuk jangka waktu 10 tahun misalnya, maka wakaf tersebut dipandang batal. .
b. Tujuan wakaf harus jelas, seperti mewakafkan sebidang tanah untuk mesjid,
mushalla, pesantren, pekuburan (makam) dan lainnya. Namun, apabila seseorang
mewakafkan sesuatu kepada hukum tanpa menyebut tujuannya, hal itu dipandang
sah sebab penggunaan benda-benda wakaf tersebut menjadi wewenang lembaga
hukum yang menerima harta-harta wakaf tersebut.
c. Wakaf harus segera dilaksanakan setelah dinyatakan oleh yang mewakafkan, tanpa
digantungkan pada peristiwa yang akan terjadi di masa yang akan datang sebab
pernyataan wakaf berakibat lepasnya hak milik bagi yang mewakafkan. Bila wakaf
digantungkan dengan kematian yang mewakafkan, ini bertalian dengan wasiat dan
tidaklah bertalian dengan wakaf. Dalam pelaksanaan seperti ini, berlakulah
ketentuan-ketentuan yang bertalian dengan wasiat.
d. Wakaf merupakan perkara yang wajib dilaksanakan tanpa adanya hak khiyar
(membatalkan atau meneruskan wakaf yang telah diucapkan) sebab pernyataan
wakaf berlaku seketika dan untuk selamanya.
Manfaat wakaf dalam kehidupan dapat dilihat dari segi hikmahnya. Setiap peraturan
yang disyariatkan Allah Swt kepada makhluknya baik berupa perintah atau larangan pasti
mempunyai hikmah dan ada manfaatnya bagi kehidupan manusia, khususnya bagi umat
Islam. Manfaat itu bisa dirasakan ketika hidup sekarang maupun setelah di akhirat
nantinya yaitu berupa pahala (didasarkan pada janji Allah).
Ibadah wakaf yang tergolong pada perbuatan sunnat ini banyak sekali hikmahnya
yang terkandung di dalam wakaf ini.
1. Harta benda yang diwakafkan dapat tetap terpelihara dan terjamin
kelangsungannya. Tidak perlu khawatir barangnya hilang atau piindah tangan,
karena secara prinsip barang wakaf tidak boleh ditassarrufkan, apakah itu dalam
bentuk menjual, dihibahkan, atau diwariskan.
2. Pahala dan keuntungan bagi si wakif akan tetap mengalir walaupun suatu ketika
ia telah meninggal dunia, selagi benda wakaf itu masih ada dan dapat
dimanfaatkan.
3. Wakaf merupakan salah satu sumber dana yang sangat penting manfaatnya bagi
kehidupan agama dan umat. Antara lain untuk pembinaan mental spritual dana
pembangunan dari segi fisik.
SOAL

1. Hukum memberikan hadiah kepada orang lain adalah…


a. Sunnah
b. Mubah
c. Makruh
d. Wajib
e. Sunnah muakad
2. Berikut ini yang bukan termasuk dalam hikmah hibah adalah…
a. Dapat mempererat tali silaturahmi
b. Menumbuhkan rasa kasih sayang kepada sesama
c. Menumbuhkan sikap saling tolong menolong
d. Membuat harta cepat habis
e. Menghindarkan diri dari berbagai malapetaka.
3. Jelaskan perbedaan shadaqah dan wakaf !
4. Sebutkan syarat – syarat wakaf !
5. Jelaskan syarat – syarat bagi orang yang hendak memberikan hadiah !

KD: 3.10 Mengevaluasi hukum riba, bank dan asuransi

4.10 Menyajikan evaluasi tentang hukum bank, asuransi, dan larangan praktik riba

Indikator, siswa mampu

3.3.1 menjelaskan pengertian dan hukum riba


3.3.2 menjelaskan pengertian, dan fungsi bank
3.3.3 menjelaskan pengertian, fungsi dan jenis – jenis asuransi

MATERI

A. Hukum Riba
Menurut bahasa, riba memiliki beberapa pengertian, yaitu :
1. Bertambah, karena salah satu perbuatan riba adalah meminta tambahan dari sesuatu
yang dihutangkan.
2. Berkembang, berbunga, karena salah satu perbuatan riba adalah membungakan harta
uang atau yang lainnya yang dipinjamkan kepada orang lain.
3. Berlebihan atau menggelembung.
Sedangkan menurut istilah, yang dimaksud dengan riba menurut Al-Mali yang
artinya adalah “akad yang terjadi atas penukaran barang tertentu yang tidak diketahui
perimbangannya menurut ukuran syara’, ketika berakad atau dengan mengakhirkan
tukaran kedua belah pihak atau salah satu keduanya”
Riba yang berasal dari Bahasa arab, artinya tambahan (ziyadah), yang berarti
tambahan pembayaran atas uang pokok pinjaman. riba dapat timbul dalam pinjaman
(riba dayn) dan dapat pula timbul dalam perdagangan (riba bai’). Riba bai’ terdiri dari
dua jenis, yaitu riba karena pertukaran barang sejenis, tetapi jumlahnya tidak seimbang
(riba fadhl), dan riba karena pertukaran barang sejenis dan jumlahnya dilebihkan karena
melibatkan jangka waktu (riba nasi’ah).
Riba itu haram. Banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang menerangkan riba, demikian pula
hadis-hadis yang menerangkan larangan riba dan yang menerangkan siksa bagi pelaku
riba. Hukum riba haram sebagaimana firman Allah SWT yang artinya : “bahwasanya
jual-beli itu seperti riba, tetapi Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba”.
(Q.S Al Baqarah, ayat 275).
Islam mengharamkan riba, karena riba mengandung hal-hal yang sangat negatif
bagi perseorangan maupun masyarakat, yakni :
1. Melenyapkan faedah hutang-piutang yang menjadi tulang punggung gotong-royong
atas kebajikan dan takwa.
2. Sangat menghalangi kepentingan orang yang menderita dan miskin.
3. Melenyapkan manfaat yang wajib disampaikan kepada orang yang membutuhkan.
4. Menjadikan pelakunya malas bekerja keras.
5. Menimbulkan sifat menjajah darikaum hartawan terhadap orang miskin.
B. Bank
Asal dari kata bank adalah dari bahasa Italia yaitu banca yang berarti tempat penukaran
uang.Secara umum pengertian bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan yang
umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan
uang, dan menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai banknote.
Sedangkan pengertian bank menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud
dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-
bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.Kegiatan
menghimpun dana, berupa mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
giro, tabungan, dan deposito. Biasanya sambil diberikan balas jasa yang menarik seperti,
bunga dan hadiah sebagai rangsangan bagi masyarakat agar lebih senang menabung.
Kegiatan menyalurkan dana, berupa pemberian pinjaman kepada masyarakat.
Sedangkan jasa-jasa perbankan lainnya diberikan untuk mendukung kelancaran kegiatan
utama tersebut.
Penghimpun dana Untuk menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dana maka bank
memiliki beberapa sumber yang secara garis besar yaitu:
a. Dana yang bersumber dari bank sendiri yang berupa setoran modal waktu pendirian.
b. Dana yang berasal dari masyarakat luas yang dikumpulkan melalui usaha perbankan
seperti usaha simpanan giro, deposito dan tabanas.
c. Dana yang bersumber dari Lembaga Keuangan yang diperoleh dari pinjaman dana yang
berupa Kredit Likuiditas dan Call Money (dana yang sewaktu-waktu dapat ditarik oleh
bank yang meminjam) dan memenuhi persyaratan. Mungkin Anda pernah mendengar
beberapa bank dilikuidasi atau dibekukan usahanya, salah satu penyebabnya adalah
karena banyak kredit yang bermasalah atau macet.
d. Penyalur dana-dana yang terkumpul oleh bank disalurkan kepada masyarakat dalam
bentuk pemberian kredit, pembelian surat-surat berharga, penyertaan, pemilikan harta
tetap.
e. Pelayan Jasa Bank dalam mengemban tugas sebagai “pelayan lalu-lintas pembayaran
uang” melakukan berbagai aktivitas kegiatan antara lain. pengiriman uang, inkaso, cek
wisata, kartu kredit dan pelayanan lainnya.
f. Adapun secara spesifik bank bank dapat berfungsi sebagai agent of trust, agent of
develovment dan agen of services.
g. Penyalur/pemberi Kredit Bank dalam kegiatannya tidak hanya menyimpan dana yang
diperoleh, akan tetapi untuk pemanfaatannya bank menyalurkan kembali dalam bentuk
kredit kepada masyarakat yang memerlukan dana segar untuk usaha. Tentunya dalam
pelaksanaan fungsi ini diharapkan bank akan mendapatkan sumber pendapatan berupa
bagi hasil atau dalam bentuk pengenaan bunga kredit. Pemberian kredit akan
menimbulkan resiko, oleh sebab itu pemberiannya harus benar-benar teliti.
Adapun fungsi dan peranan bank juga sebai berikut.
1. Penghimpun dana Untuk menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dana maka bank
memiliki beberapa sumber yang secara garis besar ada tiga sumber, yaitu:
a. Dana yang bersumber dari bank sendiri yang berupa setoran modal waktu
pendirian.
b. Dana yang berasal dari masyarakat luas yang dikumpulkan melalui usaha
perbankan seperti usaha simpanan giro, deposito dan tabanas.
c. Dana yang bersumber dari Lembaga Keuangan yang diperoleh dari pinjaman dana
yang berupa Kredit Likuiditas dan call money (dana yang sewaktu-waktu dapat
ditarik oleh bank yang meminjam) dan memenuhi persyaratan. Mungkin Anda
pernah mendengar beberapa bank dilikuidasi atau dibekukan usahanya, salah satu
penyebabnya adalah karena banyak kredit yang bermasalah atau macet.
1) Penyalur dana-dana yang terkumpul oleh bank disalurkan kepada masyarakat
dalam bentuk pemberian kredit, pembelian surat-surat berharga, penyertaan,
pemilikan harta tetap.
2) Pelayan Jasa Bank dalam mengemban tugas sebagai “pelayan lalu-lintas
pembayaran uang” melakukan berbagai aktivitas kegiatan antara lain
pengiriman uang, inkaso, cek wisata, kartu kredit dan pelayanan lainnya.
C. Asuransi
Asuransi adalah salah satu bentuk pengendalian resiko yang dilakukan dengan cara
mengalihkan/transfer resiko dari satu pihak ke pihak lain dalam hal ini adalah perusahaan
asuransi.
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 246 disebutkan bahwa
“asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung
mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi untuk
penggantian kepadanya karena suatu kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan yang mungkin akan di deritanya karena suatu peristiwa yang tidak tentu”.
Fungsi utama dari asuransi adalah sebagai mekanisme untuk mengalihkan resiko (risk
transfer mechanism), yaitu mengalihkan resiko dari satu pihak (tertanggung) kepada pihak
lain (penanggung). Pengalihan resiko ini tidak berarti menghilangkan kemungkinan
misfortune, melainkan pihak penanggung menyediakan pengamanan finansial (financial
security) serta ketenangan (peace of mind) bagi tertanggung. Sebagai imbalannya,
tertanggung membayarkan premi dalam jumlah yang sangat kecil bila dibandingkan
dengan potensi kerugian yang mungkin dideritanya. Pada dasarnya, polis asuransi adalah
suatu kontrak yakni suatu perjanjian yang sah antara penanggung (dalam hal ini perusahaan
asuransi) dengan tertanggung, dimana pihak penanggung bersedia menanggung sejumlah
kerugian yang mungkin timbul dimasa yang akan datang dengan imbalan pembayaran
(premi) tertentu dari tertanggung.
Jenis-jenis asuransi yang terdapat di Indonesia terdiri dari :
1. Asuransi Kesehatan
Jenis asuransi seperti ini tampaknya adalah yang paling banyak digunakan
mengingat jaman sekarang ini biaya untuk berobat dan rumah sakit sangatlah mahal,
oleh karena itu jenis asuransi ini sangat saya anjurkan terutama untuk seluruh keluarga
atau yang mempunyai pekerjaan yang beresiko tinggi, karena jika suatu saat kita
membutuhkan pelayanan medis maka asuransi ini dapat memperingan beban biaya.
2. Asuransi Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan ini walaupun
dalam kenyataannya pendidikan itu adalah hal yang mahal. Jika kamu merasa
pendapatan dimasa yang akan datang tidak akan mencukupi biaya pendidikan anak-
anak kamu maka sebaiknya segera memikirkan untuk mengikuti asuransi jenis ini.
3. Asuransi Pengangkutan
Asuransi pengangkutan adalah asuransi yang mempertanggungkan kemungkinan
resiko terhadap pengangkutan barang. Asuransi pengangkutan dapat dibagi menjadi:
a. Asuransi pengangkutan darat – sungai
b. Asuransi pengangkutan laut
c. Asuransi pengangkutan udara
4. Asuransi Jiwa
Persetujuan antara kedua pihak, yang di dalamnya tercantum pihak mana yang
berjanji akan membayar premi dan pihak lain yang berjanji akan membayar sejumlah
uang yang telah ditentukan jika seseorang tertanggung meninggal atau selambat-
lambatnya pada waktu yang ditentukan. Asuransi jiwa adalah perjanjian antara
perusahaan asuransi dengan konsumen yang menyatakan bahwa perusahaan asuransi
akan memberikan santunan sejumlah dana apabila konsumen meninggal dunia, atau
ditanggung sampai masa tertentu. Dengan adanya asuransi jiwa ini, maka keluarga
yang ditinggalkan merasa aman dari segi keuangan, walaupun ini tidak diharap-harap.
Asuransi jiwa terdiri atas dua macam yaitu:
a. Asuransi modal, pada asuransi ini telah tercantum dalam polis bahwa bila telah tiba
saatnya (meninggal/habis masa asuransinya) maka ganti rugi akan dibayar
sekaligus.
b. Asuransi nafkah hidup, di sini ganti rugi dibayarkan secara berkala selama yang
dipertanggungkan masih hidup.
5. Asuransi Perusahaan
Pertanggungan kerugian ini menyangkut perusahaan yang dirugikan oleh suatu
sebab yang dapat menghentikan/menghambat kegiatan perusahaan.Ganti kerugiannya
biasanya didasarkan kepada keuntungan kotor yang terlepas karena terhentinya
kegiatan perusahaan tersebut.
Berikut manfaat yang dapat diperoleh dari asuransi, antara lain:
1. Memberikan jaminan perlindungan dari resiko-resiko kerugian yang diderita satu pihak
2. Meningkatkan efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan
dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga,
waktu dan biaya
3. Pemerataaan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya
tertentu dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri kerugian yang timbul yang
jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti
4. Dasar bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena bank memerlukan jaminan
perlindungan atas agunan yang diberikan oleh peminjam uang
5. Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan
dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar. Khusus berlaku untuk asuransi jiwa
6. Menutup Loss of Earning Power seseorang atau badan usaha pada saat ia tidak dapat
berfungsi (bekerja)
SOAL
1. Istilah riba berasal dari Bahasa arab yang artinya…
a. Merampas
b. Merugikan
c. Tambahan
d. Keuntungan
e. Menambahkan
2. Dibawah ini yang bukan manfaat dari asuransi adalah…
a. Memberikan jaminan perlindungan dari resiko-resiko kerugian yang diderita satu pihak
b. Sebagai investasi dan tabungan
c. Membantu mengatur keuangan
d. Menghimpun dana masyarakat
e. Membantu meminimalkan kerugian
3. Jelaskan bagaimana perbedaan asuransi dan bank!
4. Bagaimana pendapatmu mengenai asuransi untuk Pendidikan!
5. Jelaskan pengertian bank menurut pendapatmu sendiri!

Anda mungkin juga menyukai