Anda di halaman 1dari 6

Bullying Di Sekolah, Cara Pencegahan Dan Penanganannya

13-11-2014

Penindasan di sekolah atau Bullying adalah penggunaan kekerasan atau paksaan untuk
menyalahgunakan atau mengintimidasi anak lain.

Perilaku ini dapat merupakan suatu kebiasaan dan melibatkan ketidak seimbangan kekuasaan
sosial atau fisik.

Dapat mencakup pelecehan secara lisan atau ancaman, kekerasan fisik atau paksaan dan dapat
diarahkan berulang kali terhadap korban tertentu, mungkin atas dasar ras, agama, gender,
seksualitas, atau kemampuan. Sebenarnya bullying tidak hanya meliputi kekerasan fisik, seperti
memukul, menjambak, menampar, memalak, dll, tetapi juga dapat berbentuk kekerasan verbal,
seperti memaki, mengejek, menggosip, dan berbentuk kekerasan psikologis, seperti
mengintimidasi, mengucilkan, mendiskriminasikan. Berdasarkan sebuah survei terhadap
perlakuan bullying, sebagian besar korban melaporkan bahwa mereka menerima perlakuan
pelecehan secara psikologis (diremehkan). Kekerasan secara fisik, seperti didorong, dipukul, dan
ditempeleng lebih umum di kalangan remaja pria.

Bullying sebagai suatu tindakan yang mengganggu orang lain, bisa secara fisik, verbal, atau
emosional. Bullying sering kali terlihat sebagai perilaku pemaksaan atau usaha menyakiti secara
fisik ataupun psikologis terhadap seseorang atau kelompok yang lebih ”lemah” oleh seseorang
atau sekelompok orang yang mempersepsikan dirinya lebih ”kuat”.

Perbuatan pemaksaan atau menyakiti ini terjadi di dalam sebuah kelompok, misalnya kelompok
murid di sekolah. Bisa saja bentuknya adalah tindakan memukul, mendorong, mengejek,
mengancam, memalak uang, melecehkan, menjuluki, meneror, memfitnah, menyebarkan desas-
desus, mendiskriminasi, dan lain sebagainya. Kini, bullying tidak hanya dapat dilakukan secara
tatap muka, tetapi bisa lewat e-mail, chatting, internet yang berisi pesan-pesan yang
menyinggung perasaan orang lain.

Bullying adalah penggunaan kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti seseorang atau
sekelompok orang, suatu perilaku mengancam, menindas, dan membuat perasaan orang lain
tidak nyaman. Tindakan ini dilakukan dalam jangka waktu sekali, berkali-kali, bahkan sering
atau menjadi sebuah kebiasaan. Berarti, sebenarnya bullying adalah tindakan kekerasan yang
tidak hanya terbatas terjadi di antara para murid di sekolah, siapa pun dan di mana pun dapat
mengalami tindakan ini.

Tanda dan Gejala Korban Bullying

 Fisik Muncul lebam, tergores, atau luka yang tak bisa dijelaskan.  Baju dan barang
bawaan robek atau rusak.
 Psikosomatis Nyeri yang tidak spesifik, sakit kepala, sakit perut, atau muncul sariawan.
 Perilaku Terkait Sekolah Rasa takut saat berangkat atau pulang sekolah. Perubahan rute
ke sekolah.  Takut naik bus atau angkutan umum.  Minta diantarkan ke sekolah.  Tidak
mau sekolah atau kehilangan gairah belajar.  Pelajaran dan tugas sekolah mulai merosot. 
Sepulang sekolah anak kelaparan karena uang jajan dipalak atau diminta secara paksa
oleh orang lain.  Minta uang tambahan atau mencuri uang untuk diberikan kepada pem-
bully.
 Perubahan Dalam Perilaku Sosial Jumlah teman berkurang.  Tidak ingin keluar rumah.
Jarang diundang teman untuk datang ke rumah mereka.
 Indikator Emosional Terlihat kesal, mudah marah, tidak bahagia, sendirian, mudah
menangis, tertekan, memisahkan diri dari lingkungan, dan depresi.  Berpikir untuk bunuh
diri dan perubahan suasana hati atau mood yang negatif.
 Terjadi Perubahan Perilaku yang Mengkhawatirkan Susah makan atau malah terlalu
banyak makan.  Sulit tidur, mimpi buruk, mengompol, menangis saat tidur.
 Indikator Kesehatan yang Memburuk Mudah lelah atau melorot kondisi fisiknya. 
Menjadi rentan terhadap infeksi dan mudah kambuh penyakitnya.  Mengancam atau ingin
bunuh diri

Karaktristik Sekolh Bulying juga berpengaruh pada sekolah dan masyarakat. Sekolah tempat
bullying terjadi seringkali dicirikan dengan

 Para siswa yang merasa tidak aman di sekolah


 Rasa tidak memiliki dan ketidakadaan hubungan dengan masyarakat sekolah
 Ketidakpercayaan di antara para siswa
 Pembentukan gang formal dan informal sebagai alat untuk menghasut tindakan bullying
atau melindungi kelompok dari tindak bullying
 Tindakan hukum yang diambil menentang sekolah yang dilakukan oleh siswa dan orang
tua siswa
 Turunnya reputasi sekolah di masyarakat
 Rendahnya semangat juang staf dan meningginya stress pekerjaan
 Iklim pendidikan yang buruk

Pelaku Bullying

 Pelaku utama adalah pihak yang merasa lebih berkuasa dan berinisiatif melakukan tindak
kekerasan baik secara fisik maupun psikologis terhadap korban
 Pelaku pengikut yaitu pihak yang ikut melakukan bullying berdasarkan solidaritas
kelompok atau rasa setia kawan, konformitas, tuntutan kelompok, atau untuk
mendapatkan penerimaan atau pengakuan kelompok.
 Saksi Di luar pihak pelaku dan korban sebenarnya ada sekelompok saksi, dimana saksi
ini biasanya hanya bisa diam membiarkan kejadian berlangsung, tidak melakukan apapun
untuk menolong korban, bahkan seringkali mendukung perlakuan bullying. Saksi
cenderung tidak mau ikut campur disebabkan karena takut menjadi korban berikutnya,
merasa korban pantas dibully, tidak mau menambah masalah atau tidak mau tahu.

Penyebab
 Perjalanan seorang anak tumbuh menjadi remaja pelaku agresi cukup kompleks, dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor; biologis, psikologis dan sosialkultural.  Secara biologis,
ada kemungkinan bahwa beberapa anak secara genetik cenderung akan mengembangkan
agresi dibanding anak yang lain. Dalam bukunya Developmental Psychopathology,
Wenar & Kerig (2002) menambahkan bahwa agresi yang tinggi pada anak-anak dapat
merupakan hasil dari abnormalitas neurologis.
 Secara psikologis, anak yang agresif kurang memiliki kontrol diri dan sebenarnya
memiliki ketrampilan sosial yang rendah; anak-anak ini memiliki kemampuan
perspective taking yang rendah, empati terhadap orang lain yang tidak berkembang, dan
salah mengartikan sinyal atau tanda-tanda sosial, mereka yakin bahwa agresi merupakan
cara pemecahan masalah yang tepat dan efektif. Jika kita runut dari lingkungan keluarga,
anak-anak yang mengembangkan perilaku agresif tumbuh dalam pengasuhan yang tidak
kondusif;  anak mengalami kelekatan (attachment) yang tidak aman dengan pengasuh
terdekatnya, orang tua menerapkan disiplin yang terlalu keras ataupun terlalu longgar,
dan biasanya ditemukan masalah psikologis pada orang tua; konflik suami-istri, depresi,
bersikap antisosial, dan melakukan tindak kekerasan pada anggota keluarganya.
 Faktor pubertas dan krisis identitas, yang normal terjadi pada perkembangan remaja.
Dalam rangka mencari identitas dan ingin eksis, biasanya remaja lalu gemar membentuk
geng. Geng remaja sebenarnya sangat normal dan bisa berdampak positif, namun jika
orientasi geng kemudian ’menyimpang’ hal ini kemudian menimbulkan banyak masalah.
Dari relasi antar sebaya juga ditemukan bahwa beberapa remaja menjadi pelaku bullying
karena ’balas dendam’ atas perlakuan penolakan dan kekerasan yang pernah dialami
sebelumnya (misalnya saat di SD atau SMP).
 Secara sosiokultural, bullying dipandang sebagai wujud rasa frustrasi akibat tekanan
hidup dan hasil imitasi dari lingkungan orang dewasa. Tanpa sadar, lingkungan
memberikan referensi kepada remaja bahwa kekerasan bisa menjadi sebuah cara
pemecahan masalah.  Misalnya saja lingkungan preman yang sehari-hari dapat dilihat di
sekitar mereka dan juga aksi kekerasan dari kelompok-kelompok massa. Belum lagi
tontotan-tontonan kekerasan yang disuguhkan melalui media visual. Walaupun tak kasat
mata, budaya feodal dan senioritas pun turut memberikan atmosfer dominansi dan
menumbuhkan perilaku menindas.

Dampak

 Terdapat berbagai dampak yang ditimbulkan akibat bullying. Dampak yang dialami
korban bullying tersebut bukan hanya dampak fisik tapi juga dampak psikis. Bahkan
dalam kasus-kasus yang ekstrim seperti insiden yang terjadi, dampak fisik ini bisa
mengakibatkan kematian.
 Dampak Jangka Panjang Hilda (2009) menjelaskan bullying tidak hanya berdampak
terhadap korban, tapi juga terhadap pelaku, individu yang menyaksikan dan iklim sosial
yang pada akhirnya akan berdampak terhadap reputasi suatu komunitas. Terdapat banyak
bukti tentang efek-efek negatif jangka panjang dari tindak bullying pada para korban dan
pelakunya. Pelibatan dalam bullying sekolah secara empiris teridentifikasi sebagai sebuah
faktor yang berkontribusi pada penolakan teman sebaya, perilaku menyimpang,
kenalakan remaja, kriminalitas, gangguan psikologis, kekerasan lebih lanjut di sekolah,
depresi, dan ideasi bunuh diri. Efek-efek ini telah ditemukan berlanjut pada masa dewasa
baik untuk pelaku maupun korbannya
 Gangguan Emosi Korban biasanya akan merasakan berbagai emosi negatif, seperti
marah, dendam, tertekan, takut, malu, sedih, tidak nyaman, terancam, tetapi tidak berdaya
menghadapinya. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat mengembangkan perasaan
rendah diri dan tidak berharga. Bahkan, tak jarang ada yang ingin keluar dan pindah ke
sekolah lain. Apabila mereka masih bertahan di situ, mereka biasanya terganggu
konsentrasi dan prestasi belajarnya atau sering sengaja tidak masuk sekolah.
 Dampak Psikologis Dampak psikologis yang lebih berat adalah kemungkinan untuk
timbulnya masalah pada korban, seperti rasa cemas berlebihan, selalu merasa takut,
depresi, dan ingin bunuh diri.
 Konsentrasi Belajar Terganggu Hasil studi yang dilakukan National Youth Violence
Prevention Resource Center Sanders (2003; dalam Anesty, 2009) menunjukkan bahwa
bullying dapat membuat remaja merasa cemas dan ketakutan, mempengaruhi konsentrasi
belajar di sekolah dan menuntun mereka untuk menghindari sekolah. Bila bullying
berlanjut dalam jangka waktu yang lama, dapat mempengaruhi self-esteem siswa,
meningkatkan isolasi sosial, memunculkan perilaku menarik diri, menjadikan remaja
rentan terhadap stress dan depreasi, serta rasa tidak aman. Dalam kasus yang lebih
ekstrim, bullying dapat mengakibatkan remaja berbuat nekat, bahkan bisa membunuh
atau melakukan bunuh diri (commited suicide).
 Depresi dan Marah Terhadap Diri sendiri Coloroso (2006) mengemukakan bahayanya
jika bullying menimpa korban secara berulang-ulang. Konsekuensi bullying bagi para
korban, yaitu korban akan merasa depresi dan marah, Ia marah terhadap dirinya sendiri,
terhadap pelaku bullying, terhadap orang-orang di sekitarnya dan terhadap orang dewasa
yang tidak dapat atau tidak mau menolongnya. Hal tersebut kemudan mulai
mempengaruhi prestasi akademiknya. Berhubung tidak mampu lagi muncul dengan cara-
cara yang konstruktif untuk mengontrol hidupnya, ia mungkin akan mundur lebih jauh
lagi ke dalam pengasingan.
 Gangguan Akademik Sekolah Terkait dengan konsekuensi bullying, penelitian Banks
(1993, dalam Northwest Regional Educational Laboratory, 2001; dan dalam Anesty,
2009) menunjukkan bahwa perilaku bullying berkontribusi terhadap rendahnya tingkat
kehadiran, rendahnya prestasi akademik siswa, rendahnya self-esteem, tingginya depresi,
tingginya kenakalan remaja dan kejahatan orang dewasa. Dampak negatif bullying juga
tampak pada penurunan skor tes kecerdasan (IQ) dan kemampuan analisis siswa.
Berbagai penelitian juga menunjukkan hubungan antara bullying dengan meningkatnya
depresi dan agresi.

Penanganan

 Paling ideal adalah apabila ada kebijakan dan tindakan terintegrasi yang melibatkan
seluruh komponen mulai dari guru, murid, kepala sekolah, sampai orangtua, yang
bertujuan untuk menghentikan perilaku bullying dan menjamin rasa aman bagi korban.
 Program anti-bullying di sekolah dilakukan antara lain dengan cara menggiatkan
pengawasan dan pemberian sanksi secara tepat kepada pelaku, atau melakukan kampanye
melalui berbagai cara. Memasukkan materi bullying ke dalam pembelajaran akan
berdampak positif bagi pengembangan pribadi para murid.
Pencegahan

 Untuk mencegah dan menghambat munculnya tindak kekeraran di kalangan remaja,


diperlukan peran dari semua pihak yang terkait dengan lingkungan kehidupan remaja.
 Sedini mungkin, anak-anak memperoleh lingkungan yang tepat. Keluarga-keluarga
semestinya dapat menjadi tempat  yang nyaman untuk anak dapat mengungkapkan
pengalaman-pengalaman dan perasaan-perasaannya. Orang tua hendaknya mengevaluasi
pola interaksi yang dimiliki selama ini dan menjadi model yang tepat dalam berinteraksi
dengan orang lain.
 Berikan penguatan atau pujian pada perilaku pro sosial yang ditunjukkan oleh anak.
Selanjutnya dorong anak untuk mengambangkan bakat atau minatnya dalam kegiatan-
kegiatan dan orang tua tetap harus berkomunikasi dengan guru jika anak menunjukkan
adanya masalah yang bersumber dari sekolah.
 Selama ini, kebanyakan guru tidak terlalu memperhatikan apa yang terjadi di antara
murid-muridnya. Sangat penting bahwa para guru memiliki pengetahuan dan ketrampilan
mengenai pencegahan dan cara mengatasi bullying.
 Kurikulum sekolah dasar semestinya mengandung unsur pengembangan sikap prososial
dan guru-guru memberikan penguatan pada penerapannya dalam kehidupan sehari-hari di
sekolah. Sekolah sebaiknya mendukung kelompok-kelompok kegiatan agar diikuti oleh
seluruh siswa. Selanjutnya sekolah menyediakan akses pengaduan atau forum dialog
antara siswa dan sekolah, atau orang tua dan sekolah, dan membangun aturan sekolah dan
sanksi yang jelas terhadap tindakan bullying.
 Jangan anggap remeh Masih banyak orangtua yang menganggap kakak kelas
mengintimidasi adik kelas sebagai sebuah tradisi, demikian juga  perlakuan kasar yang
diterima anak dari temannya sering diabaikan karena akan berlalu seiring dengan waktu.
Saatnya untuk mengubah pandangan tersebut. Jalin komunikasi yang dalam dengan anak,
berilah perhatian lebih bila anak tiba-tiba murung dan malas ke sekolah.
 Ajari anak untuk melindungi dirinya Ajari anak untuk bersikap self defense dalam arti
menhindari diri dari korban atau pelaku kekerasan. Katakan kepadanya, “Kalau kamu
dipukul temanmu, kamu harus memberitahukan kepada Ibu Guru.” Bukan malah
mengajarkan perilaku membalas atau menggunakan kekuatan dalam mempertahankan
diri. Selain itu, ajarkan pula untuk bersikap asertif atau mengatakan “tidak” terhadap hal-
hal yang memang seharusnya tidak dilakukan. Selain itu, jangan biasakan anak membawa
barang mahal atau uang berlebih ke sekolah karena bisa berpotensi menjadi incaran
pelaku bullying. Pupuk kepercayaan diri anak, misalnya dengan aktif mengikuti kegiatan
ekskul.
 Bina relasi dengan guru dan orangtua murid Bina relasi dan komunikasi yang baik
dengan guru di sekolah atau orangtua murid lainnya. Anda bisa mendapatkan informasi
adanya kasus bullying atau melaporkan kepada guru bila si kecil bercerita mengenai
temannya yang dipukul, misalnya.

Pemberdayaan individual bagi anak

 Beri kesempatan agar anak mau mengomunikasikan secara terbuka kepada orangtua,
guru, atau orang dewasa lain yang mereka percaya dapat membantu mereka. Pupuk
kedekatan hubungan, hargai perasaannya jika sedang curhat, tidak menyelamatkannya
dari emosi negatif, tetapi berdayakan dia. Mengalami kondisi sulit akan membentuk daya
tahan baginya.
 Katakan kepada anak bahwa tidak ada satu pun cara yang paling tepat untuk menghadapi
bullying, satu cara yang terlihat benar bagi seseorang mungkin tidak sesuai untuk yang
lain. Yang penting adalah bahwa anak sudah mencoba, mengetahui berbagai pilihan cara,
dan dapat memutuskan siapa yang dapat membantunya sejauh ini. Saran untuk
mengabaikan tindakan pelaku bisa saja diberikan, tetapi tidak selalu berhasil. Perlu
dilakukan strategi lainnya.
 Latih anak untuk berani bicara, dengan kata lain bertindak asertif. Biarkan pelaku tahu
bahwa anak tidak nyaman dengan perlakuannya, tetapi dengan kata-kata yang tidak balik
menyakiti dan tidak membiarkan tindakan bullying terus berlangsung. Anak sebagai
korban memiliki hak untuk membela diri, dan ada cara cerdas untuk melakukannya.
Pastikan anak berbicara dengan cara yang memecahkan masalah dan tidak menciptakan
lebih banyak masalah dengan orang lain.

Sumber: http://growupclinic.com/2014/

Tips agar anak sebagai korban terlihat kuat dan dapat bertahan menghadapi pelaku

 Bertindak percaya diri: tegakkan kepala dan bahu, tataplah mata pelaku tanpa bermaksud
menantang dan jaga suara agar tetap stabil saat berbicara. Bertindak percaya diri akan
membantu anak merasa lebih percaya diri.
 Menjauh: jika rasa percaya diri anak memudar, minta anak menjauh dari situasi tersebut.
 Usahakan tetap tenang: anak dilatih untuk mencoba berekspresi terganggu atau bosan.
Jangan biarkan si pelaku tahu dia berhasil mengganggunya.
 Mendinginkan diri: dengan minum atau memercikkan air di wajah untuk membantu
menenangkan perasaan panas.
 Bernapas dalam-dalam. Menarik napas untuk memasukkan rasa percaya diri dan
kekuatan, dan mengeluarkan perasaan stres dan khawatir.
 Lepaskan saja: berpikir tentang orang dewasa di sekolah yang dapat mendengarkan dan
membantu jika anak mengalami hari yang berat. Jika tidak ada, tuliskan perasaan
sehingga anak dapat membicarakannya ketika sampai di rumah.
 Latih anak agar tidak mencoba untuk membalas dendam, karena dua kesalahan tidak
membuat menjadi benar. Tidak meminta orang lain untuk berpihak, karena hanya akan
terus melanjutkan pertengkaran. Tidak tinggal di rumah untuk menghindari si
pengganggu di sekolah. Jangan bertindak histeris-hindari berteriak, merengek, dan
kehilangan kontrol.

Anda mungkin juga menyukai