Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PEMIKIRAN ISLAM DAN FILSAFAT

" FIRQAH QADARIYAH DAN JABARIYAH "

Dosen Pengampu
Dr.H.M. Junaid, M.Pd.I

Disusun oleh :
Ismalia : 206190018

HIMPUNAN MAHASISWA JURUSAN TADRIS FISIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN STS JAMBI
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah swt yang telah memberikan kesehatan kepada
kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Pemikiran Islam dan Filsafat
yang berjudul “ Firqah Qadariyah dan jabariyah “
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna oleh
karena itu penulis berharap kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun, demi kesempurnaan makalah ini semoga makalah ini dapat
memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah Pemikiran Islam dan
Filsafat Bapak Dr. H. M. Junaid, S.Pd.I., M.Pd.I yang telah memberikan referensi
serta masukan sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG...............................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH.........................................................................2
C. TUJUAN...................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. ALIRAN QADARIYAH...........................................................................3
1. Pengertian Aliran Qadariyah......................................................................3
2. Tokoh dan Asal- Usul Aliran Qadariyah....................................................4
3. Doktrin atau Pemikiran Qadariyah.............................................................5

B. ALIRAN JABARIYAH
1. Pengertian Aliran Jabariyah........................................................................6
2. Asal-Usul Aliran Jabariyah.........................................................................7
3. Tokoh dan Pemikiran Jabariyah..................................................................8

BAB III PENUTUP


A. KESIMPULAN........................................................................................10
B. SARAN....................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Persoalan Iman (aqidah) agaknya merupakan aspek utama dalam ajaran
Islam yang didakwahkan oleh Nabi Muhammad.Pentingnnya masalah aqidah ini
dalam ajaran Islam tampak jelas pada misi pertama dakwah Nabi ketika berada di
Mekkah. Pada periode Mekkah ini, persoalan aqidah memperoleh perhatian yang
cukup kuat dibanding persoalan syariat, sehingga tema sentral dari ayat-ayat al-
Quran yang turun selama periode ini adalah ayat-ayat yang menyerukan kepada
masalah keimanan.
Munculnya berbagai kelompok teologi dalam Islam tidak terlepas dari
faktor historis yang menjadi landasan kajian. Bermula ketika Nabi Muhammad
saw wafat, riak-riak perpecahan di antara kaum Muslim timbul kepermukaan.
Perbedaan pendapat dikalangan sahabat tentang siapa pengganti pemimpin setelah
Rasul, memicu pertikaian yang tidak bisa dihindari. Semua terbungkus dalam isu-
isu yang bernuansa politik, dan kemudian berkembang pada persoalan keyakinan
tentang tuhan dengan mengikutsertakan kelompok-kelompok mereka sebagai
pemegang “predikat kebenaran”.
Ada beberapa kelompok besar yang pemahamannya sangat ekstrim
(berlebihan) dan saling bertolak belakang. Kelompok ini muncul di akhir era para
sahabat. Diantara kelompok tersebut adalah Qadariyah dan Jabariyah. Pemikiran
qadariyah ini bercorak liberal, sedangkan jabariyah mempunyai corak pemikiran
tradisional.
Munculnya corak pemikiran yang beragam dalam Islam disebabkan karena
semakin luasnya wilayah Islam ke Timur dan ke Barat. Umat Islam mulai
bersentuhan dengan keyakinan dan pemikiran dari ajaran-ajaran lain, terutama
filsafat Yunani. Seperti diketahui wilayah-wilayah yang bergabung dengan Islam,
terutama di bagian Barat adalah wilayah-wilayah yang pernah diduduki oleh
bangsa Romawi(Yunani).
Makalah ini akan mencoba menjelaskan aliran Jabariyah dan Qadariyah.
Dalam makalah ini penulis hanya menjelaskan secara singkat dan umum tentang
aliran Jabariyah dan Qadariyah. Mencakup di dalamnya adalah latar belakang
lahirnya sebuah aliran dan ajaran-ajarannya secara umum.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu Aliran Qodariyah dan Jabariyah?
2. Bagaimana Aliran Qodariyah dan Jabariyah muncul?
3. Bagaimana pokok pemikiran Aliran Qodariyah dan Jabariyah?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui Aliran Qodariyah dan Jabariyah.
2. Untuk mengetahui kemunculan Aliran Qodariyah dan Jabariyah.
3. Untuk mengetahui pokok pemikiran Aliran Qodariyah dan Jabariyah.
BAB  II
PEMBAHASAN
Berbicara masalah aliran pemikiran dalam Islam berarti berbicara tentang
Ilmu Kalam. Kalam secara harfiah berarti kata-kata”. Kaum teolog Islam berdebat
dengan kata-kata dalam mempertahankan pendapat dan pemikirannya sehingga
teolog disebut sebagai mutakallim yaitu ahli debat yang pintar mengolah kata.
Ilmu kalam juga diartikan sebagai teologi Islam atau ushuluddin, ilmu yang
membahas ajaran-ajaran dasar dari agama. Mempelajari teologi akan memberi
seseorang keyakinan yang mendasar dan tidak mudah digoyahkan. Munculnya
perbedaan antara umat Islam. Perbedaan yang pertama muncul dalam Islam
bukanlah masalah teologi melainkan di bidang politik. Akan tetapi perselisihan
politik ini, seiring dengan perjalanan waktu, meningkat menjadi persoalan teologi.
Perbedaan teologis di kalangan umat Islam sejak awal memang dapat
mengemuka dalam bentuk praktis maupun teoritis. Secara teoritis, perbedaan itu
demikian tampak melalui perdebatan aliran-aliran kalam yang muncul tentang
berbagai persoalan. Tetapi patut dicatat bahwa perbedaan yang ada umumnya
masih sebatas pada aspek filosofis diluar persoalan keesaan Allah, keimanan
kepada para rasul, para malaikat, hari akhir dan berbagai ajaran nabi yang tidak
mungkin lagi ada peluang untuk memperdebatkannya. Misalnya tentang
kekuasaan Allah dan kehendak manusia, kedudukan wahyu dan akal, keadilan
Tuhan. Perbedaan itu kemudian memunculkan berbagai macam aliran.
Diantaranya yaitu Jabariyah dan Qadariyah.

A. ALIRAN QODARIYAH
1. Pengertian dan Asal-usul Qodariyah
Kata Qadariyah berasal dari bahasa Arab qadara yang berarti kemampuan
dan kekuatan. Nama Qadariyah juga berasal dari pengertian bahwa manusia
mempunyai qudrah atau kemampuan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan
kehendaknya sendiri, bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa
tunduk pada qadar atau ketentuan Allah. Dalam istilah Inggrisnya paham ini
dikenal dengan nama free will dan free act.
Aliran-aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi
segala perbuatannya. Seseorang dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya
atas kehendaknya sendiri. Aliran ini lebih menekankan atas kebebasan dan
kekuatan manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbutannya. Harun Nasution
menegaskan bahwa aliran ini berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai
kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian
bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan.

2. Asal-Usul Kemunculan Qadariyah


Kapan Qadariyah muncul dan siapa tokoh-tokohnya? Merupakan dua tema
yang masih diperdebatkan. Berikut beberapa pendapat para ahli :
1. Pendapat Ahmad Amin
Menurut Ahmad Amin, ada ahli teologi yang mengatakan bahwa
Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Ma’bad Al-Jauhani dan
Ghailan Al-Dimasyqi sekitar tahun 80 H/689M .  Ma’bad adalah
seorang atba tabii yang dapat dipercaya dan pernah berguru pada
Hasan Al-Basri. Adapun Ghalian adalah seorang orator berasal dari
Damaskus dan ayahnya menjadi maula Usman bin Affan.
2. Pendapat Ibnu Nabatah
Ibnu Nabatah dalam kitabnya Syarh Al-Uyum, seperti dikutip
Ahmad Amin, memberi informasi lain bahwa yang pertama kali
memunculkan faham Qadariyah adalah orang Irak yang semula
beragama kristen kemudian beragama islam dan balik lagi keagama
kristen. Dari oranginilah Ma’bad dan Ghailan mengambil faham ini.
Orang Irak yang dimaksud sebagaimana dikatakan Muhammad Ibnu
Syuib yang memperoleh informasi dari Al Auza’i adalah Susan.
3. Pendapat W. Montgomery
Sementara itu, W. Montgomery watt menemukan dokumen lain melalui
tulisan Hellmut Ritter dalam bahasa jerman yang dipublikasikan melaului
majalah Der Islam pada tahun 1933. Artikel ini menjelaskan bahwa faham
Qadariyah terdapat dalam kitab Risalah dan ditulis untuk Khalifah Abdul malik
olah Hasan Al-Basri termasuk orang Qadariyah atau bukan.
Ma’bad Al-jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqi, menurut watt, adalah
penganut Qadariyah yang hidup setelah Hasan Al-Basri. Kalau dihubungkan
dengan keterangan Adz-Dzahabi dalam Mizan Al-I’tidal, seperti dikutip Ahmad
Amin yang menyatakan bahwa Ma’bad Al-Jauhani pernah belajar pada Hasan
Al-Bashri, maka sangat mungkin faham Qadariyah ini mula-mula dikembangkan
oleh Hasan Al-Bashri.
Berkaitan dengan persoalan pertama kalinya Qadariyah muncul, ada
baiknya jika meninjau kembali pendapat Ahmad Amin yang menyatakan
kesulitan untuk menentukannya. Para peniti sebelumnya pun belum sepakat
mengenai hal ini karena penganut Qadariyah ketika itu banyak sekali. Sebagian
terdapat di irak dengan bukti bahwa gerakan ini terjadi pada pengajian Hasan Al-
Bashri. Pendapat ini di kuatkan oleh Ibn Nabatah bahwa yang mencetuskan
pendapat pertama tentang masalah ini adalah seorang kristen di irak yang telah
masuk islam pendapatnya itu diambil oleh Ma’bad dan Ghallian. sebagian lain
berpendapat bahwa faham ini muncul di Damaskus. Diduga disebabkan oleh
orang-orang yang banyak dipekerjakan di istana-istana.
3. Doktrin-Doktrin Atau Pemikiran Qodariyah
Hampir semua paham-paham Qadariyah bertentangan dengan apa yang
dipahami ahlu al-sunnah wa al-jamaah. Adapun paham yang dikembangkan
kaum qadariyah diantaranya adalah:
1. Meletakkan posisi manusia sebagai makhluk yang merdeka dalam
tingkah laku dan semua perbuatan, baik dan buruknya. Mereka
meyakini bahwa manusia mempunyai kekuatan untuk menentukan
nasibnya tanpa ada intervensi dari Allah Swt. Jadi manusia
mendapatkan surga dan neraka karena kehendak mereka sendiri bukan
karena taqdir. Paham ini merupakan ajaran terpenting dalam keyakinan
qadariyah.
2. Kaum qadariyah mengatakan bahwa Allah itu Esa, dalam artian bahwa
Allah tidak memiliki sifat-sifat Azaly, seperti ilmu, kudrah dan hayat.
Menurut mereka Allah mengetahui semuanya dengan zatNya, dan
Allah berkuasa dengan zatNya, serta hidup dengan zatNya, bukan
dengan sifat-sifat qadimNya tersebut. Mereka juga mengatakan, kalau
Allah punya sifat qadim tersebut, maka sama dengan mengatakan
bahwa Allah lebih dari satu.
3. Takdir merupakan ketentuan Allah SWT terhadap hukum alam semesta
sejak zaman azali, yaitu hukum yang dalam Al-Qur’an disebut
sunnatullah, seperti matahari terbit dari timur, rotasi bumi dll. Tidak
termasuk perbuatan dan tingkah laku manusia.
4. Kaum qadariyah berpendapat bahwa akal manusia mampu mengetahui
mana yang baik dan mana yang buruk, walaupun Allah tidak
menurunkan agama. Agama tidak menyebabkan sesuatu menjadi baik
karena diperintahkannya, dan tidak pula menjadi buruk karena
dilarangnya. Bahkan perintah atau larangan agama itu justru mengikuti
keadaan segala sesuatu, kalau sesuatu itu buruk, tentu saja agama
melarangnya, begitu sebaliknya.

B. ALIRAN JABARIYAH
1. Pengertian dan Asal-usul Jabariyah
Nama jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti memaksa.
Dalam istilah Inggrisnya paham ini disebut fatalism atau predestination. .
Di dalam kamus Munjid dijelaskan bahwa nama Jabariyah berasal dari
kata jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskannya
melakukan sesuatu. Salah satu sifat dari Allah adalah al-Jabbar yang
berarti Allah Maha Memaksa. Sedangkan secara istilah Jabariyah adalah
menolak adanya perbuatan dari manusia dan menyandarkan semua
perbuatan kepada Allah. Dengan kata lain adalah manusia mengerjakan
perbuatan dalam keadaan terpaksa (majbur). Sehingga makna secara
umum adalah bahwa perbuatan manusia telah ditentukan oleh Qodo dan
Qadar Tuhan.
2. Asal-Usul Kemunculan Jabariyah
Adapun mengenai latar belakang lahirnya aliran Jabariyah tidak adanya
penjelelasan yang sarih. Abu Zahra menuturkan bahwa paham ini muncul sejak
zaman sahabat dan masa Bani Umayyah. Paham Jabariyah ini dalam sejarah
teologi Islam ditonjolkan pertama kali oleh al-Ja’ad Ibn Dir ham. Tetapi yang
mengembangkannya kemudian adalah Jahm Ibn Safwan dari Khurasan. Jahm
Ibn Safwan merupakan pendiri golongan Jahmiyah dalam kalangan Murjiah. Ia
ikut dalam gerakan melawan kekuasaan Bani Umayyah. Jahm yang terdapat
dalam aliran jabariyah  sama dengan Jahm yang mendirikan golongan al-
Jahmiah dalam kalangan Murjiah sebagai sekretaris dari Syuraih ibn al-Harits,
ia turut dalam gerakan melawan kekuasaan Bani Umayyah. Dalam perlawanan
itu Jahm dapat ditangkap dan kemudian dihukum mati di tahun 131 H.
Pendapat yang lain mengatakan bahwa paham ini diduga telah muncul
sejak sebelum agama Islam datang ke masyarakat Arab. Kehidupan bangsa Arab
yang diliputi oleh gurun pasir sahara telah memberikan pengaruh besar dalam
cara hidup mereka. Di tengah bumi yang disinari terik matahari dengan air yang
sangat sedikit dan udara yang panas ternyata dapat tidak memberikan
kesempatan bagi tumbuhnya pepohonan dan suburnya tanaman, tapi yang
tumbuh hanya rumput yang kering dan beberapa pohon kuat untuk menghadapi
panasnya musim serta keringnya udara.
3. Tokoh dan Pemikiran Jabariyah
Menurut Asy-Syahratsani, jabariyah dapat dikelompokkan menjadi dua
bagian, ekstrim dan moderat. Diantara dokrin jabariyah ekstrim adalah
pendapatnya bahwa segala perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan yang
timbul dari kemauannya sendiri, tetapi perbuatan yang dipaksakan oleh dirinya.
Misalnya, kalau seseorang mencuri, perbuatan mencuri itu bukanlah terjadi atas
kehendak sendiri, tetapi timbul karena qadha’ dan qadhar tuhan yang
menghendaki demikian.
Diantara pemuka jabariyah ekstrim adalah sebagai berikut:
a. Jahm bin shofwan, nama lengkapnya adalah Abu Mahrus Jaham Bin
Shafwan. Ia barasal dari Khurasan bertempat tinggal di kuffah.
Pendapat jahm yang berkaitan dengan persoalan teologi adalah sebagai
berikut ini;
1. Syurga dan neraka tidak kekal. Tidak ada yang kekal selain tuhan.
2. Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini
pendapatnya sama dengan aliran kaum Murji’ah.
3. Kalam tuhan adalah mahluk. Allah maha suci dari segala sifat dan
keserupaan dengan manusia seperti berbicara, mendengar dan melihat.
4. Allah tidak memiliki sifat-sifat azaly, karena hal ini akan menjadikan Allah
serupa dengan makhluk. Pendapat ini sama dengan apa yang dikemukakan
oleh Mu’tazilah.
5. Bid’ah jabr. yaitu pernyataan bahwa manusia tidak mempunyai kemampuan
dan daya upaya sama sekali, bahkan semua kehendaknya muncul karena
dipaksa oleh Allah Swt.
Bid’ah irja, yaitu bahwa iman cukup hanya dengan ma’rifat. barang
siapa yang inkar di lisan maka hal tersebut tidak membuatnya kafir sebab
ilmu dan ma’rifat tidak bisa lenyap karena ingkar, dan keimanan tidak
berkurang dan semua hamba setara dalam keimanannya serta iman dan
kufur hanya dalam hati tidak dalam perbuatan.
Meskipun ada beberapa paham yang diajarkan oleh Jahm bin Shafwan,
akan tetapi yang besar pengaruhnya adalah paham yang tidak mengakui
adanya kebebasan dan kemerdekaan untuk memilih dan melakukan
perbuatan bagi manusia. Semua telah ditentukan oleh tuhan sehingga
jabariyah secara orientasinya adalah manusia terpaksa dalam melakukan
perbuatannya.

b. Ja’ad bin Dirham. Ia dibesarkan dalam lingkungan orang kristen yang


senang membicarakan tentang teologi. Ia adalah seorang maulana dari bani
Hakam dan tinggal di Damaskus. Ia dibunuh pancung oleh Gubernur Kufah
yaitu Khalid bin Abdullah El-Qasri. Dokrin pokok Ja’ad secara umum sama
dengan fikiran jahm Al-Ghuraby yang menjelaskan sebagai berikut;
1. Al-quran itu adalah mahluk, oleh karena itu dia baru. Sesuatu
yang baru itu tidak dapat disifatka kepada Allah.
2. Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan mahluk, seperti berbicara,
melihat, dan mendengar.
3. Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya.
Berbeda dengan jabariyah ekstrim, jabariyah moderat mengatakan bahwa
Tuhan memang menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan jahat
maupun yang baik. Tetapi manusia mempunyai bagian dalamnya. Yang
termasuk tokoh jabariyah moderat adalah sebagai berikut;
a. An-Najjar, nama lengkapnya adalah husain bin muhammad an-najar, para
pengiktnya disebut An-Najariyyah atau Al-Husainiyah. Najjariyyah juga
terbagi menjadi beberapa kelompok kecil (Barghutsiyah, Za’faraniyah dan
Mustadrikah), tetapi mereka tidak berbeda dalam prinsip-prinsip pokok dalam
aliran Jabariyah. Diantara pendapat-pendapatnya adalah sebagai berikut;
1. Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil
bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu. Itulah yang
disebut kasab dalam teori Al-Asy’ry.
2. Tuhan tidak dapat dilihat diakhirat, akan tetapi ia menyatakan bahwa tuhan
dapt saja memindahkan potensi hati (ma’rifat) pada mata sehingga manusia
dapat melihat tuhan.
b. Adh-Dhirar, nama lengkapnya adalah Dhirar Bin Amr. Pendapatnya tentang
perbuatan manusia sama dengan husein an-najjar, bahwa manusia tidak hanya
merupakan wayang yang digerakkan dalang, manusia mempunyai bagian
dalam perwujudan perbuatannya dan tidak semata-mata dipaksa dalam
melakukan perbuatannya. Mengenai ru’yat tuhan diakhirat, Dhirar
mengatakan bahwa Tuhan dapat dilihat diakhirat melalui indera keenam.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa:
1. Qadariyah adalah sebuah firqah yang mengingkari ilmu Allah terhadap
perbuatan hambaNya dan berkeyakinan bahwa Allah belum membuat
ketentuan terhadap makhlukNya.
2. Jabariyah adalah paham yang menafikan perbuatan dari hamba secara
hakikat dan menyerahkan perbuatan tersebut kepada Allah Swt.
Artinya, manusia tidak punya andil sama sekali dalam melakukan
perbuatannya, Tuhanlah yang menentukan segala-galanya.
3. Takdir adalah sesuatu yang harus kita imani, dan ini merupakan salah
satu rukun dari enam rukun iman.
4. Agama kita adalah agama rasional, sesuai dengan sabda Rasulullahi
Saw: “Laa diina liman laa ‘aqla lah”. Tetapi tidak semuanya yang bisa
kita terima dengan akal, ada beberapa hal yang harus kita terima dengan
iman. Imam ‘Ali pernah berkata: “Seandainya semua hal dalam agama
ini bisa diakali, pastilah telapak khuf lebih utama untuk disapu.”

B. SARAN
Semoga makalah ini dapat bermanfaat kita, terutama dalam
memahami paham-paham Qadariyah dan Jabariyah. Namun kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi
bahasa, sistematika penulisan, dan lain lain. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca.
Kami mohon maaf atas semua kekurangan dan keterbatasan.
Terima kasih atas kerjasama dan saran dari pembaca semua. Wassalam.
DAFTAR PUSTAKA

AB Hadariansyah, Pemikiran-pemikiran Teologi dalam Sejarah Pemikiran


Islam. 2008. Banjarmasin: Antasari Press.
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa
Perbandingan, 1986. Jakarta: UI-Press, Cet ke-5.
Yusran Asmuni, Dirasah Islamiyah: Pengantar Studi Sejarah Kebudayaan
Islam dan Pemikiran, 1996. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Dahlan dan Ahmad Qarib dengan judul Aliran Politik dan Aqidah dalam
Islam (jakarta : Logos Publishing House.1996),h.123.
Dahlan dan Ahmad Qarib dengan judul Aliran Politik dan Aqidah dalam
Islam (jakarta : Logos Publishing House.1996),h.124.

Anda mungkin juga menyukai