Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH ANALISA KASUS KORUPSI JASMAS Rp 5 M,

DUA EKS ANGGOTA DPRD SURABAYA

DIVONIS 18 BULAN PENJARA

Dosen Pengampu: Dwi Tristiningdyah, S. Kep., Ns

Disusun Oleh :

1. Anas Nur Angkas (18012304)


2. Ending Wini Aslimatun (18012314)
3. I Putu Angga Yasa (18012322)
4. Mufli Chatul Azizah (18012330)
5. Hesti Feronika (18012339)
6. Siti Maysaroh (18012347)

UNIVERSITAS AN NUUR PURWODADI

D III KEPERAWATAN

TA 2019/2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Korupsi di Indonesia telah menjamur di berbagai segi kehidupan. Dari Instansi
tingkat desa, kota, hingga pemerintahan, bisa di bilang korupsi sudah memnbudaya di
Indonesia. Tetapi mengadakan usaha untuk memberantas korupsi memang bukan
suatu yang sia-sia. Penyelesaian korupsi masih tebang pilih dan pelaksanaan
hukumnya masih belum maksimal. Masih banyak korupsi yang berkeliaran di
Indonesia, dan masih sangat pintar para korupsi untuk mengelabuhi menyuap agar
kasus tersebut tak segera muncul dipermukaan.
Seperti kasus dalam makalah ini, kasus Dua anggota DPRD yang telah
merugikan negara sebanyak 5 Milyar Rupiah. Namun hanya diberi hukuman 1 tahun
6 bulan. Ini merupakan sedikit gambaran bahwasanya perkorupsian di Indonesia
masih sangat membudidaya dan belum mampu diberantas hingga akar-akarnya.

B. Rumusan Masalah
Terjadinya kasus – kasus korupsi menimbulkan masalah di berbagai bidang di
kehidupan kita. Antara lain masalah dibidang ekonomi, politik, dan ketatanegaraan.
Contohnya adalah terjadinya penurunan rasa kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintah.

C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui pelanggaran – pelanggaran yang dilakukan oleh tersangka
korupsi.
2. Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia agar menjunjung tinggi
nilai – nilai dan norma – norma di dalam etika pekerjaan, khususnya nilai
kejujuran.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Korupsi
Kata Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya
busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok adalah tindakan pejabat
publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam
tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan
publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
Korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan
jabatan guna mengeduk keuntungan, dan merugikan kepentingan umum.
Korupsi adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari norma-norma
yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam rangka
memenuhi kepentingan pribadi. Maka dapat disimpulkan korupsi merupakan
perbuatan curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas dengan berbagai
macam modus.
Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan
yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan
mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim
menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia
menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil
keputusan yang menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang
orang yang menawarkan hadiah dalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi.
Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang
diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya atau
partainya/ kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi
dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan yang demikian, jelas
bahwa ciri yang paling menonjol di dalam korupsi adalah tingkah laku pejabat yang
melanggar azas pemisahan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan
masyarakat, pemisaham keuangan pribadi dengan masyarakat.
B. Macam-macam korupsi
Dalam UU No 31 Tahun 1999 dan UU No 20 Tahun 2001 dalam pasal-
pasalnya, terdapat 33 jenis tindakan yang dapat dikategorikan sebagai korupsi. 33
tindakan tersebut dikategorikan ke dalam 7 kelompok yaitu :

1. Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan


2. Korupsi yang terkait dengan suap-menyuap
3. Korupsi yang terkait dengan merugikan keuangan Negara
4. Korupsi yang terkait dengan pemerasan
5. Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan
6. Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang
Dari definisi tersebut digabungkan dan dapat diturunkan menjadi dihasilkan tiga
macam model korupsi yaitu :
1. Model korupsi lapis pertama : Berada dalam bentuk suap (bribery), yakni dimana
pengusaha atau warga yang membutuhkan jasa dari birokrat atau petugas
pelayanan publik atau pembatalan kewajiban membayar denda ke kas negara,
pemerasan (extortion) dimana prakarsa untuk meminta balas jasa datang dari
birokrat atau petugas pelayanan public lainnya.
2. Model korupsi lapis kedua : Jaring-jaring korupsi (cabal) antar birokrat, politisi,
aparat penegakan hukum, dan perusahaan yang mendapatkan kedudukan
istimewa. Pada korupsi dalam bentuk ini biasanya terdapat ikatan-ikatan yang
nepotis antara beberapa anggota jaring-jaring korupsi, dan lingkupnya bisa
mencapai level nasional.
3. Model korupsi lapis ketiga : Korupsi dalam model ini berlangsung dalam lingkup
internasional dimana kedudukan aparat penegak hukum dalam model korupsi
lapis kedua digantikan oleh lembaga-lembaga internasional yang mempunyai
otoritas di bidang usaha maskapai-maskapai mancanegara yang produknya
terlebih oleh pimpinan rezim yang menjadi anggota jarring-jaring korupsi
internasional korupsi tersebut.

C. Penyebab terjadinya korupsi


Banyak faktor penyebab korupsi terjadi. Akan tetapi, secara umum dapatlah
dirumuskan, sesuai dengan pengertian korupsi diatas yaitu bertujuan untuk
mendapatkan keuntungan pribadi / kelompok / keluarga / golongannya sendiri atau
faktor – faktor lain, seperti:
1. Tidak adanya tindakan hukum yang tegas.
2. Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika.
3. Kurangnya pendidikan.
4. Adanya banyak kemiskinan.
5. Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.
6. Struktur pemerintahan.
7. Keadaan masyarakat yang semakin majemuk, dll

D. Ciri-ciri korupsi
Ada bermacam – macam ciri korupsi. Menurut ahli sosiolog dalam bukunya
menerangkan beberapa ciri koruptor, yaitu:
1. Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang.
2. Korupsi pada umumnya melibatkan keserbarahasiaan.
3. Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungann timbal balik.
4. Berusaha menyelubungi perbuatannya dengan berlindung dibalik perlindungan
hukum.
5. Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan, biasanya pada badan publik atau
masyarakat umum.
6. Setiap bentuk korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan.
7. Perbuatan korupsi melanggar norma-norma tugas dan pertanggungjawaban dalam
masyarakat.
BAB III

TINJAUAN KASUS

Dalam makalah ini Kami akan mencoba menghadirkan satu contoh kasus yaitu kasus yang
dialami oleh Aulia Tantowi Pohan atau yang lebih dikenal dengan Aulia Pohan.

Dua eks anggota DPRD Surabaya Syaiful Aidy dan Dini Rijanti terdakwa kasus
korupsi Jaring Aspirasi Masyarakat (Jasmas) divonis masing-masing 1 tahun dan 6 bulan
penjara. Majelis hakim menilai kedua terdakwa terbukti secara sah merugikan keuangan
negara sebesar Rp 5 miliar.

Hakim ketua Hisbullah Idris melalui teleconference membacakan putusan kepada


kedua terdakwa secara terpisah. Adapun sidang tersebut digelar secara teleconference di
Pengadilan Tipidkor Surabaya di Jalan Raya Juanda, Sidoarjo.

"Menjatuhkan pidana dari terdakwa Syaiful Aidy pidana penjara selama 1 tahun dan 6
bulan penjara," kata Hisbullah Idris saat membacakan amar putusan, Jumat (17/4/2020).

Selain menjatuhkan denda, hakim juga membebankan hukuman denda kepada


terdakwa sebesar Rp 50 juta. Jika tak dibayar subsider atau diganti dengan 1 bulan kurungan
badan. "Denda sebesar Rp 50 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar
maka akan diganti pidana kurungan selama 1 bulan," tambah hakim.

Pada sidang kedua, hakim melanjutkan dengan pembacaan putusan kepada terdakwa
Dini Rijanti. Sama dengan terdakwa Syaiful Aidy, Dini juga divonis 1 tahun dan 6 bulan
penjara dan denda Rp 50 juta. Namun yang membedakan yakni subsider 2 bulan kurungan
yang harus diganti jika tidak membayar denda.

"Menjatuhkan pidana terdakwa Dini Rijanti pidana penjara selama 1 tahun dan 6
bulan penjara," ujar hakim.

"Denda sebesar Rp 50 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar
maka akan diganti pidana kurungan selama 2 bulan," tambah hakim. Vonis kedua terdakwa
itu lebih ringan dari tuntutan jaksa. Sebab sebelumnya keduanya dituntut pidana penjara
selama 3 tahun dan denda Rp 100 juta.
Atas vonis tersebut, jaksa mengaku akan melakukan kasasi atas putusan tersebut.
Sebab vonis yang dijatuhkan lebih ringan dari tuntutannya. "Kami memastikan akan
melakukan upaya kasasi," kata jaksa M Fadhil.

Atas perbuatanya Dua anggota DPRD Surabaya tersebut dijerat dengan pasl 2 ayat (1)
atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU
nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan Tpikor Junto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
BAB IV

ANALISA KASUS

A. Pelanggaran Hukum
1. Pelanggaran Hukum Berdasarkan Dengan Hukum Materil
Hukum materil adalah mengatur tentang apa siapa dan bagaimana orang dapat
dihukum. Dalam contoh kasus ini Dua anggota DPRD terbukti bersalah karena
melanggar pasal 2 ayat 1 UU pemberantasan tipikor yang berbunyi Setiap
orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20
(dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Dan
melanggar pasal 3 UU pemberantasan tipikor yang berisi Setiap orang yang
dengan sengaja menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20
(dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000 (lima puluh
juta rupiah) dan paling banyak 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
2. Pelanggaran Berdasarkan Dengan Hukum Pidana
Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran –
pelanggaran dan kejahatan – kejahatan terhadap kepentingan umum. Kasus
Dua Anggota DPRD termasuk dalam peanggaran hukum pidana bukan
pelanggaran hukum perdata. Karena Aulia Pohan telah melanggar kepentingan
umum yaitu merugikan keuangan negara.
3. Pelanggaran Nilai Dan Norma
Nilai adalah suatu sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan
objek itu sendiri. Sesuatu yang mengandung nilai artinya ada sifat atau
kualitas yang melekat pada sesuatu itu. Sedangkan norma adalah wujud yang
kongkrit dalam tingkah laku untuk memberikan penilaian tersebut. Dalam
kasus ini Dua anggota DPRD telah melakukan pelanggaran terhadap nilai –
nilai dan norma – norma kejujuran.
4. Pelanggaran Etika
Etika adalah suatu sikap yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita
mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil
sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan ajaran moral. Dalam kasus
ini, Dua anggota DPRD telah melakukan pelanggaran etika dalam pekerjaan.
Dua Anggota DPRD melanggar kode etik pekerjaan, yaitu melakukan suatu
pekerjaan diluar kewenangannya.

B. Solusi Dari Kasus Korups


Dalam melakukan analisis atas perbuatan korupsi dapat didasarkan pada 3 (tiga)
pendekatan berdasarkan alur proses korupsi yaitu : 
1. Pendekatan pada posisi sebelum perbuatan korupsi terjadi, 
2. Pendekatan pada posisi perbuatan korupsi terjadi, 
3. Pendekatan pada posisi setelah perbuatan korupsi terjadi. 

Dari tiga pendekatan ini dapat diklasifikasikan tiga strategi untuk mencegah dan
memberantas korupsi yang tepat yaitu : 

a) Strategi Preventif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang
menjadi penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus
dibuat upaya preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi.
Disamping itu perlu dibuat upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk
melakukan korupsi dan upaya ini melibatkan banyak pihak dalam
pelaksanaanya agar dapat berhasil dan mampu mencegah adanya korupsi.
b) Strategi Deduktif
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar
apabila suatu perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan
dapat diketahui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-
akuratnya, sehingga dapat ditindaklanjuti dengan tepat. Dengan dasar
pemikiran ini banyak sistem yang harus dibenahi, sehingga sistem-sistem
tersebut akan dapat berfungsi sebagai aturan yang cukup tepat memberikan
sinyal apabila terjadi suatu perbuatan korupsi. Hal ini sangat membutuhkan
adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu hukum, ekonomi maupun ilmu
politik dan sosial.
c) Strategi Represif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk
memberikan sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-
pihak yang terlibat dalam korupsi. Dengan dasar pemikiran ini proses
penanganan korupsi sejak dari tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan
sampai dengan peradilan perlu dikaji untuk dapat disempurnakan di segala
aspeknya, sehingga proses penanganan tersebut dapat dilakukan secara cepat
dan tepat. Namun implementasinyaharus dilakukan secara terintregasi. Bagi
pemerintah banyak pilihan yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi yang
hendak dilaksanakan.
Adapula strategi pemberantasan korupsi secara preventif maupun secara represif
antara lain :
1. Gerakan “Masyarakat Anti Korupsi” yaitu pemberantasan korupsi di Indonesia saat
ini perlu adanya tekanan kuat dari masyarakat luas dengan mengefektifkan gerakan
rakyat anti korupsi, LSM, ICW, Ulama NU dan Muhammadiyah ataupun ormas
yang lain perlu bekerjasama dalam upaya memberantas korupsi, serta
kemungkinan dibentuknya koalisi dari partai politik untuk melawan korupsi.
Selama ini pemberantasan korupsi hanya dijadikan sebagai bahan kampanye untuk
mencari dukungan saja tanpa ada realisasinya dari partai politik yang bersangkutan.
Gerakan rakyat ini diperlukan untuk menekan pemerintah dan sekaligus
memberikan dukungan moral agar pemerintah bangkit memberantas korupsi.
2. Gerakan “Pembersihan” yaitu menciptakan semua aparat hukum (Kepolisian,
Kejaksaan, Pengadilan) yang bersih, jujur, disiplin, dan bertanggungjawab serta
memiliki komitmen yang tinggi dan berani melakukan pemberantasan korupsi
tanpa memandang status sosial untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini
dapat dilakukan dengan membenahi sistem organisasi yang ada dengan
menekankan prosedur structure follows strategy yaitu dengan menggambar struktur
organisasi yang sudah ada terlebih dahulu kemudian menempatkan orang-orang
sesuai posisinya masing-masing dalam struktur organisasi tersebut.
3. Gerakan “Moral” yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa korupsi
adalah kejahatan besar bagi kemanusiaan yang melanggar harkat dan martabat
manusia. Melalui gerakan moral diharapkan tercipta kondisi lingkungan sosial
masyarakat yang sangat menolak, menentang, dan menghukum perbuatan korupsi
dan akan menerima, mendukung, dan menghargai perilaku anti korupsi. Langkah
ini antara lain dapat dilakukan melalui lembaga pendidikan, sehingga dapat
terjangkau seluruh lapisan masyarakat terutama generasi muda sebagai langlah
yang efektif membangun peradaban bangsa yang bersih dari moral korup.
4. Gerakan “Pengefektifan Birokrasi” yaitu dengan menyusutkan jumlah pegawai
dalam pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan jalan
menempatkan orang yang sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Dan apabila
masih ada pegawai yang melakukan korupsi, dilakukan tindakan tegas dan keras
kepada mereka yang telah terbukti bersalah dan bilamana perlu dihukum mati
karena korupsi adalah kejahatan terbesar bagi kemanusiaan dan siapa saja yang
melakukan korupsi berarti melanggar harkat dan martabat kehidupan.
5. Perlu adanya sanksi yang tegas. Selama ini sanksi yang diberikan kepada para
pelaku tindak pidana korupsi sangatlah ringan. Seharusnya remisi dihapuskan bagi
para tersangka tindak pidana korupsi. Serta perlu adanya hukuman mati bagi
mereka yang melakukan tindak pidana korupsi.
6. Memiskinkan harta para tersangka tindak pidana korupsi. Hal ini perlu dikukan
agar para pelaku tindak pidana korupsi tidak bias lagi menggunakan harta mereka
yang notabene bersumber dari negara tersebut untuk melakukan suap terhadap para
pelaku peradilan, contohnya suap terhadap hakim. 
BAB V PENUTUP

A. Simpulan
Mencegah korupsi tidaklah begitu sulit kalau kita secara sadar untuk
menempatkan kepentingan umum (kepentingan rakyat banyak) di atas
kepentingan pribadi atau golongan. Ini perlu ditekankan sebab betapa pun
sempurnanya peraturan, kalau ada niat untuk melakukan korupsi tetap ada di
hati para pihak yang ingin korup, korupsi tetap akan terjadi karena faktor
mental itulah yangsangatmenentukan.
Pemerintah Indonesia memang sudah berupaya untuk melakukan
pemberantasan korupsi melaui proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan,
dan peradilan sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Namun semuanya
juga harus melihat dari sisi individu yang melakukan korupsi, karena dengan
adanya faktor-faktor yangt menyebabkan terjadinya korupsi maka perlu
adanya strategi pemberantasan korupsi yang lebih diarahkan kepada upaya-
upaya pencegahan berdasarkan strategi preventif, disamping harus tetap
melakukan tindakan-tindakan represif secara konsisten. Serta sukses tidaknya
upaya pemberantasan korupsi tidak hanya ditentukan oleh adanya instrument
hukum yang pasti dan aparat hukum yang bersih, jujur,dan berani serta
dukungan moral dari masyarakat, melainkan juga dari political will pemimpin
negara yang harus menyatakan perang terhadap korupsi secara konsisten. Jika
semua itu dilakukan dengan benar, serta adanya sanksi yang tegas bagi para
koruptor, maka negara kita pasti akan terbebas dari KORUPSI.
B. Saran
1. Pemerintah harus tegas dalam menghukum pelaku korupsi dan dalam
memberantas korupsi yang tidak hanya berfokus pada intansi atau jabatan
tinggi, tetapi juga harus fokus memberantas korupsi yang mungkin dapat
dilakukan oleh pegawai biasa.
2. Hendaknya setiap masyarakat yang memiliki kepentingan dengan pegawai
atau seseorang dengan jabatan tertentu tidak memberikan hadiah atau
apapun yang bersifat suapan.
DAFTAR PUSTAKA

R. Otje S. Soemadiningrat dan Anthon Freddy Susanto, Teori Hukum Mengingat,


Mengumpulkan, dan Membuka Kembali, Refika Aditama, Bandung, 2010.

https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-4981444/korupsi-jasmas-rp-5-m-dua-eks-
anggota-dprd-surabaya-divonis-18-bulan-penjara?
_ga=2.128083532.1547861328.1587608303-1595056466.1578231526

Anda mungkin juga menyukai