Anda di halaman 1dari 22

Kelompok 7 :

Muhammad Rizky Pratama (H1081181028)


Risdo Sahputra Sinaga (H1081181027)
Sa’adi (H1081181029)
Dahliana (H1081181030)

Fasies dan Lingkungan Pengendapan


A.Fasies
Fasies merupakan suatu tubuh batuan yang memiliki kombinasi karakteristik yang khas
dilihat dari litologi, struktur sedimen dan struktur biologi memperlihatkan aspek fasies
yang berbeda dari tubuh batuan yang yang ada di bawah, atas dan di
sekelilingnya.Fasies umumnya dikelompokkan ke dalam facies association dimana
fasies-fasies tersebut berhubungan secara genetis sehingga asosiasi fasies ini memiliki
arti lingkungan. Dalam skala lebih luas asosiasi fasies bisa disebut atau dipandang
sebagai basic architectural element dari suatu lingkungan pengendapan yang khas
sehingga akan memberikan makna bentuk tiga dimensi tubuhnya (Walker dan James,
1992).
Menurut Slley (1985) fasies sedimen adalah suatu satuan batuan yang dapat dikenali
dan dibedakan dengan satuan batuan yang lain atas dasar geometri, litologi, struktur
sedimen, fosil, dan pola arus purbanya. Fasies sedimen merupakan produk dari proses
pengendapan batuan sedimen di dalam suatu jenis lingkungan pengendapannya.
Diagnosa lingkungan pengendapan tersebut dapat dilakukan berdasarkan analisa faises
sedimen, yang merangkum hasil interpretasi dari berbagai data, diantaranya :

1.Geometri :
a.regional dan lokal dari seismik (misal : progradasi, regresi, reef dan chanel)
b.intra-reservoir dari wireline log (ketebalan dan distribusi reservoir)
2.Litologi : dari cutting, dan(GRdanSP)
3. Paleontologi : dari fosil yang diamati dari cutting, core, atau side wall core
4. Struktur sedimen:dari core

1.Model Fasies (Facies Model)


Model fasies adalah miniatur umum dari sedimen yang spesifik. Model fasies adalah
suatu model umum dari suatu sistem pengendapan yang khusus ( Walker , 1992).
Model fasies dapat diiterpretasikan sebagai urutan ideal dari fasies dengan diagram
blok atau grafik dan kesamaan. Ringkasan model ini menunjukkan sebagaio ukuran
yang bertujuan untuk membandingkan framework dan sebagai penunjuk observasi
masa depan. model fasies memberikan prediksi dari situasi geologi yang baru dan
bentuk dasar dari interpretasi lingkungan. pada kondisi akhir hidrodinamik. Model
fasies merupakan suatu cara untuk menyederhanakan, menyajikan, mengelompokkan,
dan menginterpretasikan data yang diperoleh secara acak.

Ada bermacam-macam tipe fasies model, diantaranya adalah :


a) Model Geometrik berupa peta topografi, cross section, diagram blok tiga dimensi,
dan bentuk lain ilustrasi grafik dasar pengendapan framework
b) Model Geometrik empat dimensi adalah perubahan portray dalam erosi dan deposisi
oleh waktu .
c) Model statistik digunakan oleh pekerja teknik, seperti regresi linear multiple, analisis
trend permukaaan dan analisis faktor. Statistika model berfungsi untuk mengetahui
beberapa parameter lingkungan pengendapan atau memprediksi respon dari suatu
elemen dengan elemen lain dalam sebuah proses-respon model.

2.Facies Sequence
Suatu unit yang secara relatif conform dan sekuen tersusun oleh fasies yang secara
geneik berhubungan. Fasies ini disebut parasequence. Suatu sekuen ditentikan oleh
sifat fisik lapisan itu sendiri bukan oleh waktu dan bukan oleh eustacy serta bukan
ketebalan atau lamanya pengendapan dan tidak dari interpretasi global atau asalnya
regional (sea level change). Sekuen analog dengan lithostratigrafy, hanya ada
perbedaan sudut pandang. Sekuen berdasarkan genetically unit.
Ciri-ciri sequence boundary :
1. Membatasi lapisan dari atas dan bawahnya.
2. Terbentuk secara relativesangat cepat (<10.000tahun).
3. Mempunyai suatu nilai dalam chronostratigrafi.
4. Selaras yang berurutan dalam chronostratigrafi.
5. Batas sekuen dapat ditentukan dengan ciri coarsening up ward.

3.Asosiasi Fasies
Mutti dan Ricci Luchi (1972), mengatakan bahwa fasies adalah suatu lapisan atau
kumpulan lapisan yang memperlihatkan karakteristik litologi, geometri dan
sedimentologi tertentu yang berbeda dengan batuan di sekitarnya. Suatu mekanisme
yang bekerja serentak pada saat yang sama. Asosiasi fasies didefinisikan sebagai suatu
kombinasi dua atau lebih fasies yang membentuk suatu tubuh batuan dalam berbagai
skala dan kombinasi. Asosiasi fasies ini mencerminkan lingkungan pengendapan atau
proses dimana fasies-fasies itu terbentuk.
Sekelompok asosiasi fasies endapan fasies digunakan untuk mendefinisikan
lingkungan sedimen tertentu. Sebagai contoh, semua fasies ditemukan di sebuah
fluviatile lingkungan dapat dikelompokkan bersama-sama untuk menentukan fasies
fluvial asosiasi.
Pembentukan dibagi menjadi empat fasies asosiasi (FAS), yaitu dari bawah ke atas.
Litologi sedimen ini menggambarkan lingkungan yang didominasi oleh braided stream
berenergitinggi.
a.Asosiasifasies 1
Asosiasi fasies terendah di unit didominasi oleh palung lintas-stratifikasi, tinggi energi
braided stream yang membentuk dataran outwash sebuah sistem aluvial. Trace fosil
yang hampir tidak ada, karena energi yang tinggi berarti depositional menggali
organisme tidak dapat bertahan.
b.Asosiasifasies2
Fasies ini mencerminkan lingkungan yang lebih tenang, unit ini kadang-kadang
terganggu oleh lensa dari FA1 sedimen. Bed berada di seluruh tipis, planar dan disortir
dengan baik. Bed sekitar 5 cm (2 in) bentuk tebal 2 meter (7 ft) unit "bedded
sandsheets"- lapisan batu pasit yang membentuk lithology dominan fasies ini.
Sudut rendah (<20 °), lintas-bentuk batu pasir berlapis unit hingga 50 cm (19,7 inci)
tebal, kadang-kadang mencapai ketebalan sebanyak 2 meter (7 kaki). Arah arus di sini
adalah ke arah selatan timur - hingga lereng - dan memperkuat interpretasi mereka
sebagai Aeolian bukit pasir. Sebuah suite lebih lanjut lapisan padat berisi fosil jejak
perkumpulan; lapisan lain beruang riak saat ini tanda, yang mungkin terbentuk di
sungai yang dangkal, dengan membanjiri cekungan hosting mungkin pencipta jejak
fosil. Cyclicity tidak hadir, menunjukkan bahwa, alih-alih acara musiman, kadang-
kadang innundation didasarkan pada peristiwa-peristiwa tak terduga seperti badai, air
yang berbeda-beda tabel, dan mengubah aliran kursus.
c. Asosiasi fasies 3
Fasies ini sangat mirip FA1, dengan peningkatan pasokan bahan clastic terwakili dalam
rekor sedimen tdk halus, diurutkan buruk, atas-fining (yaitu padi-padian terbesar di
bagian bawah unit, menjadi semakin halus ke arah atas), berkerikil palung lintas-unit
tempat tidur hingga empat meter tebal. Jejak fosil langka. Sheet-seperti sungai
dikepang disimpulkan sebagai kontrol dominan pada sedimentasi di fasies ini.
d.Asosiasifasies4
Asosiasi fasies paling atas muncul untuk mencerminkan sebuah lingkungan di
pinggiran laut. Fining-up yang diamati pada 0,5 meter (2 kaki) hingga 2 meter (7 kaki)
skala, dengan salib melalui seperai pada unit dasar arus overlain oleh riak. Baik shales
batu pasir dan hijau juga ada. Unit atas sangat bioturbated, dengan kelimpahan
Skolithos - sebuah fosil biasanya ditemukan di lingkungan laut.
Hubungan Antara Fasies, Proses Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan
Lingkungan pada semua tempat di darat atau di bawah laut dipengaruhi oleh proses
fisika dan kimia yang berlaku dan organisme yang hidup di bawah kondisi itu pada
waktu itu. Oleh karena itu suatu lingkungan pengendapan dapat mencirikan proses-
proses ini. Sebagai contoh, lingkungan fluvial (sungai) termasuk saluran (channel)
yang membawa dan mengendapkan material pasiran atau kerikilan di atas bar di dalam
channel.
Ketika sungai banjir, air menyebarkan sedimen yang relatif halus melewati daerah
limpah banjir (floodplain) dimana sedimen ini diendapkan dalam bentuk lapis-lapis
tipis. Terbentuklah tanah dan vegetasi tumbuh di daerah floodplain. Dalam satu
rangkaian batuan sedimen channel dapat diwakili oleh lensa batupasir atau
konglomerat yang menunjukkan struktur internal yang terbentuk oleh pengendapan
pada bar channel. Setting floodplain akan diwakili oleh lapisan tipis batulumpur dan
batupasir dengan akar-akar dan bukti-bukti lain berupa pembentukan tanah.
Dalam deskripsi batuan sedimen ke dalam lingkungan pengendapan, istilah fasies
sering digunakan. Satu fasies batuan adalah tubuh batuan yang berciri khusus yang
mencerminkan kondisi terbentuknya (Reading & Levell 1996). Mendeskripsi fasies
suatu sedimen melibatkan dokumentasi semua karakteristik litologi, tekstur, struktur
sedimen dan kandungan fosil yang dapat membantu dalam menentukan proses
pembentukan. Jika cukup tersedia informasi fasies, suatu interpretasi lingkungan
pengendapan dapat dibuat. Lensa batupasir mungkin menunjukkan channel sungai jika
endapan floodplain ditemukan berasosiasi dengannya. Namun bagaimanapun, channel
yang terisi dengan pasir terdapat juga di dalam setting lain, termasuk delta, lingkungan
tidal dan lantai laut dalam. Pengenalan channel yang terbentuk bukanlah dasar yang
cukup untuk menentukan lingkungan pengendapan.
Fasies pengendapan batuan sedimen dapat digunakan untuk menentukan kondisi
lingkunganketika sedimen terakumulasi.
Lingkungan sedimen telah digambarkan dalam beberapa variasi yaitu :
1. Tempat pengendapan dan kondisi fisika, kimia, dan biologi yang menunjukkan sifat
khas dari setting pengendapan[Gould,1972].
2. Kompleks dari kondisi fisika, kimia, dan biologi yang tertimbun [Krumbein dan
Sloss, 1963].
3. Bagian dari permukaan bumi dimana menerangkan kondisi fisika, kimia, dan biologi
dari daerah yang berdekatan [Selley, 1978].
4. Unit spasial pada kondisi fisika, kimia, dan biologi scara eksternal dan
mempengaruhi pertumbuhan sedimen secara konstan untuk membentuk pengendapan
yang khas[Shepard dan Moore,1955].
Tiap lingkungan sedimen memiliki karakteristik akibat parameter fisika, kimia, dan
biologi dalam fungsinya untuk menghasilkan suatu badan karakteristik sedimen oleh
tekstur khusus, struktur, dan sifat komposisi. Hal tersebut biasa disebut sebagai fasies.
Istilah fasies sendiri akan mengarah kepada perbedaan unit stratigrafi akibat pengaruh
litologi, struktur, dan karakteristik organik yang terdeteksi di lapangan. Fasies sedimen
merupakan suatu unit batuan yang memperlihatkan suatu pengendapan pada
lingkungan.

Proses pelapukan akan memecah dan memisahkan bebatuan menjadi bagian yang lebih kecil,
kemudian diangkut oleh berbagai media dan pada akhirnya diendapkan dalam suatu
cekungan dengan lingkungan pengendapan tertentu. Hasil akhir yang berupa endapan ini
akan mengalami proses diagesis atau pembatuan, yang membuat endapan tersebut
mengeras dan padu.
Ada suatu anggapan bahwa endapan atau sedimen adalah sesuatu benda dalam suatu cairan
yang bergerak turun dan berada pada dasar dimana cairan itu berada. Akan tetapi difinisi ini
tidak sesuai lagi bagi endapan dengan media transportasi angin atau eolian dan endapan yang
terbentuk dan diendapkan pada tempat yang sama (tidak mengalami transportasi), seperti
terumbu koral. Lebih tepatnya, sedimen adalah suatu akumulasi benda yang berada pada
suatu dasar media transportasi atau pembentuknya. Seperti telah diketahui bahwa media
transportasi dapat berupa cairan, angin, udara, gravitasi atau es.
Berdasarkan asalnya (genesa), batuan sedimen dapat dikelompokan menjadi 5:
1. sedimen kimia, terbentuk langsung dari penguapan suatu cairan seperti gypsum, garam
dan sebagian batugamping;

2. sedimen organik, disusun oleh sisa kehidupan baik binatang maupun tetumbuhan,
contohnya batugamping cangkang dan batubara;
3. sedimen sisa, ini merupakan sisa pelapukan, contohnya laterit dan bouxit;
4. sedimen terigen, dimana partikelnya ditranspor dari tempat lain, contohnya batulanau,
batupasir dan konglomerat;
5. sedimen piroklastika, hasil endapan gunungapi, seperti tuf, pasir gunungapi dan aglomerat.
Ke lima kelompok sedimen ini dapat digolongkan kembali menjadi 2, yakni sedimen klastika
(allochthonous) dan sedimen non-klastika (autochthonous). Sedimen klastika mengalami
transportasi dari tempat asalnya ke dalam lingkungan dimana terendapankan. Sedangkan
sedimen non-klastika adalah batuan sedimen yang tidak mengalami transportasi. Dengan
kata lain sedimen non-klastika terbentuk dan terendapkan di lingkungan yang sama.
Batuan sedimen dibentuk oleh berbagai komponen, yang dapat digolongkan atas:
1. Terrigenous siliciclatic particles: semua partikel yang berasal dari daratan, berukuran dari
lempung sampai krakal. Umumnya berkomposisi silikat (kuarsa, feldspar dan mika).
2. Material kimia/biologis: ini berasal dari proses kimia dan biologis dalam cekungan sediment
itu sendiri. Termasuk di dalamnya adalah hasil ekstraksi air dalam cekungan yang
menghasilkan mineral seperti gipsum, kalsit, dan apatit, juga cangkang karbonat dan silika
dari organisme.
3. Material karbonan: terdiri atas sisa tetumbuhan (darat dan laut) dan binatang serta
bitumen yang terkarbonkan.
4. Material authigenic: umumnya mineral yang terbentuk pada waktu proses diagenesis
berlangsung. Jadi mineral ini terbentuk “segera” setelah terjadi pengendapan batuan.
Batuan sedimen klastika dibentuk oleh 3 unsur, yakni komponen (fragmen atau kepingan atau
butir), matriks dan semen. Komponen merupakan unsur yang berukuran lebih besar dalam
batuan sedimen (Gambar V.1), sedangkan matriks mempunyai ukuran lebih kecil dari 0,03mm
(Boggs, 1992). Semen merupakan unsur yang berada di antara komponen dan berfungsi
sebagai pengikat komponen dan matriks. Semen ini terbentuk setelah terjadi pengendapan
(post deposition). Pori adalah ruang kosong yang tidak ditempati oleh butir, matriks
maupun semen.

V.1 Tekstur
Tekstur merupakan pokok bahasan (subyek) yang sangat penting dalam batuan sedimen.
Pemerian secara lengkap dan rinci tekstur batuan sedimen akan sangat membantu dalam
interpretasi lingkungan dan proses pengendapan serta kondisi batuan asal atau induknya.
Pada hakekatnya tekstur menggambarkan tentang keadaan fisik kepingan (fragmen) dan
hubungan yang terjadi diantara kepingan. Dalam beberapa hal tertentu, tekstur difinisikan
sebagai aspek geometri dari kepingan suatu batuan. Ada tiga faktor yang sangat penting
dalam tekstur, yakni: besar butir, bentuk butir dan fabrik (hubungan antar butir). Bentuk butir
terdiri atas bentuk butiran itu sendiri, kebundaran butir dan tekstur permukaan atau rona
mikro dari butiran.

V.1.A Ukuran butir


Ukuran butir merupakan salah satu dari ciri batuan sedimen yang sangat penting. Pada
batuan sedimen klastik ukuran butir berkisar dari ukuran lempung sampai bongkah. Para ahli
batuan sedimen pada umumnya sangat memperhatikan tiga aspek dari ukuran butir (Boggs,
1995):
a. cara mengukur ukuran butir dan bagaimana menyajikannya,
b. metoda analisa data ukuran butir yang umumnya sangat banyak, dan bagaimana
menyajikannya dalam statistik sehingga mempermudah interpretasinya,
c. asal-muasal yang signifikan dari semua data itu.
Pada tahun 1922, C.K.Wenworth memperkenalkan suatu skala (sekarang terkenal dengan
nama skala Wenworth) yang sekarang dipakai sebagai standar ukuran butir (Tabel V.1).
Walaupun sudah ada skala besar butir dari Wentworth tetapi untuk menggambarkan statistik
dengan baik ukuran butir yang begitu beragam untuk batuan sedimen masih mengalami
kesulitan. Hal lebih disebabkan karena ukuran batuan sedimen magnitut dari setiap kelas
berbeda dan juga lebih disebabkan umumnya ukuran butir merupakan bilangan pecahan
dalam milimeter. Hal ini tentu menyulitkan dalam penggambaran dalam grafik. Ini dapat
dihindari dengan cara memakai logaritma. Phi () adalah skala logaritma yang didasarkan
pada rumus:
 = -log2S

dimana  adalah ukuran phi dan S merupakan ukuran butir dalam milimeter. Dalam Tabel V.1
tampak bahwa peningkatan nilai negatif phi menunjukkan peningkatan nilai ukuran dalam
milimeter. Sebaliknya, peningkatan nilai positif phi menunjukkan penurunan ukuran dalam
milimeter.

Pada umumnya ukuran butir sedimen akan semakin halus searah dengan transportasi,
sebaliknya akan semakin kasar ke arah asal sedimen. Ukuran butir juga akan semakin halus
sejalan dengan menurunnya energi. Energi yang lebih kuat akan membawa butir yang lebih
besar, sebaliknya energi yang lebih lemah membawa butir yang lebih kecil.
Pemilahan atau sortasi butir batuan sedimen adalah kisaran ukuran butir di sekitar ukuran
rata-rata. Di lapangan atau di laboratorium pemilahan butir dapat diketahui dengan memakai
lensa pembesar atau di bawah mikroskop dengan acuan gambar baku (Gambar V.2).

Menurut Folk (1974), pemilahan dipengaruhi oleh beberapa faktor utama:


1. kisaran ukuran butir sedimen yang memasok lingkungan pengendapan, misalnya jika
ombak menghantam pantai yang dibentuk oleh sedimen glasial dengan butiran dari lempung
sampai bongkah, maka sedimen pantai juga akan mempunyai pemilahan yang jelek; atau
suatu sungai beraliran putar (turbulen) yang melewati suatu singkapan batupasir yang mudah
lepas dan mempunyai pemilahan baik, maka endapan gosong sungai akan mempunyai
pemilahan yang baik pula;
2. tipe pengendapan, daerah bean spreading dimana arus bekerja secara kontinue pada
lapisan yang tipis akan terbentuk sedimen berpemilahan jauh lebih baik dibandingkan pada
daerah city-dump dimana sedimen seperti ditumpahkan ke bawah dan secara cepat ditimbun
dengan sedimen lainnya.

3. sifat arus, arus yang relatif konstan akan menghasilkan pemilahan yang lebih baik
dibandingkan dengan arus yang mempunyai kekuatan yang berfluktuasi sangat besar dari
lemah sampai kuat.

V.1.B Bentuk butir


Bentuk butir (shape) merupakan uraian yang mencakup morfologi butiran, termasuk bentuk
keseluruan (form), kebundaran (roundness) dan tekstur permukaan dari suatu butiran atau
kepingan (fragmen). Bentuk umum merupakan gambaran keseluruhan dari butir, sehingga
akan menggambarkan secara tiga demensi suatu butiran. Kebundaran umumnya diukur dari
ketajaman bentuk ujung dari suatu butiran, umumnya hanya digambarkan dalam dua
demensi. Sedangkan tektur permukaan mengacu pada relief permukaan suatu butir, seperti
goresan dan lobang pada permukaan butiran. Perubahan dari bentuk butir ini dapat
disebabkan oleh abrasi terjadi pada waktu transportasi atau pelarutan atau sementasi pada
waktu diagenesa. Hubungan antara bentuk umum, kebundaran dan tekstur permukaan dapat
dilihat pada Gambar V.3, sedangkan derajad kebundaran pada Gambar V.4.

V.1.C Fabric
Fabrik merupakan sifat dari sekumpulan butir yang dipengaruhi oleh orientasi butir dan
kemasan atau packing. Kemasan terutama dipengaruhi oleh ukuran butir, bentuk butir dan
derajat kekompakan. Orientasi butir dan kemasan ini mempengaruhi sifat batuan sedimen
secara keseluruhan seperti berat jenis, kesarangan (porositas) dan kelulusan (permeabilitas).
Butiran dari batuan sedimen dapat berbentuk kepingan (platy) atau bulat lonjong (Boggs,
1995). Ke dua bentuk ini mempunyai kecenterungan orientasi yang berbeda, yang kepingan
akan cenderung terbaring sejajar dengan bidang perlapisan atau permukaan pengendapan.
Sedangkan butiran lonjong, sumbu terpanjangnya cenderung sejajar dan mengarah ke
tempat tertentu. Orientasi butir ini sangat tergantung dari proses transportasi dan
pengendapan, serta kecepatan arus dan kondisi lainnya di tempat pengendapannya.
Jika suatu butiran batuan sedimen mempunyai bentuk memanjang dengan salah satu
ujungnya tumpul, seperti tetesan air mata, maka bagian tumpul inilah yang merupakan
bagian yang lebih stabil dibandingkan ujung lainnya. Sehingga ujung tumpul ini akan
mengarah asal arus atau ujung yang lebih runcing ke arah aliran arus. Pasir dapat membentuk
struktur pergentengan (imbrikasi) dengan sumbu panjangnya membentuk sudut kecil (kurang
20o) dengan arah asal arus (Boggs, 1995).

V.2 Porositas dan permeabilitas


Seperti telah diterangkan di depan bahwa batuan sedimen klastik umumnya terdiri atas butir,
matriks dan semen. Di samping itu batuan sedimen sering kali mempunyai lubang atau pori
yang tidak ditempati oleh butir, matriks atau semen. Pori pori ini sangat penting artinya dalam
eksplorasi minyak bumi dan air tanah. Para ahli geologi yang mendalami minyak bumi
(petroleum geologist) dan air tanah (geohydrologist) sangat sadar pentingnya sifat-sifat pori
ini.

V.2.A Difinisi
Kesarangan atau porositas dari suatu batuan adalah perbandingan antara jumlah total pori
dan totalvolume,mudahnya
Total pori
Kesarangan=----------------X100%
Total volume

Kesarang yang dihasilkan dari rumus ini sering disebut kesarangan mutlak (absolute porosity).
Para ahli geologi yang berkecimpung dalam minyak bumi dan air tanah lebih senang dengan
kesarang efektif (effective porosity), yakni perbandingan antara jumlah pori-pori yang saling
berhubungan dan volume keseluruhan.

V.2.B JenisKesarangan
Klasifikasi kesarangan yang ditampilkan dalam Tabel V.2 menunjukkan bahwa kesarangan
dapat dikelompokan menjadi dua: kesarangan primer yang terbentuk pada waktu proses
pengendapan batuan atau segera setelah pengendapan dan kesarangan sekunder yang
tumbuh setelah proses pengendapan berlangsung. Kesarangan primer dipengaruhi oleh 5
faktor penting, yakni besar butir, pemilahan, bentuk butir, kebundaran dan kemasan.

a. Kesarangan antarbutir(intergranular)
Kesarangan antar butir adalah ruang (space) yang terdapat di antara butir-butir dalam batuan
sedimen (Gambar V.5a). Kesarangan jenis ini sangat penting dalam batuan sedimen dan hadir
pada hampir semua batuan sedimen. Meningkatnya diagenesa batuan biasanya diikuti
menurunnya porositas jenis ini.

b. Kesarangan dalam butir(intragranular)


Dalam batuan karbonat kesarangan hadir dalam butir atau kepingan batuan. Ini dapat berupa
rongga yang ada pada fosil seperti moluska, koral, briozoa dan fosil renik lainnya seperti
foraminifera (Gambar V.5b). Kesarangan jenis ini akan cepat menurun setelah proses
diagenesis berlangsung.

c. Kesarangan antara kristal(intercrystalline)


Kesarangan antar kristal terbentuk di antara individu kristal (Gambar V.5c). Porositas jenis ini
sering dijumpai pada batuan sedimen evavorasi, batuan beku dan batuan malihan. Sering juga
dijumpai pada batuan sedimen yang mempunyai pertumbuhan kristal baik seperti dolomit.
Fenestral adalah ruang primer pada kemasan batuan sedimen lebih besar dari celah pada
batuan yang dikuasi butir (grain-supported). Kesarangan jenis ini sangat umum dijumpai pada
batuan karbonat, tidak saja pada karbonat berukuran pasir, tetapi juga batuan halus dari
endapan lagun atau intertidal. Dehidrasi, litifikasi dan keluarnya gas kehidupan
mengakibatkan perarian (laminae) mengkerut, sehingga membentuk fenestral di
antaraperarian..Kesarangan fenestral(GambarV.5d)
Umumnya ditemukan pada batuan karbonat dan terbentuk karena dehidrasi, litifikasi dan
pengeluarag gas; sehingga membentuk rongga mendatar.

e. Kesarangan moldic (GambarV.5e)


Mold adalah pori atau rongga yang disebabkan oleh pelarutan butir atau fragmen, umumnya
akibat sementasi. Pelarutan dapat terjadi secara terpilih, hanya pada satu jenis butir.
Sehingga kesarangan moldic ini dapat dibagi lagi, misalnya oomoldic, dan pelmoldic atau
biomoldic.

f. Kesarangan vuggy (GambarV.5f)


Seperti halnya kesarangan moldic, kesarangan vuggy terbentuk pada batuan karbonat.
Kesarangan ini dibedakan dengan kesarangan moldic, karena vuggy memotong fabrik
pengendapan primer dari batuan. Kesarangan vuggy cenderung lebih besar dari kesarangan
moldic.
g. Kesarangan retakan (fragture)
Kesarangan jenis ini terbentuk oleh retakan, umumnya dalam batuan getas (brittle), yang
disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya tektonik.

h.Kesarangan stromatactis
Kesarangan stromatactis banyak ditemukan pada lereng “gundukan lumpur” (mudmound)
Pleozoik di seluruh dunia (Sellet, 1988),dengan panjang sekitar 10 cm dan tinggi 1-3 cm.

V.2.C Kelulusan(permeabilitas)
Pada dasarnya kelulusan adalah kemampuan suatu batuan yang sarang untuk dilalui cairan
atau mudahnya kemampuan batuan untuk meloloskan suatu cairan. Istilah ini diperkenalkan
oleh Henri Darcy pada tahun 1856. Rumus yang terkenal dengan Rumus Darcy, adalah

Q=K(P1–P2)AL

dimanaQ=kecepatanaliran
K=kelulusan
P1-P2=tekananyangberkurangsepanjangmediaL
A=luaspenampang
 = keketalan(viskositas)cairan

Kelulusan kuantitatif harus diukur di laboratorium, sedangkan kelulusan kualitatif (jelek,


sedang dan baik) dapat dilihat dilapangan dengan meneteskan air pada batuan.

V.3. KLASIFIKASI BATUAN SEDIMEN KLASTIK

Secara genetis batuan sedimen berasal dari: kimia, organik, residu, terigen dan piroklastika.
Akan tetapi batuan beberapa pengarang tidak memasukan batuan yang berasal dari kegiatan
gunungapi (piroklastika) ke dalam batuan sedimen. Sedangkan Boggs (1992) membagi batuan
sedimen berdasarkan unsur pokok yang membentuknya: terigen-silisiklastik (terrigeneous
siliciclastic sediments), kimia/bio-kimia, karbonan dan autigenik.
1. Unsur terigen-silisiklastik. Proses di daratan baik pada ledakan gunungapi maupun
penyusunan kembali batuan kemudian akan terlapukan dan menghasilkan kepingan
berukuran lempung sampai brangkal yang terdiri atas satu mineral atau lebih (yang disebut
batuan). Mineral yang dihasilkan biasanya bersusunan silika: kuarsa, felsfar dan mika.
Sedangkan kepingan batuan dapat berupa batuan sedimen, malihan, beku ataupun
gunungapi. Kedua jenis kepingan yang berasal dari darat ini kemudian diendapkan pada suatu
cekungan. Karena sebagian besar berupa kepingan dari darat dan umumnya mempunyai
komposisi silika maka disebut sedimen terigen-silisiklastik (terrigeneous siliciclastic
sediments). Batuan sedimen yang terbentuk dari endapan seperti ini adalah konglomerat,
batupasir, batulempung dan serpih (lihat Tabel 5.3).
2. Unsur kimia/biokimia. Dalam suatu cekungan sedimen, proses kimia dan biokimia dapat
membentuk batuan. Proses ekstraksi dari unsur yang terlarut dalam air cekungan dapat
membentuk mineral seperti kalsit, gipsum dan apatit. Sedangkan sisa kehidupan dapat
berupa cangkang, baik yang bersusunan karbonat maupun silika. Kemudian mineral dan/atau
sisa kehidupan ini dapat membentuk batuan sedimen yang unsur utamanya berasal dari
dalam cekungan itu sendiri (intrabasinal sedimentary rocks), seperti batugamping, rijang,
garam dan fospor.
3. Unsur karbonan. Residu karbonan dari tetumbuhan darat dan laut, binatang, bersama
dengan bitumen membentuk sedimen karbonan. Material karbonan lembab dari sisa kayu
tetumbuhan merupakan pembentuk utama dari sebagian besar batubara. Sisa sapropelik
(sapropelic residues) dari spora, polen, pito- dan zooplankton serta serpihan maseral
tetumbuhan dapat membentuk batubara jenis cannel dan oilshale.
Unsur autigenik. Mineral yang terbentuk dari presipitasi larutan dalam pori-pori batuan
sedimen selama proses diagenesa unsur sekunder atau autigenik, sebagai contoh kuarsa,
fedlspar, lempung, kalsit, gipsum, barit dan hematit. Unsur jenis ini tidak pernah menjadi
unsur utama membentuk batuan sedimen.

BATUAN KARBONAT

Batuan karbonat adalah batuan sedimen yang mengandung mineral karbonat lebih dari 50%.
Sedangkan mineral karbonat adalah mineral mengandung CO3 dan satu atau lebih kation Ca,
Mg, Fe, dan Mn. Pada umumnya, mineral karbonat adalah kalsit (CaCO3) dan dolomit (CaMg
(Co3)2). Batuan karbonat umumnya terdiri atas batugamping (kalsit sebagai mineral utama)
dan batudolomit (dolostone). Umur batuan ini sangat bervareasi mulai dari pra-Kambrium
sampai Kuarter. Batuan karbonat pra-Kambrium dan Paleosen umumnya dikuasai oleh
batudolomit. Di alam batuan karbonat menempati 1/5 – 1/4 dari seluruh catatan stratigrafi
dunia. Sekitar 40 % dari minyak bumi dan gas dunia diambil dari batuan karbonat. Reservoar
karbonat di Timur Tengah merupakan salah satu contoh reservoar karbonat dengan produksi
migas yang besar.
Sedimen karbonat, yang dijumpai di dunia, kebanyakan terbentuk pada lingkungan laut
dangkal dan beberapa di antaranya terbentuk di daerah teresterestrial, tetapi laut dangkal
tropis. Indonesia merupakan daerah yang mempunyai sedimen karbonat melimpah.

VI.1 PEMBENTUKANSEDIMENKARBONAT
Meskipun tidak semua, kebanyakan sedimen karbonat adalah hasil dari proses kimia atau
biologi yang hidup pada lingkungan laut bersih, hangat dan dangkal. Secara umum, beberapa
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan akumulasi maksimum sedimen karbonat
adalah lingkungan yang mempunyai:
(a) kedalaman cukup, tidak terlalu dalam atau terlalu dangkal,
(b) hangat, tidak terlalu panas atau terlaludingin
(c) kadar garam yang cukup, tidak terlalu tawar dan terlalu asin,
(d) jernih, tidak terlalu banyak sedimen klastik darat, dan
(e) makanan cukup, tetapi tidak terlalu banyak.
Berikut ini akan dibicarakan tiga faktor utama yang mengontrol produktivitas sedimen
karbonat: letak geografis dan iklim, cahaya dan salinitas.

VI.1.ALetakGeografisdanIklim
Secara umum tata letak geografis dan iklim dapat mengontrol laju pertumbuhan kehidupan
penghasil sedimen karbonat. Daerah yang mempunyai latitud tinggi mempunyai suhu dingin
yang tentu saja menghambat pertumbuhan kehidupan yang memerlukan kehangatan untuk
hidup. Sedangkan daerah yang mempunyai latitud rendah (tropis dan subtropis) mempunyai
suhu keseharian hangat. Di daerah ini berbagai kehidupan yang memproduksi sedimen
karbonat,akantumbuh lebihbaik.

VI.1. PenetrasiCahaya
Penetrasi cahaya mengontrol distribusi organisme penghasil karbonat yang membutuhkan
cahaya untuk fotosintesis. Penetrasi cahaya dipengaruhi oleh kedalaman air, latitud, dan
kejernihan air. Radiasi cahaya menembus air, ini diserap dengan cepat pada bagian atas laut.
Setiap perubahan kedalaman 30-50 m, intessitas cahaya berkurang 1% dari level cahaya
permukaan. Batas kedalaman pertumbuhan koral secara geografis bervariasi, pertumbuhan
koral aktif di Carribbean berkisar dari 40 sampai 60 m, sedangkan didaerah Indo-Pasifik hanya
15 sampai 90 m.
Material klastik yang diangkut dari darat dan dikirim ke paparan atau cekungan melalui
transportasi sungai dan/atau angin juga akan mempengaruhi penetrasi cahaya. Masuknya
sedimen silisiklastik menghasilkan partikel halus, lempung dan lanau tersuspensi, yang dapat
menurunkan kejernihan (transparansi) air dan fotosintesa. Hal ini tentu akan mengakibatkan
terganggunya pertumbuhan ganggang karbonat, yang merupakan penghasil utama
sedimen karbonat.

VI.1.C Salinitas(kadargaram)
Perbedaan dan kelimpahan biota menunjukkan semua faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan kalkareus. Pada kondisi laut terbuka yang normal, perubahan salinitas dapat
mengakibatkan hilangnya sejumlah jenis fauna yang tidak tahan terhadap perubahan salinitas
ini. Peningkatan salinitas menurunkan keanekaragaman biota dan salinitas di atas 40%
kebanyakan invertebrata menghilang, meskipun ganggang kalkareous tetap akan
memproduksi sedimen terhadap waktu.

VI.2KOMPOSISI

VI.2. AKomposisiKimia
Unsur kimia utama batugamping dikuasai oleh kalsium, magnesium, karbon dan oksigen.
Kalium sebagai kation utama (Ca+2) dan magnesium (Mg+2); Fe, Mn dan Zn umumnya sebagai
kation yang berjumlah sedikit. Anion yang utama adalah CO32-, namun anion seperti SO42- ,
OH-, F- dan Cl- dapat juga hadir dalam jumlah yang terbatas. Unsur/elemen jejak (trace
elemen) yang biasa dijumpai pada batuan karbonat meliputi B, Ba, P, Mg, Ni, Cu, Fe, Zn, Mn,
V, Na, U, Sr, Pb, K. Konsentrasi elemen jejak tersebut tidak hanya dikontrol oleh minerologi
batuan, tetapi juga dikontrol oleh jenis dan kelimpahan relatif butiran cangkang fosil dalam
batuan. Banyak organisme menghimpun dan menggabungkan elemen jejak tersebut ke dalam
struktur cangkangnya.

VI.2. BKomposisiMineral
Mineral penyusun batuan karbonat terbagi dalam tiga kelompok utama: kelompok kalsit,
kelompok dolomit dan kelompok aragonit (Tabel VI.1). Di antara mineral karbonat dalam
Tabel VI.1, hanya kalsit, dolomit dan aragonit yang merupakan mineral utama dalam
batugamping dan dolomit (batudolomit). Aragonit bahkan merupakan penyusun utama
batuan karbonat yang berumur Kenozoikum dan karbonat moderen. Siderit dan ankerit sering
sebagai semen dan konkresi dalam beberapa batuan sedimen, tetapi jarang sebagai penyusun
utama dalam batuan karbonat

VI.2.C. Butiran
Komponen penyusun batuan karbonat moderen umumnya dibagi ke dalam dua bagian dasar
(lihat Gambar VI.1): butiran (grain) dan lumpur (mud). Butiran adalah kerangka pada
kebanyakan batuan karbonat yang terdiri dari endapan cangkang organisme (skeletal) dan
endapan partikel dan agregat anorganik. Sehingga, butiran biasanya dibagi menjadi dua
kelompok butiran, yaitu cangkang dan noncangkang. Boggs (1992) menyebut butiran
noncangkang ini dengan sebutan litoklas atau klastika batuan. Butiran batuan karbonat dapat
berukuran dari ukuran pasir sampai dengan brangkal. Bentuk butiran karbonat juga sangat
bervareasi,mulai menyudut sampai membulat.
Lumpur gamping (lime mud) adalah batuan karbonat dengan butiran sangat halus, termasuk
butiran dan endapan kristalin yang ke duanya berukuran sangat halus. Karbonat ini setara
dengan serpih dan/atau batulempung pada endapan klastika. Lumpur gamping (lime mud)
laut terbentuk dari kehidupan bentonik yang mati dan meluruh, detritusnya berasal dari
partiel karbonat yang lebih besar, akumulasi biota plantonik, dan pengendapan langsung dari
air laut. Beberapa proses yang dipercaya dapat menghasilkan lumpur gamping, di antaranya
adalah aktivitas angin, ombak dan pasang-surut dapat memecahan cangkang kehidupan
menjadi serpihan renik. Aktivitas binatang laut pemakan biota laut penghasil karbonat, dapat
merusak cangkang koral menjadi bagian yang sangat halus.
Sedimen karbonat ini kemudian mengalami proses pembatuan sehingga menjadi batuan
karbonat. Saat ini di lingkungan laut, beberapa sedimen karbonat membatu menjadi
batugamping pada atau hanya sedikit di bawah dasar laut. Sebagai contoh dari proses ini
adalah “beachrocks (pembatuan sedimen pantai) yang biasanya tersemen oleh aragonit dan
Mg-kalsit berupa serabut atau seperti jarum. Dalam karbonat purba, semen aragonit dan Mg-
kalsit jarang dapat terekam dengan baik. Hal ini disebabkan oleh ketidaksatabilan aragonit
dan Mg-kalsit, yang dengan mudah berubah menjadi kalsit.
Butiran cangkang merupakan butiran yang sangat dominan pada batuan karbonat
Panerozoikum. Butiran ini dapat berupa cangkang utuh dan/atau pecahan bagian dari suatu
organisme dengan bentuk menyudut sampai membulat. Sebagian besar cangkang itu
dibentuk oleh aragonit, kalsit atau Magnesian-kalsit. Komposisi ini dapat berubah karena
proses diagenesa yang dialami, sehingga sebagian mineral berubah menjadi mineral lain.
Contohnya, aragonit akan berubah menjadi kalsit pada proses diagenesa.

III.2.C.b. ButirankarbonatNon-Cangkang
Butiran non-cangkang adalah partikel-partikel yang berasal dari proses fisika, kimia ataupun
secara biologi dan butiran ini bukan bagian struktur organik. Berdasarkan ciri-cirinya ada
beberapa tipe butiran non-cangkang, sebagai berikut:

Litoklas
Litoklas (lithoclast), adalah fragmen sedimen pada batuan karbonat yang merupakan hasil
erosi, kemudian tertransportasi dan diendapkan dalam cekungan karbonat. Disini ada dua
jenis lithocklast, yaitu intraklas dan ekstraklas. Ekstraklas, sering juga disebut limeclast ,
berasal dari luar cekungan karbonat, sedangkan intraklas berasal dari dalam cekungan itu
sendiri.
(1) Intraklast adalah kepingan batugamping atau pengerasan sedimen yang berasal dari dalam
cekungan pengendapan itu sendiri. Kepingan ini dapat berupa beachrock, hardgrounds, atau
stromatolite yang semi-terkonsolidasi. Intraklasts mengandung partikel-partikel yang seumur
dengan batuan induknya (host rock) dan beberapa fabrik diagenetik dijumpai dalam interklast
yang berkaitan dengan lingkungan pengendapan sedimen induknya. Interklast sangat sering
dijumpai dalam karbonat. Mereka dapat terbentuk akibat erosi dalam laut yang terletak pada
alur pasang-surut, pantai, muka terumbu dan dataran pasang-surut (tidal flat). Menurut
Boggs (1992), ada dua proses utama penyebab terbentuknya intraklas adalah:
1. erosi terhadap endapan pantai baru saja membatu (lithified beach-rock) di dalam zona
intertidal dan supratidal;
2. penghancuran dari telo (desication) pada supratidal, khususnya lumpur gamping yang
menghasilkan klastika lumpur gamping.
(2) Ekstraklast adalah kepingan batugamping yang berasal dari batugamping yang telah
membatu dan terletak diluar cekungan, kemudian tererosi dan diangkut masuk ke dalam
cekungan pengendapan. Kalau intraklas dapat memberikan informasi tentang kondisi
cekungan dimana batugamping itu diendapkan, ekstraklas tidak dapat. Yang diberikan oleh
ekstraklas adalah informasi tentang batuan asalnya, yang mungkin jauh lebih tua.

Coated grain (ooid, oncoid and cortoid)


Butiran terbungkus (coated grain) adalah butiran karbonat terdiri atas inti (nuleus) yang
dikelilingi oleh lapisan pembungkus yang disebut korteks (cortex). Butiran terbungkus ini
dibagi dalam ooid, onkolit dan kortoid.

Ooids
Ooids adalah butiran terbungkus berukuran pasir, berbentuk bundar sampai oval dan
pembungkusnya konsentris disekitar nukleus butiran (Gambar VI-2). Pembungkus (coating)
terdiri atas lapisan yang bervareasi ketebalannya (3-15 mikron). Intinya (nucleus). Nukleus
mungkin berupa kepingan cangkang, peloid, ooid yang lebih kecil, atau butiran lain seperti
kuarsa dan feldspar. Pada umumnya ooid berukuran lanau-pasir atau 0,1-2 mm, yang paling
umum adalah 0,5-1 mm (Boggs, 1992). Ooid yang berukuran >2 mm disebut pisoid. Batuan
yang dibentuk oleh ooid berukuran <2 batuan="batuan" disebut="disebut" mm="mm"
oleh="oleh" oolit="oolit" pisoid="pisoid" sedangkan="sedangkan" terbentuk="terbentuk"
yang="yang">2 mm) disebut pisolit.
Dari data yang terbatas, pertumbuhan individu ooids menunjukan mungkin sangat perlahan,
data yang diperoleh di Bahama menunjukan laju akumulasi hampir 1 m/1000 tahun (Boggs,
1992). Akumulasi ooids berkembang baik pada platform dangkal di tropis-subtropis, dalam air
bergerak, biasanya kedalaman berkisar 0 dan 4 meter dan butiran digerakkan oleh arus tidal,
arus angin, dan gelombang. Pergerakan air mengeluarkan CO2 dari larutan dalam air laut dan
meningkatkan pengendapan caCO3. Disini kebanyakan ooids yang terbentuk adalah aragonit
ooids, dan sedikit terjadi Mg-kalsit ooids. Aragonit ooids cenderung membentuk orentasi
kristal tangensial, sedangkan Mg-kalsit ooids membentuk struktur radial. Aragonit ooids
menempati daerah energi tinggi, sedangkan Mg-kalsit ooids cenderung lebih terkonsentrasi
dalam lingkungan energi rendah. Boleh jadi, energi hidroulik mengontrol mineralogi.

Berdasarkan lapisan pembungkus (cortex), ooid primer dapat dibagi menjadi:


1. Ooid dengan struktur tangensial,
2. Ooid dengan struktur radial dan
3. Ooid mikritikataumikrosparit.

Onkoid (Oncoid)
Onkoid adalah butiran terbungkus oleh lapisan yang lebih tidak beraturan dari pada ooid.
Pada umumnya onkoid berukuran <2 mm-="mm-">10 mm. Onkoid dapat terbentuk baik di
lingkungan pengendapan laut maupun di darat.

Peloid dan pelet


Istilah peloid digunakan untuk menggambarkan semua butiran yang dibentuk pada aggregat
karbonat kriptokristalin berukuran 20-60 m, dengan mengabaikan asal pembentukannya
(Gambar VI.1). Hal ini diperlukan karena sering asal aggregat ini tidak jelas, tetapi untuk
butiran dengan asalnya dari faecal origin, digunakan istilah pelet. Peloid adalah ciri khusus
pada lingkungan lagun, dan beberapa lingkungan inner-shelf dangkal.

IV.5. DIAGENESA
Setelah proses pengendapan berakhir, sedimen karbonat mengalami proses diagenesa yang
dapat menyebabkan perubahan kimiawi dan mineralogi untuk selanjutnya mengeras menjadi
batuan karbonat. Sedimen karbonat umumnya lebih rentan terhadap pelarutan (dissolution),
rekristalisasi dan replacement dibandingkan mineral-mineral silikat. Sebagai contoh, lumpur
aragonit dengan mudah teralterasi (terubah) seluruh menjadi kalsit selama proses awal
diagenesa dan pembenan. Pada tahap berikutnya, kalsit mungkin digantikan seluruhnya atau
sebagian oleh dolomit pada proses dolomitisasi.

V.5. A.RegimDiagenesaKarbonat
Secara umum tahapan diagenesa pada sedimen karbonat seperti pada sedimen klastik, yaitu
eodiagenesis pada pembebanan dangkal, mesodiagenesis pada pembebanan dalam, dan
telodiagenesis jika terjadi pengangkat dan uproofing. Jadi, diagenesis menempati tiga atau
realm utama (Gambar VI.4), yaitu laut, meteorik, dan regim bawah permukaan.

VI.5. B.RegimLaut
Meliputi dasar laut dan bawah permukaan laut sangat dangkal. Lingkungan diagenetik ini
dicirikan oleh temperatur dan salinitas air laut yang normal. Proses diagenetik dasar pada
lingkungan seperti ini meliputi bioturbasi sedimen, modifikasi kerang karbonat dan butiran
lainnya oleh pemboran organisme, dan sementasi butiran dalam daerah air panas, terutama
pada terumbu, beting pasir tepi platform, dan endapan karbonat pantai.

VII.5. C.RegimMeteorik
Regim ini terjadi dengan dua cara, yaitu : (1) oleh turunnya muka laut relatif, dan (2) oleh
cepatnya pengisian seimen pada cekungan karbonat dangkal. Batuan karbonat yang lebih tua
dapat juga masuk dalam regim ini oleh tahapan akhir pengangkatan atau uproofing kompleks
karbonat dengan pembebanan yang lebih dalam (teladiagenesis). Regim meteorik dicirikan
oleh hadirnya air tawar ; yang meliputi zona tidak jenuh (pori-pori sedimen tidak terisi dengan
air) diatas water table, dan zona jenuh air dibawah water table. Air meteorik umumnya sangat
tinggi dimuati dengan CO2, sehingga secara kimiawi sangat agresif. Karenanya aragonit dan
kalsit magnesium tinggi lebih muda larut daripada kalsit, mereka larut dengan mudah dalam
air korosVIe. Sebaliknya, pelarutan (dissolution) aragonit dan kalsit magnesium tinggi dapat
menjenuhi air dalam kalsium karbonat berkenan dengan kalsit, yang menyebabkan aragonit
kalsitdiendapkan. Proses dissolution - reprecipitation menyebabkan aragonit dan kalsit
kalsium tinggi kurang stabil sehingga digantikan oleh kalsit yang lebih stabil.

VIII.5. D.RegimBawahPermukaan
Setelah periode awal diatas, sedimen karbonat secara berangsur terbebani kedalam dan
dalam regim ini terjadi peningkatan tekanan, temperatur tinggi, dan perubahan fluida dalam
pori-pori. Dibawah kondisi ini, sedimen karbonat mengalami kompaksi fisik, kompaksi
kimiawi, dan perubahan tambahan kimiawi/mineralogi yang meliputi dissolution, sementasi,
neomorphism, dan replcement. Sipat-sipat aksak perubahan yang dialami selama diagenesa
bawah permukaan dalam tergantung pada kondisi khusus lingkungan pembebanannya,
seperti temperatur, komposisi fluida pori, dan pH.

Lingkungan Pengendapan Batuan Sedimen

Lingkungan pengendapan adalah suatu daerah di permukaan bumi dimana terdapat


sesuatu bahan yang terendapkan atau terdapat suatu deposit. Lingkungan pengendapan
dapat dibedakan dengan daerah sekitarnya berdasarkan karakteristik biologi, kimia,
dan fisiknya. Terdapat beberapa tipe lingkungan pengendapan yang ada di bumi
sekarang.

A. Lingkungan pengendapan daratan


Kumpulan dari berbagai lingkungan pengendapan yang ada di darat.

Gambar 1. Lingkungan pengendapan sedimen di darat.


1. Kipas Aluvial (Alluvial fans): endapan menyerupai kipas yang terbentuk di kaki
gunung. Alluvial fans umum berada di daerah kering sampai semi-kering dimana curah
hujan jarang tetapi deras, dan laju erosi besar. Endapan alluvial fan khas akan kwarsa,
pasir dan gravel bersorting buruk.

Gambar 2. Aluvial fan, western US

2. Lingkungan Fluvial (Fluvial Environments): mencakup braided river, sungai


bermeander, dan jeram. Saluran-saluran sungai, ambang sungai, tanggul, dan dataran-
dataran banjir adalah bagian dari lingkungan fluvial. Endapan di saluran-saluran sungai
terdiri dari kwarsa, gravel dengan kebundaran baik, dan pasir. Ambang sungai
terbentuk dari gravel atau pasir, tanggul-tanggul terbuat dari pasir berbutir halus
ataupun lanau. Sementara, dataran-dataran banjir ditutupi oleh lempung dan lanau.

Gambar 3. Sungai tipe Meander

3. Lacustrine environments (danau): mempunyai karakteristik yang bermacam-


macam; besar atau kecil, dangkal atau dalam; diisi oleh sedimen evaporit, karbonatan,
atau terrigeneous. Sedimen berbutir halus dan bahan organic yang mengendap pada
beberapa danau menghasilkan serpih berlapis yang mengandung minyak.
4. Gurun (Aeolian or aolian environments): biasanya berupa daerah luas dengan
bukit-bukit dari endapan pasir. Endapan pasir mempunyai sorting yang baik,
kebundaran yang baik, cross-bedded tanpa adanya asosiasi dengan gravel atau
lempung.
5. Rawa (Paludal environments): air yang diam dengan tumbuhan hidup didalamnya.
Terdapat endapan batu bara.

B. Lingkungan pengendapan transisi


Lingkungan pengendapan transisi adalah semua lingkungan pengendapan yang berada
atau dekat pada daerah peralihan darat dengan laut.

Gambar 4. Lingkungan Pengendapan Transisi

1. Delta: endapan berbentuk kipas, terbentuk ketika sungai mengaliri badan air yang
diam seperti laut atau danau. Pasir adalah endapan yang paling umum ditemui.
Gambar 4. Lingkungan pengendapan delta
2. . Pantai dan barrier islands: didominasi oleh pasir dengan fauna marine. Barrier
islands terpisah dari pulau utama oleh lagoon. Umumnya berasosiasi dengan endapan
tidal flat.

Gambar 5. Lingkungan pengendapan pantai

3. Lagoons: badan dari air yang menuju darat dari barrier islands. Lagoons dilindungi
dari gelombang laut yang merusak oleh barrier islands dan mengandung sediment
berbutir lebih halus dibandingkan dengan yang ada di pantai (biasanya lanau dan
lumpur). Lagoons juga hadir di balik reef atau berada di pusat atoll.

4. Tidal flats: membatasi lagoons, secara periodik mengalami pasang surut (biasanya
2 kali sehari), mempunyai relief yang rendah, dipotong oleh saluran yang bermeander.
Terdiri dari lapisan-lapisan lempung, lanau, pasir halus. Stromatolit dapat hadir jika
kondisi memungkinkan.

Gambar 5. Lingkungan pengendapan pasang surut


C. Lingkungan pengendapan laut
Lingkungan pengendapan laut adalah semua lingkungan pengendapan yang berada di
laut atau samudera.
1. Reefs: tahan terhadap gelombang, strukturnya terbentuk dari kerangka berbahan
calcareous dari organisme seperti koral dan beberapa jenis alga. Kebanyakan reef
zaman resen berada pada laut yang hangat, dangkal, jernih, laut tropis, dengan
koordinat antara garis lintang 30oN dan 30oS. Cahaya matahari diperlukan untuk
pertumbuhan reef.

Gambar 6. Lingkungan pengendapan terumbu karang


2. Continental shelf: terletak pada tepi kontinen, relative datar (slope < 0.1o), dangkal
(kedalaman kurang dari 200 m), lebarnya mampu mencapai beberapa ratus meter.
Continental shelf ditutupi oleh pasir, lumpur, dan lanau.
3. Continental slope dan continental rise: terletak pada dasar laut dari continental
shelf. Continental slope adalah bagian paling curam pada tepi kontinen. Continental
slope melewati dasar laut menuju continental rise, yang punya kemiringan yang lebih
landai. Continental rise adalah pusat pengendapan sedimen yang tebal akibat dari arus
turbidity.
4. Abyssal plain: merupakan lantai dasar samudera. Pada dasarnya datar dan dilapisi
oleh very fine-grained sediment, tersusun terutama oleh lempung dan sel-sel organisme
mikroskopis seperti foraminifera, radiolarians, dan diatom.
Gambar 7. Lingkungan pengendapan laut

DAFTAR PUSTAKA
Boggs, S. 1995. Principles of Sedimentology and Stratigraphy. New Jersey : University
of Oregon, Pearson Prentice Hall
Boggs, Sam, Jr., 1992, Principles of Sedimentologyand Stratigraphy. Edisi 2.
Prentice-Hall, New Jersey.
Gould, H.R. 1972. Environmental indicators-A key to the stratigraphic record, dalam
J.K. Rigby & W.K. Hamblin (eds.). Recognition of ancient sedimentary
environments: Soc.Econ. Paleontologists and Mineralogist Spec. Pub. 16, p. 1-3.
Mutti, E. dan Ricci Lucci. (1972) Turbidites of the Northern Appenines: introduction
to facies analysis. Int. Geol. Rev., v. 20, pp. 125-166.
R. C. Selley. 1978. Ancient Sedimentary Environments. 2nd edition. xvi + 287 pp.,
numerous illustrations. London: Chapman Hall. Price 04.95 (paperback); 08.00
(hardback): ISBN 0 412 14750 5 (paperback); 0 412 14720 2 (hardback).
R. G. Walker & N. P. James (eds) 1992. Facies Models. Response to Sea Level Change.
v + 409 pp. Not a third edition of Facies Models; the book has been completely
rewritten, hence new title. Order from: Geological Association of Canada,
Publications, Department of Earth Sciences, Memorial University of
Newfoundland, St John's, Newfoundland A1B 3X5, Canada.
Richard C. Selley, 1985,Ancient Sedimentary Environments, , Cornell University
Press, Ithaca, N.Y., Third Edition, 317 pp.
Shepard, F. P. dan Moore, D. G. 1955. Central Texas Coast Sedimentation
Characteristics of Sedimentation Environment, Recent History and Diagenesis.
American Association of Petroleum Geologist Bulletin.

Anda mungkin juga menyukai