Anda di halaman 1dari 10

Habitus Aquatica, August 2020, 1(2):11–20 E-ISSN: 2721-1525

DOI: https://doi.org/10.29244/HAJ.1.2.11

http://journal.ipb.ac.id/index.php/habitusaquatica/

Karakteristik sedimen pada Perairan Sei Carang, Kota Tanjungpinang - Indonesia


Sediment characteristics of Sei Carang Waters, Tanjungpinang City - Indonesia

Ockynawa Asmara Putri Yolanda1, Winny Retna Melani2, Wahyu Muzammil2, *


1
Mahasiswa Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang,
Kepulauan Riau 29111 Indonesia
2
Pengajar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang,
Kepulauan Riau 29111 Indonesia

Received 11 March 2020 Received in revised 3 May 2020 Accepted 22 June 2020

ABSTRAK

Perairan Sei Carang memiliki banyak area lahan terbuka dan bekas pertambangan bauksit di masa lampau. Selain itu, saat terjadi hujan di
perairan Sei Carang ditemukan perairan keruh dan air berubah warna menjadi coklat kekuning-kuningan. Oleh karena itu, dilakukan
penelitian dengan tujuan mengetahui kondisi lingkungan fisika perairan di perairan Sei Carang dengan parameter uji berupa kekeruhan dan
kecepatan arus serta mengetahui karakteristik sedimen di perairan Sei Carang dengan menggunakan metode purposive sampling. Metode
purposive sampling tersebut diterapkan pada 4 stasiun penelitian dengan karakteristik stasiun I pada area lahan bekas pertambangan bauksit,
stasiun II pada area lahan terbuka, stasiun III pada vegetasi mangrove rusak akibat penebangan, dan stasiun IV pada vegetasi mangrove
alami. Karakteristik sedimen pada kolom perairan Sei Carang berupa medium sand, sedangkan pada dasar perairan Sei Carang berupa coarse
sand.

Kata kunci: kekeruhan, sedimen, Sei Carang

ABSTRACT

Sei Carang has many open land areas and former bauxite. In addition, the condition of waters in Sei Carang can becomes turbid and turns
yellowish brown when rains occur. Therefore, a study was conducted with the purpose of knowing the physical environment conditions of
waters in Sei Carang waters with test parameters such as turbidity, current speed and knowing the characteristics of sediments in Sei
Carang waters by using purposive sampling method. The purposive sampling method was applied to 4 research stations with the
characteristics of station I in the bauxite mining area, station II in the open land area, station III in mangrove vegetation damaged by
logging, and station IV on natural mangrove vegetation. The sedimentation characteristics in the water column is medium sand, while at
the base of the water is coarse sand.

Keywords: sediment, Sei Carang, turbidity

1. Pendahuluan satu ekosistem yang terdapat di wilayah pesisir


dengan kriteria wilayah yang selalu atau secara
Sei Carang merupakan salah satu sungai yang teratur tergenang dan terpengaruh oleh pasang
terdapat di Kota Tanjungpinang. Berbeda dengan surut air laut (Sari et al. 2018). Ekosistem
sungai pada umumnya, Sei Carang merupakan mangrove yang ada memiliki fungsi bagi
sungai yang dipengaruhi oleh kondisi pasang- lingkungan dan masyarakat. Akan tetapi, pada
surut perairan laut Kota Tanjungpinang. Pengaruh wilayah di sekitar perairan Sei Carang banyak
air laut juga sangat terlihat jelas, dimana pada terjadi kegiatan alih fungsi lahan seperti kegiatan
lingkungan perairan Sei Carang juga dapat penambangan bauksit yang pernah dilakukan
ditemukan vegetasi pesisir berupa vegetasi alami serta peristiwa penebangan mangrove pada tahun
mangrove. Ekosistem mangrove merupakan salah 2018. Oleh karena itu, pada wilayah di sekitar
*Corresponding author.
E-mail address: wahyu.muzammil@umrah.ac.id
11
Yolanda et al. / Habitus Aquatica 1(2):11–20

perairan Sei Carang dapat ditemukan beberapa Carang yang terjadi akibat dirusaknya vegetasi
macam karakteristik lingkungan seperti, alami mangrove dengan penebangan pohon
lingkungan yang masih terdapat vegetasi alami mangrove pada awal tahun 2018 seluas ± 2 Ha.
mangrove, area pasca-tambang dan lahan terbuka, Hilangnya vegetasi mangrove tersebut tentu dapat
serta lingkungan dengan vegetasi mangrove yang menimbulkan permasalahan baru seperti
telah rusak akibat penebangan peningkatan jumlah padatan di badan air. Oleh
Kegiatan alih fungsi lahan yang pernah terjadi karena itu, sangat perlu dilakukan penelitian
di sekitar perairan Sei Carang menyisakan dengan tujuan untuk mengetahui kondisi
lingkungan dengan lahan terbuka dan lingkungan fisika perairan di perairan Sei Carang
ditinggalkan tanpa adanya proses rehabilitasi. dengan parameter uji berupa kekeruhan dan
Kondisi tersebut memberikan dampak erosi dan kecepatan arus, serta mengetahui karakteristik
sedimen mengalir ke badan air yang prosesnya sedimen di perairan Sei Carang.
dapat terlihat dengan jelas saat terjadi hujan.
Sedimen yang masuk ke badan air berupa padatan 2. Metodologi
tersuspensi yang lama-kelamaan akan mengendap
di dasar perairan. Peristiwa mengendapnya Penelitian mengenai karakteristik sedimen di
sedimen di dasar perairan dapat disebut dengan perairan Sei Carang dilaksanakan pada bulan
sedimentasi (Usman 2014). Sedimentasi yang November 2019 sampai dengan bulan Desember
terjadi tidak hanya menimbulkan proses 2019. Penelitian dilaksanakan pada lokasi
pendangkalan perairan Sei Carang, namun dapat penelitian yang terdiri dari 4 (empat) stasiun
memunculkan permasalahan lainnya seperti penelitian dengan karakteristik lingkungan sekitar
meningkatkan kekeruhan perairan akibat air hujan pada stasiun 1 berupa area bekas pertambangan
yang langsung menimbulkan erosi dan bauksit, stasiun 2 pada area lahan terbuka, stasiun
mengalirkan partikel sedimen ke badan air 3 pada vegetasi mangrove rusak akibat
sehingga air menjadi keruh (Czarnecki et al. penebangan, dan stasiun 4 pada lingkungan
2014; Dashtgard et al. 2012). dengan vegetasi alami mangrove (Gambar 1).
Permasalahan sedimentasi di perairan Sei

Gambar 1. Peta lokasi penelitian.

12
Yolanda et al. / Habitus Aquatica 1(2):11–20

Penelitian mengenai kondisi fisika perairan sedimeni trap pada setiap stasiun penelitian.
berupa kecepatan arus menggunakan metode Sediment trap yang digunakan merupakan
Lagrangian, yaitu dengan meletakkan pelampung hasil modifikasi yang terbuat dari pipa PVC
atau drifter pada permukaan air (Oktaviana et al. berdiameter 8 cm yang dibuat bertingkat dengan
2016). Sedangkan, kekeruhan perairan dihitung tinggi setiap tingkat sebesar 50 cm. Pemilihan
dengan satuan hitung dalam Nephelometric ukuran diameter dan tinggi pipa PVC tersebut
Turbidity Unit (NTU) dengan tahapan didasarkan pada penggunaan silinder pipa PVC
pengukuran kekeruhan berdasarkan SNI 06- dengan perbandingan tinggi dan diameter yang
6989.25-2005. Selain itu, karakteristik sedimen di lebih besar dari 3 merupakan kolektor yang
perairan Sei Carang menggunakan sedimen trap efisien (Bagaskara et al. 2017). Model dasar
(Gambar 2) yang telah dimodifikasi agar dapat sediment trap yang digunakan mengacu pada
menampung endapan sedimen di kolom dan dasar sediment trap dasar perairan yang digunakan oleh
perairan secara bersamaan pada titik yang sama Srijati et al. (2017) dan Bagaskara et al. (2017),
dengan interval pengambilan sampel selama 7 dengan tinggi pipa PVC sebesar 50 cm dan
(tujuh) hari sekali setelah pemasangan sediment berdiameter 10 cm.
trap. Sediment trap yang digunakan diletakkan Sedangkan untuk analisis jenis sedimen
dengan kondisi tetap terendam dalam badan air menggunakan analisis sesuai dengan klasifikasi
pada saat perairan surut terendah. Penggunaan diameter partikel sedimen dasar sungai (Tabel 1)
sedimeni trap secara keseluruhan berjumlah 12 berdasarkan Jeffries dan Mills (1996) dalam
(dua belas) sediment trap dengan 3 (tiga) Effendi (2003).

(a) (b)

Gambar 2. Sediment Trap hasil modifikasi pribadi: (a) Sketsa Sediment Trap; (b) Gambar asli Sediment
Trap.

13
Yolanda et al. / Habitus Aquatica 1(2):11–20

Tabel 1. Klasifikasi diameter partikel sedimen dasar sungai.


Phi Scale Category
Diameter partikel (mm) Klasifikasi sedimen
(-Log2 diameter)
- - Batu kali (bedrock)
>256 -10, -9, -8 Bulder (boulder)
128–256 -7 Kobel besar (large cobble)
64–128 -6 Kobel kecil (small cobble)
32–64 -5 Pebel besar (large pebble)
16–32 -4 Pebel kecil (small pebble)
8–16 -3 Batu kerikil kasar (coarse gravel)
4–8 -2 Batu kerikil sedang (medium gravel)
2–4 -1 Batu kerikil kecil (fine gravel)
0,5–1 0 Pasir sangat kasar (very coarse sand)
0,25–0,5 1 Pasir kasar (coarse sand)
0,125–0,25 2 Pasir sedang (medium sand)
0,063–0,125 3 Pasir halus (fine sand)
0,032–0,063 4 Pasir sangat halus (very fine sand)
<0,032 5, 6, 7, 8 Lumpur (silt)
9, 10 Tanah liat (clay)
Sumber: Jeffries dan Mills (1996) dalam Effendi (2003)

3. Hasil dan pembahasan diperoleh pada stasiun 3 juga memiliki standar


deviasi terendah dibandingkan stasiun penelitian
3.1. Kecepatan arus lainnya, yang dapat diartikan bahwa kecepatan
Kecepatan arus tertinggi diperoleh pada arus yang terukur pada setiap pengambilan data
stasiun 1 yang berada pada lahan terbuka bekas memiliki nilai yang hampir seragam atau
area pertambangan bauksit dengan kecepatan arus memiliki rentang nilai data yang tidak terlampau
rata-rata yang terukur sebesar 0,26 ± 0,12 m/s jauh. Kecepatan arus di perairan Sei Carang
(Gambar 3). Sedangkan nilai kecepatan arus rata- secara dominan bergerak ke arah barat daya atau
rata terendah diperoleh pada stasiun 3, yaitu ke arah muara sungai yang dipengaruhi oleh
sebesar 0,1 ± 0,04 m/s. Kecepatan arus yang peristiwa pasang surut.

0,45
0,26 ± 0,12
Kecepatan arus (m/s)

0,40
0,35
0,35
0,30 0,15 ± 0,10
0,25 0,14 ± 0,09
0,20
0,15 0,10 ± 0,04
0,10
0,05
0,00
1 2 3 4
Stasiun penelitian

Gambar 3. Kecepatan arus rata-rata di Perairan Sei Carang pada 4 stasiun


penelitian (24 November 2019–8 Desember 2019) (data primer
2019).

14
Yolanda et al. / Habitus Aquatica 1(2):11–20

Berdasarkan hasil pengukuran yang 3.2. Kekeruhan


diperoleh, kondisi lingkungan di stasiun 3 yang Kekeruhan merupakan kondisi kurangnya
memiliki vegetasi lamun menjadi salah satu faktor daya transparansi atau tembus cahaya yang dapat
yang dapat mempengaruhi kecepatan arus yang disebabkan oleh adanya bahan padatan terutama
terukur. Hal tersebut sesuai dengan salah satu bahan yang tersuspensi, serta dapat dipengaruhi
fungsi ekologis lamun menurut Nybakken (1992) oleh warna air (Raunsay dan Koirewoa 2016).
dalam Hartini dan Lestarini (2019), bahwa secara Berdasarkan Gambar 4 dapat diperoleh nilai
ekologis keberadaan ekositem lamun dapat kekeruhan rata-rata per stasiun yang menunjukan
berfungsi dalam meredam arus. Keberadaan bahwa nilai kekeruhan terukur tidak memenuhi
vegetasi lamun pada stasiun 3 memberikan standar baku mutu peruntukannya untuk biota
bantuan ekologis dalam meredam gelombang dan berdasarkan Keputusan Menteri Negara
memperkecil kemungkinan sedimentasi yang Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004
dapat ditimbulkan akibat pengaruh vegetasi Tentang Baku Mutu Air Laut yang hanya sebesar
mangrove yang rusak karena penebangan. Selain 5 NTU. Selain itu, diperoleh nilai kekeruhan
itu, bila mempertimbangkan karakteristik Sei tertinggi pada stasiun 3, yaitu sebesar 16,31 ±
Carang yang merupakan sungai pasang surut, 13,32 NTU.
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa peristiwa Karakteristik lingkungan pada stasiun 3
pasang surut memberikan pengaruh pada nilai dengan vegetasi mangrove rusak akibat
kecepatan arus yang terukur. Selain itu, penebangan dapat menjadi salah satu penyebab
berdasarkan penelitian kecepatan arus yang tingginya nilai kekeruhan yang terukur. Meskipun
dilakukan oleh Roswaty et al. (2014), pada pada stasiun 3 ditemukan pula keberadaan
perairan muara sungai berkisar antara 0,14 m/s vegetasi lamun yang dapat memberikan bantuan
sampai 0,89 m/s dengan kecepatan arus terendah ekologis dalam meredam gelombang dan
diperoleh pada pengukuran perairan muara yang memperkecil kemungkinan sedimentasi yang
lebih dekat dengan daratan dan yang tertinggi dapat ditimbulkan akibat pengaruh vegetasi
pada kawasan yang berdekatan dengan perairan mangrove yang rusak karena penebangan.
laut terbuka. Oleh karena itu, hasil pengukuran Peristiwa penebangan sudah lama terjadi dan
kecepatan arus pada perairan Sei Carang yang tidak ada perluasan pembukaan lahan yang
memiliki kisaran sebesar 0,1 m/s sampai 0,26 m/s dilakukan lagi pada stasiun 3 tidak menutup
dapat disimpulkan juga terdapat pengaruh dari kemungkinan masih adanya pengaruh penurunan
kondisi geografis perairan Sei Carang serta kualitas perairan. Hal tersebut dapat dikaitkan
penentuan stasiun penelitian yang masih dekat dengan proses alami lingkungan berupa
dengan wilayah daratan, sehingga diperoleh nilai dekomposisi yang akan terus berlanjut sampai
kecepatan arus yang tidak terlalu tinggi. bahan organik berupa daun, akar, batang, serta
Pada penelitian yang dilakukan oleh Srijati et komponen pohon mangrove yang telah mati habis
al. (2017), kecepatan arus saat kondisi pasang terdekomposisi seluruhnya.
menuju surut lebih tinggi dibadingkan kecepatan Selain itu, diperoleh kekeruhan rata-rata
arus saat kondisi surut menuju pasang. Kecepatan terendah pada stasiun 4 dengan karakteristik
arus saat kondisi pasang menuju surut berkisar lingkungan masih memiliki vegetasi alami
antara 0,04–0,117 m/s dan kecepatan arus saat mangrove, yaitu sebesar 11,24 ± 6,40 NTU.
kondisi surut menuju pasang beriksar antara Keberadaan vegetasi alami mangrove memiliki
0,022–0,096 m/s. Kondisi yang demikian juga fungsi ekologis yang dapat menahan air limpasan
diperolah pada perairan Sei Carang dengan data dari daratan, serta akar-akar dari pohon mangrove
pengukuran keempat pada kondisi pasang menuju dapat berfungsi memerangkap sedimen (Lasibani
surut di stasiun 1 diperoleh kecepatan arus sebesar dan Kamal 2009; Van Santen et al. 2007) yang
0,36 m/s, stasiun 2 sebesar 0,28 m/s, dan stasiun akan masuk ke badan perairan. Hal tersebut tentu
4 sebesar 0,27 m/s yang mana lebih tinggi menjadi faktor pendukung lebih rendahnya nilai
dibandingkan nilai kecepatan arus rata-rata yang kekeruhan yang terukur pada stasiun 4.
terukur. Hasil pengukuran nilai kekeruhan pada setiap
minggu dalam Gambar 4, dapat ditemukan bahwa

15
Yolanda et al. / Habitus Aquatica 1(2):11–20

pada minggu kedua yang dilakukan pada saat yang cukup tinggi sebesar 22,4 mm, bila
kondisi lingkungan tidak hujan dan cahaya dibandingkan dengan waktu minggu pertama dan
matahari bersinar cerah pada stasiun 2, stasiun 3, keempat yang hanya sebesar 3,2 mm dan 18,1
stasiun 4 memenuhi standar baku mutu mm. Hal tersebut dikarenakan sampling
peruntukannya untuk biota berdasarkan dilakukan sebelum terjadi hujan. Sedangkan nilai
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup kekeruhan yang terukur setelah terjadi hujan pada
Nomor 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air minggu ketiga menunjukan hasil yang cukup
Laut dengan nilai yang berkisar 4,66–3,21 NTU. tinggi dan tidak memenuhi standar baku mutu
Meskipun berdasarkan data curah hujan yang pada keseluruhan stasiun penelitian dengan nilai
diperoleh pada waktu sampling memiliki nilai yang berkisar 17,01–32,77 NTU.

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3


Stasiun 4 Baku Mutu Biota Curah Hujan

32,77
40

29,37
35
Kekeruhan (NTU)

23,47

21,12
30

15,05
25

17,01

15,73
14,69
20
11,03
9,63

9,02
8,08

15
5,47
3,75
3,26
3,21

10
5
0
1 2 3 4
Minggu Ke-
Gambar 4. Kekeruhan rata-rata dan intensitas hujan per hari pada penelitian di Perairan Sei
Carang pada 4 stasiun (24 November 2019–8 Desember 2019) (data primer 2019;
BMKG 2019).

Berdasarkan fenomena alami yang terjadi sedimen bertingkat dengan klasifikasi diameter
pada lingkungan saat sampling dilakukan dapat partikel seperti yang tertera pada Tabel 1. Pada
disimpulkan bahwa peristiwa hujan sangat penelitian yang telah dilakukan diperoleh jenis
mempengaruhi kondisi fisika perairan Sei Carang. sedimen yang terdapat di perairan Sei Carang
Oleh karena itu, kekeruhan yang terjadi di berupa fine gravel, very coarse sand, coarse sand,
perairan Sei Carang umumnya bersifat sementara medium sand, fine sand, dan very fine sand.
akibat pengaruh dari tekanan air hujan yang Sedangkan berdasarkan penelitian Daulay (2014),
masuk langsung ke badan perairan atau pengaruh mengenai karakteristik sedimen di perairan Sei
dari air limpasan yang membawa partikel sedimen Carang, diperoleh bahwa Sei Carang memiliki
masuk ke badan perairan. Partikel sedimen yang tipe sedimen pasir dengan kategori penyusun
masuk ke perairan tentu dapat menjadi tambahan sedimennya adalah fine sand, medium sand, dan
bahan tersuspensi yang dapat memberikan coarse sand. Terdapat jenis sedimen
pengaruh pada tingkat kekeruhan perairan, serta teridentifikasi yang lebih beragam dengan jenis
dapat meningkatkan jumlah total bahan sedimen dominan yang terperangkap pada kolom
tersuspensi di perairan tersebut. perairan berupa coarse sand dan pada dasar
perairan berupa medium sand. Sedangkan pada
3.3. Karakteristik sedimen penelitian oleh Ansar et al. (2014), di Sungai Pute
Karakteristik sedimen ditentukan Rammang-Rammang kawasan karst Maros
menggunakan ukuran partikel. Ukuran partikel diperoleh jenis sedimen serupa berupa fine gravel,
tersebut dapat dianalisis menggunakan saringan very coarse sand, coarse sand, medium sand, fine

16
Yolanda et al. / Habitus Aquatica 1(2):11–20

sand, dan very fine sand. Permasalahan menunjukan bahwa adanya pengaruh fenomena
pengikisan daratan atau erosi juga ditemukan alam berupa hujan yang membawa air limpasan
terjadi pada penelitian oleh Ansar et al. (2014), berisi partikel sedimen ke badan perairan. Partikel
yang disebutkan dapat diperparah oleh faktor sedimen yang terdapat pada daratan terkikis
curah hujan, vegetasi, dan kandungan bahan hingga menyebabkan ukuran partikel yang lebih
organik, serta aktivitas manusia. Berdasarkan besar tersebut ikut masuk ke badan perairan,
penelitian lain oleh Kurnio dan Kamiludin (2005), sehingga pada penelitian yang dilakukan
yang melakuan penelitian pada sedimen ditemukan jenis partikel sedimen fine gravel dan
permukaan dasar sungai dan laut di daerah Sungai very coarse sand.
Kuaro dan Teluk Adang Kalimantan Timur Pada stasiun penelitian di perairan Sei Carang
diperoleh partikel sedimen yang lebih kecil yang digunakan sediment trap bertingkat untuk
dibandingkan hasil penelitian di perairan Sei mengkategorikan sedimen kolom dan dasar
Carang yang didominansi dari jenis lanau, dimana perairan ditemukan bahwa konsentrasi very
lanau merupakan jenis partikel sedimen yang coarse sand rata-rata dengan diameter partikel
ukurannya terdapat diantara pasir dan lumpur. lebih besar dari 1 mm hanya terdapat pada dasar
Selain itu, bila merujuk kembali pada perairan dengan persentase yang cukup rendah
penelitian sebelumnya di perairan Sei Carang oleh sebesar 0,08%. Konsentrasi very coarse sand
Daulay (2014), mengenai karakteristik sedimen di (0,09–0,125 mm) tersebut seperti yang tertera
perairan Sei Carang, diperoleh hasil yang sama pada Gambar 5, hanya terdapat pada stasiun 4
mengenai jenis sedimen yang dominan pada dasar sebesar 0,30%. Sedangkan pada kolom perairan
perairan berupa medium sand. Sedangkan variasi Sei Carang dalam Gambar 6, tidak ditemukan
jenis sedimen yang lebih beragam yang adanya jenis sedimen very coarse sand dengan
teridentifikasi pada penelitian yang dilakukan 5 diameter partikel yang lebih besar dari 1 mm.
tahun kemudian, tepatnya pada 2019,

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4


32,15

30,43
30,17

35
29,21

29,21
28,12
Persentase (%) jenis sedimen

30
23,36

22,86
21,81

21,69

25
18,21

18,08

17,24

20
11,39
10,41

10,14

15
7,74
7,71
5,83

10
5,48
5,26

4,97
3,60
3,47

0,71
5
0,30

0,26
0,11
0,08
0,00
0,00
0,00

0
Pasir sangat Pasir halus Pasir halus Pasir sedang Pasir kasar Pasir sangat Pasir sangat Batu kerikil
halus (< 0,07 (0,07 - 0,16 (0,09 - 0,125 (0,16 - 0,25 (0,315 - 0,5 kasar (0,56 - kasar (0,9 - 2 kecil (1 -
mm) mm) mm) mm) mm) 1 mm) mm) 2,36 mm)
Jenis sedimen

Gambar 5. Karakteristik sedimen dasar perairan Sei Carang pada 4 stasiun penelitian (24 November
2019–8 Desember 2019).

17
Yolanda et al. / Habitus Aquatica 1(2):11–20

Berdasarkan jenis sedimen yang diperoleh perairan pada Gambar 6 memiliki konsentrasi
dalam Gambar 5, dapat disimpulkan bahwa yang lebih tinggi dibandingkan pada dasar
pengaruh parameter fisika perairan juga berperan perairan dapat disebabkan oleh faktor curah
dalam mengangkut partikel sedimen. Hal tersebut hujan. Air hujan yang masuk ke badan perairan
seperti yang terjadi pada stasiun 4 dengan tersebut memberikan tekanan pada dasar perairan
karakteristik yang masih memiliki vegetasi alami sehingga partikel sedimen yang terletak di dasar
mangrove seharusnya mampu memerangkap perairan ikut naik dan menyebabkan air keruh
ukuran partikel sedimen yang lebih besar, seperti serta berwarna coklat kekuning-kuningan.
very coarse sand. Akan tetapi, hal tersebut dapat Partikel sedimen yang mengalami pengadukan
terjadi dikarenakan peristiwa terkikisnya daratan dan terdapat di badan perairan dalam rentang
terbuka pada stasiun 2 yang menyebabkan waktu tertentu akan mengendap. Sehingga,
partikel tersebut terbawa oleh arus yang kemudian partikel coarse sand yang berukuran lebih besar
terperangkap pada stasiun 4. Sebagaimana dan mampu mengendap terlebih dahulu
disajikan dalam Gambar 1 bahwa stasiun 2 dan 4 menyebabkan saat setelah terjadi pengadukan,
berada pada sisi yang sama dan terletak partikel tersebut mengendap dan terperangkap
berdekatan. pada sedimen trap kolom perairan.
Selain itu, konsentrasi coarse sand di kolom

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

42,74

42,74
40,18
45
Persentase (%) jenis sedimen

40
29,75

35
23,15

30
21,95
19,90

19,90
19,47

19,46

25
15,63
13,52

13,52

20
11,74

11,09

11,09
15
8,56
7,53

7,53

5,63
5,23

5,23

10
2,43

1,95

0,11
0,00
0,00
0,00
0,00

0,00
0,00
0,00
5
0
Pasir
Pasir sangat Pasir
Pasir halus Pasir
Pasir halus PasirPasir
sedang Pasir kasar
Pasir PasirPasir
sangat PasirPasir
sangat BatuBatu
kerikil
sangat(<
halus halus halus
0,07 (0,07 - 0,16 (0,09halus sedang
- 0,125 (0,16 - 0,25 kasar
(0,315 sangat
- 0,5 kasar kasar
(0,56 sangat(0,9
- 1 kasar kasar kerikil
- 2 kecil (1 kecil
- 2,36
(< 0,07
mm)mm) (0,07–0,16
mm) mm) (0,09–0,125
mm) mm) (0,16–0,25
mm) mm) (0,315–0,5
mm) mm) (0,56–1
mm)mm) (0,9–2
mm)mm) (1–2,36
mm)mm)
Jenis sedimen

Gambar 6. Karakteristik sedimen kolom perairan Sei Carang pada 4 stasiun penelitian (24 November
2019–8 Desember 2019).

Berdasarkan jenis sedimen yang diperoleh ukuran partikel sedimen yang lebih besar, seperti
dalam Gambar 5 dan Gambar 6, dapat very coarse sand. Akan tetapi, hal tersebut dapat
disimpulkan bahwa pengaruh parameter fisika terjadi dikarenakan peristiwa terkikisnya daratan
perairan juga berperan dalam mengangkut terbuka pada stasiun 2 yang menyebabkan
partikel sedimen (Manjappa et al. 2003). Hal partikel tersebut terbawa oleh arus yang kemudian
tersebut seperti yang terjadi pada stasiun 4 dengan terperangkap pada stasiun 4. Sebagaimana
karakteristik yang masih memiliki vegetasi alami disajikan dalam Gambar 3 bahwa stasiun 2 dan 4
mangrove seharusnya mampu memerangkap berada pada sisi yang sama dan terletak

18
Yolanda et al. / Habitus Aquatica 1(2):11–20

berdekatan. Beberapa penelitian sebelunya perairan Sei carang didominansi oleh jenis
banyak memukan karakter sedimen pasir dan medium sand dengan karakteristik jenis sedimen
lumpur (sand, silt, clay, dan mud) di daerah dominan setiap stasiun berupa medium sand pada
sungai pasang surut/tidal river (La Croix dan stasiun 1, stasiun 2 dan stasiun 4, coarse sand
Dashtgard 2014; Manjappa et al. 2003). pada stasiun 3 dan stasiun 4, serta fine sand pada
Selain itu, konsentrasi coarse sand pada stasiun 4.
kolom perairan yang lebih tinggi dibandingkan
pada dasar perairan dapat disebabkan oleh faktor Ucapan terima kasih
curah hujan. Air hujan yang masuk ke badan
perairan tersebut memberikan tekanan pada dasar Penulis mengucapkan terima kasih kepada
perairan sehingga partikel sedimen yang terletak pihak laboratorium Universitas Maritim Raja Ali
di dasar perairan ikut naik yang juga Haji yang telah mengizinkan untuk pemakaian
menyebabkan air keruh dan berwarna coklat laboratorium dalam analisis sedimen. Kemudian,
kekuning-kuningan. Dikarenakan partikel coarse penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
sand yang berukuran lebih besar dan mampu masyarakat yang bermukim di sekitar perairan Sei
mengendap terlebih dahulu menyebabkan saat Carang, khususnya pada para nelayan, serta
setelah terjadi pengadukan, partikel tersebut lebih seluruh pihak yang telah membantu dalam
cepat mengendap dan terperangkap pada sedimen menyelesaikan penelitian ini.
trap kolom perairan. Sedangkan bila merujuk
berdasarkan penelitian Nugroho dan Putra (2017), Daftar pustaka
pada zona pasang surut ditemukan adanya
Ansar NA, Arsyad M, Sulistiawaty. 2014. Studi
perbedaan distribusi ukuran butir sedimen dengan
analisis sedimentasi di Sungai Pute Rammang-
hasil ukuran butir sedimen relatif lebih kasar pada
Rammang kawasan Karst Maros. Jurnal Sains
daerah surut maksimum dibandingkan daerah
dan Pendidikan Fisika. 10(3):301–307.
pasang maksimum dan transisi. Kondisi pasang
surut di perairan Sei Carang tentu memberikan Badan Standardisasi Indonesia. SNI 06-6989.25-
dampak pada peletakan sedimen trap, baik di 2005. Air dan Air Limbah-Bagian 25 : Cara Uji
kolom maupun dasar perairan. Sehingga, selain Kekeruhan dengan Nefelometer.
faktor curah hujan yang mempengaruhi besarnya Bagaskara DP, Widada S, Rochaddi B. 2017. Laju
ukuran partikel yang terperangkap di kolom sedimentasi dan pergeseran delta di muara
perairan, maka pasang surut yang terjadi di anak sungai Porong Sidoarjo. Jurnal
perairan Sei Carang juga dapat dijadikan faktor Oseanografi. 6(4):607–615.
lainnya. Dimana sedimen trap kolom perairan
lebih dominan terpengaruhi oleh kondisi pasang BMKG. 2019. Badan Meteorologi, Klimatologi,
surut dengan arus yang dapat membawa partikel dan Geofisika Stasiun Metereologi Raja Haji
sedimen. Fisabilillah. Data Online Curah Hujan,
[Internet]. [diacu 2019 Desember 10]. Tersedia
4. Kesimpulan dari: http://dataonline.bmkg.go.id/home.
Czarnecki JM, Dashtgard SE, Pospelova V,
Kondisi lingkungan fisika perairan pada
Matthewes R, MacEachern JA. 2014.
parameter kekeruhan rata-rata terukur bersifat
Palynology and geochemistry of channel-
sementara yang dapat dipengaruhi oleh kondisi
margin sediments across the tidal-fluvial
hujan yang terjadi pada saat sampling. Selain itu
transition, Iower Fraser River, Canada:
karakteristik sedimen di kolom perairan Sei
implications for the rock record. J. Mar.
Carang didominansi oleh jenis coarse sand
Petrol. Geol. 51:152–166.
dengan karakteristik jenis sedimen dominan
setiap stasiun berupa medium sand pada stasiun 1 Dashtgard SE, Venditti JG, Hill PR, Sisulak CF,
dan stasiun 3, very fine sand pada stasiun 2, serta Johnson SM, La Croix AD. 2012.
coarse sand pada stasiun 4 dan stasiun 4. Sedimentation across the tidal-fluvial
Sedangkan karakteristik sedimen di dasar

19
Yolanda et al. / Habitus Aquatica 1(2):11–20

transition in The Lower Fraser River, Canada. Oktaviana C, Rifai A, Hariyadi. 2016. Pemetaan
Sed. Rec. 10:4–9. sebaran sedimen dasar berdasarkan analisa
ukuran butir di Pelabuhan Tasikagung
Daulay AB. 2014. Karakteristik sedimen di
Rembang. Jurnal Oseanografi. 5(2):259–269.
perairan Sungai Carang Kota Rebah Kota
Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau. Raunsay EK, Koirewoa DC. 2016. Plankton
[skripsi] Tanjungpinang (ID): Universitas sebagai parameter kualitas Perairan Teluk Yos
Maritim Raja Ali Haji. Sudarso dan Sungai Anafre Kota Jayapura
Papua. Jurnal Biologi. 8(2):1–12.
Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi
Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Roswaty S, Muskananfola MR, Purnomo PW.
Perairan. Yogyakarta: Kanisius. 2014. Tingkat sedimentasi di muara Sungai
Wedung Kecamatan Wedung, Demak. Jurnal
Hartini H, Lestarini Y. 2019. Pemetaan padang
Maquares. 3(2):129–137.
lamun sebagai penunjang ekowisata di
Kabupaten Lombok Timur. Jurnal Bologi Sari YP, Salampessy ML, Lidiawati I. 2018.
Tropis. 19(1):1–7. Persepsi masyarakat pesisir dalam pengelolaan
ekosistem hutan mangrove di Muara Gembong
Kurnio H, Kamiludin U. 2005. Karakteristik
Bekasi Jawa Barat. Jurnal Perennial.
sedimen permukaan dasar sungai dan laut di
14(2):78–85.
daerah sungai Kuaro dan Teluk Adang
Kalimantan Timur. Jurnal Geologi Kelautan. Srijati S, Rochaddi B, Widada S. 2017. Analisis
3(1):1–9. laju sedimentasi di Perairan Muara Sungai
Waridin Kabupaten Kendal. Jurnal
La Croix AD, Dashtgard SE. 2014. Of sand and
Oseanografi. 6(1):246–253.
mud: sedimentological criteria for identifying
the turbidity maximum zone in a tidally Usman KO. 2014. Analisis sedimentasi pada
influenced river. Sedimentology. 61:1961– muara Sungai Komering Kota Palembang.
1981. Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan. 2(2):209–
215.
Lasibani SM, Kamal E. 2009. Pola penyebaran
pertumbuhan ”propagul” mangrove Rhizophor Van Santen P, Augustinus PGEF, Janssen-Stelder
aceae di kawasan pesisir Sumatera Barat. BM, Quartel S, Tri NH. 2007. Sedimentation
Jurnal Mangrove dan Pesisir. X(1):33–38. in an estuarine mangrove system. Journal of
Asian Earth Sciences. 29:566–575.
Manjappa H, Gowda G, Rajesh KM, Mridula RM.
2003. Sediment Characteristics of Mangrove
Areas of Brackishwater Impoundment. Indian
J. Fish. 50(3):349–354.
Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2004.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air
Laut. Indonesia.
Nugroho SN, Putra PS. 2017. Spatial distribution
of grain size and depositional process in tidal
area along Waikelo Beach, Sumba. Marine
Georesources and Geotechnology. DOI:
10.1080/1064119X.2017.1312649.

20

Anda mungkin juga menyukai