Anda di halaman 1dari 14

Analisis Sumberdaya Manusia dan Ekonomi - 2020

Analisis Fertilitas Provinsi Riau

Didik Prastiyawan1, Fitroh Amaniah1, Tita Thalia Nurcahyani1, Iqbal Nugraha1,


Umi Listyaningsih2, Muhammad Arif Fahrudin Alfana.2

1
Mahasiswa Departemen Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi, Universitas
Gadjah Mada.
2
Dosen Departemen Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah
Mada.
e-mail: didik.prastiyawan@mail.ugm.ac.id

Abstract

Fertility is evidence of a woman's reproductive results which will have an impact on


population growth in the future. This analysis uses indicators for the number of births, Total
Fertility Rate (TFR), Gross Reproduction Rate (GRR), and Net Reproduction Rate (NRR).
The method of data analysis was carried out in a descriptive quantitative manner with
collective data from the Central Bureau of Statistics, Bappenas, and UNFPA in the form of
a 2010-2035 Indonesian Population Projection. The analysis shows that the number of births
will increase to 7.3 every 5 years, while the TFR indicator decreases by 5%, GRR decreases
by 7%, and NRR decreases by 8% every 5 years. Overall, it can be seen that the fertility
rate in Riau Province will continue to improve until 2035. To achieve the projection results,
it is necessary to confirm the government program to reduce the number of births in order
to avoid a surge in population.
Keywords: Fertility, TFR, GRR, NRR

Abstrak

Fertilitas merupakan bukti nyata dari hasil reproduksi seorang wanita yang akan berdampak
pada pertumbuhan penduduk dimasa yang akan datang. Pada analisis ini menggunakan
indikator jumlah kelahiran, Total Fertility Rate (TFR), Gross Reproduction Rate (GRR), dan
Net Reproduction Rate (NRR). Metode analisis data dilakukan secara deskriptif kuantitatif
dengan data kolektif dari Badan Pusat Statistik, Bappenas, dan UNFPA berupa Proyeksi
Penduduk Indonesia 2010-2035. Hasil analisis menunjukkan jumlah kelahiran akan
meningkat hingga angka 7,3 setiap 5 tahun, sedangkan indikator TFR menurun 5%, GRR
menurun 7%, dan NRR menurun 8% setiap 5 tahun. Secara keseluruhan dapat diketahui
bahwa tingkat fertilitas di Provinsi Riau akan semakin membaik hingga tahun 2035. Untuk
mewujudkan hasil proyeksi diperlukannya penegasan program pemerintah untuk menekan
angka jumlah kelahiran agar tidak terjadi lonjakan jumlah penduduk.

Kata kunci: Fertilitas, TFR, GRR, NRR


PENDAHULUAN
Fertilitas merupakan bukti nyata dari hasil kemampuan berproduksi oleh seseorang atau
sekelompok wanita melalui jumlah kelahiran, yang mana jumlah kelahiran tersebut akan
berdampak pada pertumbuhan penduduk dimasa yang akan datang. Akan tetapi terdapat pro
dan kontra pandangan para ahli terhadap pertumbuhan penduduk yang diakibatkan oleh jumlah
fertilitas ini. Tingginya angka fertilitas pada suatu daerah akan berpengaruh buruk terhadap
pembangunan karena hal tersebut akan menimbulkan lonjakan jumlah penduduk yang besar
dan memerlukan lapangan pekerjaan yang luas untuk menampung besarnya lonjakan jumlah
penduduk tersebut. Hal serupa juga dikemukakan oleh Sukirno (2006), mengatakan bahwa di
negara dunia ketiga pertumbuhan penduduk adalah penghalang pembangunan ekonomi.
Tingginya pengangguran, rendahnya tingkat pendapatan per kapita, tenaga terdidik yang
kurang, dan dana untuk penanaman modal yang terbatas adalah ciri-ciri penting negara dunia
ketiga yang menyebabkan pertumbuhan penduduk tinggi merupakan penghalang
pembangunan ekonomi.
Akan tetapi pendapat yang berbeda dikemukakan oleh Smith dalam Sukirno (2006),
mengatakan bahwa pertumbuhan penduduk akan merangsang pembangunan ekonomi.
Bertambahnya jumlah penduduk akan memperbesar pasar dan pembesaran pasar akan
meningkatkan keahlian individu dalam perekonomian tersebut. Semakin tinggi tingkat individu
yang memiliki keahlian, maka tingkat aktivitas ekonomi akan menjadi tinggi. Kemajuan dalam
keahlian dan klasifikasi pekerjaan diantara tenaga kerja akan mempercepat sistem
pembangunan ekonomi, karena keahlian akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan
memajukan perkembangan teknologi.
Menurut Mulyadi (2003) dalam Oktavia dkk (2014) Fertilitas merupakan hasil reproduksi
yang nyata dari seorang wanita atau sekelompok wanita. Dengan kata lain fertilitas ini
menyangkut banyaknya bayi yang lahir hidup. Fertilitas dalam pengertian demografi adalah
kemampuan riil seorang wanita untuk melahirkan, yang dicerminkan dalam jumlah bayi yang
dilahirkan. Tingkat kelahiran (fertilitas) ditentukan oleh jumlah penduduk wanita yang berada
pada usia reproduksi. Semakin banyak jumlah penduduk wanita usia reproduksi, maka
diasumsikan jumlah kelahiran semakin banyak pula (Sulistiawati dan Helmi, 2012).
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui gambaran terhadap perubahan fertilitas di
Provinsi Riau berdasarkan data proyeksi penduduk tahun 2010 - 2035. Indikator yang
digunakan dalam analisis fertilitas antara lain jumlah kelahiran, Total Fertility Rate (TFR), Gross
Reproduction Rate (GRR), dan Net Reproduction Rate (NRR). Lembaga Demografi (1981)
menyatakan bahwa Total Fertility Rate (TFR) adalah rata-rata jumlah anak (laki-laki dan
perempuan) yang dilahirkan per 1.000 penduduk perempuan selama masa reproduksi dengan
asumsi bahwa tingkat kelahiran tidak mengalami perubahan selama periode reproduksi. Jumlah
kelahiran pada suatu wilayah merupakan total kelahiran bayi laki-laki maupun perempuan di
wilayah tersebut. TFR adalah indikator yang dapat memberikan informasi mengenai rata-rata
jumlah anak yang dilahirkan, namun belum dapat menggambarkan jumlah anak perempuan
yang akan menggantikan ibu dalam hal terkait fertilitas. GRR merupakan angka kasar yang
menunjukkan banyaknya jumlah kelahiran bayi perempuan terhadap 1000 wanita dengan
asumsi tidak terdapat bayi perempuan yang meninggal sebelum akhir masa reproduksinya.
NRR merupakan salah satu hasil (output) proyeksi penduduk yang sering diinterpretasikan
sebagai banyaknya anak perempuan yang dilahirkan oleh setiap perempuan dalam masa
reproduksinya (BPS, 2013). NRR hampir sama dengan GRR karena merepresentasikan ukuran
fertilitas yang berkaitan dengan kemampuan wanita dalam melahirkan bayi perempuan untuk
menggantikan dirinya bereproduksi. Hanya saja perbedaannya terletak pada adanya
aspek/pertimbangan terhadap kematian bayi perempuan.
METODE
Analisis fertilitas dilakukan di Provinsi Riau (Gambar 1) dengan menggunakan metode
analisis data deskriptif kuantitatif. Analisis data dilakukan dengan menggunakan data sekunder
dari publikasi Badan Pusat Statistik. Teknik pengumpulan data dilakukan secara kolektif dari
Badan Pusat Statistik, Bappenas, dan UNFPA berupa Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-
2035. Penggunaan data tahun 2010 sampai dengan 2035 dipilih guna mengetahui gambaran
terhadap perubahan fertilitas di Provinsi Riau berdasarkan data proyeksi penduduk tahun 2010
- 2035.
Sistem penyajian data disajikan dalam bentuk tabel dan grafik yang terdiri dari data
proyeksi jumlah kelahiran, Total Fertility Rate (TFR), Gross Reproduction Rate (GRR), dan Net
Reproduction Rate (NRR), dan data pendukung lainnya.

Gambar 1. Daerah Kajian Penelitian


Sumber: Provinsi Riau dalam angka 2020

HASIL DAN PEMBAHASAN


Jumlah penduduk Provinsi Riau berdasarkan data sensus penduduk sebesar 4.755.061
jiwa pada tahun 2000 dan meningkat menjadi 5.538.367 jiwa pada tahun 2010. Jumlah
penduduk ini akan terus meningkat jika tidak ditangani dengan baik. Peningkatan jumlah
penduduk dapat dipantau melalui proyeksi tingkat fertilitas. Fertilitas dapat dilihat melalui
indikator jumlah kelahiran, Total Fertility Rate (TFR), Gross Reproduction Rate (GRR), dan Net
Reproduction Rate (NRR).
1. Jumlah Kelahiran
Pertumbuhan penduduk yang masih tinggi disebabkan tingkat kelahiran masih lebih
tinggi dibandingkan tingkat kematian penduduk. Hal ini selanjutnya mengakibatkan proporsi
penduduk dengan usia muda yang besar, sehingga kelompok penduduk yang secara
langsung ikut dalam proses produksi harus memikul beban yang relatif lebih berat untuk
melayani kebutuhan penduduk yang belum termasuk dalam kelompok usia kerja. Jumlah
kelahiran merupakan banyaknya kelahiran hidup yang terjadi pada waktu tertentu di wilayah
tertentu (Disdukcapil, 2018). Informasi tentang jumlah kelahiran bermanfaat untuk
perencanaan pembangunan berbagai fasilitas yang dibutuhkan khususnya pengembangan
fasilitas kesehatan ibu dan anak, baik untuk masa kini maupun masa yang akan datang.
selain itu, data tentang jumlah kelahiran merupakan dasar untuk perhitungan berbagai
indikator fertilitas seperti Angka Kelahiran Kasar, Angka Kelahiran Menurut Umur, Angka
Fertilitas Total, Angka Reproduksi Bersih, dan Rasio Anak Wanita. Angka ini antara lain
dapat dimanfaatkan untuk memperkirakan jumlah kebutuhan fasilitas kesehatan yang akan
dibutuhkan oleh ibu hamil maupun bayi-bayi yang lahir tersebut.
Berdasarkan Gambar 2, didapat bahwa proyeksi jumlah kelahiran di Provinsi Riau
dari tahun 2010 hingga 2035 diproyeksikan akan terus naik dimana tahun 2010 menyentuh
angka 144.800 jiwa bayi lahir hidup dan pada tahun 2035 menyentuh angka 161.600 jiwa
bayi lahir hidup. Terdapat perbedaan sebesar 16.800 jiwa bayi lahir hidup dari tahun 2012-
2016. Proyeksi kenaikan jumlah kelahiran tertinggi terjadi pada tahun 2010 ke tahun 2015
dimana terjadi penambahan sebesar 7.300 jiwa bayi lahir, hal ini disebabkan terjadinya
peningkatan jumlah kelahiran adalah banyaknya pasangan usia subur di Provinsi Riau.
Selain itu, faktor- faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat fertilitas adanya
perbedaan tingkat sosial ekonomi masyarakat seperti tingkat pendapatan keluarga,
pendidikan keluarga, usia kawin pertama, dan lama penggunaan alat kontrasepsi (Mantra,
2012).

Gambar 2. Grafik Jumlah Kelahiran di Provinsi Riau


Sumber : Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035, Badan Pusat Statistik, Bappenas
dan UNFPA
Peningkatan proyeksi jumlah kelahiran di Provinsi Riau dapat dipengaruhi oleh
beberapa hal yaitu tingkat pendidikan istri. Tingkat pendidikan istri dapat mempengaruhi
jumlah kelahiran di Provinsi Riau, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan istri akan
mengarahkan istri untuk memiliki rencana jumlah anak yang semakin sedikit. Jumlah
kelahiran di Provinsi Riau meningkat, hal tersebut dapat diindikasikan bahwa tingkat
pendidikan istri di Provinsi Riau rendah. Menurut Saleh (2003) dalam Agustia (2018),
tingkat pendidikan istri diduga sebagai salah satu variabel yang penting dalam mengukur
ragam tingkat fertilitas. Karena variabel ini banyak berfungsi dalam sikap, perubahan status,
dan pandangan hidup mereka di dalam masyarakat. Pendidikan juga memberikan jalan
yang lebih luas kepada perempuan untuk bertindak dalam aktivitas ekonomi.
Selain tingkat pendidikan istri, faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan
proyeksi kelahiran yaitu tidak ikut sertaan pasangan usia subur dalam program KB. KB atau
Keluarga Berencana adalah kegiatan yang bertujuan membangun keluarga yang sejahtera
dan sehat dengan membatasi kelahiran. Itu berarti yaitu merencanakan jumlah keluarga
dengan membatasi yang bisa dilakukan dengan menggunakan penanggulangan kelahiran
atau alat kontrasepsi seperti spiral IUD, kondom, dan lain-lain. (BKKBN, 2017). Kurangnya
kesadaran pasangan usia subur di Provinsi Riau akan pentingnya program Keluarga
Berencana yaitu dengan merencanakan kehamilan dengan matang dan penggunaan alat
kontrasepsi membuat proyeksi jumlah kelahiran di Provinsi Riau meningkat.
Faktor selanjutnya yang dapat mempengaruhi naiknya proyeksi jumlah kelahiran di
Provinsi Riau adalah pendapatan rumah tangga. Pendapatan rumah tangga dapat
mempengaruhi proyeksi jumlah kelahiran di Provinsi Riau, dimana anak dipandang sebagai
barang konsumsi yang memberikan utilitas (kepuasan), yang tahan lama. Dengan
menggunakan asumsi selera orang tua tidak berubah, barang konsumsi lain dan harga
anak tidak mempengaruhi rumah tangga berkonsumsi. Terjadinya perubahan pada
pendapatan, akan berpengaruh positif terhadap anak. Saat pendapatan mengalami
kenaikan, maka akan meningkatkan permintaan terhadap anak dan begitupun sebaliknya.
Namun peningkatan pendapatan dalam rumah tangga pada masyarakat modern terutama
di daerah perkotaan akan menurunkan permintaan terhadap anak. Hal tersebut dipengaruhi
oleh biaya yang harus dikeluarkan orangtua dalam menambah anak, serta alokasi waktu
yang dimiliki oleh orangtua dalam merawat anak menjadi berkurang. Sehingga akan
menurunkan tingkat kepuasan (utilitas) waktu dalam membesarkan anak, maka orangtua
akan lebih memilih meningkatkan kualitas anak dan konsumsi terhadap barang lain.
Berdasarkan hal tersebut dapat diasumsikan bahwa pendapatan masyarakat di Provinsi
Riau stabil dan dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari namun kepercayaan
masyarakat Riau masih beranggapan bahwa banyak anak akan meningkatkan rezeki.
2. TFR
Angka Kelahiran Total (Total Fertility Rate/TFR) adalah jumlah kelahiran hidup laki-
laki dan perempuan tiap 1000 penduduk yang hidup hingga akhir masa reproduksinya
dengan catatan tidak ada seorang perempuan yang meninggal sebelum mengakhiri masa
reproduksinya dan tingkat fertilitas menurut umur tidak berubah pada periode waktu tertentu
(Mantra, 2013). Nilai TFR jika tidak diperhatikan oleh pemerintah akan menimbulkan
masalah penting bagi pemerintah, karena meningkatnya nilai TFR, maka akan
meningkatkan jumlah penduduk. Fertilitas merupakan faktor dominan yang mempengaruhi
laju pertumbuhan penduduk (Sinaga, 2017).
Berdasarkan data Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035 (Gambar 3)
menunjukkan angka TFR di Provinsi Riau sebesar 2,92 anak per wanita pada tahun 2010,
dan menurun 5% pada tahun berikutnya dan terus menurun 5% pada tiap tahunnya seiring
tren kelahiran di masa lampau Provinsi Riau.

Gambar 3. Grafik Proyeksi Total Fertility Rate/TFR Provinsi Riau 2010-2035


Sumber: Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035, Badan Pusat Statistik, Bappenas
dan UNFPA
Walaupun proyeksi TFR di Provinsi Riau diperkirakan akan terus menurun, namun
angka tersebut berbeda 0.2 poin dari nilai TFR Indonesia yang ditunjukkan pada Gambar
4. Hal ini dikarenakan Nilai TFR Indonesia diperoleh dari rata-rata kelahiran seluruh provinsi
yang ada di Indonesia, sehingga dapat dikatakan angka kelahiran di setiap provinsi di
Indonesia jumlahnya tidak sama. Ketidaksamaan tersebut terjadi karena adanya
perbedaan jumlah pasangan usia subur dan jumlah penduduk yang tinggal di masing-
masing provinsi.
Gambar 4. Grafik Proyeksi Total Fertility Rate/TFR Provinsi Riau dan Indonesia
Sumber: Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035, Badan Pusat Statistik, Bappenas
dan UNFPA
Dilihat pada Gambar 3 dan 4 TFR Provinsi Riau masih jauh dari capaian ideal hingga
tahun 2035. Angka standar capaian ideal bagi seluruh negara (penduduk tumbuh
seimbang) merupakan 2,1 (Netral,2019). Nilai TFR 2,1 dapat diartikan 2 orang anak yang
dilahirkan akan menggantikan kedua orang tuanya. Namun jika dilihat dalam skala negara,
Indonesia akan mencapai standar ideal pada tahun 2027. Nilai proyeksi TFR menunjukkan
bahwa pemerintah Riau akan berhasil dalam mengendalikan jumlah penduduknya melalui
program Keluarga Berencana yang telah dilaksanakan sejak tahun 1967. Namun, pada
kenyataannya dari hasil survei SDKI (Gambar 4) pada tahun 2017 angka TFR Provinsi Riau
masih berada pada nilai 2,9 sama dengan nilai proyeksi pada tahun 2010. Tidak hanya di
provinsi Riau di Indonesia sendiri pada tahun 2017 nilai TFR juga masih sama dengan
tahun 2010. Hal ini menandakan bahwa program KB di Provinsi Riau dan Indonesia belum
sepenuhnya berhasil.
Tabel 1. TFR SDKI dan Proyeksi TFR provinsi-provinsi di Pulau Sumatera

Sumber: Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035, Badan Pusat Statistik, Bappenas


dan UNFPA dan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017
Proyeksi TFR yang telah dihitung pada tahun 2013 di Provinsi Riau tidak sesuai
dengan hasil survei pada tahun 2017 dikarenakan masih adanya penduduk yang berumur
kurang dari 16 tahun sudah menikah baik di area pedesaan maupun perkotaan (Tabel 2),
sehingga peluang untuk melahirkan anak lebih tinggi dibandingkan kawin di umur yang
lebih tua. Besar kecilnya jumlah kelahiran dalam suatu penduduk, tergantung pada
beberapa faktor misalnya, struktur umur, tingkat pendidikan, umur pada waktu kawin
pertama, banyaknya perkawinan, status pekerjaan wanita, penggunaan alat kontrasepsi
dan pendapatan/kekayaan Adioetomo dan Samosir (2011). Kawin di usia dini dapat
menjadi parameter penentuan kebijakan serta program yang dapat diterapkan di Provinsi
Riau untuk menekan angka kelahiran. Umur pada saat perkawinan pertama yang masih
dini dapat mempengaruhi kesehatan reproduksi wanita, selain itu risiko yang muncul lebih
besar ketika melahirkan, bahkan tidak jarang menimbulkan kematian pada ibu atau bayi
yang dilahirkan bila umur perkawinan pertama semakin muda (Sinaga,dkk, 2017). Upaya
pemerintah dalam menangani umur perkawinan pertama adalah dengan menaikkan batas
minimal usia perempuan menikah yang semula 16 tahun (UU No.1 Tahun 1994) menjadi
19 Tahun (UU No. 16 Tahun 2019).
Tabel 2. Persentase Perempuan Berumur 10 Tahun ke Atas yang Pernah Kawin
menurut Kabupaten/Kota, daerah Tempat Tinggal, dan Umur Perkawinan Pertama di
Provinsi Riau, 2017

Sumber: Statistik Kesejahteraan Provinsi Riau 2017, Badan Pusat Statistik Provinsi
Riau
3. Angka Reproduksi Kasar (GRR)
Gross Reproduction Rate (GRR) atau tingkat reproduksi bruto adalah jumlah
anak perempuan yang dilahirkan hidup per 1.000 penduduk perempuan dengan asumsi
bahwa tidak ada bayi perempuan yang meninggal sebelum mengakhiri usia reproduksi
(Salim, 2017). Data GRR Provinsi Riau berdasarkan Proyeksi Penduduk Indonesia 2010
- 2035 dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Grafik Proyeksi Angka Reproduksi Kasar (GRR) Provinsi Riau tahun 2010 -
2035
Sumber: Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035, Badan Pusat Statistik, Bappenas
dan UNFPA
Berdasarkan grafik diatas, GRR diperkirakan akan mengalami penurunan pada
tahun 2015 - 2025 sebesar 0,2% dan pada tahun 2030 -2035 sebesar 0,1%. Penurunan
tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yaitu jumlah pernikahan, kondisi ekonomi, dan
status bekerja Wanita Usia Subur (WUS). Berdasarkan penelitian Jatmiko (2019)
menunjukkan bahwa dengan tingkat kesalahan 5%, umur, tingkat pendidikan, status
bekerja, status kekayaan, jumlah anak yang meninggal, penggunaan kontrasepsi dan umur
melahirkan anak pertama berpengaruh secara signifikan terhadap fertilitas. GRR
merupakan salah satu indikator fertilitas yang berpeluang besar dipengaruhi oleh faktor -
faktor yang berpengaruh terhadap fertilitas hasil penelitian Jatmiko (2019).
Jumlah pernikahan di Provinsi Riau mengalami penurunan pada tahun 2018 -2019.
Penurunan jumlah pernikahan menjadikan peluang kelahiran khususnya anak perempuan
menjadi lebih kecil dan hal tersebut dapat menurunkan angka GRR. Jumlah pernikahan di
Provinsi Riau dapat dilihat pada gambar 6 dan per kabupaten/kota di Provinsi Riau dapat
dilihat pada gambar 7.

Gambar 6. Grafik Jumlah Pernikahan di Provinsi Riau tahun 2018 - 2019


Sumber: Badan Pusat Statistik Riau

Gambar 7. Grafik Jumlah Pernikahan per kabupaten/kota di Provinsi Riau tahun 2018
- 2019
Sumber: Badan Pusat Statistik Riau
Dari 1.259.307 pasangan usia subur pada tahun 2019, 807.748 merupakan peserta
KB aktif yang artinya 64,14% dari total pasangan usia subur merupakan peserta aktif KB
angka tersebut cukup baik dan menyumbang peran penurunan angka GRR karena KB
merupakan program anti natalis. Persebaran peserta KB aktif tiap kabupaten/kota dapat
dilihat pada gambar 8.
Gambar 8. Grafik Peserta KB aktif per kabupaten/kota di Provinsi Riau tahun 2019
Sumber: Badan Pusat Statistik Riau
Berdasarkan penelitian Jatmiko (2019) menyebutkan bahwa kondisi ekonomi
berpengaruh signifikan pada fertilitas. Hal tersebut tampaknya berlaku untuk Provinsi Riau
dengan penurunan persentase penduduk miskin pada tahun 2017 – 2019 sebanyak 0,6%
yang berpengaruh terhadap penurunan GRR yang merupakan salah satu indikator fertilitas.
Persentase penduduk miskin di Provinsi Riau pada tahun 2017 – 2019 dapat dilihat pada
gambar 9. Tiap kabupaten/kota di Provinsi Riau juga menunjukan penurunan persentase
penduduk miskin yang dapat dilihat pada gambar 10.

Gambar 9. Grafik Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Riau tahun 2017 – 2019
Sumber: Badan Pusat Statistik Riau
Gambar 10. Grafik Persentase Penduduk Miskin tiap kabupaten/kota di Provinsi Riau
tahun 2017 – 2019
Sumber: Badan Pusat Statistik Riau
Selain dari persentase jumlah penduduk miskin, kondisi ekonomi juga dapat dilihat
melalui klasifikasi keluarga seperti gambar 11. Berdasarkan gambar 11, klasifikasi keluarga
di Provinsi Riau didominasi oleh Keluarga sejahtera I dan Keluarga Sejahtera II yang relatif
menggambarkan kondisi ekonomi yang cukup baik sehingga dapat berdampak pada
penurunan GRR. Grafik klasifikasi keluarga tiap kabupaten/kota dapat dilihat pada gambar
12.

Gambar 11. Grafik Jumlah Keluarga Menurut Klasifikasi Keluarga di Provinsi Riau
tahun 2019
Sumber: Badan Pusat Statistik Riau
Gambar 12. Grafik Jumlah Keluarga Menurut Klasifikasi Keluarga tiap kabupaten/kota
di Provinsi Riau tahun 2019
Sumber: Badan Pusat Statistik Riau
4. NRR
Tingkat Reproduksi Neto (NRR) merupakan angka yang merepresentasikan jumlah
bayi perempuan tiap kohor 1000 wanita yang bertahan hidup sebelum mengakhiri masa
reproduksinya. Asumsi yang digunakan adalah dengan melihat pola fertilitas maupun
mortalitas ibunya. Analisis yang telah dilakukan pada indikator ini yaitu dengan melihat
perbandingan antara NRR Provinsi Riau dengan NRR Indonesia pada proyeksi tahun 2010
– 2035 (Gambar 13).

Gambar 13. Grafik Net Reproduction Rate (NRR)


Sumber: Badan Pusat Statistik
Berdasarkan Gambar 13 menunjukkan bahwa posisi nilai NRR Provinsi Riau berada
di atas NRR Indonesia, yang mengartikan bahwa jumlah kelahiran bayi perempuan di
Provinsi Riau lebih banyak dibandingkan dengan rata-rata jumlah kelahiran bayi
perempuan yang ada di Indonesia. Pada tahun 2010 – 2035 nilai NRR Provinsi Riau
diproyeksikan turun karena beberapa asumsi yang mana salah satu penyebabnya yaitu
oleh adanya penurunan jumlah kelahiran, begitu pula dengan rata-rata NRR di Indonesia.
Nilai NRR Provinsi Riau tahun 2010 adalah sebesar 1,3 yang mengartikan bahwa dalam
1000 wanita akan digantikan oleh 1300 anak wanita yang mana diinterpretasikan akan tetap
hidup hingga seusia ibu yang melahirkan wanita. Tahun 2015 nilai NRR masih tetap
sebesar 1,3. Kemudian tahun 2020 – 2030 NRR mengalami penurunan pada masing-
masing periode tahun senilai 1,2; 1,1; dan 1. Selanjutnya pada tahun 2035 nilai NRR masih
stabil pada nilai 1.
Hasil proyeksi antara NRR Provinsi Riau dibandingkan dengan rata-rata NRR
Indonesia menunjukkan bahwa banyaknya kelahiran bayi perempuan di Provinsi Riau akan
menyuplai rata-rata NRR di Indonesia karena nilainya yang surplus atau lebih dari per 1000
penduduk wanita. Hal ini kemudian dapat mengindikasikan bahwa penduduk Indonesia
tidak akan mengalami kekurangan terkait jumlah penduduk wanita yang dapat
bereproduksi. Namun pada bagian akhir proyeksi terdapat penurunan pada rata-rata RRN
Indonesia menjadi 0,9 dan hal tersebut berkorelasi pula dengan NRR Provinsi Riau senilai
1, sehingga pada kondisi ini nilai NRR Provinsi Riau kurang mampu untuk menyuplai nilai
rata-rata NRR Indonesia agar bernilai 1. Faktor yang menyebabkan turunnya nilai rata-rata
NRR Indonesia adalah karena terdapat wilayah beberapa wilayah lain dengan nilai NRR
kecil, sehingga menurunkan rata-rata NRR Indonesia. Salah satu wilayah dengan nilai NRR
terkecil adalah DKI Jakarta. Gambar 14 menunjukkan bahwa dari NRR DKI Jakarta mulai
tahun 2010 hingga proyeksi tahun 2035 nilainya di bawah 1 yang mana mengindikasikan
akan terjadinya kekurangan penduduk perempuan yang berpotensi melakukan reproduksi
di wilayah tersebut.

Gambar 14. Grafik Net Reproduction Rate (NRR)


Sumber: Badan Pusat Statistik

KESIMPULAN
Fertilitas di Provinsi Riau diproyeksikan akan mengalami penurunan hingga tahun 2035.
Jumlah kelahiran akan meningkat hingga angka 7,3 setiap 5 tahun, sedangkan indikator TFR
menurun 5%, GRR menurun 7%, dan NRR menurun 8% setiap 5 tahun. Untuk mewujudkan
hasil proyeksi diperlukannya penegasan program pemerintah untuk menekan angka jumlah
kelahiran agar tidak terjadi lonjakan jumlah penduduk. Hal tersebut dikarenakan fertilitas di
Indonesia sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA

Adioetomo Sri Moertiningsih dan Samosir Omas Bulan. (2011). Dasar-Dasar Demografi Edisi
Revisi 2. Jakarta: Salemba Empat

Agustia, T. 2018. Pengaruh Sosial Ekonomi Istri Terhadap Tingkat Fertilitas Di Kota Pekanbaru.
Jurnal Online Mahasiswa FEB. Volume 1 No. 1 (Januari – Juni 2018)

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). 2017. Usia Pernikahan
Ideal 21-25 tahun. Diakses dari https://www.bkkbn.go.id/detailpost/bkkbnusia-
pernikahan-ideal-21-25-tahun. Pada kamis 8 Oktober 2020 pukul 16.36 WIB.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Badan Pusat Statistik, Kementerian
Kesehatan, USAID. 2018. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017.
Jakarta

Badan Pusat Statistik, Bappenas, dan UNFPA. 2013. Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035.
Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Badan Pusat Statistik, Kementrian
Kesehatan, USAID. 2018. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017.
Jakarta

Badan Pusat Statistik Provinsi Riau. Statistik Kesejahteraan Provinsi Riau 2017. Riau: Badan
Pusat Statistik Provinsi Riau

Disdukcapil. 2018. Data Penduduk Kabupaten Aceh Jaya : Kelahiran. Diakses dari
http://disdukcapil.acehjayakab.go.id/kelahiran/. pada kamis 8 oktober 2020 pukul 15.21
WIB.
Jatmiko, Yogo Aryo dan Sri Wahyuni. 2019. Determinan Fertilitas Di Indonesia Hasil SDKI
2017. Jurnal Euclid, Vol.6, No.1, pp. 95.
Lembaga Demografi. 1981. Dasar-Dasar Demografi. Jakarta: Lembaga Demografi Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.

Mantra, I. B. 2012. Demografi Umum. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Mantra, I. B. 2013. Demografi Umum: Edisi Kedua. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Netral, A. 2019. Melihat TFR Indonesia dalam Konteks Global. Bkkbn. Diakses dari
http://ntb.bkkbn.go.id/?p=1380 pada Kamis, 8 Oktober 2020 pukul 14.48 WIB.

Oktavia, W. Y., Putro, T. S., dan Sari, L. 2014. Pengaruh Tingkat Pendidikan, Struktur Umur,
dan Kematian Bayi Terhadap fertilitas di Kota Pekanbaru. Jurnal Online Mahasiswa
FEKON Vol. 1 No. 2, Universitas Riau. Pekanbaru.

Salim, Lutfi Agus, Hari Kusnanto, Lutfan Lazuardi, dan Kuntoro. 2017. Smart Fert: Aplikasi
Praktis, Valid, Dan Mudah Untuk Mengukur Indikator Fertilitas Di Era Otonomi Daerah.
Populasi Volume 25 Nomor 1 2017.

Sinaga, L., Hardiani., Purwaka, H. L. 2017. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat fertilitas
di perdesaan (Studi pada Desa Pelayangan Kecamatan Muara Tembesi Kabupaten
Batanghari). Jurnal Paradigma Ekonomika Vol. 12, No. 1, hlm: 41-48

Sukirno, Sadono. 2006. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah, dan Dasar Kebijakan Edisi
Kedua. Jakarta: Kencana.
Sulistiawati., Rini., dan Helmi. 2012. Perempuan dan Fertilitas (Kajian Masalah Kependudukan
di Kalimantan Barat Berdasarkan Data Sensus Penduduk tahun 2010). Jurnal
Manajemen. Vol. 9, No. 1, Februari 2013, hlm : 8-23. ISSN 2085-1596.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perkawinan

Anda mungkin juga menyukai