Anda di halaman 1dari 38

PENGUKURAN GEOLISTRIK TAHANAN JENIS UNTUK PENCARIAN

SUMBER AIR TANAH DI SUMBER KULON MAJALENGKA

LAPORAN KERJA PRAKTEK

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Mata Kuliah


PKL Geofisika

Oleh :
ACHMAD WAHYU PRATAMA
140710130042

DEPARTEMEN GEOFISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2016

DAFTAR ISI

Daftar Isi .............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................

1.2 Tujuan Penelitian ................................................................................

1.3 Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................

1.4 Hasil Penelitian ...................................................................................

1.5 Manfaat penelitian...............................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Air Tanah dan Akuifer .........................................................................

2.2 Metode Geolistrik (Resistivitas) .........................................................

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Akuisisi Data ....................................................................................... 16
3.2 Pengolahan Data ................................................................................. 19
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Tabel Data ........................................................................................... 21
4.2 Model Penampang Resistivitas ........................................................... 22
4.3 Interpretasi........................................................................................... 23
BAB V PENUTUP
Kesimpulan ........................................................................................................ 25
Daftar Pustaka ................................................................................................... 26
Lampiran.............................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang

Air tanah merupakan salah satu sumber kebutuhan air bersih bagi kehidupan
makhluk di muka bumi. Usaha pemanfaatan dan pengembangan air tanah telah
dilakukan sejak dahulu. Dimulai menggunakan timba yang ujungnya diikat pada
bambu kemudian dilengkapi dengan pemberat (sistem katrol), kemudian
berkembang dengan menggunakan teknologi canggih dengan cara melakukan
pengeboran sumur-sumur hingga kedalaman ratusan meter.
Dalam usaha untuk mendapatkan air tanah, kegiatan penyelidikan melalui
permukaan tanah atau bawah tanah haruslah dilakukan, agar bisa diketahui ada
atau tidaknya lapisan batuan penyimpan air (akuifer), ketebalan dan
kedalamannya serta untuk mengambil contoh air untuk dianalisis kualitas airnya.
Meskipun air tanah tidak dapat secara langsung diamati melalui permukaan bumi,
penyelidikan permukaan tanah merupakan awal penyelidikan yang cukup penting,
paling tidak dapat memberikan suatu gambaran mengenai lokasi keberadaan air
tanah tersebut.
Beberapa metode penyelidikan permukaan tanah yang dapat dilakukan,
diantaranya : metode geologi, metode gravitasi, metode geomagnet, metode
seismik, dan metode geolistrik. Dari metode-metode tersebut, metode geolistrik
merupakan metode yang banyak sekali digunakan dan hasilnya cukup baik dalam
pencarian air tanah (Bisri,1991).
Tidak meratanya sumber air tanah di Desa Sumberkulon menjadi fenomena yang
menarik untuk diselidiki. Di desa tersebut, perbedaan kedalam sumur
konvensional warga untuk mendapatkan air bersih sangat bervariasi. Ketika satu
sumur warga kedalamannya hanya 7 meter sudah mendapatkan air, sumur lainnya
bisa hingga belasan bahkan hingga 20-an meter baru mendapatkan air. Padahal,
ditinjau dari morfologi wilayahnya, Desa Sumberkulon Kecamatan Jatitujuh
Majalengka merupakan daerah pedataran yang sangat luas, yang ditanami dengan
persawahan dan pemukiman. Untuk mengetahui penyebab ketidakmerataan
sebaran air tanah tersebut, perlu dilakukan penelitian geofisika untuk meneliti
struktur bawah permukaan di desa tersebut.

1.2.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari Penelitian ini ialah untuk mendapatkan penampang sebaran

harga resistivitas bawah permukaan di Desa Sumberkulon, Majalengka. Adapun


maksud dari penelitian ini dalah untuk mengetahui letak dan posisi akuifer dari
hasil penampang sebaran nilai resistivitas bawah permukaan.
1.3.

Waktu dan Tempat Penelitian


Daerah penelitian berada di Desa Sumberkulon Kec. Jatitujuh Kab.
Majalengka

Gambar 1.3.1 Daerah penelitian berada di bagian utara dari Kabupaten


Majalengka yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Indramayu (Google
Earth 2016)

Daerah penelitian berada di Desa Sumberkulon Kec. Jatitujuh Kab.


Majalengka. Penelitian ini dilakukan selama 2 bulan, yaitu April-Mei 2016
dengan akuisisi data dilakukan selama dua hari di awal waktu tersebut.

1.4.

Hasil Penelitian
Hasil penelitian yaitu berupa penampang sebaran nilai resistivitas 2D

yang dapat mendeskripsikan kondisi atau struktur geologi di bawah permukaan


tanah setiap lintasan pengukuran.
1.5.

Manfaat Penelitian
Bagi Peneliti
- Menambah pemahaman dalam analisis akuifer secara geologi dan
-

geofisika.
Mendapatkan pengalaman dalam akuisisi, pengolahan, dan interpretasi

metode geolistrik resistivitas 2D.


Mendapatkan pengalaman nyata tentang pekerjaan geofisika di

lapangan.
Bagi Institusi
- Menambah koleksi data penelitian dari daerah Sumberkulon,
-

Kecamatan Jatitujuh, Kabupaten Majalengka.


Menjalankan pengabdian kepada masyarakat

sebagai

bentuk

perwujudan dari salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi.


Bagi Masyarakat
- Mengetahui tentang penyebab berbedanya kedalaman sumur air tanah
secara ilmiah.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Air Tanah dan Akuifer


Airtanah atau air bawah permukaan adalah batasan yang digunakan untuk

menggambarkan semua air yang ditemukan di bawah permukaan tanah.


Keberadaan airtanah dikontrol oleh sejarah dan kondisi geologi, deliniasi dan
kondisi batas tanah dan formasi batuan di suatu wilayah dimana air mengalami
perkolasi. Faktor lain yang berpengaruh adalah aktivitas dan iklim lingkungan
sekitarnya, baik secara alami maupun dipengaruhi oleh manusia. Jika airtanah
tersebut secara ekonomi dapat dikembangkan dan jumlahnya mencukupi untuk
keperluan manusia, maka formasi atau keadaan tersebut dinamakan lapisan
pembawa air atau akuifer baik berupa formasi tanah, batuan atau keduanya.
Menurut Hendra Bakti, air tanah merupakan air yang tersimpan dibawah
permukaan

tanah

dan

pergerakannya

mengikuti

hukum-hukum

fluida.

Keberadaanya di alam sangat tergantung dari ada tidaknya batuan yang dapat
menyimpan dan meloloskan air dalam jumlah yang bearti atau dalam hal ini
disebut sebagai akuifer secara alami tidak semua batuan dapat bertindak sebagai
akuifer mengingat akan sangat bergantung pada ruang antar butiran (pori-pori
batuan) dan permeabilitasnya. Tentunya batu pasir atau batuan sedimen berbutir
kasar memiliki persyaratan untuk itu, terutama batuan-batuan yang belum
terkompakan (unconsolidatet rock), karena itu juga sangat tergantung pada umur
batuan.
Secara umum dalam ilmu hidrogeologi, akifer merupakan suatu
batuan/formasi yang mempunyai kemampuan menyimpan dan mengalirkan
airtanah dengan jumlah yang berarti (significant). Batuan-batuan yang berumur
tua biasanya telah mengalami kompaksi dan sementasi sehingga ruang antar
butiran menjadi rapat termampatkan, menyebabkan tidak bisa menampung dan
meloloskan air dalam jumlah banyak dan bahkan menjadi kedap air
(impermeable). Dengan kata lain permeablitas dan porositasnya kecil demikian
juga halnya dengan batuan beku dan batuan metamorfik. Pada zona-zona seperti
ini sangat sulit sekali diharapkannya ada air tanah kecuali batuan-batuan tersebut
4

banyak mengandung rekahan (fracture) yang selanjutnya disebut sebagai akuifer


rekahan (fracture akuifer). Rekahan dapat disebabkan oleh tiga kemungkinan
yaitu:

Pendinganan yang berlangsung pada saat pembentukan batuan,


Erosi batuan dan pelepasan tekanan dari overburden,
Efek struktur regional (flexing and faulting).

Menurut Kruseman dan deRieder, 1994. Berdasarkan sifat fisik dan


kedudukannya dalam kerak bumi, akifer dapat dibedakan menjadi tiga jenis,
yaitu:

Akuifer bebas, yaitu akuifer tak tertekan (unconfined aquifer) dan


merupakan airtanah dangkal (umumnya <20 m), umum dijumpai pada
daerah endapan aluvial. Airtanah dangkal adalah airtanah yang paling
umum dipergunakan sebagai sumber airbersih oleh penduduk di
sekitarnya.

Akuifer setengah tertekan, disebut juga akuifer bocor (leaky aquifer),


merupakan akuifer yang ditutupi oleh lapisan akuitard (lapisan setengah
kedap) di bagian atasnya, dapat dijumpai pada daerah volkanik (daerah
batuan tuf).

Akuifer tertekan (confined aquifer), yaitu akifer yang terletak di antara


lapisan kedap air (akuiklud), umumnya merupakan airtanah dalam
(umumnya > 40 m) dan terletak di bawah akifer bebas. Airtanah dalam
adalah airtanah yang kualitas dan kuantitasnya lebih baik daripada airtanah
dangkal, oleh karenanya umum dipergunakan oleh kalangan industri
termasuk di dalamnya kawasan pertambangan (Iskandarsyah, 2008).

Gambar 2.1.1 Ilustrasi tiga jenis akuifer menurut kruseman dan deRieder, 1994

Struktur geologi sangat berpengaruh terhadap arah gerakan air tanah, tipe
dan potensi akuifer. Stratigrafi yang tersusun atas beberapa lapisan batuan akan
berpengaruh terhadap akuifer, kedalaman dan ketebalan akuifer, serta kedudukan
air tanah. Jenis dan umur batuan juga berpengaruh terhadap daya hantar listrik,
dan dapat menentukan kualitas air tanah. Pada mulanya air memasuki akuifer
melewati daerah tangkapan (recharge area) yang berada lebih tinggi daripada
daerah buangan (discharge area).
Daerah tangkapan biasanya terletak di gunung atau pegunungan dan
daerah buangan terletak di daerah pantai. Air tersebut kemudian mengalir
kebawah karena pengaruh gaya gravitasi melalui pori-pori akuifer. Air yang
berada dibagian bawah akuifer mendapat tekanan yang besar oleh berat air
diatasnya, tekanan ini tidak dapat hilang atau berpindah karena akuifer terisolasi
oleh akiklud diatas dan dibawahnya, yaitu lapisan yang impermeabel dengan
konduktivitas

hidrolik

sangat

kecil

sehingga

tidak

memungkinkan

air

melewatinya. Jika sumur di bor hingga confined aquifer, maka air akan memancar
ke atas melawan gaya gravitasi bahkan hingga mencapai permukaan tanah. Sumur
yang airnya memancar keatas karena tekanannya sendiri di sebut sumur artesis
(Wuryantoro, 2007).

2.2.

Metoda Geolistrik (Resistivitas)


Metode geolistrik merupakan salah satu metode Geofisika untuk

mengetahui perubahan tahanan jenis lapisan batuan di bawah permukaan tanah


dengan cara mengalirkan arus listrik DC yang mempunyai tegangan tinggi ke
dalam tanah. Injeksi arus listrik ini menggunakan 2 buah elektroda arus A dan B
yang ditancapkan ke dalam tanah dengan jarak tertentu. Semakin panjang jarak
elektroda AB akan meyebabkan aliran arus listrik bisa menembus lapisan batuan
lebih dalam. Dengan adanya aliran arus listrik tersebut maka akan menimbulkan
tegangan listrik dalam tanah. Tegangan listrik yang terjadi di permukaan tanah
diukur dengan menggunakan multimeter yang terhubung melalui 2 buah
elektroda tegangan M dan N yang jaraknya lebih pendek dari jarak elektroda
AB. Bila posisi jarak elektroda AB diubah menjadi lebih besar maka tegangan
listrik yang terjadi pada elektroda MN ikut berubah sesuai dengan informasi jenis
batuan yang ikut terinjeksi arus listrik pada kedalaman yang lebih besar (Broto
dan Afifah, 2008).
Arus listrik adalah gerak muatan negatif (elektroda) pada materi dalam
proses mengatur diri menuju ke arah kesetimbangan. Peristiwa ini terjadi bila
materi mengalami gangguan karena adanya medan listrik. Bila medan listrik
arahnya selalu tetap menuju ke satu arah, maka arus listrik yang mengalir akan
tetap juga arahnya dan begitu juga dengan sebaliknya. Metode geolistrik
mengalirkan arus DC ke dalam bumi dan akan mencatat nilai dari potensial listrik
serta akan menghitung nilai dari hambatan jenis dari suatu batuan. Potensial listrik
didefinisikan sebagai energi potensial persatuan muatan.
Metode resistivitas memanfaatkan sebuah sifat alami arus listrik di dalam
bumi berupa titik arus di dalam bumi yang akan mengalirkan arus ke segala arah
dan membentuk suatu permukaan bola dengan titik yang memiliki besar arus yang
sama disebut titik equipotensial. Parameter yang didapatkan setelah pengukuran
adalah tahanan jenis. Tahanan jenis merupakan besaran fisika yang berhubungan
dengan bagaimana suatu jenis bahan dalam melewatkan arus listrik yang
diberikan. Pengukuran geolistrik ini memiliki 2 jenis pengukuran yaitu :
7

1. Pengukuran sounding
Merupakan pengukuran geolistrik yang betujuan untuk mempelajari
variasi tahanan jenis lapisan bawah permukaan secara vertikal. Pengukuran
sounding dapat bersifa 1 dimensi dan 2 dimensi.
2. Pengukuran mapping
Meupakan pengukuran geolistrik yang bertujuan untuk mempelajari varasi
tahanan jenis lapisan bawah permukaan secara lateral. Pengukuran mapping ini
biasanya dilakukan untuk pemetaan struktur bawah permukaan.
Asumsi dasar Dalam melakukan pengukuran geolistrik tahanan jenis
adalah sebagai berikut :
1. Di bawah permukaan tanah terdiri dari lapisan - lapisan dengan ketebalan
tertentu kecuali lapisan terbawah mempunyai ketebalan tak terhingga.
2. Bidang batas antar lapisan horizontal.
3. Setiap lapisan dianggap homogen isotropis.
4. Sebaran arus dibawah permukaan

seperti bola atau dalam koordinat

spheris.
Prinsip dasar dari pengukuran geolistrik ini adalah dengan memanfaatkan
hukum-hukum fisika dalam dunia kelistrikan. Apabila arus diinjeksikan kedalam
bumi maka rapat arus listrik akan menembus suatu luasan permukaan yang
dirumuskan :
I=

J .
A

Dan berdasarkan hukum ohm :


J =
E

Di mana :
J

= rapat arus (A/m2)


E = medan listrik (V/m)

= konduktivitas ( S/m)

= luasan permukaan ( m 2 )

medan listrik dapat dinyatakan dalam gradien tegangan maka dapat


dirumuskan bahwa medan listrik ,

E= V
Karena sebaran rapat arus yang menyebar ke segala arah maka
J = V

serta persamaan

. ( V )=0 . Maka dengan melakukan

subtitusi pada persamaan-persamaan diatas maka akan didapatkan fungsi


harmonik dalam bentuk persamaan laplacian :
2 V =0
Dimana :
V = potensial skalar ( volt )
Pada pengukuran tahanan jenis apabila diletakan elektroda diatas
permukaan lapisan batuan dan dilakukan penginjeksian arus seperti gambaran
berikut :

Gambar 2.2.1 Dua sumber arus pada permukaan medium


homogen isotropis (Telford, 1990)

Maka arus akan menyebar kesegala arah secara merata dan garis
ekuipotensialnya akan berbentuk setengah bola dengan mengasumsikan bahwa

konduktifitas udara adalah nol. Maka dari itu fungsi laplacian nya hanya
bergantung pada variabel r dengan persamaan :
dV
dr
)=0
1 d
2
V= 2

r dr
r2

Sehingga :
dV A
=
dr r 2
Kemudian dengan melakukan pengintegralan maka aka dihasilkan
persamaan :
V=

A
+B
r

di mana A dan B adalah konstanta yang diperoleh dari syarat batasV = 0


dan r maka B = 0
dari persamaan I =

J .
A , karena arus tersebar merata kesemua

permukaan berbentuk setengah lingkaran maka :


I =2 r 2 J =2 r 2

dV
=2 A
dr

Sehingga nilai A :
A=

Dan

V=

I
2

A
+ B , dengan B =0 , maka setelah A disubtitusikan
r

persmaan menjadi :
=
Dimana : I = arus listrik ( ampere)

10

2 rV
I

V= potensial skalar (vol )


=tahanan jenis(ohm . m)
2 r =k=faktor geometri
Ketika diletakan elektroda potensial dan arus yang disusun sedemikian
rupa, dan Jika sumber elektroda arus di C 1 dan C2, nilai potensial di titik P1 akibat
arus dari C1 adalah :
V

1=

A1
r1

, di mana

1=

I
2

Di mana jarak r1 = jarak elektroda C1 ke P1, sedangkan nilai potensial di


titik P1 akibat arus dari C2 adalah :
V

2=

A2
r2

, di mana

2=

I
2

=A 1

Di mana r2 = jarak elektroda C2 ke P1, dengan demikian besarnya potensial


di titik P1 adalah :
V 1 + V 2=

I 1 1

2 r1 r2

Sehingga kita dapat mengukur perbedaan potensial antara P1 dan P2, yaitu :
=

V
I

[( ) ( )]
1 1
1 1

r1 r2
r3 r 4

Nilai dari tiap-tiap r didapatkan berdasarkan jenis konfigurasi yang


digunakan. Berikut jenis konfigurasi pada metode tahanan jenis :
1. Konfigurasi wenner
Konfigurasi wenner merupakan konfigurasi geolistrik yang bersifat
sounding. Pada konfigurasi spasi antara elektroda potensial dan arus sama.
Konfigurasi wenner terbagi 3 yaitu wenner alfa, wenner beta dan wenner gamma.

11

Perbedaannya adalah pada susunan antara elektroda potensial dan arus. Berikut
adalah susunan elektroda konfigurasi wenner.

Gambar2.2.2 Konfigurasi Wenner

Dengan menggunakan rumus :


=

V
I

([ r1 r1 )( r1 r1 )]
1

Lalu masukan niali tiap-tiap r maka:


=

V
(2 a)
I

2. Konfigurasi Schlumberger
Merupakan konfigurasi geolistrik yang bersifat sounding sama seperti
wenner . pada konfigurasi schlumberger ini spasi antara elektroda arus dipisahkan
sejauh na dan spasi elektroda antara arus dan potensial jarak nya tetap sampai
overlap.

12

Gambar 2.2.3 Konfigurasi Schlumberger

Dengan menggunakan rumus yang sama seperti konfigurasi wenner maka:

V
{a ( n+1 )( n+ 2 ) }
I

3. Konfigurasi dipole-dipole
Merupakan konfigurasi geolistrik yang bersifat mapping. Konfigurasi
dipole-dipole jarak spasi elektroda antar elektroda arus dan potensial dipisahkan
sejauh na. konfigurasi dipole-dipole ini memiliki penetrasi kedalaman dengan
resolusi yang bagus lebih dalam daripada konfigurasi wenner dan schlumberger.
Berikut susunan elektrodannya :

Gambar 2.2.4 Konfigurasi Dipol-Dipol

13

Berikut rumusannya:
=

V
{a(n) ( n+1 )( n+ 2 ) }
I

Dimensi pengukuran:

1 Dimensi
Pengukuran 1 dimensi ini disebut VES (vertical electrical sounding). VES

merupakan suatu metode yang mempelajari variasi resistivitas batuan dibawah


permukaan bumi secara vertikal. Pengukuran resitivitas suatu titik sounding
dilakukan dengan jalan mengubah jarak electrode secara sembarang tetapi mulai
dari jarak electrode kecil kemudian membesar secara gradual. Jarak antar
elektrode ini sebanding dengan kedalaman lapisan batuan yang terdeteksi. Makin
besar jarak elektrode maka makin dalam lapisan batuan yang dapat diselidiki.
Pengukuran VES dilakukan dengan menggunakan 4 buah elektroda, yakni 2
elektroda arus dan 2 elektroda potensial. Pada media tersebut kemudian
diinjeksikan arus dan diukur arus maupun potensialnya.

2 dimensi
Pengukuran 2 dimensi ini merupakan pengukuran yang menampilkan

penampang 2 dimensi saat pengolahan datanya. Dalam pengukuran 2 dimensi ini


dapat dilakukan secara mapping dan sounding. Pengukuran mapping berarti
menggunakan konfigurasi dipole-dipole sedangkan pengukuran sounding
menggunakan konfigurasi schlumberger dan wenner. Dalam melakukan
pengukuran ditentukan dahulu panjang lintasan dan elektroda yang dipakai serta
spasi. Spasi yang diberikan jang terlalu jauh Karena akan membuat resolusi
menjadi buruk. Pengolahan data 2 dimensi sendiri dilakukan di software
Res2Dinv untuk mendapatkan model penampang. Model dikatakan bagus jika
model resistivity terukur dan terhitung memiliki bentuk yang hamper mirip.

14

3 dimensi
Pengukuran

dimensi

ini

merupakan

jenis

pengukuran

yang

menggabungkan data 2 dimensi dan kemudian dilakukan interpolasi secara


manual untuk mendapatkan penam 3 dimensinya.
Untuk membuat model 3 dimensi pada pengukurannya lintasan
pengukuran memiliki jarak dekat antar lintasannya sehingga atau antar lintasan
dapat memotong lintasan lainnya atau bisa juga berbentuk looping.

Seperti

gambaran berikut :
Lintasan
1
Lintasan
4

Lintasan
2

Lintasan
Gambar 2.2.5 Skema Lintasan Pengukuran
3D dengan cara looping
3

Interpolasi antar lintasan dapat dilakukan pada banyak software seperti


voxler, oasis montaj dan lain sebagainya dengan teknik-teknik interpolasi tertentu.

15

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.

Akuisisi Data

3.1.1. Peralatan

Resistivity Meter Naiura NRD-300HF 1 Unit

Gambar 3.1.1. Resistivitymeter Naniura NRD 300HF

Switch Box untuk pengukuran multichannel 1 Unit

Gambar 3.1.2. Switch Box 14 channel

Elektroda stainless steel 42 buah


GPS Garmin 62CSX
Accumulator
Kabel gulung untuk 41 elektroda maksimal
Kompas Bidik Sunto
Palu
Payung

3.1.2. Pembentangan Lintasan


16

Sebelum dilakukan pengukuran, metode geolistrik 2 Dimensi harus


melalui perintisan lintasan terlebih dahulu. Lintasan sebelumnya
diperkirakan terlebih dahulu lokasinya dengan menggunakan peta
topografi dan citra satelit (Google Earth). Dari hasil menganalisis lokasi
melalu peta topografi dan satelit, lokasi-loksi tersebut di-survei secara
langsung di lapangan, sekaligus mengurus perizinan dengan aparat
setempat. Setelah dilakukan survei lapangan untuk menentukan lokasi
serta panjangan bentangan serta pengurusan perizinan, langkah selanjutnya
adalah eksekusi membentang lintasan dan menebar elektroda.
Lintasan yang kami dapatkan setelah survei ada 3, mengingat
terbatasnya waktu pengukuran. Lintasan 1 memiliki bentangan sepanjang
360 meter (arah : barat-timur, spasi antar elektroda 9m), lintasan 2
sepanjang 154 meter (utara-selatan, spasi antar elektroda 7m), dan lintasan
3 sepanjang 360 meter (utara-selatan, spasi antar elektroda 9m). Lintasan 2
berada di daerah yang warganya sulit mendapatkan air tanah (sulit dalam
arti harus melakukan pemboran yang dalam). Lintasan 1 dan 3 berada di
daerah yang warganya hanya perlu membuat sumur sedalam 7-15 meter
untuk mendapatkan air tanah.
LINTASAN
LINTASAN

LINTASAN

Gambar 3.1.3. Sketsa lintasan

17

(a)

(b)

(c)

Gambar 3.1.4. proses pembentangan lintasan


(a) pengukuran arah dan jarak
(b) dan (c) pemasangan elektroda

18

3.1.3. Pengukuran
Pengukuran dilakukan dengan metoda geolistrik resistivitas 2D
konfigurasi dipole-dipole. Konfigurasi dipole-dipole dipilih dengan alasan
lebih efisien dalam hal resolusi data baik secara lateral maupun vertikal.
Hal tersebut dinilai baik karena yang akan dicari permasalahannya di
penelitian ini adalah berbedanya kedalaman akuifer di wilayah yang
berdekatan dalam satu desa. Ini berarti yang harus didapatkan adalah
resolusi yang baik akan penampang perbedaan resistivitas secara lateral
dan vertikal sekaligus. Pengukuran dilakukan di tiga lintasan, pertama saat
pagi hari (cerah) di lintasan 1, siang hari (cerah) di lintasan 2, dan sore hari
(hujan ringan) di lintasan 3.

Gambar 3.1.5. proses pengukuran nilai tegangan

Keluaran dari pengukuran ini adalah nilai tegangan bawah


permukaan.

3.2.

Pengolahan Data
Pengolahan data hasil pengukuran dilakukan dengan menggunakan
perangkat lunak komputer Res2dinv. Tujuan dari proses pengolahan ini
adalah untuk membuat model penampang distribusi harga resistivitas dari
variasi nilai tegangan hasil dari pengukuran. Langkah yang dilakukan
adalah dengan melakukan proses load data. Proses ini dilakukan dengan
memilih menubar FILE lalu pilih read data file. Setelah data berhasil di
load, lanjutkan proses processing dengan melakukan inversi. Pada
menubar INVERSION pilih least square inversion masukan nama file
19

hasil inversi dengan ekstensi (.inv). Selanjutkan akan muncul nilai


resistivity hasil inversi beserta jumlah inversi dan besar RMS error yang
didapatkan. Jika RMS error yang didapat masih cukup besar kita dapat
memperbanyak jumlah iterasi atau mengedit beberapa data yang buruk.
Editing data dapat dilakukan pada menubar EDIT kemudian pilih
exterminate bad datum points.
Dari jendela exterminate bad datum points, datum dengan
tingkat penyimpangan yang dianggap besar dihilangkan. Proses pemilihan
datum yang dihilangkan harus dilakukan dengan sangat hati-hati karena
datum yang dihilangkan bisa saja memang error atau mungkin memang
anomali. Setelah kualitas data dinilai sudah cukup baik, hal yang
dilakukan selanjutnya hanyalah menampilkan hasil dengan pewarnaan
skala kontur yang sama antara satu lintasan dengan lintasan lainnya.

20

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Tabel Data
Data Lintasan 1
Lampiran 1
Data Lintasan 2
Lampiran 2
Data Lintasan 3
Lampiran 3

21

2. Model Penampang Resistivitas


1. Lintasan 1
Timur
Barat

Gambar 4.2.1. Penampang resistivitas lintasan 1


Lapisan akuifer (pasir)
Lapisan semi kedap air (pasirlempung)
Lapisan kedap air (pasirlempung dan kerikil,
batuan rombakan)

2. Lintasan 2
Selatan
Utara

Gambar 4.2.2. Penampang resistivitas lintasan 2


Lapisan akuifer (pasir)
Lapisan semi kedap air (pasirlempung)
Lapisan kedap air
(lempung)
22

Lapisan kedap air (pasirlempung dan kerikil,


batuan rombakan)

3. Lintasan 3
Selatan
Utara

Gambar 4.2.3. Penampang resistivitas lintasan 3


Lapisan akuifer (pasir)
Lapisan semi kedap air (pasirlempung)
Lapisan kedap air
Lapisan kedap air (pasir(lempung)
lempung dan kerikil,
batuan rombakan)

3. Interpretasi
Hasil dari inversi resistivitas 2 dimensi pada lintasan 1
menunjukkan adanya lapisan kedap air berbentuk seperti mangkuk
digambarkan dengan rentang nilai resistivitas lebih dari 37 Ohm m dan
diperkirakan lapisan batuannya adalah batulempung serta batuan
rombakan seperti kerikil. Di atas lapisan tersebut terdapat lapisan dengan
harga reisistivitas 1-7 Ohm m yang berasosiasi dengan lapisan pembawa
air atau akuifer dengan batuannya diperkirakan adalah batupasir. Di antara
lapisan akuifer dan lapisan kedap air, terdapat lapisan dengan harga
resistivitas antara 7-30 Ohm m. Diperkirakan lapisan ini adalah lapisan
23

transisi batupasir ke batulempung atau sering disebut dengan lempungpasiran yang memiliki sifat semi akuifer. Berdasarkan jenis-jenis akuifer
menurut kruseman dan deRieder (1994), jenis akuifer yang tergambarkan
oleh penampang resistivitas lintasan 1 adalah jenis akuifer bebas
(unconvined aquifer) karena dangkal dan tertutupi oleh lapisan aluvial
yang menyerap air.
Sementara itu, pada penampang di lintasan 2 yang terletak di
daerah sulit air, terlihat bahwa adanya lapisan seperti barrier dengan nilai
resistivitas lebih dari 37 Ohm m di bagian selatan lintasan (kedalaman 120 m). Lapisan ini memanjang ke bagian utara lintasan dengan bentuk
seperti antiklin namun pada baian tengah dan utaranya ketebalannya
berkurang (dari awalnya sekitar 20m menjadi 5m hingga 10m). Hal ini
secara tidak langsung menunjukkan bahwa akuifer di daerah lintasan 1
berbeda dengan lintasan 2 karena dibatasi oleh lapisan penahan tersebut.
Lapisan penahan ini pada bagian tengahnya menunjukkan nilai resistivitas
yang mengecil daripada bagian selatannya. Ini menunjukan mungkin
lapisan ini masih dapat dilalui oleh air atau bersifat akuitard. Di bawah
lapisan tersebut masih terdapat lapisan dengan nilai resistivitas 1-7 Ohm m
di kedalaman 20-30 meter. Akuifer seperti ini dapat menjadi akuifer
setengah tertekan ataupun akuifer tertekan tergantung pada lapisan
penahannya, apakah kedap air atau tidak. Dan akuifer tersebut tidak
berhubungan dengan akuifer di bagian selatannya.
Pada lintasan 3 hasil penampangnya

berkorelasi

dengan

penampang pada lapisan 1 dimana terlihat adanya bentuk seperti antiklin


yang mewadahi akuifer. Akuifer pada lintasan tiga ini berjenis akuifer
tidak tertekan (unconfined aquifer).

24

BAB V
PENUTUP

KESIMPULAN
Dari pembahasan hasil penelitian pada bab IV, dapat disimpulkan bahwa

Sebaran nilai resistivitas lapisan bawah permukaan di Desa Sumber Kulon


dapat didistribusikan dalam 3 rentang, yaitu 0-7 Ohm m yang berasosiasi
dengan lapisan basah (akuifer), 7-37 Ohm m yang berasosiasi dengan
lapisan peralihan, dan 37 Ohm ke atas yang berasosiasi dengan lapisan
kedap air.

Dalam satu wilayah, desa Sumber Kulon, Majalengka, memiliki akuifer


yang berbeda-beda yaitu akuifer tidak tertekan di bagian selatan, serta
akuifer setengah tertekan di bagian utara.

25

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M.N., Zaari, Supoyo, 2003. Eksplorasi, eksploitasi Sumber Daya Mineral Air
Bawah Tanah : Studi Kasus Di Kawasan Industri Pasuruan Jawa Timur.
Proceedings of Joint The 32 nd IAGI dan The 28 th HAGI Annual Convention and
Exhibition.
Grant, F.S., & West, G.F., 1969, Interpretation Theory in Applied Geophysic, New York,
Mc. Graw Hill, Inc.
Halik, Gusfan & S, Jojok w. 2008. Pendugaan Potensi Air Tanah dengan Metode
Geolistrik Konfigurasi Schlumberger di Kampus Tegal Boto Universitas Jember.
Media Teknik Sipil-Juli 2008 (hal 109-114).
K. Vozoff. Electromagnetic Methods In Applied Geophysics. Engineering Geoscience,
University of California, Berkeley, U.S.A.
Ludwig Rebecca, Holger Gerhards, Patrick Klenk Ute Wollschlager, Jens. Petunjuk
Workshop Geofisika, 1992, Laboratorium Geofisika Jurusan Fisika, FMIPA UGM,
Yogyakarta.
Nostrand. 1966. Interpretation of Resistivity Data. Washington: Geological Survey.
Prasetyo, Ardi, dkk. Monitoring Pola Persebaran Lindi Menggunakan Metode Geolistrik
Wenner-Schlumberger.
Sartono. 1998. Geofisika Eksplorasi. Jakarta : Dewan Riset Nasional
Telford, W.M. 1996. Applied Geophysics Second Edition. Australia: Cambridge
University Press.

26

LAMPIRAN 1

LAMPIRAN 1

LAMPIRAN 2

LAMPIRAN 2

LAMPIRAN 3

LAMPIRAN 3

LAMPIRAN 3

LAMPIRAN 3

LAMPIRAN 3

LAMPIRAN 3

Anda mungkin juga menyukai