Anda di halaman 1dari 30

Perawatan Luka

MAKALAH
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Keperawatan Medikal Bedah yang dibina oleh
Nurul Hidayah, S.Kep, Ns, M.Kep

Oleh :
1. Rizqi Alrian (P17220183049)
2. Eva Tusinadyah (P17220183053)
3. Erna Mujiati (P17220184057)
4. Cahyo Dwi Rachmawan (P17220184061)
5. Lavenia Arlina Kusumawardhani (P17220184086)

POLITEKNIK KESEHATAN MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
D3 KEPERAWATAN LAWANG
2020
Ucapan Terima Kasih

Dengan menyebut Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
segala puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ””. Makalah ini kami
susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbgai pihak sehingga
dapat memperlancar pembuatan makalah ini untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya
bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kaliamat maupun tata
bahanya oleh karea itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan
kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami
berharap semoga makalah ini ada manfaatnya untuk masyarakat ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pemabaca.

Lawang, 22 Januari 2020

Penulis

i
i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...............................................................................................................i
Daftar Isi.......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................2
1.3 Tujuan....................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Rawat luka.................................................................................................4
2.2 Jenis – Jenis Rawat Luka.............................................................................................4
2.3 Mekanisme Rawat Luka..............................................................................................6
2.4 Penyembuhan Rawat Luka..........................................................................................7
2.5 Factor Yang Mempengaruhi Luka.............................................................................11
2.6 Komplikasi Penyembuhan Rawat Luka....................................................................13
2.7 Perkembangan Rawat Luka.......................................................................................14
2.8 Tujuan Perawatan Luka.............................................................................................15
2.9 SOP............................................................................................................................17

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan.........................................................................................................18
3.2 Saran...................................................................................................................18

Daftar Rujukan............................................................................................................19

ii
ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan karena adanya cedera
atau pembedahan (Agustina, 2009: 83). Berdasarkan sifat kejadian, luka dibagi
menjadi dua yaitu luka disengaja dan luka tidak disengaja. Luka disengaja
misalnya luka terkena radiasi atau bedah, sedangkan luka tidak disengaja
contohnya adalah luka terkena trauma. Perawatan luka adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan untuk merawat luka agar dapat mencegah terjadinya
trauma (injuri) pada kulit membran mukosa jaringan lain yang disebabkan oleh
adanya trauma, fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit.
Serangkaian kegiatan tersebut meliputi pembersihan luka, memasang balutan,
mengganti balutan, pengisian (packing) luka, memfiksasi balutan, tindakan
pemberian rasa nyaman yang meliputi membersihkan kulit dan daerah drainase,
irigasi, pembuangan drainase, pemasangan perban (Bryant, 2007: 23). Luka pasca
operasi merupakan luka yang sengaja dibuat oleh ahli bedah, oleh karena itu
dibutuhkan penanganan secara khusus karena saat ini banyak luka pasca operasi
yang terkena infeksi. Infeksi luka pasca operasi merupakan infeksi nasokomial
kedua terbanyak di rumah sakit yang dapat di sebabkan oleh stapylococus aereus,
euchericeacoli, precus vulgaris, aerobacter, aerogenes, seudomonas eruginosa dan
organisme lainnya. Infeksi luka pasca operasi bisa terjadi 2-11 hari setelah pasca
operasi di tandai dengan antara lain: kemerahan (rubor), bengkak (tumor), nyeri
(dolor), panas, dan demam (color) (Mayo J Morison, 2003: 55). Perawatan luka
pasca operasi yang tepat dapat mencegah terjadinya infeksi silang dan dapat
mempercepat proses penyembuhan luka, dengan demikian hari rawat akan lebih
pendek. Dalam perawatan luka, frekuensi perawatan luka perlu diperhatikan untuk
meminimalkan kejadian infeksi, kasa penutup luka harus diganti lebih awal jika
basah, karena kasa basah meningkatkan kemungkinan kontaminasi bakteri pada
luka operasi (Sjamsuhidajat dan Jong, 2011: 102) Jika perawatan luka post operasi
tersebut tidak dilakukan dengan baik maka pasien beresiko tinggi terkena infeksi.

1
2

Menurut data World Healt Organitation (WHO) menunjukan bahwa


selama lebih dari satu abad, perawatan luka operasi telah menjadi komponen
penting dari perawatan kesehatan di seluruh dunia. Diperkirakan setiap tahun ada
230 juta tindakan operasi dilakukan di seluruh dunia baik operasi kecil maupun
operasi besar (Hasri, 2012: 76). Kejadian infeksi luka post operasi di Amerika
Serikat sekitar 2-4% dari pasien yang menjalani operasi setiap tahunya (Anderson,
2011: 5). Prevalensi luka post operasi di Indonesia menurut putra el al .(2011)
sekitar 2,3-18,3%. Angka kejadian luka setiap tahun semakin meningkat, baik
luka akut maupun luka kronis. Sebuah penelitian terbaru di Amerika
menunjukkan prevalensi pasien dengan luka adalah 3.50 per 1000 populasi
penduduk. Mayoritas luka pada penduduk dunia adalah luka karena
pembedahan/trauma (48.00%), ulkus kaki (28.00%), luka dekubitus (21.00%).
Pada tahun 2009, sebuah asosiasi luka di Amerika melakukan penelitian tentang
insiden luka di dunia berdasarkan etiologi penyakit. Diperoleh data untuk luka
bedah ada 110.30 juta kasus, luka trauma 1.60 juta kasus,luka lecet ada 20.40 juta
kasus, luka bakar 10 juta kasus, ulkus dekubitus 8.50 juta kasus, ulkus vena 12.50
juta kasus, ulkus diabetik 13.50 juta kasus, amputasi 0.20 juta pertahun,
karsinoma 0.60 juta pertahun, melanoma 0.10 juta, komplikasi kanker kulit ada
sebanyak 0.10 juta kasus (Diligence, 2009). Dan di Indonesia angka infeksi untuk
luka bedah mencapai 2.30 sampai dengan 18.30 % (Depkes RI, 2001).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada makalah ini
sebagai berikut.
1. Pengertian Rawat luka
2. Jenis – Jenis Rawat Luka
3. Mekanisme Rawat Luka
4. Penyembuhan Rawat Luka
5. Factor Yang Mempengaruhi Luka
6. Komplikasi Penyembuhan Rawat Luka
7. Perkembangan Rawat Luka
8. Tujuan Perawatan Luka
3

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, berikut tujuan penulisan makalah
ini.
1. Memahami Pengertian Rawat luka
2. Memahami Jenis – Jenis Rawat Luka
3. Memahami Mekanisme Rawat Luka
4. Memahami Penyembuhan Rawat Luka
5. Memahami Factor Yang Mempengaruhi Luka
6. Memahami Komplikasi Penyembuhan Rawat Luka
7. Memahami Perkembangan Rawat Luka
8. Memahami Tujuan Perawatan Luka
3
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Pengertian
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit ( Taylor,
1997). Luka adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang
atau organ tubuh lain (Kozier, 1995).
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian Sel
2.2 Jenis – Jenis sel
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan
luka itu dan menunjukkan derajat luka (Taylor, 1997).
1. Berdasarkan tingkat kontaminasi
a. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak
terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan,
pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan
luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson –
Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
b. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka
pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam
kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya
infeksi luka adalah 3% - 11%.
c. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka
akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau
kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut,
inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
d. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya
mikroorganisme pada luka.
2. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka

4
5

a. Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi


pada lapisan epidermis kulit.
b. Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan
epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya
tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
c. Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi
kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi
tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan
epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis
sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
3. Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan
tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas. Berdasarkan waktu
penyembuhan luka
5

a.
6

b. Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.

Gambat luka akut


b. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan,
dapat karena faktor eksogen dan endogen.

Gambat luka kronis


2.3 Mekanisme terjadinya luka :
1. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang
tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik)
biasanya tertutup oleh sutura seterah seluruh pembuluh darah yang
luka diikat (Ligasi)
2. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu
tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak,
perdarahan dan bengkak.
3. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan
benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti
peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang
kecil.
5. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti
oleh kaca atau oleh kawat.
7

6. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ


tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi
pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.
7. Luka Bakar (Combustio)
2.3 Penyembuhan Luka
Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan
memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak,
membersihkan sel dan benda asing dan perkembangan awal seluler bagian dari
proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan,
walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses
penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area yang luka bebas dari kotoran
dengan menjaga kebersihan membantu untuk meningkatkan penyembuhan
jaringan (Taylor, 1997).
1. Prinsip Penyembuhan Luka
Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Taylor (1997)
yaitu: (1) Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh
luasnya kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang, (2) Respon tubuh
pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga, (3) Respon tubuh secara
sistemik pada trauma,(4) Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka, (5)
Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama untuk
mempertahankan diri dari mikroorganisme, dan (6) Penyembuhan normal
ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing tubuh termasuk bakteri.
2. Fase Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan hal ini
juga berhubungan dengan regenerasi jaringan. Fase penyembuhan luka
digambarkan seperti yang terjadi pada luka pembedahan (Kozier,1995). Menurut
Kozier, 1995
8

a. Fase Inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3 – 4 hari. Dua proses
utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan pagositosis. Hemostasis
(penghentian perdarahan) akibat fase konstriksi pembuluh darah besar di daerah
luka, retraksi pembuluh darah, endapan fibrin (menghubungkan jaringan) dan
pembentukan bekuan darah di daerah luka. Bekuan darah dibentuk oleh platelet
yang menyiapkan matrik fibrin yang menjadi kerangka bagi pengambilan sel.
Scab (keropeng) juga dibentuk dipermukaan luka. Bekuan dan jaringan mati, scab
membantu hemostasis dan mencegah kontaminasi luka oleh mikroorganisme.
Dibawah scab epithelial sel berpindah dari luka ke tepi. Epitelial sel membantu
sebagai barier antara tubuh dengan lingkungan dan mencegah masuknya

mikroorganisme

Fase inflamatori juga memerlukan pembuluh darah dan respon


seluler digunakan untuk mengangkat benda-benda asing dan jaringan mati.
Suplai darah yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan
nutrisi yang diperlukan pada proses penyembuhan. Pada akhirnya daerah
luka tampak merah dan sedikit bengkak.
Selama sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke
daerah interstitial. Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari
monosit selama lebih kurang 24 jam setelah cidera/luka. Makrofag ini
menelan mikroorganisme dan sel debris melalui proses yang disebut
pagositosis. Makrofag juga mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF) yang
merangsang pembentukan ujung epitel diakhir pembuluh darah. Makrofag
dan AGF bersama-sama mempercepat proses penyembuhan. Respon
inflamatori ini sangat penting bagi proses penyembuhan
9

b. Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4 sampai hari ke-21 setelah
pembedahan. Fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke
daerah luka mulai 24 jam pertama setelah pembedahan. Diawali dengan
mensintesis kolagen dan substansi dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari
setelah terjadi luka. Kolagen adalah substansi protein yang menambah tegangan
permukaan dari luka. Jumlah kolagen yang meningkat menambah kekuatan
permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka terbuka. Selama waktu itu
sebuah lapisan penyembuhan nampak dibawah garis irisan luka

Kapilarisasi tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang


memberikan oksigen dan nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan. Fibroblast
berpindah dari pembuluh darah ke luka membawa fibrin. Seiring perkembangan
kapilarisasi jaringan perlahan berwarna merah. Jaringan ini disebut granulasi
jaringan yang lunak dan mudah pecah.
c. Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke-21 dan berakhir 1-2 tahun setelah
pembedahan. Fibroblast terus mensintesis kolagen. Kolagen menjalin dirinya ,
menyatukan dalam struktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil, kehilangan
elastisitas dan meninggalkan garis putih.
10

Menurut Taylor (1997):


a. Fase Inflamatory
Fase inflammatory dimulai setelah pembedahan dan berakhir hari ke 3 – 4
pasca operasi. Dua tahap dalam fase ini adalah Hemostasis dan Pagositosis.
Sebagai
tekanan yang besar, luka menimbulkan lokal adaptasi sindrom. Sebagai hasil
adanya
suatu konstriksi pembuluh darah, berakibat pembekuan darah untuk menutupi
luka.
Diikuti vasodilatasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke daerah luka yang
dibatasi oleh sel darah putih untuk menyerang luka dan menghancurkan bakteri
dan
debris. Lebih kurang 24 jam setelah luka sebagian besar sel fagosit ( makrofag)
masuk ke daerah luka dan mengeluarkan faktor angiogenesis yang merangsang
pembentukan anak epitel pada akhir pembuluh luka sehingga pembentukan
kembali
dapat terjadi.
b. Fase Proliferative
Dimulai pada hari ke 3 atau 4 dan berakhir pada hari ke-21. Fibroblast secara
cepat mensintesis kolagen dan substansi dasar. Dua substansi ini membentuk
lapis-
lapis perbaikan luka. Sebuah lapisan tipis dari sel epitel terbentuk melintasi luka
dan
aliran darah ada didalamnya, sekarang pembuluh kapiler melintasi luka
(kapilarisasi
tumbuh). Jaringan baru ini disebut granulasi jaringan, adanya pembuluh darah,
kemerahan dan mudah berdarah.
c. Fase Maturasi
Fase akhir dari penyembuhan, dimulai hari ke-21 dan dapat berlanjut selama
1 – 2 tahun setelah luka. Kollagen yang ditimbun dalam luka diubah, membuat
penyembuhan luka lebih kuat dan lebih mirip jaringan. Kollagen baru menyatu,
menekan pembuluh darah dalam penyembuhan luka, sehingga bekas luka menjadi
rata, tipis dan garis putih.
Menurut Potter (1998):
a. Devensive / Tahap Inflamatory
11

Dimulai ketika sejak integritas kulit rusak/terganggu dan berlanjut hingga


4-6 hari. Tahap ini terbagi atas Homeostasis, Respon inflamatori, Tibanya sel
darah putih di luka. Hemostasis adalah kondisi dimana terjadi konstriksi
pembuluh darah, membawa platelet menghentikan perdarahan. Bekuan
membentuk sebuah matriks fibrin yang mencegah masuknya organisme infeksius.
Respon inflammatory adalah saat terjadi peningkatan aliran darah pada luka dan
permeabilitas vaskuler plasma menyebabkan kemerahan dan bengkak pada lokasi
luka. Sampainya sel darah putih di luka melalui suatu proses, neutrophils
membunuh bakteri dan debris yang kemudian mati dalam beberapa hari dan
meninggalkan eksudat yang menyerang bakteri dan membantu perbaikan jaringan.
Monosit menjadi makrofag, selanjutnya makrofag membersihkan sel dari debris
oleh pagositosis, Meningkatkan perbaikan luka dengan mengembalikan asam
amino normal dan glukose . Epitelial sel bergerak dari dalam ke tepi luka selama
lebih kurang 48 jam.
b. Reconstruksion / Tahap Prolifrasi
Penutupan dimulai hari ke-3 atau ke-4 dari tahap defensive dan berlanjut
selama 2 – 3 minggu. Fibroblast berfungsi membantu sintesis vitamin B dan C,
dan asam amino pada jaringan kollagen. Kollagen menyiapkan struktur, kekuatan
dan integritas luka. Epitelial sel memisahkan sel-sel yang rusak.
c. Tahap Maturasi
d. Tahap akhir penyembuhan luka berlanjut selama 1 tahun atau lebih
hingga bekas luka merekat kuat.
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Luka
1. Usia
Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang
tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu
sintesis dari faktor pembekuan darah.

2. Nutrisi
Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien
memerlukan diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral
seperti Fe, Zn. Klien kurang nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki status
nutrisi mereka setelah pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk
meningkatkan
12

resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena supply darah jaringan
adipose tidak adekuat.
3. Infeksi
Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi.
4. Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi
Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya
sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit
pembuluh darah). Pada orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat
karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk
sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa dan pada orang yang
menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes millitus.
Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan
pernapasan kronik pada perokok.
Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan
menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.
5. Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara
bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat
bekuan yang besar hal
tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga
menghambat proses penyembuhan luka.

6. Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan
terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari
serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk
suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah (“Pus”).
7. Iskemia
Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah
pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi
akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal
yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
13

8. Diabetes
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula
darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi
penurunan protein-kalori tubuh.
9. Keadaan Luka
Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas
penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.
10. Obat
Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti
neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama
dapat membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka.
a. Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh
terhadap cedera
b. Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan

c. Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk


bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah
luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi
intravaskular.

2.6 Komplikasi Penyembuhan Luka


Komplikasi penyembuhan luka meliputi infeksi, perdarahan, dehiscence dan
eviscerasi.
1. Infeksi
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama
pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2
– 7 hari setelah pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent,
peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka,
peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih.
2. Perdarahan
Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku
pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing
(seperti drain). Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan
13

(dan luka di bawah balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam
pertama setelah
14

pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu.Jika perdarahan berlebihan terjadi,


penambahan tekanan balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan
dan intervensi pembedahan mungkin diperlukan.
3. Dehiscence dan Eviscerasi
Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius.
Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah
keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan,
kurang nutrisi, ,multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan,
muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka.
Dehiscence luka dapat terjadi 4 – 5 hari setelah operasi sebelum kollagen meluas
di daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup
dengan balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan
untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka.
2.7 Perkembangan Perawatan Luka
Profesional perawat percaya bahwa penyembuhan luka yang terbaik
adalah dengan membuat lingkungan luka tetap kering (Potter.P, 1998).
Perkembangan perawatan luka sejak tahun 1940 hingga tahun 1970, tiga peneliti
telah memulai tentang perawatan luka. Hasilnya menunjukkan bahwa lingkungan
yang lembab lebih baik daripada lingkungan kering. Winter (1962) mengatakan
bahwa laju epitelisasi luka yang ditutup poly-etylen dua kali lebih cepat daripada
luka yang dibiarkan kering. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa migrasi
epidermal pada luka superficial lebih cepat pada suasana lembab daripada kering,
dan ini merangsang perkembangan balutan luka modern ( Potter. P, 1998).
Perawatan luka lembab tidak meningkatkan infeksi. Pada kenyataannya tingkat
infeksi pada semua jenis balutan le:mbab adalah 2,5 %, lebih baik dibanding 9 %
pada balutan kering (Thompson. J, 2000). Rowel (1970) menunjukkan bahwa
lingkungan lembab meningkatkan migrasi sel epitel ke pusat luka dan melapisinya
sehingga luka lebih cepat sembuh. Konsep penyembuhan luka dengan teknik
lembab ini merubah penatalaksanaan luka dan memberikan rangsangan bagi
perkembangan balutan lembab ( Potter. P, 1998).
Penggantian balutan dilakukan sesuai kebutuhan tidak hanya berdasarkan
kebiasaan, melainkan disesuaikan terlebih dahulu dengan tipe dan jenis luka.
15

Penggunaan antiseptik hanya untuk yang memerlukan saja karena efek


toksinnya terhadap sel sehat. Untuk membersihkan luka hanya memakai normal
saline (Dewi, 1999). Citotoxic agent seperti povidine iodine, asam asetat,
seharusnya tidak secara sering digunakan untuk membersihkan luka karena dapat
menghambat penyembuhan dan mencegah reepitelisasi. Luka dengan sedikit
debris dipermukaannya dapat dibersihkan dengan kassa yang dibasahi dengan
sodium klorida dan tidak terlalu banyak manipulasi gerakan. (Walker. D, 1996)
Tepi luka seharusnya bersih, berdekatan dengan lapisan sepanjang tepi
luka. Tepi luka ditandai dengan kemerahan dan sedikit bengkak dan hilang kira-
kira satu minggu. Kulit menjadi tertutup hingga normal dan tepi luka menyatu.
Perawat dapat menduga tanda dari penyembuhan luka bedah insisi :
1. Tidak ada perdarahan dan munculnya tepi bekuan di tepi luka.
2. Tepi luka akan didekatkan dan dijepit oleh fibrin dalam bekuan selama
satu atau beberapa jam setelah pembedahan ditutup.
3. Inflamasi (kemerahan dan bengkak) pada tepi luka selama 1 – 3 hari.
4. Penurunan inflamasi ketika bekuan mengecil.
5. Jaringan granulasi mulai mempertemukan daerah luka. Luka bertemu
dan menutup selama 7 – 10 hari. Peningkatan inflamasi digabungkan
dengan panas dan drainase mengindikasikan infeksi luka. Tepi luka
tampak meradang dan bengkak.
6. Pembentukan bekas luka.
7. Pembentukan kollagen mulai 4 hari setelah perlukan dan berlanjut
sampai 6 bulan atau lebih.
8. Pengecilan ukuran bekas luka lebih satu periode atau setahun.
Peningkatan ukuran bekas luka menunjukkan pembentukan kelloid.
2.8 Tujuan Perawatan Luka
1. Memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka
2. Absorbsi drainase
3. Menekan dan imobilisasi luka
4. Mencegah luka dan jaringan epitel baru dari cedera mekanis
5. Mencegah luka dari kontaminasi bakteri
6. Meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing
7. Memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien
16

I. Bahan yang Digunakan dalam Perawatan Luka


1. Sodium Klorida 0,9 %
Sodium klorida adalah larutan fisiologis yang ada di seluruh tubuh
karena alasan ini tidak ada reaksi hipersensitivitas dari sodium klorida. Normal
saline aman digunakan untuk kondisi apapun (Lilley & Aucker, 1999). Sodium
klorida atau natrium klorida mempunyai Na dan Cl yang sama seperti plasma.
Larutan ini tidak mempengaruhi sel darah merah (Handerson, 1992). Sodium
klorida tersedia dalam beberapa konsentrasi, yang paling sering adalah sodium
klorida 0,9 %. Ini adalah konsentrasi normal dari sodium klorida dan untuk alasan
ini sodium klorida disebut juga normal saline (Lilley & Aucker, 1999).
Merupakan larutan isotonis aman untuk tubuh, tidak iritan, melindungi granulasi
jaringan dari kondisi kering, menjaga kelembaban sekitar luka dan membantu luka
menjalani proses penyembuhan serta mudah didapat dan harga relatif lebih murah
(http://rpromise.com/woundcare/)
2. Larutan povodine-iodine.
Iodine adalah element non metalik yang tersedia dalam bentuk
garam yang dikombinasi dengan bahan lain Walaupun iodine bahan non metalik
iodine berwarna hitam kebiru-biruan, kilau metalik dan bau yang khas. Iodine
hanya larut sedikit di air, tetapi dapat larut secara keseluruhan dalam alkohol dan
larutan sodium iodide encer. Iodide tinture dan solution keduanya aktif melawan
spora tergantung konsentrasi dan waktu pelaksanaan (Lilley & Aucker, 1999).
Larutan ini akan melepaskan iodium anorganik bila kontak dengan kulit atau
selaput lendir sehingga cocok untuk luka kotor dan terinfeksi bakteri gram positif
dan negatif, spora, jamur, dan protozoa. Bahan ini agak iritan dan alergen serta
meninggalkan residu (Sodikin, 2002). Studi menunjukan bahwa antiseptik seperti
povodine iodine toxic terhadap sel (Thompson. J, 2000). Iodine dengan
konsentrasi > 3 % dapat memberi rasa panas pada kulit. Rasa terbakar akan
nampak dengan iodine ketika daerah yang dirawat ditutup dengan balutan oklusif
kulit dapat ternoda dan menyebabkan iritasi dan nyeri pada sisi luka. (Lilley &
Aucker, 1999).
17

2.9 SOP

STANDARD
OPERSIONAL PERAWATAN LUKA
PROSEDUR

Membersihkan luka, mengobati luka dan menutup kembali luka


PENGERTIAN
dengan tekhnik steril.

GAMBAR

1. Mencegah masuknya kuman dan kotoran ke dalam


luka.
2. Memberi pengobatan pada luka.
TUJUAN 3. Memberikan rasa aman dan nyaman pada pasien.
4. Mengevaluasi tingkat kesembuhan luka.

1. Pasien yang luka baru maupun luka lama, luka post


INDIKASI oprasi, luka bersih dan luka kotor.

 Perawat
PETUGAS
1. Pinset anatomis
2. Pinset chirurgis
3. Gunting debridemand / gunting jaringan.
4. Kassa steril.
5. Kom kecil 2 buah.
6. Peralatan lain terdiri dari :
a. Sarung tangan.
PERALATAN b. Gunting plester.
c. Plester.
d. Desinfektan (Bethadin).
e. Cairan NaCl 0,9%
f. Bengkok
g. Perlak / pengalas.
h. Verband.
i. Obat luka sesuai kebutuhan.
PROSEDUR A. Tahap pra interaksi
PELAKSANAAN 1. Cek catatan keperawatan
2. Siapkan alat-alat
3. Cuci tangan
17

B. Tahap orientasi
1. Berikan salam, panggil klien dengan namanya.
2. Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan
pada klien dan keluarga.

C. Tahap kerja
1. Dekatkan alat-alat dengan klien
2. Menjaga privasy pasien.
3. Mengatur posisi pasien sesuai kebutuhan.
4. Pasang perlak / pengalas di bawah daerah luka.
5. Membuka peralatan.
6. Memakai sarung tangan.
7. Basahi kasa dengan bethadin kemudian dengan
menggunakan pinset bersihkan area sekitar luka
bagian luar sampai bersih dari kotoran. (gunakan
teknik memutar searah jarum jam)
8. Basahi kasa dengan cairan NaCl 0,9% kemudian
dengan menggunakan pinset bersihkan area luka
bagian dalam. (gunakan teknik usapan dari atas
ke bawah)
9. Keringkan daerah luka dan Pastikan area daerah
luka bersih dari kotoran.
10. Beri obat luka sesuai kebutuhan jika perlu.
11. Pasang kasa steril pada area luka sampai tepi
luka.
12. Fiksasi balutan menggunakan plester atau
balautan verband sesuai kebutuhan.
13. Mengatur posisi pasien seperti semula.
14. Alat-alat dibereskan.
15. Buka sarung tangan.

D. Tahap terminasi
1. Evaluasi hasil tindakan.
2. Catat tindakan.
3. Berpamitan.
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit ( Taylor,
1997). Luka adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang
atau organ tubuh lain (Kozier, 1995).
Luka mempunyai penggolongan yaitu derajat I,II,dan III. Perawatan luka
yang dilakukan harus memegang prinsip steril dan bersih agar tidak terjadi infeksi
atau peradangan.
3.2 Penutup
Sebaiknya perawatan luka harus sesuai dengan standar operasional
prosedur dari institusi tempat bekerja untuk menghindari masalah yang timbul
dikemudian hari.

18
18
Daftar Pustaka
Agustina, T. (2009). Gambaran Sikap Pasien Diabetes Melitus Di Poli Penyakit
Dalam Rsud Dr. Moewardi Surakarta Terhadap Kunjungan Ulang
Konsultasi Gizi (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah
Surakarta).
Bryant, A., & Charmaz, K. (Eds.). (2007). The Sage handbook of grounded
theory. Sage.
Frail, D. A., Kulkarni, S. R., Nicastro, L., Feroci, M., & Taylor, G. B. (1997). The
radio afterglow from the γ-ray burst of 8 May 1997. Nature, 389(6648),
261-263.
https://www.academia.edu/17365438/SOP_Perawatan_Luka?auto=download

Kozier, B., & Erb, G. Blas, k., 1995. Fundamental of Nursing; Concepts Process
Practise.
Moffatt, C. J., Morison, J. M., & Pina, E. (2007). Wound bed preparation for
venous leg ulcers. In Leg ulcers: a problem-based learning approach (pp.
391-398). Edinburgh: Mosby Elsevier.
Perry, A. G., & Potter, P. A. (1998). Clinical nursing skills and techniques (4"
ed.). St. Louis, Mosby.

19

Anda mungkin juga menyukai