Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI

DI RSJ DAERAH SURAKARTA

Disusun Oleh :

ENDAH SULISTIYOWATI

NIM : 10.02.05.18

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES AN-NUR PURWODADI
2013/2014
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulus yang mendekat (yang
diprakarsai secara internal atau eksternal) disertai dengan suatu pengurangan,
berlebih – lebihan, distorsi atau kelainan berespon terhadap semua stimulus.
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi, suatu pencerapan panca indra tanpa ada
rangsangan dari luar (Maramis, 1998).
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa
adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan
di mana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh/baik. Individu yang
mengalami halusinasi seringkali beranggapan sumber atau penyebab
halusinasi itu berasal dari lingkungannya, padahal rangsangan primer dari
halusinasi adalah kebutuhan perlindungan diri secara psikologik terhadap
kejadian traumatik sehubungan dengan rasa bersalah, rasa sepi, marah, rasa
takut ditinggalkan oleh orang yang diicintai, tidak dapat mengendalikan
dorongan ego, pikiran dan perasaannya sendiri. (Budi Anna Keliat, 1999).
Jadi dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah gangguan persepsi tanpa
ada rangsangan dari luar.

B. Tanda dan Gejala


Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan
duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau
berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah,
melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari
pasien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar
atau dirasakan).
Menurut Budi Anna Keliat tahun 1999 gejala klinis berdasarkan
halusinasi sebagai berikut :
1. Tahap 1: halusinasi bersifat tidak menyenangkan
Gejala klinis :
a. Menyeriangai/tertawa tidak sesuai
b. Menggerakkan bibir tanpa bicara
c. Gerakan mata cepat
d. Bicara lambat
e. Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
2. Tahap 2: halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis :
a. Cemas
b. Konsentrasi menurun
c. Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
3. Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala klinis :
a. Cenderung mengikuti halusinasi
b. Kesulitan berhubungan dengan orang lain
c. Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
d. Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu
mengikuti petunjuk)
4. Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis :
a. Pasien mengikuti halusinasi
b. Tidak mampu mengendalikan diri
c. Tidak mamapu mengikuti perintah nyata
d. Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.

C. Penyebab
Yang menjadi penyebab atau sebagai triger munculnya halusinasi antara
lain klien menarik diri dan harga diri rendah. Akibat rendah diri dan
kurangnya keterampilan berhubungan sosial klien menjadi menarik diri dari
lingkungan. Dampak selanjutnya klien akan lebih terfokus pada dirinya.
Stimulus internal menjadi lebih dominan dibandingkan stimulus eksternal.
Klien lama kelamaan kehilangan kemampuan membedakan stimulus internal
dengan stumulus eksternal. Kondisi ini memicu terjadinya halusinasi.
Tanda dan gejalanya dilihat dari beberapa aspek, yaitu :
1. Aspek fisik :
a. Makan dan minum kurang
b. Tidur kurang atau terganggu
c. Penampilan diri kurang
d. Keberanian kurang
2. Aspek emosi :
a. Bicara tidak jelas, merengek, menangis seperti anak kecil
b. Merasa malu, bersalah
c. Mudah panik dan tiba-tiba marah
3. Aspek sosial
a. Duduk menyendiri
b. Selalu tunduk
c. Tampak melamun
d. Tidak peduli lingkungan
e. Menghindar dari orang lain
f. Tergantung dari orang lain
4. Aspek intelektual
a. Putus asa
b. Merasa sendiri, tidak ada sokongan
c. Kurang percaya diri

D. Rentang Respon
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada
dalam rentang respon neurobiology. Ini merupakan respon persepsi paling
maladaptif. Jika klien sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan
menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui
panca indra ( pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan
perabaan ), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca
indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada. Diantara kedua respon
tersebut adalah respon individu yang karena sesuatu hal mengalami kelainan
persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut
sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukannya
terhadap stimulus panca indra tidak akurat sesuai stimulus yang diterima.
Rentang respon :
Respon Adaptif Respon Maladptif
1. Pikiran logis Distorsi pikiran gangguan pikir/delusi
2. Persepsi akurat ilusi Halusinasi
3. Emosi konsisten dengan Reaksi emosi berlebihan Sulit berespon emosi
4. Pengalaman atau kurang perilaku disorganisasi
5. Perilaku sesuai Perilaku aneh/tidak bias isolasi sosial
6. Berhubungan sosial Menarik diri

E. Akibat
Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan control dirinya
sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun merusak
lingkungan (risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan). Hal ini terjadi
jika halusinasi sudah sampai fase ke IV, di mana klien mengalami panik dan
perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya. Klien benar-benar kehilangan
kemampuan penilaian realitas terhadap lingkungan. Dalam situasi ini klien
dapat melakukan bunuh diri, membunuh orang lain bahkan merusak
lingkungan.
Tanda dan gejala:
1. Muka merah
2. Pandangan tajam
3. Otot tegang
4. Nada suara tinggi
5. Berdebat
6. Sering pula tampak klien memaksakan kehendak:
merampas makanan, memukul jika tidak senang.

F. Jenis- jenis halusinasi


Karakteristik :
1. Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara
berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas
berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara
dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana
klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu
kadang dapat membahayakan.
2. Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,gambar
kartun,bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias menyenangkan
atau menakutkan seperti melihat monster.
3. Penghidu
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya
bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat
stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
4. Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa
tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
Cenesthetic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan
makan atau pembentukan urine
5. Kinisthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

G. Fase halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien biasanya berbeda intensitas dan
keparahannya. Fase halusinasi terbagi empat:
1. Fase Pertama (Comforting)
Pada fase ini disebut juga fase menyenangkan. Klien mungkin
melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang menyenangkan untuk
menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini menolong untuk sementara.
Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya dan mengenal pikirannya,
namun intensitas persepsi meningkat.
2. Fase Kedua (Condemming)
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah,
kesepian. Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman
internal dan eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada
halusinasi.
Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi
halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang
lain mendengar dan klien merasa tak mampu mengontrolnya. Klien
membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan
seolah-olah halusinasi datang dari orang lain.
3. Fase Ketiga (Controlling)
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi
terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi
kesenangan dan rasa aman sementara.
4. Fase Keempat (Conquering)
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah
menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat
berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya
klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa
jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan
intervensi.

H. Pohon Masalah

Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Perubahan sensori perseptual: halusinasi

Isolasi sosial : menarik diri

Gangguan konsep diri : harga diri rendah


I. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji
1. Masalah keperawatan
a. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
b. Isolasi sosial : menarik diri
c. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
d. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Data yang perlu dikaji
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif :
1) Mata merah, wajah agak merah.
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai:
berteriak, menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan
tajam.
4) Merusak dan melempar barang-barang.

b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi


Data Subjektif :
1) Klien mengatakan mendengar bunyi yang
tidak berhubungan dengan stimulus nyata
2) Klien mengatakan melihat gambaran
tanpa ada stimulus yang nyata
3) Klien mengatakan mencium bau tanpa
stimulus
4) Klien merasa makan sesuatu
5) Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
6) Klien takut pada suara/bunyi/gambar
yang dilihat dan didengar
7) Klien ingin memukul/melempar barang-
barang
Data Objektif :
1) Klien berbicara dan tertawa sendiri
2) Klien bersikap seperti mendengar/melihat
sesuatu
3) Klien berhenti bicara ditengah kalimat
untuk mendengarkan sesuatu
4) Disorientasi

c. Isolasi sosial : menarik diri


Data Subyektif :
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
Data Obyektif :
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup,
Apatis, Ekspresi sedih, Komunikasi verbal kurang, Aktivitas menurun,
Posisi janin pada saat tidur, Menolak berhubungan, Kurang
memperhatikan kebersihan.

d. Gangguan konsep diri : harga diri rendah


Data Subyektif :
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri
Data Obyektif :
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.

J. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan sensori persepsi : halusinasi
2. Isolasi sosial : menarik diri
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

K. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa I : perubahan sensori persepsi halusinasi
Tujuan umum : klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan.

Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran
hubungan interaksi seanjutnya
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik dengan cara :
1)Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2)Perkenalkan diri dengan sopan
3)Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
4)Jelaskan tujuan pertemuan
5)Jujur dan menepati janji
6)Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7)Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar
klien.

2. Klien dapat mengenal halusinasinya


Tindakan :
a. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
b. Observasi tingkah laku klien terkait dengan
halusinasinya: bicara dan tertawa tanpa stimulus memandang ke
kiri/ke kanan/ kedepan seolah-olah ada teman bicara
c. Bantu klien mengenal halusinasinya
1) Tanyakan apakah ada suara yang didengar
2) Apa yang dikatakan halusinasinya
3) Katakan perawat percaya klien mendengar
suara itu , namun perawat sendiri tidak mendengarnya.
4) Katakan bahwa klien lain juga ada yang
seperti itu
5) Katakan bahwa perawat akan membantu
klien
d. Diskusikan dengan klien :
1) Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi
2) Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore,
malam)
e. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi
halusinasi (marah, takut, sedih, senang) beri kesempatan klien
mengungkapkan perasaannya.

3. Klien dapat mengontrol halusinasinya


Tindakan :
a. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat ber
pujian
c. Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya
halusinasi:
1) Katakan “ saya tidak mau dengar”
2) Menemui orang lain
3) Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
4) Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien
tampak bicara sendiri
d. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasinya
secara bertahap
e. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih
f. Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil
g. Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi persepsi

4. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya


Tindakan :
a. Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami
halusinasi
b. Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat
kunjungan rumah):
1) Gejala halusinasi yang dialami klien
2) Cara yang dapat dilakukan klien dan keuarga untuk
memutus halusinasi
3) Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah,
diberi kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama,
bepergian bersama
4) Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu
mendapat bantuan : halusinasi tidak terkontrol, dan resiko
mencederai diri atau orang lain

5. Klien memanfaatkan obat dengan baik


Tindakan :
a. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi
dan manfaat minum obat
b. Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan
merasakan manfaatnya
c. Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek
samping minum obat yang dirasakan
d. Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi
e. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 6 benar.
Diagnosa II : isolasi sosial menarik diri
Tujuan umum : klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi: halusinasi
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan
diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kesepakatan dengan jelas tentang topik, tempat dan waktu.
b. Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau tidak
menjawab.
c. Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan terburu-
buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.

2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri


Tindakan :
1. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-
tandanya
2. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau mau bergaul
3. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda
serta penyebab yang muncul
4. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya.

3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan


kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :
a. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan
dengan orang lain
1)Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain
2)Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan
orang lain
3)Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
b. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan
dengan orang lain
1)Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
dengan orang lain
2)Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain
3)Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.

4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial


Tindakan :
a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
b. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui
tahap :
1) K – P
2) K – P – P lain
3) K – P – P lain – K lain
4) K – Kel/Klp/Masy
c. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
d. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
e. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam
mengisi waktu
f. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
g. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan.

5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan


orang lain
Tindakan :
a. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan
dengan orang lain
b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan
dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain.

6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga


Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
1) Salam, perkenalan diri
2) Jelaskan tujuan
3) Buat kontrak
4) Eksplorasi perasaan klien
b. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
1) Perilaku menarik diri
2) Penyebab perilaku menarik diri
3) Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
4) Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
c. Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien
untuk berkomunikasi dengan orang lain
d. Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk
klien minimal satu kali seminggu
e. Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh
keluarga

Diagnosa III : harga diri rendah.


Tujuan umum: Kien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal.
Tujuan khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
a. Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan prinsip
komunikasi terapeutik:
1) Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
klien
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar
klien.

2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.


a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
b. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien.
c. Utamakan memberi pujian yang realistik.

3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.


a. Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan.
b. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.

4. Klien dapat merencanakn kegiatan sesuai dengan kemampuan yang


dimiliki.
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari.
b. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
c. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien lakukan.

5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuannya.


a. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
b. Diskusikan pelaksanaan kegiatan dirumah.

6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.


a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara mearwat
klien dengan harag diri rendah.
b. Bantu keluarga memberiakn dukungan selama klien dirawat.
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.
DAFTAR PUSTAKA

Stuart GW, Sundeen. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC
Ana, Keliat Budi. 1999. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial: Menarik Diri.
Jakarta : FIK UI
Ana, Keliat Budi. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I. Jakarta :
EGC
Aziz R, dkk. 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr.
Amino Gonohutomo
Tim Direktorat Keswa. 2000. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1.
Bandung: RSJP Bandung,

Anda mungkin juga menyukai