Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PEMETAAN HIDROGEOLOGI

OLEH :

LUTHFIYYAH MOHAMAD DIN

411218103

DEPARTEMEN TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL YOGYAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan nikmat kesehatan serta rahmat-Nya, sehingga saya dapat
menyelesaikan laporan Praktikum “Hidrogeologi”

Saya sangat bersyukur karena telah menyelesaikan laporan. Adapun


kekurangan dalam penulisan laporan ini saya mohon maaf karena masih dalam
tahap pembelajaran dan pembimbingan. Tentunya dalam penulisan laporan ini
penulis mendapatkan bimbingan dan arahan sehingga Laporan ini dapat tersusun
dengan lancar tanpa kendala yang berarti.

Terima kasih kepada yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam
mengarahkan maupun membimbing saya secara baik. Laporan ini mempunyai
titik kelemahan maupun kekurangan, untuk itu saya mengharapkan kritik serta
saran yang membangun sebagai referensi untuk pembuatan laporan - laporan
berikutnya.

Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi yang membaca dan menjadi
referensi yang baik.

Yogyakarta, 7 Desember 2019

Luthfiyyah Mohamad Din


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang,
1.2 Lokasi, Luas dan Waktu
1.3 Maksud dan Tujuan
1.4 Alat dan Bahan
BAB II DASAR TEORI
BAB III GEOLOGI REGIONAL
3.1 Morfologi
3.2 Stratigrafi
3.3 Struktur
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data
4.2 Analisa Data
4.3 Interpretasi
BAB V KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
- Peta
- Dll
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hidrogeologi merupakan hubungan antara keberadaan, penyebaran, dan
aliran airtanah dengan perspektif kegeologian (Todd, 1980; Fetter, 1988).
Airtanah merupakan salah satu komponen terpenting dalam siklus hidrologi
yang memiliki peranan strategis bagi kebutuhan manusia. Airtanah
menempati lapisan zona jenuh air yang keberadaannya sangat tergantung pada
ketebalan lapisan tanah/batuan dan struktur batuan. Selain itu, airtanah juga
sangat tergantung pada faktor lain, yakni aspek keteknikan yang didasarkan
pada batasan-batasan hidrogeologis, seperti kondisi ruang/dimensi
(permukaan dan bawah permukaan), waktu, jumlah, dan mutu air; serta
kegiatan hidrolika, misalnya, pengisian, pengambilan, dan pengaliran airtanah
(Hendrayana, 2000).
Perubahan tata guna lahan/pemanfaatan lahan akan mempengaruhi
ketersediaan airtanah baik secara kuantitas maupun kualitas. Secara alami,
airtanah mengandung unsur-unsur kimia dalam jumlah tertentu yang berasal
dari proses berlangsungnya siklus hidrologi dari pembentukan uap air di
atmosfer hingga selama pengalirannya di permukaan dan bawah permukaan.
Lebih jauh lagi Todd (1980) berpendapat, keberagaman mineral batuan pada
formasi geologi akan membentuk unsur atau senyawa kimia yang
berpengaruh terhadap kualitas airtanah. Karena itu, variasi lapisan formasi
batuan akan menyebabkan perbedaan sifat kemampuan dalam menyimpan
air dan kualitas airtanahnya.
Pada perjalanan siklus airtanah, kualitas airtanah mengalami perubahan
komposisi unsur-unsur kimianya, terutama konsentrasi kation dan anionnya.
Perubahan kualitas airtanah sangat dipengaruhi oleh media tempat aliran
(lapisan litologi/batuan) yang mempunyai komposisi kimia dan mineral
batuan tertentu. Perubahan komposisi unsur airtanah terjadi karena adanya
reaksi unsur-unsur airtanah dengan unsur-unsur kimia batuan, yakni kation
dan anion. Dengan demikian, kualitas airtanah memberikan pengaruh
terhadap berbagai kegiatan pemanfaatannya, seperti pertanian, domestik, dan
industri.

1.2 Lokasi, Luas dan Waktu


Lokasi penelitian ini di Dusun Banyusumurup RT 03 Pajimatan Utara Girirejo
Kecamatan Imogiri Bantul, waktu yang ditempuh menuju lokasi penelitian
dari kampus sampai ke bantul 33 menit, dimana lokasi penelitian memiliki
luas 600x300 m

1.3 Maksud dan Tujuan


Maksud :
 Kegiatan pemetaan hidrogeologi ini bermaksud pemetaan kondisi
airtanah dangkal dan air permukaan, termasuk pengambilan data suhu,
pH, Daya Hantar Listrik (DHL) maupun Total Dissolve Solid (TDS)
airtanah.
Tujuan :
 Tujuannya mampu membuat peta aliran airtanah dangkal dan
mengetahui hubungan antara airtanah dangkal dan air permukaan pada
daerah pemetaan, serta mampu membuat peta terkait evaluasi kondisi
Daya Hantar Listrik (DHL) maupun Total Dissolve Solid(TDS)
airtanah.

1.4 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan :
- GPS
- Kalkulator
- Tali Rafia
- Gayung
- Alat Ukur PH
- Alat Ukur TDS
BAB II

DASAR TEORI

Air merupakan salah satu kebutuhan utama manusia, sehingga ada ilmu
pengetahuan khusus yang membahas tentang air yaitu hidrologi. Hidrologi adalah
ilmu tentang air baik di atmosfer, di permukaan bumi, dan di dalam bumi, tentang
terjadinya, perputarannya, serta pengaruhnya terhadap kehidupan yang ada
di alam ini (Shiddiqy, 2014).

Air tanah didefinisikan sebagai air yang terdapat di bawah permukaan


bumi. Salah satu sumber utamanya adalah air hujan yang meresap ke bawah
lewat lubang pori di antara butiran tanah. Air yang berkumpul di bawah
permukaan bumi ini disebut akuifer. Ada beberapa pengertian akuifer berdasarkan
pendapat para ahli, Todd (1955) menyatakan bahwa akuifer berasal dari bahasa
latin yaitu aqui dari kata aqua yang berarti air dan kata ferre yang berarti
membawa, jadi akuifer adalah lapisan pembawa air. Herlambang (1996)
menyatakan bahwa akuifer adalah lapisan tanah yang mengandung air, di mana
air ini bergerak di dalam tanah karena adanya ruang antar butir-butir tanah.

Berdasarkan kedua pendapat, dapat disimpulkan bahwa akuifer adalah


lapisan bawah tanah yang mengandung air dan mampu mengalirkan air. Hal
ini disebabkan karena lapisan tersebut bersifat permeable yang mampu
mengalirkan air baik karena adanya pori-pori pada lapisan tersebut ataupun
memang sifat dari lapisan batuan tertentu. Contoh batuan pada lapis akuifer
adalah pasir, kerikil, batu pasir, batu gamping rekahan. Akuifer dan aliran air
pada pori-pori ditunjukkan oleh Gambar 2 dan 3.
Gambar 2. Akuifer di bawah tanah (Shiddiqy, 2014)

Gambar 3. Aliran air pada pori-pori antar butir tanah (Shiddiqy, 2014)
Terdapat tiga parameter penting yang menentukan karakteristik akuifer yaitu
tebal akuifer, koefisien lolos atau permeabilitas, dan hasil jenis. Tebal akuifer
diukur mulai dari permukaan air tanah (water table) sampai pada suatu lapisan
yang bersifat semi kedap air (impermeable) termasuk aquiclude dan aquifuge.
Permeabilitas merupakan kemampuan suatu akuifer untuk meloloskan
sejumlah air tanah melalui penampang 1 m2. Nilai permeabilitas akuifer sangat
ditentuk oleh tekstur dan struktur mineral atau partikel-partikel atau butir-butir
penyusun batuan. Semakin kasar tekstur dengan struktur lepas, maka semakin
tinggi batuan meloloskan sejumlah air tanah. Sebaliknya, semakin halus tekstur
dengan struktur semakin tidak teratur atau semakin mampat, maka semakin
rendah kemampuan batuan untuk meloloskan sejumlah air tanah. Dengan
demikian, setiap jenis batuan akan mempunyai nilai permeabilitas yang
berbeda dengan jenis batuan yang lainnya. Hasil jenis adalah kemampuan suatu
akuifer untuk menyimpan dan memberikan sejumlah air dalam kondisi alami.
Besarnya cadangan air tanah atau hasil jenis yang dapat tersimpan dalam akuifer
sangat ditentukan oleh sifat fisik batuan penyusun akuifer (tekstur dan struktur
butir-butir penyusunnya) (Anonim,2006).

Oleh tekstur dan struktur mineral atau partikel-partikel atau butir-butir


penyusun batuan. Semakin kasar tekstur dengan struktur lepas, maka semakin
tinggi batuan meloloskan sejumlah air tanah. Sebaliknya, semakin halus tekstur
dengan struktur semakin tidak teratur atau semakin mampat, maka semakin
rendah kemampuan batuan untuk meloloskan sejumlah air tanah. Dengan
demikian, setiap jenis batuan akan mempunyai nilai permeabilitas yang
berbeda dengan jenis batuan yang lainnya. Hasil jenis adalah kemampuan suatu
akuifer untuk menyimpan dan memberikan sejumlah air dalam kondisi alami.
Besarnya cadangan air tanah atau hasil jenis yang dapat tersimpan dalam akuifer
sangat ditentukan oleh sifat fisik batuan penyusun akuifer (tekstur dan struktur
butir-butir penyusunnya) (Anonim,2006)

Menurut Krussman dan Ridder (1970), berdasarkan kadar kedap air dari
batuan yang melingkupi akuifer terdapat beberapa jenis akuifer, yaitu: Akuifer
terkungkung (confined aquifer), akuifer setengah terkungkung (semi confined
aquifer), akuifer setengah bebas (semi unconfined aquifer), dan akuifer bebas
(unconfined aquifer). Akuifer terkungkung adalah akuifer yang lapisan atas dan
bawahnya dibatasi oleh lapisan yang kedap air. Akuifer setengah terkungkung
adalah akuifer yang lapisan di atas atau di bawahnya masih mampu meloloskan
atau dilewati air meskipun sangat kecil (lambat). Akuifer setengah bebas
merupakan peralihan antara akuifer setengah terkungkung dengan akuifer bebas.
Lapisan bawahnya yang merupakan lapisan kedap air, sedangkan lapisan atasnya
merupakan material berbutir halus, sehingga pada lapisan penutupnya masih
dimungkinkan adanya gerakan air. Akuifer bebas lapisan atasnya
mempunyai permeabilitas yang tinggi, sehingga tekanan udara di permukaan air
sama dengan atmosfer. Air tanah dari akuifer ini disebut air tanah bebas (tidak
terkungkung) dan akuifernya sendiri sering disebut water-table aquifer.

Jenis-jenis akuifer ditunjukkan pada Gambar 4.


Gambar 4. Jenis-jenis Akuifer (Shiddiqy, 2014)

Todd (1980) menyatakan bahwa tidak semua formasi litologi dan kondisi
geomorfologi merupakan akuifer yang baik. Berdasarkan pengamatan lapangan,
akuifer dijumpai pada bentuk lahan sebagai berikut:

1. Lintasan air (water course)


Bentuk lahan di mana materialnya terdiri dari aluvium yang
mengendap di sepanjang alur sungai sebagai bentuk lahan dataran banjir
serta tanggul alam. Bahan aluvium itu biasanya berupa pasir dan kerikil.

2. Dataran (plain)

Bentuk lahan berstruktur datar dan tersusun atas bahan aluvium


yang berasal dari berbagai bahan induk sehingga merupakan akuifer yang
baik.

3. Lembah antar pegunungan (intermontane valley)


Merupakan lembah yang berada di antara dua pegunungan dan
materialnya berasal dari hasil erosi dan gerak massa batuan dari
pegunungan di sekitarnya.

4. Lembah terkubur (burried valley)

Lembah yang tersusun oleh material lepas yang berupa pasir halus
sampai kasar. Berdasarkan perlakuannya terhadap air tanah, terdapat
lapisan-lapisan batuan selain akuifer yang berada di bawah permukaan
tanah. Lapisan-lapisan batuan tersebut dapat dibedakan menjadi:
Aquiclude, aquitard, dan aquifuge. Aquiclude adalah formasi geologi yang
mungkin mengandung air, tetapi dalam kondisi alami tidak mampu
mengalirkannya, misalnya lapisan lempung, serpih, tuf halus, lanau.
Untuk keperluan praktis, aquiclude dipandang sebagai lapisan kedap air.

Letak aquiclude ditunjukkan pada


Gambar 5.
Gambar 5. Letak Aquiclude (Shiddiqy, 2014)

Aquitard adalah formasi geologi yang semi kedap, mampu


mengalirkan air tetap dengan laju yang sangat lambat jika dibanding
dengan akuifer. Meskipun demikian dalam daerah yang sangat luas,
mungkin mampu membawa sejumlah besar air antara akuifer yang satu
dengan lainnya. Aquifuge merupakan formasi kedap yang tidak
mengandung dan tidak mampu mengalirkan air.

Peta hidrogeologi merupakan peta yang mencerminkan keadaan


airtanah, berkaitan dengan keadaan geologi setempat. Konsep pada
pemetaan hidrogeologi yaitu pengambilan data lapangan berupa
kedalaman muka airtanah dangkal, elevasi, dan data kualitas airtanah.

Output yang dihasilkan pada pemetaan hidrogeologi yaitu sebagai berikut:

a. Kedalaman Muka Air Tanah (MAT), menggambarkan kedalaman MAT

dari permukaan tanah.

b. Muka Air Tanah (MAT), menggambarkan kedudukan MAT (selisih

antara ketinggian muka airtanah dengan muka air laut rata-rata).

c. Aliran Air Tanah, menggambarkan arah aliran airtanah.

Data yang perlu didapatkan dilapangan yaitu sebagai berikut:


a. Total PadatanTerlarut/Total Dissolve Solid (TDS)

Merupakan suatu ukuran kandungan suatu material, baik anorganik

maupun organik yang terdapat di dalam suatu cairan (airtanah). TDS

secara umum bukan sebagai zat cemar yang utama, dikarenakan

dianggap tidak berkaitan dengan efek kesehatan.

b. Daya Hantar Listrik (DHL)

Merupakan kemampuan suatu cairan (airtanah) untuk menghantarkan

arus listrik. DHL berbanding lurus dengan TDS, semakin banyak

kandungan garam terlarut (TDS),maka semakin tinggi pula nilai DHL.

Nilai DHL bergantung pada kehadiran ion-ion anorganik, valensi,

konsentrasi total maupun relatif, serta suhu.

Menurut APHA, AWWA (1992) dalam Effendi (2003), pengukuran

DHL bermanfaat dalam:

 Memperkirakan jumlah zat padat terlarut dalam air.

 Menetapkan tingkat mineralisasi dan derajat disosiasi air destilasi.

 Menentukan kelayakan air untuk dikonsumsi.

 Melakukan evaluasi pengolahan sesuai kondisi mineral air.

c. Koordinat dan Elevasi lokasi pengukuran

d. Kedalaman dan Ketinggian MAT dangkal

e. Koordinat lokasi mata air dan tipenya (apabila dijumpai di lokasi

pemetaan)

f. pH airtanah
Gambar 2.1 Pengukuran sumur untuk pengambilan data pemetaan.

BAB III

GEOLOGI REGIONAL

3.1 Morfologi

Morfologi Fluvial : Morfologi ini cukup mendominasi pada daerah


Pegunungan Selatan kenampakan yang dapat ditemui dapat berupa bar,
dataran banjir, dan lembah sungai dengan stadium erosi pada sungai
dewasa-tua, seperti Sungai Opak dan Sungai Oyo.

Morfologi Vulkanik : Morfologi vulkanik yang mempengaruhi


daerah Sungai Opak-Parangtritis adalah berasal dari Gunung Merapi,
sehingga daerah kawasan Sungai Opak tertutup oleh endapan Gunung
Merapi.

Morfologi Struktural : Morfologi Struktural yang berada di sekitar


Sungai Opak adalah perbukitan bergelombang yang mendominasi di
bagian Barat Bantul, dengan kondisi telah mengalami perlipatan dan
tersesarkan, struktur yang paling mencolok dari kawasan ini adalah
terdapatnya perlipatan, dan sesar utama adalah sesar opak yang sejajar dan
melalui Sungai Opak.

Morfologi Denudasional/Aluvial: Dataran alluvial sungai Opak


banyak mengandung pasir, karena merupkan kelanjutan foot plain yang
bersifat andesitis yang berasal dari Gunung Merapi, sedangkan pada
daerah selatan/muara sungai Opak menuju Parangtritis lebih bersifat
lempung, karena terpengaruh material alluvial yang berasal dari
pegunungan sebelah timur yang diendapkan banjir, lembah sungai

Morfologi Karst: Daerah Karst yang terdapat pada kawasan Sungai


Opak adalah Karst Gunung Sewu, Pegunungan Sewu merupakan hasil
proses pengikisan dan pengangkatan, ditandai dengan adanya diaklas-
diaklas pada lapisan batuan kapur, air hujan yang jatuh dipermukaan bumi
menghilang dalam lubang ponor ( penghujung sungai bawah tanah menuju
laut ), dan meresap melalui diaklas-diaklas yang kemudian melarutkan
dinding kapur. Wilayah Karst juga terdapat di tepian Pantai Parangtritis
ditandai dengan perbukitan batugamping yang berjejer sepanjang pantai di
arah timur.

Morfologi Eolian: Bentuk lahan ini terbentuk karena dua faktor


utama yaitu adanya kekuatan tiupan angin dan adanya endapan material
pasir yang membentuk dune. Bukit pasir di parangtritis membujur kearah
barat pantai selatan Jawa Tengah sampai daerah Cilacap. Sifat materialnya
hampir homogen dengan bahan dasarnya dari batuan andesitis.

Morfologi Pantai: Pantai parangtritis sebenarnya tergolong pantai


emergence ( pantai terangkat ), kemudian tenggelam sebagian,namun
masih tergolong pantai emergence ( khususnya bagian timur) sedang
bagian barat lebih mencirikan sub emergence yang telah terendapi oleh
hasil erosi berupa dataran alluvial serta gumuk-gumuk pasir

3.2 Stratigrafi
Urutan stratigrafi penyusun Pegunungan Selatan bagian barat dari
tua ke muda adalah sebagai berikut:

 Formasi Wungkal-Gamping : Formasi ini terletak di Gunung Wungkal dan


Gunung Gamping, di Perbukitan Jiwo. Satuan batuannya terdiri dari
perselingan antara batupasir dan batulanau serta lensa batugamping. Pada
bagian atas, satuan batuan ini berupa napal pasiran dan lensa batugamping.
Formasi ini tersebar di Perbukitan Jiwo, antara lain di G. Wungkal, Desa
Sekarbolo, Jiwo Barat, menpunyai ketebalan sekitar 120 meter (Bronto
dan Hartono, 2001).
 Formasi Kebo-Butak : Formasi ini disusun pada bagian bawah berupa
batupasir berlapis baik, batulanau, batulempung, serpih, tuf dan aglomerat,
dengan ketebalan lebih dari 650 meter.Bagian atasnya berupa perselingan
batupasir dan batulempung dengan sisipan tipis tuf asam. Setempat di
bagian tengahnya dijumpai retas lempeng andesit-basal dan di bagian
atasnya dijumpai breksi andesit.
 Formasi Semilir : Formasi ini berlokasi tipe di Gunung Semilir, sebelah
selatan Klaten. Dengan ketebalan lebih dari 460 meter.Litologi
penyusunnya terdiri dari tuf, tuf lapili, lapili batuapung, breksi batuapung
dan serpih. Komposisi tuf dan batuapung tersebut bervariasi dari andesit
hingga dasit. Di bagian bawah satuan batuan ini, yaitu di S. Opak, Dusun
Watuadeg, Desa Jogotirto, Kec. Berbah, Kab. Sleman, terdapat andesit
basal sebagai aliran lava bantal (Bronto dan Hartono, 2001).
 Formasi Nglanggran : Pada formasi ini batuan penyusunnya terdiri dari
breksi gunungapi, aglomerat, tuf dan aliran lava andesit-basal dan lava
andesit. Breksi gunungapi dan aglomerat yang mendominasi formasi ini
umumnya tidak berlapis. Kepingannya terdiri dari andesit dan sedikit
basal, berukuran 2 – 50 cm. Di bagian tengah formasi ini, yaitu pada
breksi gunungapi, ditemukan batugamping terumbu yang membentuk
lensa atau berupa kepingan. Secara setempat, formasi ini disisipi oleh
batupasir
 Formasi Sambipitu : Lokasi tipe formasi ini terletak di Desa Sambipitu
pada jalan raya Yogyakarta-Patuk-Wonosari dengan ketebalan mencapai
230 meter. Batuan penyusun formasi ini di bagian bawah terdiri dari
batupasir kasar, kemudian ke atas berangsur menjadi batupasir halus yang
berselang-seling dengan serpih, batulanau dan batulempung. Pada bagian
bawah kelompok batuan ini tidak mengandung bahan karbonat. Namun di
bagian atasnya, terutama batupasir, mengandung bahan karbonat.
 Formasi Oyo : Lokasi tipe formasi ini berada di Sungai Oyo. Batuan
penyusunnya pada bagian bawah terdiri dari tuf dan napal tufan.
Sedangkan ke atas secara berangsur dikuasai oleh batugamping berlapis
dengan sisipan batulempung karbonatan. Batugamping berlapis tersebut
umumnya kalkarenit, namun kadang-kadang dijumpai kalsirudit yang
mengandung fragmen andesit membulat. Formasi Oyo tersebar luas di
sepanjang K. Oyo. Ketebalan formasi ini lebih dari 140 meter.
 Formasi Wonosari : Formasi ini tersingkap baik di daerah Wonosari dan
sekitarnya, dengan ketebalan lebih dari 800 meter. Formasi ini didominasi
oleh batuan karbonat yang terdiri dari batugamping berlapis dan
batugamping terumbu. Sedangkan sebagai sisipan adalah napal. Sisipan tuf
hanya terdapat di bagian timur.
 Formasi Kepek : Lokasi tipe dari formasi ini terletak di Desa Kepek,
tersebar di hulu. Rambatan sebelah barat Wonosari yang membentuk
sinklin. Batuan penyusunnya adalah napal dan batugamping berlapis.
Tebal satuan ini lebih kurang 200 meter.
 Endapan Permukaan : Endapan permukaan pada daerah Sungai Opak
merupakan rombakan batuan yang lebih tua yang terbentuk pada Kala
Plistosen hingga masa kini. Terdiri dari bahan lepas sampai padu lemah,
berbutir lempung hingga kerakal. Surono dkk. (1992) membagi endapan
ini menjadi Formasi Baturetno (Qb), Aluvium Tua (Qt) dan Aluvium (Qa).
Sumber bahan rombakan berasal dari batuan Pra-Tersier Perbukitan Jiwo,
batuan Tersier Pegunungan Selatan dan batuan G. Merapi.
3.3 Struktur
Struktur daerah ini memiliki arah poros lipatan lebih kurang timurlaut –
baratdaya. Disamping perlipatan terdapat juga persesaran, berdasarkan data
geofisika terdapat sesar dengan arah timurlaut baratdaya melalui tepi timur
Terban–Bantul (Untung, dkk, 1977).
Berdasarkan data di atas juga data di lapangan dapat disimpulkan, bahwa
lembar Yogyakarta terdapat dua sistem sesar. Sistem patahan dengan arah
kurang lebih tenggara baratlaut. Pada awal Pleistocen, seluruh daerah
terangkat lagi yang mengakibatkan pembentukan morfologi daerah dataran
tinggi, dan mengakibatkan terjadinya persesaran daerah ini ( Rahardjo, dkk,
1977).
Daerah Bayat, Kabupaten Klaten merupakan suatu Pegunungan Lipatan
yang terdiri dari perbukitan homoklin, perbukitan lipatan, perbukitan intrusi
dan perbukitan lembah antiklin dengan pola aliran sungai dendritik. Struktur-
struktur geologi yang bekembang di daerah ini berupa struktur lipatan dan
sesar. Dijumpai pula banyak struktur kekar di daerah ini. Struktur-struktur
geologi ini terbentuk diperkirakan akibat bekerjanya gaya kompresi berarah
hampir utara-selatan yang kemungkinan berlangasung dalam dua periode,
pada awal kala Miosen Tengah sebelum Formasi Oyo diendapkan dan pada
kala Pliosen setelah Formasi Oyo diendapkan.
Pulonggono dan Martodjojo (1994) membagi pola struktur di P. Jawa
menjadi tiga pola kelurusan dominan yaitu Pola Meratus (timurlaut-
baratdaya), Pola Sunda (utara–selatan) dan Pola Jawa (barat–timur).

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data
Tabel Pengukuran Sumur Dangkal / Gali

Table 2. Data Pengukuran dan Perhitungan Kecepatan Aliran Sungai


4.2 Analisa Data
Peta 2D

9123600

9123500

9123400
433200 433300 433400 433500 433600 433700
Peta 3D

49
48
47
46
45
44
43
42
41
40
39
38
37
36

4.3 Interpretasi
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan terkait peta muka airtanah pada
daerah Dusun Banyusumurup Rt. 03 pajimatan pataman utara girirejo kec.
Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Maka arah aliran
airtanah berarah relatif kearah Utara - Selatan, hal ini dikarenakan disisi
selatan lokasi pengamatan merupakan laut selatan atau kita kenal sebagai
pantai selatan yang berarti daerah yang lebih rendah relatif berarah selatan-
tenggara. Dimana aliran air mengalir mengikuti datan yang lebih rendah.

Pada lokasi pengamatan kedalaman muka airtanah relatif dekat dengan


permukaan tanah dimana berkemungkinan airtanah berada pada akuifer bebas.
Hal ini juga yang mengakibatkan kedudukan muka airtanah relatif lebih dekat
dengan permukaan tanah.
BAB V

KESIMPULAN

Dari data yang didapat pada lokasi pemetaan hidrogeologi maka dapat
disimpulkan bahwa daerah pengamatan berada pada akuifer bebas hal ini
tercermin pada kedalaman muka airtanah relatif dekat dengan permukaan tanah,
arah aliran airtanah berarah relatif kearah Utara-Selatan, hal ini dikarenakan disisi
selatan lokasi pengamatan merupakan laut selatan yang berarti daerah yang lebih
rendah relatif berarah selatan-tenggara.
Pengaruh aliran (air permukaan) terhadap fluktuasi berupa sungai effluent
(gaining stream), dimana airtanah berperan sebagai pemberi/pensuplai air pada
aliran air permukaan.
DAFTAR PUSTAKA

http://sm-iagi.ft.ugm.ac.id/geologi-regional-pegunungan-selatan/ pada tanggal


6 Desember 2019

Geost, Flysh. 2017. Macam-macam Siklus Air dan Tahapannya. Diakses dari
https://www.geologinesia.com/2017/12/siklus-air-dan-tahapannya.html Pada
02 Desember 2019.
LAMPIRAN

Peta Lokasi Daerah Pengamatan


Peta 2D dan 3D Overlay Pola Aliran Muka Airtanah, Peta M.A.T + Peta
Topografi
Gambar Saat Pengambilan Data Di Lokasi Penelitian

Anda mungkin juga menyukai