Anda di halaman 1dari 13

Astri Widyaruli A. Pemertahanan Bahasa Using ....

Halaman 162 – 174


Volume 1, No. 2, September 2016

PEMERTAHANAN BAHASA USING PADA MASYARAKAT MULTIETNIS

Astri Widyaruli Anggraeni


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Jember
email: astriwidyaruli@unmuhjember.ac.id

ABSTRAK
Tulisan ini dilatarbelakangi oleh semakin kuatnya gejala tergesernya bahasa daerah
di Indonesia. Dalam kondisi seperti ini, anggota kelompok etnis di suatu daerah akan
mengambil sikap bahasa tertentu, baik akan berusaha memertahankan bahasa
etnisnya atau akan bergeser dalam memilih bahasa tertentu. Dalam masyarakat
multietnis, hal ini sangat rentan terjadi. Tulisan ini akan mencoba menggambarkan
secara sederhana sikap bahasa yang dilakukan etnis Using di Kabupaten Jember,
mengingat Jember adalah kabupaten dengan beragam etnis di dalamnya dan
disebut sebagai budaya Pendhalungan. Usaha dalam pemertahanan sebuah bahasa
dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti membangun sikap positif penutur
terhadap bahasa daerahnya tersebut dan menggunakan atau upaya untuk
memertahankan bahasa daerah tersebut dengan meningkatkan intensitas
pemakaiannya terutama pada ranah keluarga.
Kata kunci: pemertahanan bahasa, etnis Using, multietnis

ABSTRACT
This study is due to the phenomenon where the local language in Indonesia is getting
more and more extinct. This arouses ethnic groups to either go with a certain local
language or to sustain with their own local language, and this is commonly happened
in a region with multi-ethnics society. This study aims at giving a simple overview on
how the language attitude of Usingese in Jember disctrict, in which Jember is a
region with multi-ethnics society called as Pendhalungan. Numbers of efforts can be
taken in order to sustain or defense the local language, such as, establishing positive
attitudes of the local language users or language interlocutors and using it more
often and more intensely within the family members.
Keywords: language defence, Usingese, multi-ethnics

1. PENDAHULUAN perkotaan sebagai pusat pertemuan


Salah satu bahasa daerah yang berbagai budaya dan bahasa. Etnis
masih hidup pada saat ini adalah Jawa dan Madura merupakan etnis
bahasa Using (selanjutnya disingkat yang mendominasi di Kabupaten
BU). BU di Kabupaten Jember dapat Jember dengan penyebaran pemakai
dijumpai di desa Biting Kec. Arjasa, bahasanya di beberapa wilayah. Di
Desa Kemiren di Rambipuji, Desa samping itu, terdapat beberapa etnis
Glundengan di wilayah Kabupaten pendukung yang berkembang di
Jember, Patowa dan Blendungan di daerah perkotaan, seperti etnis Uisng,
Bondowoso. Di daerah kota, BU masih Tionghoa, Sunda, dan lain-lain.
eksis di daerah Patrang (disebut Adanya peleburan antara budaya
sebagai kampung Using). yang berbeda antara etnis Jawa dan
Pada umumnya masyarakat etnis Madura, serta etnis pendukung
pandalungan mendominasi di daerah lainnya membuat Jember memiliki

162
E-ISSN 2503-0329 Volume 1, No. 2, September 2016 ISSN 2502-5864

keunikan tersendiri dibandingkan anggota masyarakat Loloan terhadap


daerah lain. Proses peleburan ini bahasa Melayu Loloan sebagai
terjadi secara alamiah dan terus akan konsekuensi kedudukan atau status
berproses. Dalam masyarakat bahasa ini yang menjadi lambang
multietnis, setiap etnis akan berupaya identitas diri masyarakat Loloan yang
untuk memertahankan identitas dan beragama Islam; sedangkan bahasa
kebahasaannya dalam situasi Bali dianggap sebagai lambang
kebahasaan tersebut. identitas dari masyarakat Bali yang
Menurut Sumarsono dalam beragama Hindu. Oleh karena itu,
laporan penelitiannya mengenai penggunaan bahasa Bali ditolak untuk
pemertahanan penggunaan bahasa kegiatan-kegiatan intrakelompok,
Melayu Loloan di desa Loloan yang terutama dalam ranah agama. Kelima,
termasuk dalam wilayah kota Nagara, adanya kesinambungan pengalihan
Bali (dikutip Chaer dan Agustina, bahasa Melayu Loloan dari generasi
2004:147), ada beberapa faktor yang terdahulu ke generasi berikutnya.
menyebabkan bahasa itu dapat Penelitian yang dilakukan Aboe
bertahan, yaitu: pertama, wilayah Bakar (1985) terhadap Bahasa Cina
pemukiman mereka terkonsentrasi dan Bahasa Aceh, di Aceh. Abu Bakar
pada satu tempat yang secara meneliti pemertahanan bahasa Cina di
geografis agak terpisah dari wilayah Peunayong, Banda Aceh. Etnis yang
pemukiman masyarakat Bali. Kedua, sudah ada di Sumatera sejak abad ke-6
adanya toleransi dari masyarakat ini telah membuktikan bahwa
mayoritas Bali yang menggunakan meskipun berposisi sebagai
bahasa Melayu Loloan dalam masyarakat minoritas, mereka
berinteraksi dengan golongan ternyata tetap mampu
minoritas Loloan, meskipun dalam mempertahankan keberadaan bahasa
interaksi itu terkadang masih mereka yaitu bahasa Cina. Hal ini
menggunakan bahasa Bali. Ketiga, ditandai oleh kemampuan dan
anggota masyarakat Loloan, penguasaan anak-anak mereka dalam
mempunyai sikap keislaman yang tidak berbahasa Cina. Bahasa Cina yang
akomodatif terhadap masyarakat, dikuasai oleh masyarakat Cina di
budaya, dan bahasa Bali. Pandangan Peunayong ini adalah bahasa Haak
seperti ini menyebabkan minimnya (atau lebih tepat disebut dialek).
interaksi fisik antara masyarakat Dalam observasinya, Abu Bakar
Loloan yang minoritas dan masyarakat melihat anak-anak etnis Tionghoa ini
Bali yang Mayoritas. Akibatnya pula berinteraksi dengan menggunakan
menjadi tidak digunakannya bahasa bahasa Cina dialek Haak ini. Selain itu,
Bali dalam interaksi intrakelompok dalam ranah keluarga komunikasi
dalam masyarakat Loloan. Keempat, antara ayah dan ibu, orang tua dan
adanya loyalitas yang tinggi dari anak-anak, mereka berinteraksi

163
E-ISSN 2503-0329 Volume 1, No. 2, September 2016 ISSN 2502-5864

dengan menggunakan bahasa Cina telah berada di bangku sekolah. Kasus


dialek Haak. Meskipun mereka ini akan sangat berbeda dengan kasus
merupakan masyarakat minoritas, yang terjadi di kota. Di kota
sebagian masyarakat etnis Tionghoa ini pemertahanan bahasa Aceh cenderung
mampu menguasai bahasa Aceh lebih memudar. Banyak didapati anak-
dengan baik bahkan dapat dikatakan anak di kota yang tidak mampu
kefasihan mereka berbahasa Aceh berbahasa Aceh padahal orang tua
mampu menandingi penutur asli mereka adalah penutur bahasa Aceh.
bahasa Aceh sendiri walaupun tak Faktor penyebabnya seperti tuntutan
dapat dipungkiri bahwa terdapat pula sekolah. Banyak guru di sekolah
sebagian masyarakat etnis Tionghoa perkotaan menggunakan bahasa
itu hanya memahami bahasa Aceh, Indonesia sebagai pengantar dalam
tetapi tidak mampu melafalkannya. proses pembelajaran. Hal ini
Ketika berinteraksi dengan masyarakat menimbulkan anggapan bagi orang tua
etnis Aceh, masyarakat etnis Tionghoa bahwa sang anak harus diajarkan
menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Indonesia. Jika tidak diajarkan,
bahasa Aceh sebagai perantara. anak dianggap akan terhambat
Namun, bahasa yang dipakai akan memahami materi pelajaran yang
berbeda ketika masyarakat etnis disampaikan oleh guru.
Tionghoa ini berinteraksi dengan Penelitian hibah yang pernah
sesama mereka. Dalam konteks ini dilakukan penulis dalam penelitian
bahasa yang mereka pakai tetap yang berjudul Pemilihan Bahasa dalam
bahasa Cina. Masyarakat Multilingual: Kajian
Berkaitan dengan upaya Sosiolinguistik pada Masyarakat Using
pemertahanan bahasa Aceh ini Abu di Desa Biting Kabupaten Jember
Bakar memberikan batasan antara (2013), juga memiliki hasil sebagai
pemertahanan bahasa Aceh di kota upaya memertahankan bahasa etnis
dan pemertahanan bahasa Aceh di Using. Hasil penelitian ditemukan
desa. Jika dibandingkan dengan di bahwa: pertama, dalam berkomunikasi
kota, pemertahanan bahasa Aceh di dengan lawan tutur sesama etnis Using
desa jauh lebih baik. Sangat sedikit di desa Biting masih menggunakan BU.
didapati anak-anak desa yang tidak BU yang mereka gunakan cenderung
mampu berbahasa Aceh. Hal ini tentu BU ragam ngoko dan karma. Dalam
saja terjadi karena orang tua dalam berkomunikasi dengan lain etnis, yaitu
lingkungan keluarga berinteraksi etnis Jawa dan etnis Madura, mereka
dengan sang anak menggunakan cenderung beradaptasi menggunakan
bahasa Aceh. Dengan demikian, bahasa lawan tuturnya. BJ yang
bahasa Indonesia menjadi bahasa ditemukan terdapat pemakaian (1) BJ
kedua bagi si anak dan umumnya ragam ngoko dan (2) BJ ragam krama.
bahasa ini diperoleh si anak ketika ia BM yang ditemukan terdapat

164
E-ISSN 2503-0329 Volume 1, No. 2, September 2016 ISSN 2502-5864

pemakaian BM ragam ngoko saat dipakai secara bergiliran sesuai dengan


berkomunikasi dengan etnis Madura. ranah dan fungsinya tanpa
Penggunaan BI ditemukan saat menyebabkan dislokasi secara
berkomunikasi dengan orang yang struktural. Diharapkan adanya istilah
baru dikenal dan tidak akrab; temuan bahasa T dan bahasa R dapat hidup
kedua, faktor-faktor yang secara berdampingan, tanpa yang satu
memengaruhi pola pemilihan bahasa merasa terancam oleh yang lain.
antara sesama etnis dan lain etnis Suatu upaya pemertahanan
adalah (1) faktor sosial, dengan adanya bahasa dikatakan akan berhasil apabila
jarak sosial, perbedaan umur, tingkat penutur bahasa tersebut menghargai
hormat, dan adaptasi etnis sebagai dan menghormati bahasanya sebagai
bentuk pemilihan bahasa yang identitas kelompok minoritas dan
bervariasi; (2) faktor psikologi, dengan sebagai wahana ekspresi etnis budaya
adanya keinginan untuk akrab dan mereka. Semakin positif sikap penutur
pemenuhan komunikasi lawan tutur bahasa minoritas, maka semakin
membuat pola komunikasi bervarisi positif pula dampaknya terhadap
dan menciptakan keharmonisan pemertahanan bahasa minoritas.
komunikasi; (3) faktor budaya, adanya
faktor kebiasaan dan kesamaan etnis 2. PEMBAHASAN
membuat pemilihan bahasa bervariasi. A. Hipotesis Saphir-Whorf:
Dari penelitian ini dapat disimpulkan Memandang Ekspresi Budaya
bahwa pemilihan bahasa yang dalam Pemertahanan Bahasa
dilakukan etnis Using di Biting Keterkaitan bahasa dan
cenderung tidak tetap atau selalu kebudayaan begitu kuat. Dari bahasa
mengandung unsur bahasa lain yang digunakannya seseorang dapat
terutama BJ, BM dan BI. Mereka ditebak kebudayaannya, nilai yang
berupaya melakukan akomodasi dianutnya, atau keyakinan agama yang
bahasa terhadap bahasa lawan dianutnya. Dari bahasanya pula
tuturnya. seseorang dapat diketahui sopan
Dalam masyarakat multilingual, santunnya, sikap terbuka tidaknya,
adanya pola-pola kedwibahasaan jalan pikirannya, bahkan kejujurannya
masyarakat pemakai bahasa dapat (Kawulusan, 1998: 1). Dalam konteks
dikatakan masih dalam keadaan stabil. yang demikian ini sering dimunculkan
Hal ini mengisyaratkan bahwa ranah- pernyataan “bahasa menunjukkan
ranah pemakaian bahasa masih bangsa” (Kawulusan, 1998: 1; Samsuri,
berjalan sesuai fungsi masing-masing 1985). Dari sedikit pernyataan tersebut
bahasa. Adanya pola kedwibahasaan terlihat betapa erat keterkaitan antara
yang stabil mengindikasikan bahwa bahasa dan kebudayaan. Bagaimana
penguasaan terhadap kedua bahasa keterkaitan bahasa dan kebudayaan,
adalah relatif sama, sehingga dapat setidaknya terdapat dua kutub

165
E-ISSN 2503-0329 Volume 1, No. 2, September 2016 ISSN 2502-5864

pandangan yang telah muncul. dengan bahasa X akan menggunakan


Pertama, pandangan yang sering pranata kebudayaan yang melekat
disebut dengan hipotesis Saphir-Whorf pada bahasa X pula. Dengan
menyatakan bahwa bahasa memodifikasi model Hudson (1991:
mempengaruhi kebudayaan 84) hubungan antara kebudayaan,
(Wardhaugh, 1992; Chair, 1994, Yule, bahasa, dan perilaku berbahasa dapat
1990). Bahasa dipandang divisualisasikan pada gambar 1.
mempengaruhi cara pikir dan perilaku Dari gambar 1 memperlihatkan
masyarakat bahasa, yang sering pula bahwa bahasa dan kebudayaan terjadi
disebut linguistic determinism (Yule, overlaping, terkait dengan bahasa
1990: 196). Apa yang dilakukan sebagai hasil budaya tetapi juga
masyarakat bahasa dipengaruhi oleh sebagai wahana suatu budaya.
sifat bahasanya. Kedua, pandangan Perilaku berbahasa merupakan
yang bertolak belakang dengan operasionalisasi sistem bahasa dan
hipotesis yang pertama, yang memiliki kebudayaan berkomunikasi
pandangan bahwa kebudayaan menggunakan suatu bahasa. Bahasa
mempengaruhi bahasa. Pandangan ini dan kebudayaan sama-sama
berpendapat perilaku masyarakat saat mempengaruhi perilaku berbahasa.
berbahasa dipengaruhi oleh Dalam sistem bahasa selalu terkait
kebudayaan masyarakat itu pula atau dengan faktor penentu di luar bahasa.
dengan pernyataan lain bahasa Dalam berkomunikasi terdapat kaidah
merefleksikan budaya. pragmatik, yang di dalamnya terdapat
Terlepas dari kedua pandangan pragmalinguistik dan sosiopragmatik.
tersebut, kita tidak perlu melihat Pragmalinguistik terkait dengan kaidah
hubungan sebab akibatnya, yang jelas bahasa yang berupa tata bahasa
keduanya memandang bahwa bahasa sehingga kajiannya lebih
dan kebudayaan memiliki hubungan menitikberatkan pada aspek linguistik
atau keterkaitan yang kuat dan saling terutama diarahkan pada deskripsi
memengaruhi. fungsional.
Dalam suatu tindak berbahasa
atau berkomunikasi, bahasa dan
kebudayaan selalu memiliki Gambar 1 Hubungan antara kebudayaan,
bahasa, dan perilaku bahasa
keterkaitan yang tidak dapat
dipisahkan. Oleh karenanya, pada saat
seorang penutur bahasa melakukan
kegiatan berbahasa, pada saat itu pula
yang bersangkutan menggunakan
pranata kebudayaan yang dimilikinya.
Misalnya, penutur bahasa X, saat
melakukan kegiatan komunikasi

166
E-ISSN 2503-0329 Volume 1, No. 2, September 2016 ISSN 2502-5864

Sosiopragmatik terkait dengan norma dan nilai kemasyarakatan demi


permasalahan sosiologi sehingga kemaslahatan masyarakat itu sendiri.
inferensi pragmatik yang dihasilkan Dengan ciptanya manusia
pada hakikatnya merupakan inferensi memanfaatkan kemampuan mental
sosiologis. Kajian sosiopragmatik dan berpikir sehingga menghasilkan
dengan demikian diarahkan pada pengetahuan. Kebudayaan atau
pendeskripsian sosiopragmatis yang peradaban sejalan batasan Tylor
terdapat pada kebudayaan tertentu (dalam Tilaar, 2000) merupakan suatu
(Leech, 1983; Zamzani, 1999; 2007). keseluruhan yang kompleks dari
Dengan pernyataan lain dapat pengetahuan, kepercayaan, seni,
dikatakan bahwa peristiwa komunikasi moral, hukum, adat istiadat, serta
selalu terkait dengan dua konteks, kemampuan dan kebiasaan lainnya
yaitu konteks bahasa dan konteks yang diperoleh manusia sebagai
kebudayaan. Konteks bahasa dalam anggota masyarakat. Kebudayaan
hal ini mengarah pada konteks spiritual selalu dibina dan dipelihara
pertuturan atau konteks situasi, yang oleh masyarakatnya. Kebudayaan
dapat mencakup aspek identitas spiritual itu dapat diperoleh melalui
partisipan, waktu dan tempat belajar dari orang lain, dan untuk
peristiwa komunikasi, topik mempelajarinya diperlukan wahana
pertuturan, dan tujuan pertuturan dan simbol yang berupa bahasa
(Levinson, 1985: 5; 276). (Popenoe, 1983: 58).
Konteks kebudayaan merupakan Konteks kebudayaan memiliki
konteks yang relatif umum yang hubungan erat dengan perilaku
berlaku dalam masyarakat bahasa. komunikasi atau interaksi suatu
Konteks kebudayaan ini masyarakat bahasa. Secara garis besar
mengisyaratkan bahwa setiap pemakai kebudayaan interaksi atau komunikasi
bahasa dalam mengadakan interaksi masyarakat dapat dibagi menjadi dua,
sosial atau berkomunikasi selalu yaitu kebudayaan konteks tinggi (high
terpola oleh kebudayaan yang context-culture) dan kebudayaan
dimilikinya. Kebudayaan (hasil cipta, konteks rendah (low context-culture)
rasa, dan karsa masyarakat, yang (Gudykunst, Stewart, dan Ting-
mestinya termasuk proses/kegiatan Toomey, 1985; Zamzani, 1999; 2000;
berolah cipta, rasa, dan karsa) secara 2007, dan Nurkamto, 2001).
garis besar dapat dibedakan menjadi Masyarakat yang memiliki kebudayaan
kebudayaan material dan kebudayaan konteks tinggi dalam berkomunikasi
spiritual (Soemardjan dan Soemardi, memiliki kecenderungan tertutup,
1964: 113; Samsuri, 1985: 8). Dengan implisit, lebih banyak menggunakan
karyanya manusia menciptakan bentuk nonverbal daripada bentuk
teknologi dan kebudayaan material. verbal. Sikap dan gagasan yang
Dengan rasa manusia menciptakan disampaikan melalui bentuk verbal

167
E-ISSN 2503-0329 Volume 1, No. 2, September 2016 ISSN 2502-5864

belum tentu merupakan sikap dan komunitas (Jaworski dan Coupland,


gagasannya, melainkan dapat berbeda 2006; Abdullah, 2007). Kebudayaan
atau bahkan dapat bertentangan konteks tinggi memiliki proses
dengan apa yang dinyatakannya. meaning-making yang berbeda dengan
Masyarakat yang termasuk ke dalam kebudayaan konteks rendah yang
kebudayaan konteks tinggi ini biasanya diakibatkan oleh adanya perbedaan
memiliki sifat kolektivisme yang tinggi. pranata sosial. Apa yang diungkapkan
Oleh karena itu, diperlukan oleh Gudykunst dan kawan-kawan
kemampuan apresiasi yang tinggi tersebut sejalan dengan konsep
untuk memahami gagasan yang bahasa sebagai perekam ciri
disampaikan oleh masyakarat yang kebudayaan karena kebudayaan suatu
memiliki kebudayaan konteks tinggi. masyarakat terefleksi pada bahasa
Konteks situasi sangat besar suatu masyarakat. Bagaimana
pengaruhnya dalam penentuan kebudayaan suatu masayarakat akan
penafsiran maksud penutur. tergambar dari bahasa yang
Masyarakat yang memiliki digunakannya. Bahkan, pilihan kata
kebudayaan tingkat rendah yang digunakan oleh pemakai bahasa
menunjukkan kebalikan dari terkait dengan keyakinan dan nilai, dan
kebudayaan konteks tinggi dalam hal yang demikian terjadi pada
perilaku berkomunikasinya. masyarakat satu bahasa namun dalam
Masyarakat yang memiliki kebudayaan kelompok budaya atau kelompok
konteks rendah dalam berkomunikasi sosial yang berbeda (Gee, 1990).
cenderung ekspresif, terbuka, lebih Adhitama (1998: 2-4) menunjukkan
banyak menggunakan bentuk verbal cukup banyak contoh bagaimana
daripada nonverbal. Apa yang bahasa dapat berfungsi sebagai
dimunculkan dalam bentuk verbal perekam ciri kebudayaan. Ia
biasanya merupakan apa yang memberikan contoh betapa banyak
dimaksudkannya (Gudykunst, Stewart, kata ganti kekerabatan seperti ibu,
dan Ting -Toomey, 1985; Zamzani, bapak, adik, dan kakak, yang
1999; 2000; 2007, dan Nurkamto, digunakan tidak lagi sebagai kata yang
2001). menunjukkan hubungan kekerabatan,
Dalam kegiatan berkomunikasi, tetapi juga dapat untuk menunjuk
masyarakat yang memiliki kebudayaan orang yang tidak memiliki hubungan
konteks rendah dan konteks tinggi keluarga.
berpeluang terjadi salah paham. Hal
itu terjadi karena hakikatnya orang B. Perihal Pemertahanan Bahasa pada
berkomunikasi terjadi proses meaning- Masyarakat Multietnis
making ’penyusunan makna’ yang Makna pemertahanan BU dalam
tidak pernah netral dari nilai yang tulisan sederhana ini dikonsepkan
berasal dari pranata sosial dalam suatu sebagai nilai-nilai, baik secara langsung

168
E-ISSN 2503-0329 Volume 1, No. 2, September 2016 ISSN 2502-5864

maupun tidak langsung yang diperoleh melalui pengajaran, kesusastraan, dan


masyarakat multietnis di Kabupaten media massa. Banyak faktor yang
Jember, yaitu dapat berupa: mempengaruhi pemeliharaan bahasa,
penguatan solidaritas, pembentuk salah satunya yang dikemukakan oleh
sikap dan perilaku hidup masyarakat, Richard, dkk (1985: 158) sebagai
pemotivasi spiritual, pelestarian BU berikut.
sebagai bahasa Ibu, penyadaran Many factors affect language
identitas etnik, dan semangat maintenance, for example: (a)
kepahlawanan dalam Whether or not the language is
an official language. (b)
memperjuangkan eksistensi BU.
Whether or not it is use in the
Dalam memandang fenomena ini, media, for religious purpose, in
dapat menggunakan ancangan tiga education. (c) How many
teori yaitu (1) teori sosiolinguistik speakers of the language live in
untuk membahas permasalahan the same area. In some places
mengenai upaya-upaya pemertahanan where the use of certain
BU dalam masyarakat multietnis di languages has greatly
decreased there have been
Kabupaten Jember, (2) teori
attempts at revival, eg of welsh
perubahan sosial untuk membahas in wales and gaelic in part of
permasalahan mengenai faktor-faktor scotland.
penunjang dan penghambat upaya- Adanya kedwibahasaan dalam
upaya pemertahanan BU dalam masyarakat merupakan faktor dasar
masyarakat multietnis di Kabupaten penyebab pemertahanan dan
Jember, dan (3) teori motivasi untuk pergeseran bahasa. Kedwibahasaan
membahas permasalahan mengenai (bilingualisme) adalah seseorang yang
dampak dan makna pemertahanan BU menguasai dua bahasa atau suatu
dalam masyarakat multietnis di kebiasaan pemakaian dua bahasa
Kabupaten Jember . dalam hubungan pembicaraan dengan
Pemertahanan bahasa berkaitan orang lain (Jendra, 1991: 84-85).
dengan masalah sikap atau penilaian Menurut Nababan (1985: 29),
terhadap suatu bahasa, untuk tetap kedwibahasaan atau bilingualisme
menggunakan bahasa tersebut di dapat bersifat perorangan (individu)
tengah-tengah bahasa lainnya. atau masyarakat (sosial). Selain
Kridalaksana (1984: 143) menyebut kedwibahasaan (bilingualism),
pemertahanan bahasa dengan istilah multilingualism juga merupakan faktor
pemeliharaan bahasa (language penyebab pemertahanan dan
maintenance). Pemeliharaan bahasa pergeseran bahasa.
merupakan usaha agar suatu bahasa Menurut Crystal dalam bukunya
tetap dipakai dan dihargai, terutama yang berjudul The Cambridge
sebagai identitas kelompok, dalam Encyclopedia of Language (1987: 360),
masyarakat bahasa yang bersangkutan

169
E-ISSN 2503-0329 Volume 1, No. 2, September 2016 ISSN 2502-5864

situasi multibahasa dapat berkembang minoritas. Pemertahanan bahasa akan


untuk alasan-alasan yang mungkin sulit berhasil apabila penutur bahasa
dipisahkan karena asal-usul yang jelas tersebut menghargai dan
mengenai sejarah masyarakat. menghormati bahasanya sebagai
Seringkali situasi ini dipilih oleh identitas kelompok minoritas tersebut.
masyarakat sendiri, tetapi juga dapat Pemertahanan bahasa dan pergeseran
dipaksakan kepada masyarakat oleh bahasa diibaratkan seperti dua sisi
keadaan lainnya. Bertitik tolak dari hal mata uang; bahasa menggeser bahasa
tersebut, pelestarian bahasa dalam lain atau bahasa yang tak bergeser
penelitian ini dikonsepkan sebagai oleh bahasa; bahasa tergeser adalah
upaya-upaya pelestarian suatu bahasa bahasa yang tidak mampu
yang dalam hal ini adalah BU dalam mempertahankan diri. Pergeseran
masyarakat multietnis di Kabupaten bahasa berarti bahasa tidak mampu
Jember. mempertahankan diri dan komunitas
Pelestarian bahasa merupakan pengguna bahasa meninggalkan
salah satu upaya pemertahanan bahasanya sepenuhnya untuk
bahasa. Pelestarian bahasa dilakukan memakai bahasa lain. Apabila
setelah bahasa utama digeser oleh pergeseran bahasa itu terjadi,
bahasa lain. Suatu bahasa akan selalu komunitas bahasa secara kolektif
digeser oleh bahasa kelompok memilih bahasa baru.
dominan yang kuat. Bahasa kelompok Dalam upaya pemertahanan
dominan selalu diasosiasikan dengan bahasa, komunitas bahasa secara
status, kesuksesan, dan prestise. kolektif menentukan untuk
Holmes (1992: 70) mengidentifikasi melanjutkan memakai bahasa yang
beberapa faktor yang memengaruhi sudah biasa dipakai. Ketika komunitas
upaya pemertahanan suatu bahasa. bahasa mulai memilih bahasa baru di
Faktor yang pertama, faktor pola dalam komunitasnya, itulah
penggunaan bahasa atau faktor ranah merupakan tanda bahwa pergeseran
(domain). Semakin banyak domain bahasa sedang berlangsung.
suatu bahasa minoritas digunakan, Pemertahanan bahasa itu sering
semakin banyak pula kesempatan yang merupakan ciri guyup dwibahasa atau
dimiliki bahasa tersebut untuk ekabahasa (Sumarsono, 2007: 231-
bertahan. Faktor kedua adalah faktor 232).
demografi, yaitu bila suatu kelompok Konsep lain yang lebih jelas
mempunyai cukup banyak penutur dan dirumuskan oleh Fishman (dalam
mampu mengisolasi dirinya dari kontak Sumarsono 1993:1), pemertahanan
dengan kelompok mayoritas, maka bahasa terkait dengan perubahan dan
bahasa minoritas akan mempunyai stabilitas penggunaan bahasa di satu
luang untuk bertahan. Faktor ketiga pihak dengan proses psikologis, sosial,
adalah faktor sikap terhadap bahasa dan kultural di pihak lain dalam

170
E-ISSN 2503-0329 Volume 1, No. 2, September 2016 ISSN 2502-5864

masyarakat multibahasa. Pergeseran tidak takut merepoti diri sendiri


dan pemertahanan bahasa terjadi walaupun tidak sanggup
karena ketidakberdayaan minoritas melakukannya atau sering disebut juga
mempertahankan bahasa asalnya sebagai “maunya sendiri”,
dalam persaingan dengan bahasa sedangkan ladak berarti sombong,
mayoritas yang lebih dominan. bingkak berarti acuh tak acuh , tidak
Ketidakberdayaan bahasa minoritas mau tahu urusan orang lain. Diantara
untuk bertahan hidup itu mengikuti ketiga sifat tersebut, aclak merupakan
pola yang sama. Awalnya adalah sifat yang paling dominan. Dalam
kontak guyup minoritas dengan bahasa perkembangannya, aclak tidak saja
kedua, sehingga mengenal dua bahasa menyangkut sifat, tetapi juga sikap
dan menjadi dwibahasawan, kemudian masyarakat Using Banyuwangi
terjadilah persaingan dalam (Saputra, 2004).
penggunaannya dan akhirnya bahasa Masyarakat Kabupaten Jember
asli bergeser atau punah. Dibutuhkan berpotensi menjadi masyarakat
sebuah komitmen dalam peletarian bilingual (dwibahasa) atau multilingual
sebuah bahasa. Hal ini dikarenakan (anekabahasa) karena kondisi
kemajuan ilmu pengetahuan masyarakat yang beragam. Hal ini juga
masyarakat yang semakin maju, serta berdampak pada kondisi kebahasaan
semakin banyak bahasa-bahasa asing masyarakat Kabupaten Jember. Akan
yang masuk ke dalam kehidupan tetapi, terdapat pula masyarakat
masyarakat. bahasa yang tergolong minoritas yakni
masyarakat bahasa Using (BU). Bahasa
C. Ekspresi Karakter Budaya Etnis Using di Kabupaten Jember
Using dalam Usaha merupakan bahasa daerah yang
Memertahankan Bahasa tergolong minoritas.
Berdasarkan karakter, etnis Using Berdasarkan penelitian yang
Banyuwangi dapat dikatakan sebagai dilakukan penulis, sampai saat ini
masyarakat yang dinamis, tidak suka penutur BU berupaya untuk
berkelahi dan familier, namun oleh mempertahankan eksistensi bahasa
kalangan budayawan dikatakan juga Using, meskipun sebagai bahasa
memiliki ciri-ciri yang tidak ideal. minoritas di tengah-tengah penutur
Seperti yang dikatakan oleh Hasnan bahasa Madura dan bahasa Jawa.
Singodimadyan bahwa kepribadian Pemertahanan bahasa merupakan
masyarakat Using tidak bersifat halus kesetiaan terhadap suatu bahasa
atau toleran seperti orang Jawa, untuk tetap menuturkan bahasa
melainkan bersifat aclak, ladak, khususnya bahasa ibu di tengah-
bingkak dan tidak punya sopan tengah gempuran bahasa lain yang
santun. Aclak berarti sok tahu, sok kian populer. Salah satu sikap atau
ingin memudahkan orang lain dan bukti mempertahankan BU yaitu

171
E-ISSN 2503-0329 Volume 1, No. 2, September 2016 ISSN 2502-5864

dengan tetap menggunakan bahasa dominan terjadi pada lingkup


Using untuk berkomunikasi dan kekeluargaan karena pada lingkup ini
berinteraksi di lingkungan keluarga, bahasa Using digunakan dalam
masyarakat, kegiatan-kegiatan interaksi sehari-hari. Agar bahasa
keagamaan dan sosial. Using tetap dapat dipertahankan
Masyarakat Using akan eksistensinya, diperlukan strategi atau
menggunakan bahasa Madura jika upaya pemertahanan suatu bahasa
berkomunikasi dan berinteraksi dari kepunahan. Strategi-strategi atau
dengan masyarakat Madura dan upaya-upaya tersebut yaitu: 1)
menggunakan bahasa Jawa jika lingkungan keluarga dan 2) loyalitas
berkomunikasi dan berinteraksi terhadap bahasa ibu. Intensitas yang
dengan masyarakat Jawa. Hal tersebut tinggi terhadap penggunaan bahasa
terjadi karena adanya unsur Using di dalam keluarga menjadi upaya
kebudayaan dan unsur ekonomi yang untuk tetap mempertahankan
melatarbelakangi pemakaian bahasa. eksistensi bahasa ibu mereka dari
Sebagian besar masyarakat Using kepunahan dan tingginya loyalitas
menjadi buruh atau bekerja kepada masyarakat Using terhadap bahasanya
masyarakat Madura. Oleh karena hal terbukti dari orang tua pasangan
tersebut, secara bersamaan terjadi (suami-istri) masyarakat Using tetap
pengaruh penggunaan bahasa oleh teguh mengajarkan bahasa ibu (bahasa
masyarakat Madura kepada Using) kepada anak-anaknya di dalam
masyarakat Using, yakni terjadinya rumah, kondisi inilah yang paling
kedwibahasaan. dominan.
Pada kenyataannya, BU masih
tetap digunakan oleh masyarakat 3. SIMPULAN
Using walaupun mengalami perubahan Sesuai dengan kondisi bangsa
dalam sub-sistemnya (misalnya Indonesia yang multietnis dan
leksikon, bunyi dan konstruksi- multikultural, adanya penggunaan
konstruksi tertentu), namun bahasa lebih dari satu bahasa dalam
perubahan yang diharapkan adalah pola komunikasi tidak dapat dihindari.
perubahan yang positif dan stabil, yang Kenyataannya saat ini sudah terdapat
berkelanjutan dan diturunkan kepada indikasi bahasa daerah yang
generasi berikutnya. Etnis Using mengalami pergeseran. Pergeseran
mencoba untuk menjaga bahasa yang bahasa ini sejujurnya diawali oleh
mereka miliki dengan cara selalu pengguna bahasa itu sendiri yang
menggunakannya, terutama yang memandang dan meletakkan bahasa
memiliki intensitas tinggi yaitu itu hanya sebatas alat untuk
pemakaiannya pada ranah keluarga. melakukan komunikasi saja bukan
Dilihat dari lingkupnya, tingkat pada paradigma bahasa yang
pemertahanan bahasa Using paling merupakan bagian dari kebudyaan

172
E-ISSN 2503-0329 Volume 1, No. 2, September 2016 ISSN 2502-5864

tinggi yang harus dipertahankan. Pada Holmes, Janet. 1992. An Introduction


masyarakat Using di Jember, to Sociolinguistics. New York:
pemertahanan bahasa menjadi salah Longman
satu fenomena menarik dalam Hudson. R.A. 1991. Sosiolinguistics.
masyarakat multietnis. Karakter yang Cambridge:Cambridge University
melekat dan sikap bahasa yang Press.
ditunjukkan adalah salah satu upaya Jaworski, A., & Coupland, N. 2"d. Ed.
dalam memertahankan bahasa etnis The Discourse Reader (chapter 2).
mereka. New York, USA:Routledge
Jendra, I Wayan. 1991. Dasar-Dasar
DAFTAR RUJUKAN Sosiolinguistik. Denpasar:Ikayana
Abdullah, I. 2007. Konstruksi dan Leech, Geoffrey. 1983. Principles of
Reproduksi Kebudayaan. Pragmatics. London: Longman.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Levinson, S.C. 1985. Pragmatics.
Adhitama, T. 1998. “Pembinaan Cambridge:Cambridge University
Bahasa Indonesia Melalui Media Press
Massa”. Makalah disajikan dalam Kawulusan, H.E. 1998. “Bahasa Politik
Kongres Bahasa Indonesia VII. dalam Bahasa Indonesia”.
Jakarta: Depdikbud. Makalah disajikan dalam Kongres
Chaer, Abdul, dan Agustina, Leonie. Bahasa Indonesia VII.
Juni 2004. Sosiolinguistik: Jakarta:Depdikbud
Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Kridalaksana. 1984. Kamus Linguistik.
Cipta. Jakarta: Gramedia
Crystal , D. 1987. The Cambridge Nurkamto, Joko. 2001.”Berbahasa
Encyclopedia of Language. dalarn Budaya Konteks Rendah
Cambridge: Cambridge University dan Budaya Konteks Tinggi".
Press. [Jurnal Masyarakat Linguistik
Gee, James. 1990. Social Linguistics Indonesia Agustus 2001]. Jakarta:
and Literacies: Ideology in Atrna Iaya.
discourse. London: Falmer Press. Popenoe, D. 1983. Sociology.
Gudykunst, w., Stewart, L dan Ting- Englewood Cliffs:Prentice-Hall, Inc.
Toomey, S. 1985. Communication Richards, J.et.al. 1985. Longman
and Culture, and Organizational Dictionary of Applied Linguistics.
Processes. Beverly Hills, Essex:Longman Group Limited
California:Sage Publications, Inc. Samsuri. 1985. Tata Kalimat Bahasa
Haryadi & Zamzani. (1996). Indonesia. Malang: Sastra Hudaya
Peningkatan Keterampilan Saputra, Heru S.P. 2004. Dari Lisan ke
Berbahasa Indonesia. Yogyakarta: Tulisan dan Seni Pertunjukan,
Depdikbud. Kajian Bandingan: Resepsi dan
Transformasi Mantra Using.

173
E-ISSN 2503-0329 Volume 1, No. 2, September 2016 ISSN 2502-5864

Makalah dipresentasikan pada Cambridge: Blackwell.


seminar internasional sastra Zamzani. 1999. Perilaku Verbal dalam
Bandingan di Fakultas Sastra Interaksi Belajar Mengajar pada
Program Studi Pendidikan Bahasa
Universitas Jember, 10 Desember
Interaksi Belajar Mengajar pada
2004. Program Studi Pendidikan Bahasa
Soemardjan, Selo dan Soeleman dan Sastra Indonesia FPBS IKIP
Soemardi. 1964. Setangkai Bunga Yogyakarta. Disertasi: Jakarta IKIP
Sosiologi. Fakultas Ekonomi Jakarta.
Indonesia. Jakarta. Zamzani. 2007. Kajian Sosiopragmatik.
Sumarsono. 2007. Pengantar Yogyakarta: Cipta Pustaka.
Semantik. Yogyakarta: Penerbit Widyaruli, Astri. 2013. Pemilihan
Pustaka Pelajar Bahasa dalam Masyarakat
Tilaar, H.A.R., 2000, Paradigma Baru Multilingual: Kajian Sosiolinguistik
Pendidikan Nasional. Jakarta: pada Masyarakat Using di Desa
Rineka Cipta. Biting Kabupaten Jember. Jember:
Wardhaugh, Ronald. 1992. An LPPM Universitas Muhammadiyah
Introduction to Sosiolinguistics. Jember

174

Anda mungkin juga menyukai