Disusun Oleh :
ENDAH SULISTIYOWATI
NIM : 10.02.05.18
A. Pengertian
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulus yang mendekat (yang
diprakarsai secara internal atau eksternal) disertai dengan suatu pengurangan,
berlebih – lebihan, distorsi atau kelainan berespon terhadap semua stimulus.
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi, suatu pencerapan panca indra tanpa ada
rangsangan dari luar (Maramis, 1998).
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa
adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan
di mana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh/baik. Individu yang
mengalami halusinasi seringkali beranggapan sumber atau penyebab
halusinasi itu berasal dari lingkungannya, padahal rangsangan primer dari
halusinasi adalah kebutuhan perlindungan diri secara psikologik terhadap
kejadian traumatik sehubungan dengan rasa bersalah, rasa sepi, marah, rasa
takut ditinggalkan oleh orang yang diicintai, tidak dapat mengendalikan
dorongan ego, pikiran dan perasaannya sendiri. (Budi Anna Keliat, 1999).
Jadi dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah gangguan persepsi tanpa
ada rangsangan dari luar.
C. Penyebab
Yang menjadi penyebab atau sebagai triger munculnya halusinasi antara
lain klien menarik diri dan harga diri rendah. Akibat rendah diri dan
kurangnya keterampilan berhubungan sosial klien menjadi menarik diri dari
lingkungan. Dampak selanjutnya klien akan lebih terfokus pada dirinya.
Stimulus internal menjadi lebih dominan dibandingkan stimulus eksternal.
Klien lama kelamaan kehilangan kemampuan membedakan stimulus internal
dengan stumulus eksternal. Kondisi ini memicu terjadinya halusinasi.
Tanda dan gejalanya dilihat dari beberapa aspek, yaitu :
1. Aspek fisik :
a. Makan dan minum kurang
b. Tidur kurang atau terganggu
c. Penampilan diri kurang
d. Keberanian kurang
2. Aspek emosi :
a. Bicara tidak jelas, merengek, menangis seperti anak kecil
b. Merasa malu, bersalah
c. Mudah panik dan tiba-tiba marah
3. Aspek sosial
a. Duduk menyendiri
b. Selalu tunduk
c. Tampak melamun
d. Tidak peduli lingkungan
e. Menghindar dari orang lain
f. Tergantung dari orang lain
4. Aspek intelektual
a. Putus asa
b. Merasa sendiri, tidak ada sokongan
c. Kurang percaya diri
D. Rentang Respon
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada
dalam rentang respon neurobiology. Ini merupakan respon persepsi paling
maladaptif. Jika klien sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan
menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui
panca indra ( pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan
perabaan ), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca
indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada. Diantara kedua respon
tersebut adalah respon individu yang karena sesuatu hal mengalami kelainan
persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut
sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukannya
terhadap stimulus panca indra tidak akurat sesuai stimulus yang diterima.
Rentang respon :
Respon Adaptif Respon Maladptif
1. Pikiran logis Distorsi pikiran gangguan pikir/delusi
2. Persepsi akurat ilusi Halusinasi
3. Emosi konsisten dengan Reaksi emosi berlebihan Sulit berespon emosi
4. Pengalaman atau kurang perilaku disorganisasi
5. Perilaku sesuai Perilaku aneh/tidak bias isolasi sosial
6. Berhubungan sosial Menarik diri
E. Akibat
Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan control dirinya
sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun merusak
lingkungan (risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan). Hal ini terjadi
jika halusinasi sudah sampai fase ke IV, di mana klien mengalami panik dan
perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya. Klien benar-benar kehilangan
kemampuan penilaian realitas terhadap lingkungan. Dalam situasi ini klien
dapat melakukan bunuh diri, membunuh orang lain bahkan merusak
lingkungan.
Tanda dan gejala:
1. Muka merah
2. Pandangan tajam
3. Otot tegang
4. Nada suara tinggi
5. Berdebat
6. Sering pula tampak klien memaksakan kehendak:
merampas makanan, memukul jika tidak senang.
G. Fase halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien biasanya berbeda intensitas dan
keparahannya. Fase halusinasi terbagi empat:
1. Fase Pertama (Comforting)
Pada fase ini disebut juga fase menyenangkan. Klien mungkin
melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang menyenangkan untuk
menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini menolong untuk sementara.
Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya dan mengenal pikirannya,
namun intensitas persepsi meningkat.
2. Fase Kedua (Condemming)
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah,
kesepian. Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman
internal dan eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada
halusinasi.
Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi
halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang
lain mendengar dan klien merasa tak mampu mengontrolnya. Klien
membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan
seolah-olah halusinasi datang dari orang lain.
3. Fase Ketiga (Controlling)
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi
terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi
kesenangan dan rasa aman sementara.
4. Fase Keempat (Conquering)
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah
menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat
berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya
klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa
jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan
intervensi.
H. Pohon Masalah
J. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan sensori persepsi : halusinasi
2. Isolasi sosial : menarik diri
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran
hubungan interaksi seanjutnya
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik dengan cara :
1)Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2)Perkenalkan diri dengan sopan
3)Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
4)Jelaskan tujuan pertemuan
5)Jujur dan menepati janji
6)Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7)Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar
klien.
Stuart GW, Sundeen. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC
Ana, Keliat Budi. 1999. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial: Menarik Diri.
Jakarta : FIK UI
Ana, Keliat Budi. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I. Jakarta :
EGC
Aziz R, dkk. 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr.
Amino Gonohutomo
Tim Direktorat Keswa. 2000. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1.
Bandung: RSJP Bandung,