Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA II

WAHAM

DOSEN PEMBIMBING :

NURLINA, S. Kep, Ns, M. Kep

DISUSUN OLEH

SELFIANA (A.18.10.056)

STIKES PANRITA HUSADA BULUKUMBA

PRODI S1 KEPERAWATAN

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita sampai kan kepada Tuhan yang maha esa, karena rahmat dan

hidayahnya lah penyusun mampu menyelesaikan makalah tentang “WAHAM”, shalawat dan

salam kita curahkan kepada Nabi Muhammad Saw.

Adapun tujuan penyusun membuat makalah ini, untuk menyelelesaikan tugas mata

kuliah “KEPERAWATAN JIWA II”. Penyusunan makalah ini tidak luput dari pihak-pihak

yang membantu baik dari segi moril dan materil oleh karena itu kami ucapkan  terima kasih.

Dan dalam pembuatan makalah ini penyusun menyadari mungkin banyak kesalahan

dan kekeliruan maka dari itu penyusun mengaharapkan kritik dan saran demi perbaikan

makalah ini di masa yang akan datang.        

Bulukumba, 4 Januari 2021

penyusun

i
DAFTAR ISI

SAMPUL

KATA PENGANTAR........................................................................................................... i

DAFTAR ISI.......................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah............................................................................................................ 1

C. Tujuan.............................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Defenisi ........................................................................................................................... 5

B. Patofisiologi ......................................................................................................................6

C. Rentan Respon ................................................................................................................ 6

D. Etiologi waham................................................................................................................ 7

E. Tanda dan Gejala............................................................................................................. 9

F. Penatalaksanaan .............................................................................................................. 10

G. Fase-Fase Waham............................................................................................................ 12

H. Jenis-jenis Waham........................................................................................................... 14

I. Pola Koping .................................................................................................................... 15

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...................................................................................................................... 21

B. Saran................................................................................................................................ 21

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 22

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut WHO  sehat adalah keadaan keseimbangan yang sempurna baik fisik, mental dan

social, tidak hanya bebas dari penyakit dan kelemahan. Menurut UU Kesehatan RI no. 23 tahun

1992, sehat adalah keadaan sejahtera tubuh, jiwa, social yang memungkinkan setiap orang untuk

hidup produktif secara social dan ekonomis. Sakit adalah ketidakseimbangan fungsi normal tubuh

manusia, termasuk sejumlah system biologis dan kondisi penyesuaian.  

Kesehatan jiwa adalah satu kondisi sehat emosional psikologis, dan social yang terlihat dari

hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri yang positif,

dan kestabilan emosionl (Videbeck, 2008) Gangguan jiwa didefenisikan sebagai suatu sindrom atau

perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitakan dengan adanya

distress (misalnya gejala nyeri) atau disabilitas (kerusakan pada satu atau lebih area fungsi yang

penting) (Videbeck, 2008)

Waham atau delusi adalah keyakinan tentang suatu pikiran yang kokoh, kuat, tidak sesuai

dengan kenyataan, tidak cocok dengan intelegensia dan latar belakang budaya, selalu dikemukakan

berulang-ulang dan berlebihan biarpun telah dibuktikan kemustahilannya atau kesalahannya atau

tidak benar secara umum

B. Rumusan Masalah

1. Apa Defenisis Waham?

2. Bagaimana Patofisiologi waham?

3. Apa Saja Rentan Respon Waham?

4. Apa Saja Etiologi waham?

5. Apa Saja Tanda dan Gejala Waham?

6. Apa Saja Penatalaksanaan Waham?

3
7. Apa Saja Fase-Fase Waham?

8. Apa Saja Jenis-jenis Waham?

9. Apa Saja Pola Koping Waham?

C. Tujuan

1. Untuk Mengetahui Defenisis Waham.

2. Untuk Mengetahui Ptofisiologi Waham

3. Untuk Mengetahui Rentan Respon Waham.

4. Untuk Mengetahui Etiologi waham.

5. Untuk Mengetahui Tanda dan Gejala Waham.

6. Untuk Mengetahui Penatalaksanan Waham

7. Untuk Mengetahui Fase-Fase Waham.

8. Untuk Mengetahui Jenis-jenis Waham.

9. Untuk Mengetahui Pola Koping Waham.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Defenisi

Menurut (Depkes RI, 2000) Waham adalah suatu keyakinan klien yang tidak sesuai dengan

kenyataan, tetapi dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang lain. Keyakinan ini

berasal dari pemikiran klien yang sudah kehilangan kontrol (Direja, 2011). Waham curiga adalah

keyakinan seseorang atau sekelompok orang berusaha merugikan atau mencederai dirinya,

diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan (Kelliat, 2009). Gangguan isi pikir

adalah ketidakmampuan individu memproses stimulus internal dan eksternal secara akurat.

Gangguannya adalah berupa waham yaitu keyakinan individu yang tidak dapat divalidasi

atau dibuktikan dengan realitas. Keyakinan individu tersebut tidak sesuai dengan tingkat intelektual

dan latar belakang budayanya, serta tidak dapat diubah dengan alasan yang logis. Selain itu

keyakinan tersebut diucapkan berulang kali (Kusumawati, 2010). Gangguan orientasi realitas adalah

ketidakmampuan menilai dan berespons pada realitas. Klien tidak dapat membedakan lamunan dan

kenyataan sehingga muncul perilaku yang sukar untuk dimengerti dan menakutkan. Gangguan ini

biasanya ditemukan pada pasien skizofrenia dan psikotik lain.

Waham merupakan bagian dari gangguan orientasi realita pada 10 isi pikir dan pasien

skizofrenia menggunakan waham untuk memenuhi kebutuhan psikologisnya yang tidak terpenuhi

oleh kenyataan dalam hidupnya. Misalnya : harga diri, rasa aman, hukuman yang terkait dengan

perasaan bersalah atau perasaan takut mereka tidak dapat mengoreksi dengan alasan atau logika

(Kusumawati, 2010)

5
B. Patofisiologis

Patofisiologi gangguan waham menetap, disebut juga persistent delusional disorder, melibatkan

hiperaktivitas dopamin di area mesolimbik dan ganglia basalis. Namun tidak seperti schizophrenia,

jaras dopaminergik ke arah kortikal relatif tidak mengalami gangguan. Hal ini yang menyebabkan

fungsi kognitif pada pasien dengan gangguan waham relatif tidak terganggu dan tidak ada gejala-

gejala negatif yang mengarah pada regresi fungsi peran. Kerusakan pada Sistem Limbik dan Ganglia

Basalis Kondisi neurologis yang sering berhubungan dengan timbulnya waham biasanya melibatkan

sistem limbik dan ganglia basalis. Kerusakan pada dua struktur otak ini membuat pasien mengalami

waham.Berbeda dengan schizophrenia, korteks tidak mengalami kerusakan sehingga fungsi kognitif

tidak terganggu. Hal ini menyebabkan waham yang muncul pada gangguan waham menetap

umumnya bersifat kompleks. Sebaliknya, pasien yang mengalami gangguan intelektual umumnya

akan memiliki waham yang bersifat sederhana.Kerusakan yang dilaporkan berhubungan dengan

timbulnya waham tema tunggal (seperti pada gangguan waham) adalah kerusakan pada area limbik

dan struktur subkortikal hemisfer kiri, serta lobus frontalis kanan Hal ini didukung oleh penelitian

menggunakan pemeriksaan neuroimaging yang menunjukkan bahwa pasien gangguan waham

mengalami disfungsi pada white matter (area subkortikal) lobus temporo-parietal, ganglia basalis,

dan korteks prefrontal

C. Rentang Respon

Rentang respon gangguan adaptif dan maladaptif dapat dijelaskan sebagai berikut :

Rentang respon neurobiologis

Respon adaptif Respon maladaptive


 Pikiran logis  Kadang-kadang  Gangguan isi pikir

dan persepsi akurat isi pikir terganggu waham halusinasi

 Emosi ilusi  Ketidakmampuan

konsisten dengan  Reaksi untuk mengalami emosi

6
pengalaman emosional ber-  Ketidakmampuan

 Prilaku sesuai lebihan atau kurang isolasi social

dengan hubungan  Prilaku ganjil

social atau tidak lazim


Rentang respon neurobiologis di atas dapat dijelaskan bila individu merespon secara adaptif

maka individu akan berpikir secara logis. Apabila individu berada pada keadaan diantara adaptif dan

maladaptif kadang-kadang pikiran menyimpang atau perubahan isi pikir terganggu. Bila individu

tidak mampu berpikir secara logis dan pikiran individu mulai menyimpang maka ia akan berespon

secara maladaptif dan ia akan mengalami gangguan isi pikir : waham

D. Etiologi

1. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi dari perubahan isi pikir : waham kebesaran dapat dibagi menjadi 2 teori yang

diuraikan sebagai berikut :

a. Teori Biologis

1) Faktor-faktor genetik yang pasti mungkin terlibat dalam

perkembangan suatu kelainan ini adalah mereka yang memiliki anggota keluarga dengan

kelainan yang sama (orang tua, saudara kandung, sanak saudara lain).

2) Secara relatif ada penelitian baru yang menyatakan bahwa kelainan

skizofrenia mungkin pada kenyataannya merupakan suatu kecacatan sejak lahir terjadi

pada bagian hipokampus otak. Pengamatan memperlihatkan suatu kekacauan dari sel-sel

pramidal di dalam otak dari orang-orang yang menderita skizofrenia.

3) Teori biokimia menyatakan adanya peningkatan dari dopamin

neurotransmiter yang dipertukarkan menghasilkan gejala-gejala peningkatan aktivitas

yang berlebihan dari pemecahan asosiasi-asosiasi yang umumnya diobservasi pada

psikosis.

7
b. Teori Psikososial

a) Teori sistem keluarga Bawen dalam Lowsend (1998 : 147) menggambarkan

perkembangan skizofrenia sebagai suatu perkembangan disfungsi keluarga. Konflik

diantara suami istri mempengaruhi anak. Penanaman hal ini dalam anak akan

menghasilkan keluarga yang selalu berfokus pada ansielas dan suatu kondsi yang lebih

stabil mengakibatkan timbulnya suatu hubungan yang saling mempengaruhi yang

berkembang antara orang tua dan anak-anak. Anak harus meninggalkan ketergantungan

diri kepada orang tua dan anak dan masuk ke dalam masa dewasa, dan dimana dimasa ini

anak tidak akan mamapu memenuhi tugas perkembangan dewasanya.

b) Teori interpersonal menyatakan bahwa orang yang mengalami psikosis akan

menghasilkan hubungan orang tua anak yang penuh akan kecemasan. Anak menerima

pesan-pesan yang membingungkan dan penuh konflik dan orang tua tidak mampu

membentuk rasa percaya terhadap orang lain.

c) Teori psikodinamik menegaskan bahwa psikosis adalah hasil dari suatu ego yang lemah.

Perkembangan yang dihambat dan suatu hubungan saling mempengaruhi antara orang

tua, anak. Karena ego menjadi lebih lemah penggunaan mekanisme pertahanan ego pada

waktu kecemasan yang ekstrim menjadi suatu yang maladaptif dan perilakunya sering

kali merupakan penampilan dan segmen diri dalam kepribadian.

2. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi dari perubahan isi pikir : waham, yaitu :

a. Biologis

Stressor biologis yang berhubungan dengan neurobiologis yang maladaptif termasuk

gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur perubahan isi informasi dan

abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan

ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi rangsangan.

8
b. Stres lingkungan

Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stres yang berinterasksi dengan

sterssor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan prilaku.

c. Pemicu gejala

Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologis yang maladaptif berhubungan

dengan kesehatan lingkungan, sikap dan prilaku individu, seperti : gizi buruk, kurang tidur,

infeksi, keletihan, rasa bermusuhan atau lingkungan yang penuh kritik, masalah perumahan,

kelainan terhadap penampilan, stres gangguan dalam berhubungan interpersonal, kesepain,

tekanan, pekerjaan, kemiskinan, keputusasaan dan sebagainya.

E. Tanda dan Gejala

a. Data subyektif

Klien mengatakan tidak mampu mengambil/membuat keputusan, klien mengatakan

mempunyai kekuatan super dan maha kuasa, klien mengatakan merasa takut dan perasaan tidak

nyaman, merasa cemas, klien mengatakan sulit untuk tidur, isi pembicaraan tidak sesuai dengan

kenyataan.

b. Data obyektif

Usaha bunuh diri atau membunuh orang lain, menolak makan atau minum obat, tidak ada

perhatian terhadap asuhan mandiri, ekspresi muka sedih/gembira, ketakutan, gerakan tidak

terkontrol mudah tersinggung, isi pembicaran tidak sesuai dengan kenyataan, tidak bias

membedakan antara yang nyata dengan yang tidak nyata, menghindar dari orang lain,

mendominasi pembicaraan, berbicara kasar, kegiatan keagamaan yang berlebihan, kecurigaan

terhadap orang lain, tindakan menyombongkan diri, menyiksa orang lain secara psikologis,

peningkatan aktivitas motorik, sukar berinteraksi dengan orang lain.

Tanda dan gejala yang dihasilkan atas penggolongan waham (Standar Asuhan Keperawatan

Jiwa RSJP Bogor di kutip oleh RSJP Banjarmasin, 2001) yaitu :

9
a) Waham dengan perawatan minimal

1) Berbicara dan berperilaku sesuai dengan realita.

2) Bersosialisasi dengan orang lain.

3) Mau makan dan minum.

4) Ekspresi wajah tenang.

b) Waham dengan perawatan parsial

1) Iritable.

2) Cenderung menghindari orang lain.

3) Mendominasi pembicaraan.

4) Bicara kasar.

c) Waham dengan perawatan total

1) Melukai diri dan orang lain.

2) Menolak makan / minum obat karena takut diracuni.

3) Gerakan tidak terkontrol.

4) Ekspresi tegang.

5) Iritable.

6) Mandominasi pembicaraan.

7) Bicara kasar.

8) Menghindar dari orang lain.

9) Mengungkapkan keyakinannya yang salah berulang kali.

10) Perilaku bazar.

F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan gangguan waham umumnya difokuskan pada upaya untuk menangani

morbiditas dengan menurunkan dampak waham terhadap kehidupan pasien dan keluarganya.

1. Psikoterapi

10
Psikoterapi yang efektif untuk gangguan waham menetap adalah psikoterapi

individual,berorientasi insight, suportif, kognitif, dan behavioral. Dalam psikoterapi,

sebaiknya tidak dilakukan konfrontasi terhadap waham pasien, namun lebih pada

penekanan bahwa preokupasi pasien terhadap wahamnya menimbulkan distress bagi

dirinya dan mengganggu kemampuannya untuk bisa hidup dengan lebih baik [2].

Cognitive behavioral therapy (CBT) bisa digunakan untuk memperbaiki bias

pengenalan informasi (yang timbul akibat waham), sensitivitas interpersonal, gaya

reasoning, kecemasan, dan insomnia

2. Metacognitive training

terapi yang dikembangkan untuk membantu pasien dengan waham untuk

mengenali pola pikir disfungsionalnya. Meskipun awalnya dikembangkan untuk

schizophrenia, namun terapi ini juga bermanfaat pada pasien dengan gangguan

waham lain, termasuk gangguan waham menetap

3. Medikamentosa

Pasien-pasien gangguan waham menetap yang mengalami agitasi sebaiknya

mendapatkan antipsikotik lewat injeksi intramuskular. Farmakoterapi pada pasien

dengan gangguan waham relatif sulit dilakukan karena mereka bisa dengan mudah

memasukkan obat yang diberikan sebagai bagian negatif dari sistem wahamnya. Perlu

dilakukan bina rapport dan psikoterapi yang adekuat sebelum farmakoterapi bisa

dimulai.

Farmakoterapi sebaiknya dimulai dari dosis kecil (misalnya haloperidol 2 mg/24 jam atau

risperidone 2 mg/24 jam) kemudian dititrasi pelan. Bila dalam waktu 6 minggu pasien tidak

menunjukkan respons, maka sebaiknya diganti dengan antipsikotik kelas lainnya. Beberapa

klinisi menyatakan bahwa pimozide efektif digunakan pada pasien dengan gangguan waham,

terutama pasien dengan waham somatik kronis. Sebuah review oleh Mohsen, et al

11
menemukan bahwa antipsikotik yang paling banyak digunakan pada pasien dengan gangguan

waham adalah risperidone, diikuti oleh olanzapine, quetiapine, dan antipsikotik tipikal

(generasi pertama) .Mengingat bahwa sebagian besar pasien mempunyai fungsi dan peran

yang masih baik, maka pilihan antipsikotik sebaiknya dijatuhkan pada antipsikotik atipikal

yang mempunyai profil efek samping lebih ringan. Meskipun outcome klinis antara

antipsikotik tipikal dan atipikal tidak berbeda signifikan .Mengingat bahwa baik antipsikotik

tipikal maupun atipikal mempunyai efek samping pada penggunaan jangka panjang.

Antipsikotik yang dilaporkan relatif aman digunakan pada pasien dengan gangguan waham

adalah risperidone, amisulpride, aripiprazole, dan ziprasidone .Banyak pasien dengan

gangguan waham mengalami depresi, sehingga membutuhkan antidepresan. Antidepresan

yang direkomendasikan adalah golongan selective serotonin reuptake inhibitors / SSRI,

misalnya fluoxetine, sertraline, citalopram, escitalopram, atau golongan serotonin

norepinephrine reuptake inhibitors / SNRI, misalnya venlafaxine, duloxetine.Masalah

terbesar dengan obat pada gangguan waham adalah ketidakpatuhan, namun hal ini bisa

diperbaiki dengan psikoterapi yang dilakukan bersamaan dengan farmakoterapi [4].

G. Fase-Fase Waham

Menurut Yosep (2009), proses terjadinya waham meliputi 6 fase, yaitu :

a. Fase of human need

Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien baik secara fisik maupun

psikis. Secara fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-orang dengan status sosial dan

ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien sangat miskin dan menderita. Keinginan ia untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk melakukan kompensasi yang salah. Ada

juga klien yang secara sosial dan ekonomi terpenuhi tetapi kesenjangan antara realiti dengan self

ideal sangat tinggi.

b. Fase lack of self esteem

12
Tidak adanya pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara self ideal

dengan self reality (keyataan dengan harapan) serta dorongan kebutuhan yang tidak terpenuhi

sedangkan standar lingkungan sudah melampaui kemampuannya.

c. Fase control internal external

Klien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa yang ia katakan

adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan keyataan, tetapi menghadapi

keyataan bagi klien adalah suatu yang sangat berat, karena kebutuhannya untuk diakui,

kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya,

karena kebutuhan tersebut belum terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar klien

mencoba memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien itu tidak benar, tetapi hal ini

tidak dilakukan secara adekuat karena besarnya toleransi dan keinginan menjaga perasaan.

Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau konfrontatif berkepanjangan dengan

alasan pengakuan klien tidak merugikan orang lain.

d. Fase environment support

Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya menyebabkan

klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap sesuatu yang dikatakan tersebut

sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang. Dari sinilah mulai terjadinya kerusakan

kontrol diri dan tidak berfungsinya norma (super ego) yang ditandai dengan tidak ada lagi

perasaan dosa saat berbohong. 

e. Fase comforting

Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta menganggap bahwa

semua orang sama yaitu akan mempercayai dan mendukungnya. Keyakinan sering disertai

halusinasi pada saat klien menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya klien sering menyendiri

dan menghindari interaksi sosial (isolasi sosial).

6 Fase improving

13
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu keyakinan yang

salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul sering berkaitan dengan traumatik

masa lalu atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi (rantai yang hilang). Waham bersifat

menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain.

H. Jenis-Jenis Waham

Waham terbagi atas beberapa jenis, yaitu :

1. Waham Kejar

Individu merasa dirinya dikejar-kejar oleh orang lain atau sekelompok orang yang bermaksud

berbuat jahat kepada dirinya, sering ditemukan pada klien dengan stres anektif tipe depresi dan

gangguan organik.

2. Waham Kebesaran

Penderita merasa dirinya paling besar, mempunyai kekuatan, kepandaian atau kekayaan yang

luar biasa, misalnya adalah ratu adil dapat membaca pikiran orang lain, mempunyai puluhan

rumah, dll.

3. Waham Somatik

Perasaan mengenai berbagai penyakit yang berada pada tubuhnya sering didapatkan pada

tubuhnya.

4. Waham Agama

Waham dengan tema agama, dalam hal ini klien selalu meningkatkan tingkah lakunya yang telah

ia perbuat dengan keagamaan.

5. Waham Curiga

Individu merasa dirinya selalu disindir oleh orang-orang sekitarnya sehingga ia merasa curiga

terhadap sekitarnya.

6. Waham Intulistik

14
Bahwa sesuatu yang diyakini sudah hancur atau bahwa dirinya atau orang lain sudah mati, sering

ditemukan pada klien depresi.

7. Waham Berdosa

Timbul perasaan bersalah yang luar biasa dan merasakan suatu dosa yang besar. Penderita

percaya sudah selayaknya ia di hukum berat. 

8. Waham Cemburu

Selalu cemburu pada orang lain.

9. Waham Pengaruh

Yaitu pikiran, emosi dan perbuatannya diawasi atau dipengaruhi oleh orang lain atau kekuatan.

I. Pola Koping

Ada beberapa sumber koping individu yang harus dikaji yang dapat berpengaruh terhadap

gangguan otak dan prilaku kekuatan dalam sumber koping dapat meliputi seperti : modal intelegensi

atau kreativitas yang tinggi. Orang tua harus secara aktif mendidik anak-anaknya, dewasa muda

tentang keterampilan koping karena mereka biasanya tidak hanya belajar dan pengamatan. Sumber

keluarga dapat berupa pengetahuan tentang penyakit, finansial yang cukup, ketersediaan waktu dan

tenaga dan kemampuan untuk memberikan dukungan secara berkesinambungan.

1. Penggolongan Mekanisme Koping

Berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi 2 (dua) (Stuart dan Sundeen, 1995) yaitu :

a. Mekanisme koping adaptif

Adalah mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar dan

mencapai tujuan. Kategorinya adalah berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah

secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang dan aktivitas konstruktif.

b. Mekanisme koping maladaptive

15
Adalah mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan,

menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan.

Kategorinya adalah makan berlebihan / tidak makan, bekerja berlebihan, menghindar.

Mekanisme pertahanan ego sering disebut sebagai mekanisme pertahanan mental.

Adapun mekanisme pertahanan ego adalah sebagai berikut :

a. Kompensasi

Proses seseorang memperbaiki penurunan citra diri dengan tegas menonjolkan keistimewaan

atau kelebihan yang dimiliki.

b. Penyangkalan (denial)

Menyatakan tidak setuju terhadap realitas dengan mengingkari realitas tersebut. Bila individu

menyangkal kenyataan, maka dia menganggap tidak ada atau menolak pengalaman yang

tidak menyenangkan (sebenarnya mereka sadari sepenuhnya) dengan maksud melindungi

diri.

c. Pemindahan (displacement)

Pengalihan emosi yang semula ditujukan pada seseorang atau benda lain yang biasanya netral

atau lebih sedikit mengancam dirinya. Misalnya : Seorang pemuda bertengkar dengan

pacarnya dan sepulangnya ke rumah marah pada adiknya.

d. Disosiasi

Pemisahan suatu kelompok proses mental atau perilaku dari kesadaran atau identitasnya.

Keadaan dimana terdapat dua atau lebih kepribadian pada diri seorang individu. Misalnya :

Seorang laki-laki yang dibawa ke ruang emergensi karena mengamuk ternyata tidak mampu

menjelaskan kembali kejadian tersebut (ia lupa sama sekali)

e. Identifikasi (identification)

Proses dimana seseorang untuk menjadi seseorang yang ia kagumi berupaya dengan

menirukan pikiran-pikiran, perilaku dan selera orang tersebut.

16
f. Intelektualisasi (intelectualization)

Pengguna logika dan alasan yang berlebihan untuk menghindari pengalaman yang

mengganggu perasaannya. Dengan intelektualisasi, manusia dapat mengurangi hal-hal yang

pengaruhnya tidak menyenangkan, dan memberikan kesempatan untuk meninjau permasalah

secara obyektif.

g. Introjeksi (Introjection)

Suatu jenis identifikasi yang kuat dimana seseorang mengambil dan melebur nilai-nilai dan

kualitas seseorang atau suatu kelompok ke dalam struktur egonya sendiri, merupakan hati

nurani. Contoh : Rasa benci atau kecewa terhadap kematian orang yang dicintai dialihkan

dengan cara menyalahkan diri sendiri.

h. Isolasi

Pemisahan unsur emosional dari suatu pikiran yang mengganggu dapat bersifat sementara

atau berjangka lama.

i. Proyeksi

Pengalihan buah pikiran atau impuls pada diri sendiri kepada orang lain terutama keinginan,

perasaan emosional dan motivasi yang tidak dapat ditoleransi. Teknik ini mungkin dapat

digunakan untuk mengurangi kecemasan karena dia harus menerima kenyataan akan

keburukan dirinya sendiri. Contoh : Seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia

mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya

tersebut mencoba merayunya

j. Rasionalisasi

Rasionalisasi dimaksudkan sebagai usaha individu mencari alasan yang dapat diterima secara

sosial untuk membenarkan atau menyembunyikan perilakunya yang buruk. Rasionalisasi

17
juga muncul ketika individu menipu dirinya sendiri dengan berpura-pura menganggap yang

buruk adalah baik, atau yang baik adalah yang buruk. 

k. Reaksi formasi

Individu mengadakan pembentukan reaksi ketika berusaha menyembunyikan motif dan

perasaan sebenarnya, dan menampilkan ekspresi wajah yang berlawanan. Dengan cara ini

individu dapat menghindarkan diri dari kecemasan yang disebabkan oleh keharusan

menghadapi ciri pribadi yang tidak menyenangkan. Misalnya: Kebencian dibuat samar

dengan menampilkan sikap penuh kasih saying

l. Regresi

Regresi merupakan respon yang umum bagi individu bila berada dalam situasi frustrasi,

setidak-tidaknya pada anak-anak. Dapat pula terjadi bila individu yang menghadapi tekanan

kembali lagi kepada metode perilaku yang khas individu yang berusia lebih muda.

Misalnya :  anak yang baru memperoleh adik,akan memperlihatkan respons mengompol

padahal sudah lama tidak dilakukannya.

m. Represi

Represi didefinisikan sebagai upaya individu menyingkirkan frustrasi, konflik batin, mimpi

buruk, dan sejenisnya yang menimbulkan kecemasan. Bila represi terjadi, hal-hal yang

mencemaskan itu tidak akan memasuki kesadaran walaupun masih tetap ada pengaruhnya

terhadap perilaku. Misalnya : individu lebih sering menekankan pada kejadian yang

membahagiakan dan enggan menekankan yang tidak membahagiakan

n. Pemisahan (splitting)

Sikap mengelompokkan orang  atau keadaan hanya sebagai semuanya baik atau semuanya

buruk; kegagalan untuk memadukan nilai-nilai positif dan negatif di dalam diri sendiri.

o. Sublimasi

18
Mengganti keinginan atau tujuan yang terhambat dengan cara yang dapat diterima oleh

masyarakat. Impuls yang berasal dari Id yang sukar disalurkan karena mengganggu individu

atau masyarakat, oleh karena itu impuls harus dirubah bentuknya agar  tidak merugikan

individu/masyarakat sekaligus mendapatkan pemuasan. Misalnya : Impuls agresif disalurkan

ke olah raga, usaha-usaha yang bermanfaat

p. Supresi

Supresi merupakan proses pengendalian diri yang terang-terangan ditujukan menjaga agar

impuls dan dorongan yang ada tetap terjaga. Misalnya : Individu sewaktu-waktu

mengesampingkan ingatan yang menyakitkan agar dapat menitik beratkan kepada tugas.

q. Undoing

Meniadakan pikiran-pikiran, impuls yang tidak baik, seolah-olah menghapus suatu

kesalahan. Misalnya : Seorang ibu yang menyesal karena telah memukul anaknya akan

segera memperlakukannya penuh dengan kasih saying

r. Fiksasi 

Dalam menghadapi kehidupannya individu dihadapkan pada situasi menekan yang

membuatnya frustrasi dan cemas, sehingga individu tersebut merasa tidak sanggup

menghadapinya dan membuat perkembangan normalnya terhenti sementara atau selamanya.

Individu menjadi terfiksasi pada satu tahap perkembangan karena tahap berikutnya penuh

dengan kecemasan. Misalnya :  Individu sangat tergantung dengan individu lain merupakan

salah satu contoh pertahan diri dengan fiksasi, kecemasan menghalanginya untuk menjadi

mandiri

s. Menarik Diri 

Reaksi ini merupakan respon umum dalam mengambil sikap. Bila individu menarik diri, dia

memilih untuk tidak mengambil tindakan. Biasanya respons ini disertai dengan depresi dan

sikap apatis. 

19
t. Mengelak 

Bila individu merasa diliputi oleh stres yang lama, kuat dan terus menerus, individu

cenderung mencoba mengelak. Bisa secara fisik mengelak atau menggunakan metode yang

tidak langsung. 

u. Fantasi 

Dengan berfantasi pada yang mungkin menimpa dirinya, individu merasa mencapai tujuan

dan dapat menghindari dirinya dari peristiwa yang tidak menyenangkan,  menimbulkan

kecemasan dan mengakibatkan frustrasi. Individu yang sering melamun kadang menemukan

bahwa kreasi lamunannya lebih menarik dari pada kenyataan sesungguhnya. Bila fantasi ini

dilakukan proporsional dan dalam pengendalian kesadaraan yang baik, maka fantasi menjadi

cara sehat untuk mengatasi stress

v. Simbolisasi

Menggunakan benda atau tingkah laku sebagai simbol pengganti keadaan atau hal yang

sebenarnya Misalnya : Seorang anak remaja selalu mencuci tangan untuk menghilangkan

kecemasannya.

w. Konversi

Adalah transformasi konflik emosional ke dalam bentuk gejala-gejala jasmani. Misalnya :

Mahasiswa yang tidak mengerjakan tugas-tugasnya tiba-tiba sakit sehingga tidak masuk

kuliah

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Waham adalah suatu keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi

dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang lain. Keyakinan ini berasal dari

pemikiran klien yang sudah kehilangan kontrol (Direja, 2011). Waham curiga adalah

keyakinan seseorang atau sekelompok orang berusaha merugikan atau mencederai dirinya,

diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan (Kelliat, 2009). Gangguan isi

pikir adalah ketidakmampuan individu memproses stimulus internal dan eksternal secara

akurat.

B. Saran

Diharapkan kepada para pembaca, jika menjumpai seseorang yang mengalami

gangguan persepsi Waham agar memberikan perhatian dan perawatan yang tepat kepada

penderita sehingga keberadaannya dapat diterima oleh masyarakat seperti sediakala

21
DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino Gondoutomo.

2003

Keliat, Budi Anna dan Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.

Jakarta : EGC

Stuart, G.W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Edisi 5). Jakarta : EGC

Tim Direktorat Keswa. Standart asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Bandung:

RSJP.2000

Townsend M.C. Diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri; pedoman untuk

pembuatan rencana keperawatan. Jakarta: EGC. 1998

22

Anda mungkin juga menyukai