Anda di halaman 1dari 5

Nama : Tsaniyatu Ulfa R

NIM :142180214
Kelas : EA-A
PENGELOLAAN PAJAK

“CARA-CARA YANG DAPAT DITEMPUH UNTUK MENGHEMAT


PAJAK. ATAS KONTRAK BISNIS”
Optimalisasi pajak merupakan suatu langkah penghematan yang harus dilakukan
WP
terkait transaksi dengan pihak ketiga dan penjagaan cash flow perusahaan.
Optimalisasi
pembayaran pajak dapat dilakukan:
a. Pengamanan Kontrak-Kontrak Bisnis dari Potensi Pemotongan Withholding Tax
b. Optimalisasi Pengkreditan Pajak Penghasilan yang Telah Dibayar
c. PengajuanPermohonan Penurunan Angsuran PPh Pasal 25
d. Pengajuan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23
e. Mengangsur/Menunda Pembayaran Pajak
f. Rekonsiliasi/Ekualisasi SPT PPh Badan dengan SPT Lainnya (SPT PPh Pasal 21,
Pasal 23/26, dan SPT Masa PPN) dan Laporan Keuangan (Fiskal)

Pengamanan Kontrak-Kontrak Bisnis dari Potensi Pemotongan Withholding


Tax
Dalam praktiknya, yang membuat kontrak bisnis kurang
memahami/mengabaikanaspek perpajakannya secara detail, sehingga saat
pemeriksaanfiskus, perusahaan dikenaikewajiban membayar withholding tax
ditambah denda keterlambatan penyetoran 2% sebulan dari pokok pajak. Belum lagi
vendor tidak bersedia dipotong pajaknya karenamengacu pada kontrak yang telah
disetujui sebelumnya, sehingga bila perusahaan pembeli/pemilik proyek tidak
memotong withholding tax, maka perusahaan pembeli/pemilik proyek harus dikenai
kewajiban untuk membayar withholding tax ke kasnegara beserta saksi
perpajakkannya. Ada 2 pilihan perlakuan perpajakan atas transaksi tersebut:
a. Jika mau withholding tax dibiayakan dalam Laporan Keuangan Fiskal, maka nilai
transaksidalam kontrak yang akan dibayar tersebut di gross-up, sehingga jumlah
transaksi dalam kontrak sudah termasuk pajak yang harus dipungut. Atas jumlah
pajak yang dibayarkan boleh dibebankan sebagai biaya (kecuali untuk PPh final dan
dividen), dan selain itu perusahaan masih bisa menghemat pajak.
b. Bila perusahaan membayarkan withholding tax . Dalam hal ini withholding tax
yang
dibayarkan tidak boleh dibebankan sebagai biaya oleh perusahaan karena tidak di
gross-up.

Optimalisasi Pengkreditan Pajak Penghasilan yang Telah Dibayar


Kredit pajak adalah jumlah pembayaran pajak yang telah dibayar oleh WP sendiri
dalam tahun pajak yang bersangkutan. PPh yang dapat dikreditkan dapat berupa :
1. PPh Pasal 21 dari pekerjaan (sebagai kredit pajak di SPT PPh WPOP)
2. PPh Pasal 22 atas impor, PPh Pasal 22 atas pembelian BBM dari Pertamina untuk
selain penyalur, dll
3. PPh Pasal 23 atas bunga dari non-bank, royalty, jasa profesional, jasa teknik, jasa
manajemen dan jasa lainnya
4. PPh Pasal 24 yang dibpotong di luar negeri
5. PPh fiskal luar negeri karyawan (setoran atas nama karyawan perusahaan berikut
NPWP perusahaan)
6. PPh atas pengalihan tanah/bangunan bagi perusahaan yang tidak bergerak di bidang
real estate Langkah-langkah dalam optimalisasi kredit pajak:
a. Penyelenggaraan administrasi harus tertata dengan baik dan tertib
b. Untuk memenuhi kelengkapan formal, terutama pada saat pemeriksaan
berlangsung,setiap kali dilakukan pemotongan/pemungutan pajak oleh pihak
lain langsung dimintaBukti Pemotongan atau Pemungutan PPh-nya. Penundaan
permintaaan cukup

Pengajuan permohonan penurunan angsuran pph pasal 25


Kondisi perekonomian dan usaha yang lesu akibat krisis moneter berdampak
pada
penurunan omzet dan laba usaha dalam tahun pajak yang bersangkuta. Bila SPT pph
badan
pada akhir tahun buku atau fiscal menunjukan terjadinya kelebihan pembayaran
pajak,
maka dapat dipastikan pajak tersebut akan dilakukan pemeriksaan pajak. Strategi
terbaik
adalah jangan sampai SPT pph badan tersebut membuka peluang untuk diperiksa
fiskus
dengan alasan lebih bayar pajak, karena berdasarkan pengalaman, setiap pemeriksaan
pajak berpotensi timbulnya kurang bayar pajak yang lebih besar.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, sesuai keputusan Dirjen Pajak No.
573/PJ./2000,
wajib pajak dapat mengadukan permohonan pengurangan besarnya pajak penghasilan
pasal
25 secara tertulis kepada kepala kantor pelayanan pajak tempat wajib pajak terdaftar
dengan disertai proyeksi laba pada akhir tahun dari alasan yan terjadi penurunan laba
dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Apabila sesudah 3 bulan atau lebih berjalan tahun pajak, wajib pajak dapat
menunjukan
bahwa pajak penghasilan yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut kurang dari
75%
dan pajak penghasilan yang terutang yang menjadi dasar perhitungan besarnya pajak
penghasilan pasal 25.
b. Pengajuan permohonan pengurangan besarnya pajak penghasilan pasal 25 harus
disertai
dengan perhitungan besarnya pajak penghasilan yang terutang berdasarkan perkiraan
penghasilan yang akan diterima atau diperoleh dan besarnya pajak penghasilan pasal
25
untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak bersangkutan.
Bila wajib pajak mengurangi tanpa melalui mekanisme permohonan pengurangan
angsuran
PPh Pasal 25 atau tidak melakukan penyetoran SPP PPh pasal 25 dibulan-bulan
terakhir
mendekati akhir tahun fiscal (dengan tujuan untuk menghindari lebih bayar pajak)
maka
Dirjen Pajak akan menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) atas kurangnya bayar pajak
berikut sangsinya, dan STP tersebut juga harus dikreditkan oleh wajib pajak pada PPh
badan
yang terutang pada akhir tahun sehingga masalah lebih bayar pajak akhirnya juga
tidak dapat
dihindari.

Pengajuan Surat Keterangan Bebas pph Pasal 22 dan PPh Pasal 23


Untuk beberapa jernis withhoding tax seperti PPh Pasal 22, PPh Pasal 23 dapat
diajukan
Permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) oleh waihpajak yang memenuhi kriteria
cdibawah ini. Permohonan pembebasandari pemotongan dan atau pemungutan Pajak
Penghasilan tidak berlaluterhadap pemotongan dan atau pemungutan Pajak
Penghasilan
yangbersifat fnal.
Pembebasan dari pemotongan dan atau pemungutan Pajak Penghasilan diberikan
Dirjen
Pajak melalui Surat Keterangan Bebas. (PERDirjen Pajak No.1/P]./2011)
Beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh wajib pajak adalah :

1. Wajib Pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikantidak akan
terutang
Pajak Penghasilan karena:
a) Wajib pajak yang mengalami kerugian iskal berhak melakukankompensasi
kerugian fiscal.
b) Pajak Penghasilan yang telah dan akan dibayar lebih besar daripajak penghasilan
yang akan terutang, dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan
dan atau pemungutan PajakPenghasilan oleh pihak lain kepada Direktur Jenderal
Pajak.

2. Wajilh pajak yang atas penghasilannya hanya dikenakan pajak bersifatfinal


3. Sura Keterangan Bebas diberikan kepada:
a. Wajib pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikantidak akan
terutang
Pajak Penghasilan karena mengalami kerugianfiskal dalam hal:
1. Wajib pajak baru berdiri dan masih dalam rahap investasi.
2. Wajib pajak belum sampai pada talhap produksi komersial.
3. Wajib pajak mengalami peristiwa yang beracda di luar kemampuannya (force
majeur)
b. Wajib pajak yang dalanm tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak akan
terurang Pajak Penghasilan karena berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal
dengan memperhitungkin besarnya Kerugian tahun-tahun pajak sebelumnya yang
masiłh clapat dikomPensasikan yang tercantum lalam SPT Pajak Penghasilan
Atau Surat ketetapan pajak.
c. Wajib pajak yang dapat membuktikan Pajak Penghasilan yang telah dan akan
dibayar
lebih besar dari Pajak Penghasilan yangakan terutang.
d. Wajib pajak yang atas penglhasilannya hanya dikenakan pajakbersifat final.

Permohonan pembebasan pemotongan dan atau pemungutan PajakFenghasilan


diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantot PelayananPajak tempat wajib pajak
terdaftar
dengan syarat:

a. Telah menyampaikan SPT Pajak Penghasilan Tahun Pajak terakhirsebelum tahun


diajukannya permohonan kecuali untuk wajib pajakyang baru berdiri dan masih dalam
tahap investasi.
b. Permohonan diajukan untuk setiap pemotongan dan atau pemungutanPajak
Penghasilan
Pasal 21, Pasal 22, Pasal 22 impor, dan atau Pasal 23dengan menggunakan formulir
yang
telah disediakan.
c. Permohonan harus dilampiri penghitungan Pajak Fenghasilan yangdiperkirakan
akan
terutang untuk tahun pajak diajukannya permohonan untuk Wajib Pajak.

Mengangsur atau Menunda Pembayaran Pajak


Wajib pajak diberi hak mengajukan permohonan mengangsur atau menunda
pembayaran
pajak untuk semua jenis ketetapan pajak, baik berupaSKP tmaupun STP. Pasal 19
ayat (1)
KUP No. 28 tahun 2007 mengaturpengenaan sanksi administrasi berupa bunga, dalam
hal
apa wajib pajakdiperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak.

Rekonsiliasi/Equalisasi SPT PPh Badan denganSPT Lainnya dan Laporan


Keuangan
(Fiskal)
Sebagaimana yang seharusnya dilaku!an oleh perusahaan untuk melakukan
prosedur
pengecekan dengan menggunakan teknik rekonsiliasi/equalisasi secara periodik antara
elemen-elemen yang terdapat di SPTBadan dan laporan keuangan (fiskal) perusahaan
dengan elemen-elemenyang terdapat di SPT PPh Pasal 21, SPT PPh Pasal 23 dan SPT
Masa
PPN. Hal yang sama juga dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak atassemua SPT
bulanan
dan tahunan yang disampaikan perusahaan. Kegagalan perusahaan dalam melakukan
hal irni
berpotensi menimbulkanpajak kurang bayar serta tambahan sanksi atau denda.
Jika ditemukan adanya perbedaan, maka perbedaan tersebut harusditelusuri dan
segera
dikoreksi, bila diperlukan segera dibuatkan pembetulan SPT nya.

a. Rekonsiliasi/ekualisasi SPT PPh Badan dengan SPT PPN


Rekonsiliasi dilakukan atas transaksi pembelian dan penjualan serta PPNyang
mengikutinya, yakni PPN masukan dari transaksi pembelian danPPN keluaran dari
omzet
penjualan, apakah kedua SPT tersebut telahmenunjukkan angka yang sama atau
belum.
Bagi perusahaan, yang tidak kalah pentingnya adalah melakukanequalisasi
antarabuku/ledger pembelian dan buku/ledger penjualan denganSPT Masa PPN,
apakah
kedua ledger tersebut dan SPT Masa PPN telahmenunjukkan angka yang sama atau
belum.
Onzet penjualan yang tercantum dalam SPT PPh badan dengan SPTPPN bisa
berbeda, disebabkan beberapa hal berikut:
1. Ornzet penjualan di SPT PPh Badan bisa lebih besar dari omzet penjualan di SPT
PPN karena penjualan di SPT PPh Badan menganutakrual basis sehingga atas
penjualan kredit, jika barangnya telah diserahkan, penjualan sudah dilaporkan,
sedangkan pada SPT PPN,penjualan kredit bisa dibuat faktur pajaknya pada akhir
bulan setelahbulan penyerahan baran
2. Omzet penjualan di SPT PPh Badan lebih kecil daripada om:et penjualan di SPT
PPN, karena penerimaan uang atas penjualan SuIdalnharus dibiuat faktur pajaknya
meskipun barangnya belun diseralhkan,sementam penjualan tersebut baru dilaporkan
serelah penye rahanbarang.

b. Rekonsiliasi atau ekualisasi SPT PPh Badan dengan SPT PPh Pasal 21
Rekonsiliasi SPT PPh Badan dengan SPT PPh Pasal 2.1 adalah
prosedurpengecekan yang dilakukan oleh KPP terhadap Juunlah Biaya Gaji
danTunjangan serta biaya lainnya yang dibayarkan kepada pihak peroranganlainnya
yang
berkaitan dengan hubungan kerja, yang tercanturm dalamSPT PPh Badan, dengan
Jumlah
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yangrercantum dalam SPT PPh Pasal 21. Dasar
Pengenaan
Pajak ini terdiridari gaji dan tunjangan yang dibayarkan kepada karyawan dan
penghasilan lain yang dibayarkan kepaclı pihak perorangan lainnya yang menjadi
objek PPh
Pasal 21, apakah jumlabnya telah sama
c. Rekonsiliasi/ekualisasi SPT PPh Badan dengan SPT PPhPasal 23
Rekonsiliasi SPT PPh Badan derigan SPT PPh Pasal 23 berkaitan denganprosedur
pengecekan yang dilakukan oleh KPP terhadap jumlah biayasewa, bunga, dividen,
royalti, dan jasa lainhya yang harus dipotong PPhPasal 23 pada SPT PPh Badan
dengan
jumlah Dasar Pengenaan PajakSPT PPh Pasal 23, apakah jumlahnya telah sama. Jika
terdapat materialyang bukan objek PPh Pasal 23, perlu dilakukan pemisahan antara
nilaijasa dan tnaterialnya.

Anda mungkin juga menyukai