Oleh :
ACHMAD WAHYU PRATAMA
140710130042
DEPARTEMEN GEOFISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2016
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Air tanah merupakan salah satu sumber kebutuhan air bersih bagi kehidupan
makhluk di muka bumi. Usaha pemanfaatan dan pengembangan air tanah telah
dilakukan sejak dahulu. Dimulai menggunakan timba yang ujungnya diikat pada
bambu kemudian dilengkapi dengan pemberat (sistem katrol), kemudian
berkembang dengan menggunakan teknologi canggih dengan cara melakukan
pengeboran sumur-sumur hingga kedalaman ratusan meter.
Dalam usaha untuk mendapatkan air tanah, kegiatan penyelidikan melalui
permukaan tanah atau bawah tanah haruslah dilakukan, agar bisa diketahui ada
atau tidaknya lapisan batuan penyimpan air (akuifer), ketebalan dan
kedalamannya serta untuk mengambil contoh air untuk dianalisis kualitas airnya.
Meskipun air tanah tidak dapat secara langsung diamati melalui permukaan bumi,
penyelidikan permukaan tanah merupakan awal penyelidikan yang cukup penting,
paling tidak dapat memberikan suatu gambaran mengenai lokasi keberadaan air
tanah tersebut.
Beberapa metode penyelidikan permukaan tanah yang dapat dilakukan,
diantaranya : metode geologi, metode gravitasi, metode geomagnet, metode
seismik, dan metode geolistrik. Dari metode-metode tersebut, metode geolistrik
merupakan metode yang banyak sekali digunakan dan hasilnya cukup baik dalam
pencarian air tanah (Bisri,1991).
Tidak meratanya sumber air tanah di Desa Sumberkulon menjadi fenomena yang
menarik untuk diselidiki. Di desa tersebut, perbedaan kedalam sumur
konvensional warga untuk mendapatkan air bersih sangat bervariasi. Ketika satu
sumur warga kedalamannya hanya 7 meter sudah mendapatkan air, sumur lainnya
bisa hingga belasan bahkan hingga 20-an meter baru mendapatkan air. Padahal,
ditinjau dari morfologi wilayahnya, Desa Sumberkulon Kecamatan Jatitujuh
Majalengka merupakan daerah pedataran yang sangat luas, yang ditanami dengan
persawahan dan pemukiman. Untuk mengetahui penyebab ketidakmerataan
sebaran air tanah tersebut, perlu dilakukan penelitian geofisika untuk meneliti
struktur bawah permukaan di desa tersebut.
1.2.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari Penelitian ini ialah untuk mendapatkan penampang sebaran
1.4.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian yaitu berupa penampang sebaran nilai resistivitas 2D
Manfaat Penelitian
Bagi Peneliti
- Menambah pemahaman dalam analisis akuifer secara geologi dan
-
geofisika.
Mendapatkan pengalaman dalam akuisisi, pengolahan, dan interpretasi
lapangan.
Bagi Institusi
- Menambah koleksi data penelitian dari daerah Sumberkulon,
-
sebagai
bentuk
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
tanah
dan
pergerakannya
mengikuti
hukum-hukum
fluida.
Keberadaanya di alam sangat tergantung dari ada tidaknya batuan yang dapat
menyimpan dan meloloskan air dalam jumlah yang bearti atau dalam hal ini
disebut sebagai akuifer secara alami tidak semua batuan dapat bertindak sebagai
akuifer mengingat akan sangat bergantung pada ruang antar butiran (pori-pori
batuan) dan permeabilitasnya. Tentunya batu pasir atau batuan sedimen berbutir
kasar memiliki persyaratan untuk itu, terutama batuan-batuan yang belum
terkompakan (unconsolidatet rock), karena itu juga sangat tergantung pada umur
batuan.
Secara umum dalam ilmu hidrogeologi, akifer merupakan suatu
batuan/formasi yang mempunyai kemampuan menyimpan dan mengalirkan
airtanah dengan jumlah yang berarti (significant). Batuan-batuan yang berumur
tua biasanya telah mengalami kompaksi dan sementasi sehingga ruang antar
butiran menjadi rapat termampatkan, menyebabkan tidak bisa menampung dan
meloloskan air dalam jumlah banyak dan bahkan menjadi kedap air
(impermeable). Dengan kata lain permeablitas dan porositasnya kecil demikian
juga halnya dengan batuan beku dan batuan metamorfik. Pada zona-zona seperti
ini sangat sulit sekali diharapkannya ada air tanah kecuali batuan-batuan tersebut
4
Gambar 2.1.1 Ilustrasi tiga jenis akuifer menurut kruseman dan deRieder, 1994
Struktur geologi sangat berpengaruh terhadap arah gerakan air tanah, tipe
dan potensi akuifer. Stratigrafi yang tersusun atas beberapa lapisan batuan akan
berpengaruh terhadap akuifer, kedalaman dan ketebalan akuifer, serta kedudukan
air tanah. Jenis dan umur batuan juga berpengaruh terhadap daya hantar listrik,
dan dapat menentukan kualitas air tanah. Pada mulanya air memasuki akuifer
melewati daerah tangkapan (recharge area) yang berada lebih tinggi daripada
daerah buangan (discharge area).
Daerah tangkapan biasanya terletak di gunung atau pegunungan dan
daerah buangan terletak di daerah pantai. Air tersebut kemudian mengalir
kebawah karena pengaruh gaya gravitasi melalui pori-pori akuifer. Air yang
berada dibagian bawah akuifer mendapat tekanan yang besar oleh berat air
diatasnya, tekanan ini tidak dapat hilang atau berpindah karena akuifer terisolasi
oleh akiklud diatas dan dibawahnya, yaitu lapisan yang impermeabel dengan
konduktivitas
hidrolik
sangat
kecil
sehingga
tidak
memungkinkan
air
melewatinya. Jika sumur di bor hingga confined aquifer, maka air akan memancar
ke atas melawan gaya gravitasi bahkan hingga mencapai permukaan tanah. Sumur
yang airnya memancar keatas karena tekanannya sendiri di sebut sumur artesis
(Wuryantoro, 2007).
2.2.
1. Pengukuran sounding
Merupakan pengukuran geolistrik yang betujuan untuk mempelajari
variasi tahanan jenis lapisan bawah permukaan secara vertikal. Pengukuran
sounding dapat bersifa 1 dimensi dan 2 dimensi.
2. Pengukuran mapping
Meupakan pengukuran geolistrik yang bertujuan untuk mempelajari varasi
tahanan jenis lapisan bawah permukaan secara lateral. Pengukuran mapping ini
biasanya dilakukan untuk pemetaan struktur bawah permukaan.
Asumsi dasar Dalam melakukan pengukuran geolistrik tahanan jenis
adalah sebagai berikut :
1. Di bawah permukaan tanah terdiri dari lapisan - lapisan dengan ketebalan
tertentu kecuali lapisan terbawah mempunyai ketebalan tak terhingga.
2. Bidang batas antar lapisan horizontal.
3. Setiap lapisan dianggap homogen isotropis.
4. Sebaran arus dibawah permukaan
spheris.
Prinsip dasar dari pengukuran geolistrik ini adalah dengan memanfaatkan
hukum-hukum fisika dalam dunia kelistrikan. Apabila arus diinjeksikan kedalam
bumi maka rapat arus listrik akan menembus suatu luasan permukaan yang
dirumuskan :
I=
J .
A
Di mana :
J
E = medan listrik (V/m)
= konduktivitas ( S/m)
= luasan permukaan ( m 2 )
E= V
Karena sebaran rapat arus yang menyebar ke segala arah maka
J = V
serta persamaan
Maka arus akan menyebar kesegala arah secara merata dan garis
ekuipotensialnya akan berbentuk setengah bola dengan mengasumsikan bahwa
konduktifitas udara adalah nol. Maka dari itu fungsi laplacian nya hanya
bergantung pada variabel r dengan persamaan :
dV
dr
)=0
1 d
2
V= 2
r dr
r2
Sehingga :
dV A
=
dr r 2
Kemudian dengan melakukan pengintegralan maka aka dihasilkan
persamaan :
V=
A
+B
r
J .
A , karena arus tersebar merata kesemua
dV
=2 A
dr
Sehingga nilai A :
A=
Dan
V=
I
2
A
+ B , dengan B =0 , maka setelah A disubtitusikan
r
persmaan menjadi :
=
Dimana : I = arus listrik ( ampere)
10
2 rV
I
1=
A1
r1
, di mana
1=
I
2
2=
A2
r2
, di mana
2=
I
2
=A 1
I 1 1
2 r1 r2
Sehingga kita dapat mengukur perbedaan potensial antara P1 dan P2, yaitu :
=
V
I
[( ) ( )]
1 1
1 1
r1 r2
r3 r 4
11
Perbedaannya adalah pada susunan antara elektroda potensial dan arus. Berikut
adalah susunan elektroda konfigurasi wenner.
V
I
([ r1 r1 )( r1 r1 )]
1
V
(2 a)
I
2. Konfigurasi Schlumberger
Merupakan konfigurasi geolistrik yang bersifat sounding sama seperti
wenner . pada konfigurasi schlumberger ini spasi antara elektroda arus dipisahkan
sejauh na dan spasi elektroda antara arus dan potensial jarak nya tetap sampai
overlap.
12
V
{a ( n+1 )( n+ 2 ) }
I
3. Konfigurasi dipole-dipole
Merupakan konfigurasi geolistrik yang bersifat mapping. Konfigurasi
dipole-dipole jarak spasi elektroda antar elektroda arus dan potensial dipisahkan
sejauh na. konfigurasi dipole-dipole ini memiliki penetrasi kedalaman dengan
resolusi yang bagus lebih dalam daripada konfigurasi wenner dan schlumberger.
Berikut susunan elektrodannya :
13
Berikut rumusannya:
=
V
{a(n) ( n+1 )( n+ 2 ) }
I
Dimensi pengukuran:
1 Dimensi
Pengukuran 1 dimensi ini disebut VES (vertical electrical sounding). VES
2 dimensi
Pengukuran 2 dimensi ini merupakan pengukuran yang menampilkan
14
3 dimensi
Pengukuran
dimensi
ini
merupakan
jenis
pengukuran
yang
Seperti
gambaran berikut :
Lintasan
1
Lintasan
4
Lintasan
2
Lintasan
Gambar 2.2.5 Skema Lintasan Pengukuran
3D dengan cara looping
3
15
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.
Akuisisi Data
3.1.1. Peralatan
LINTASAN
17
(a)
(b)
(c)
18
3.1.3. Pengukuran
Pengukuran dilakukan dengan metoda geolistrik resistivitas 2D
konfigurasi dipole-dipole. Konfigurasi dipole-dipole dipilih dengan alasan
lebih efisien dalam hal resolusi data baik secara lateral maupun vertikal.
Hal tersebut dinilai baik karena yang akan dicari permasalahannya di
penelitian ini adalah berbedanya kedalaman akuifer di wilayah yang
berdekatan dalam satu desa. Ini berarti yang harus didapatkan adalah
resolusi yang baik akan penampang perbedaan resistivitas secara lateral
dan vertikal sekaligus. Pengukuran dilakukan di tiga lintasan, pertama saat
pagi hari (cerah) di lintasan 1, siang hari (cerah) di lintasan 2, dan sore hari
(hujan ringan) di lintasan 3.
3.2.
Pengolahan Data
Pengolahan data hasil pengukuran dilakukan dengan menggunakan
perangkat lunak komputer Res2dinv. Tujuan dari proses pengolahan ini
adalah untuk membuat model penampang distribusi harga resistivitas dari
variasi nilai tegangan hasil dari pengukuran. Langkah yang dilakukan
adalah dengan melakukan proses load data. Proses ini dilakukan dengan
memilih menubar FILE lalu pilih read data file. Setelah data berhasil di
load, lanjutkan proses processing dengan melakukan inversi. Pada
menubar INVERSION pilih least square inversion masukan nama file
19
20
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Tabel Data
Data Lintasan 1
Lampiran 1
Data Lintasan 2
Lampiran 2
Data Lintasan 3
Lampiran 3
21
2. Lintasan 2
Selatan
Utara
3. Lintasan 3
Selatan
Utara
3. Interpretasi
Hasil dari inversi resistivitas 2 dimensi pada lintasan 1
menunjukkan adanya lapisan kedap air berbentuk seperti mangkuk
digambarkan dengan rentang nilai resistivitas lebih dari 37 Ohm m dan
diperkirakan lapisan batuannya adalah batulempung serta batuan
rombakan seperti kerikil. Di atas lapisan tersebut terdapat lapisan dengan
harga reisistivitas 1-7 Ohm m yang berasosiasi dengan lapisan pembawa
air atau akuifer dengan batuannya diperkirakan adalah batupasir. Di antara
lapisan akuifer dan lapisan kedap air, terdapat lapisan dengan harga
resistivitas antara 7-30 Ohm m. Diperkirakan lapisan ini adalah lapisan
23
transisi batupasir ke batulempung atau sering disebut dengan lempungpasiran yang memiliki sifat semi akuifer. Berdasarkan jenis-jenis akuifer
menurut kruseman dan deRieder (1994), jenis akuifer yang tergambarkan
oleh penampang resistivitas lintasan 1 adalah jenis akuifer bebas
(unconvined aquifer) karena dangkal dan tertutupi oleh lapisan aluvial
yang menyerap air.
Sementara itu, pada penampang di lintasan 2 yang terletak di
daerah sulit air, terlihat bahwa adanya lapisan seperti barrier dengan nilai
resistivitas lebih dari 37 Ohm m di bagian selatan lintasan (kedalaman 120 m). Lapisan ini memanjang ke bagian utara lintasan dengan bentuk
seperti antiklin namun pada baian tengah dan utaranya ketebalannya
berkurang (dari awalnya sekitar 20m menjadi 5m hingga 10m). Hal ini
secara tidak langsung menunjukkan bahwa akuifer di daerah lintasan 1
berbeda dengan lintasan 2 karena dibatasi oleh lapisan penahan tersebut.
Lapisan penahan ini pada bagian tengahnya menunjukkan nilai resistivitas
yang mengecil daripada bagian selatannya. Ini menunjukan mungkin
lapisan ini masih dapat dilalui oleh air atau bersifat akuitard. Di bawah
lapisan tersebut masih terdapat lapisan dengan nilai resistivitas 1-7 Ohm m
di kedalaman 20-30 meter. Akuifer seperti ini dapat menjadi akuifer
setengah tertekan ataupun akuifer tertekan tergantung pada lapisan
penahannya, apakah kedap air atau tidak. Dan akuifer tersebut tidak
berhubungan dengan akuifer di bagian selatannya.
Pada lintasan 3 hasil penampangnya
berkorelasi
dengan
24
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari pembahasan hasil penelitian pada bab IV, dapat disimpulkan bahwa
25
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M.N., Zaari, Supoyo, 2003. Eksplorasi, eksploitasi Sumber Daya Mineral Air
Bawah Tanah : Studi Kasus Di Kawasan Industri Pasuruan Jawa Timur.
Proceedings of Joint The 32 nd IAGI dan The 28 th HAGI Annual Convention and
Exhibition.
Grant, F.S., & West, G.F., 1969, Interpretation Theory in Applied Geophysic, New York,
Mc. Graw Hill, Inc.
Halik, Gusfan & S, Jojok w. 2008. Pendugaan Potensi Air Tanah dengan Metode
Geolistrik Konfigurasi Schlumberger di Kampus Tegal Boto Universitas Jember.
Media Teknik Sipil-Juli 2008 (hal 109-114).
K. Vozoff. Electromagnetic Methods In Applied Geophysics. Engineering Geoscience,
University of California, Berkeley, U.S.A.
Ludwig Rebecca, Holger Gerhards, Patrick Klenk Ute Wollschlager, Jens. Petunjuk
Workshop Geofisika, 1992, Laboratorium Geofisika Jurusan Fisika, FMIPA UGM,
Yogyakarta.
Nostrand. 1966. Interpretation of Resistivity Data. Washington: Geological Survey.
Prasetyo, Ardi, dkk. Monitoring Pola Persebaran Lindi Menggunakan Metode Geolistrik
Wenner-Schlumberger.
Sartono. 1998. Geofisika Eksplorasi. Jakarta : Dewan Riset Nasional
Telford, W.M. 1996. Applied Geophysics Second Edition. Australia: Cambridge
University Press.
26
LAMPIRAN 1
LAMPIRAN 1
LAMPIRAN 2
LAMPIRAN 2
LAMPIRAN 3
LAMPIRAN 3
LAMPIRAN 3
LAMPIRAN 3
LAMPIRAN 3
LAMPIRAN 3