Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK TUTORIAL 6

SKENARIO 1
Blok 6.3

Tutor :
dr. Nyimas Natasha Ayu Shafira, M.Pd.Ked

Anggota Kelompok :
Fraya Livia Ulima G1A113046
Sara Ashari G1A113047
Fiona Mazka G1A113048
Agus Fathammubin NST G1A113049
Putri Rahmadhanita G1A113050
Veragita Mayasari G1A113051
Wenny Oktaviani G1A113052
Argius Tumanggor G1A113053
Rabanimukram Desyauri G1A113054
Febriano Ramadhana N G1A113055

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2015/2016
SKENARIO

Tn. Y, 45 tahun, seorang wiraswasta yang diketahui usahanya mengalami kebangkrutan enam
bulan yang lalu, sejak 2 bulan terakhir ini mengeluh insomnia dan sering merasa cemas,
gelisah, jantung berdebar-debar kencang dan nyeri ulu hati.

Hubungan dengan istri juga mengalami gangguan, penderita mengalami ejakulasi dini dan
lekas marah. Hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan dokter tidak
menunjukkan adanya kelainan.

Tuntutan hidup yang besar membuat 2 minggu terakhir insomnia semakin parah, penderita
merasa semangatnya berkurang, kehilangat minat dan hal-hal yang membuatnya senang,
sosialisasi dan perawatan diri juga agak berkurang. Setelah mendapat pemeriksaan kesehatan
yang komprehensif, diagnosa Tn. Y ditegakkan berdasarkan PPDGJ sehingga dapat
dilakukan penatalaksanaan yang tepat. Dokter juga tidak lupa untuk menjelaskan prognosis
kasus ini pada Tn. Y.
I. KLARIFIKASI ISTILAH

1. Insomnia

Gangguan tidur di mana adanya kesulitan untuk masuk tidur, mempertahankan tidur, tidak
cukup tidur ditandai sering terbangun dan merasa lelah.

2. Cemas

Perasaan keprihatinan, ketidakpastian, dan ketakutan tanpa simulus yang jelas.

3. Gelisah

Rasa tidak nyaman/khawatir yang berlebihan.

4. Ejakulasi dini

Pengeluaran air mani sebelum waktunya (<5 menit).

5. Pemeriksaan komprehensif

Pemeriksaan kesehatan lengkap dan terkini untuk mendapatkan hasil diagnosa yang
terbaik.

6. PPDGJ

Kepanjangan dari pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa.


II. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Bagaimana mekanisme terjadinya insomnia?

2. Mengapa Tn.Y mengalami insomnia?

3. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan insomnia?

4. Bagaimana fisiologi dari tidur?

5. Mengapa kebangkrutan bisa menyebabkan cemas, gelisah, jantung berdebar dan nyeri ulu
hati?

6. Apa saja jenis-jenis insomnia?

7. Apa saja gangguan tidur lain selain insomnia?

8. Bagaimana mekanisme dari ejakulasi dini?

9. Apa saja pemeriksaan kesehatan yang dapat dilakukan untuk Tn.Y?

10. Bagaimana cara diagnosis berdasarkan PPDGJ?

11. Apa hubungan tuntutan kehidupan yang besar dengan semangat berkurang, kehilangan
minat dan hal-hal yang membuat senang, sosialisasi dan perawatan diri berkurang?

12. Apa yang terjadi pada Tn.Y?


III. ANALISIS MASALAH

1. Bagaimana mekanisme terjadinya insomnia?1,2

Adanya pemicu rasa stress pada Tn. Y menimbulkan gangguan pada fungsi saraf pusat.
Perubahan fungsional yang berubah itu adalah berbagai neurotransmitter dan sistem
pemberi signal intraneuronal, sehingga terjadi penurunan pelepasan norepinefrin dan
serotonin. Pelepasan neurotransmitter (khususnya serotonin) yang menurun itulah yang
menyebabkan tidak adanya perangsangan untuk tidur sehingga Tn. Y tetap terjaga
(insomnia).

Patofisiologi
Adanya stressor  gangguan pikiran  mempengaruhi sistem saraf pusat  terjadi
perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan sistem pemberi signal
intraneuronal  terjadi ketidakseimbangan pelepasan norepineprin dan serotonin 
penurunan aktivitas norepineprin dan serotonin  gangguan tidur  insomnia

2. Mengapa Tn.Y mengalami insomnia?2

Adanya pemicu stress pada Tn.Y mempengaruhi sistem saraf pusat sehingga timbul
perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan sistem pemberi signal
intraneuronal. Akibatnya, terjadi ketidakseimbangan pelepasan norepinefrin dan serotonin
(pelepasan menurun) yang menyebabkan penurunan aktivitas norepinefrin dan serotonin.
Pelepasan neurotransmitter (khususnya serotonin) yang menurun itulah yang
menyebabkan tidak adanya perangsangan untuk tidur sehingga Tn.Y tetap terjaga.

3. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan insomnia?2

Penyebab dari gangguan tidur biasanya dibagi menjadi 3 kondisi, yakni kondisi medis,
kondisi psikiatri dan kondisi lingkungan.

a. Beberapa kondisi medis yang dapat menyebabkan gangguan tidur adalah:


 Gangguan pada jantung seperti gagal jantung dan iskemia pada pembuluh koroner
 Stroke, kondisi degenerative, demensia, gangguan tidur karena gangguan CNS
 Hipotiroid, menopause, siklus menstruasi, kehamilan, dan hipogonadisme
 Gangguan paru obstruktif, asma, Pickwikian syndrome (obstructive sleep apnea
syndrome)
 Penyakit muntahan cairan  lambung
 Gangguan pada darah
 Penggunaan obat seperti dekongestan, kortikosteroid, dan bronkodilator
 Kondisi lainnya seperti demam, nyeri dan infeksi
b. Beberapa kondisi psikologis yang dapat menyebabkan gangguan tidur:
 Depresi dapat menyebabkan gangguan dalam rapid eye movement (REM)
 Sindrom post trauma
 Obat-obatan psikotropika
 Pikiran yang membebani atau stress
 Tegang-cemas
c. Beberapa kondisi lingkungan yang dapat menyebabkan gangguan tidur:
 Kejadian yang mengancam nyawa atau kejadian yang memiliki stress tinggi
 Gangguan siklus tidur akibat waktu kerja yang tidak tetap (malam dan pagi)
 Lingkungan yang bising, dingin, ataupun terlalu panas.

4. Bagaimana fisiologi dari tidur?1,3

Ada teori lama yang menyatakan bahwa area eksisatori pada batang otak bagian atas,
yang disebut sistem aktivasi retikular, mengalami kelelahan setelah seharian terjaga
sehingga menjadi inaktif. Keadaan ini disebut teori pasif dari tidur. Percobaan penting
telah mengubah pandangan ini ke teori yang lebih baru bahwa tidur disebabkan oleh
proses penghambatan aktif, hal ini terbukti bahwa pemotongan batang otak setinggi
regio midpontil menghasilkan otak dengan korteks yang tak pernah tidur. Dengan kata
lain, ada beberapa pusat yang terletak di bawah ketinggian midpontil pada batang otak,
yang diperlukan untuk menyebabkan tidur dengan cara menghambat bagian-bagian otak
lainnya.
Perangsangan pada beberapa daerah spesifik otak dapat menimbulkan keadaan tidur
dengan sifat-sifat yang mendekati keadaan tidur alami. Beberapa cara perangsangan ini
adalah sebagai berikut:
 Adanya rangsangan pada nuclei rafe yang terletak di separuh bagian bawah pons dan
medulla  serat-serat saraf menyebar ke formatio retikularis, ke atas menuju
thalamus, neokorteks hipotalamus dan sebagian besar pada sistem limbik  pada
ujung-ujung serat saraf tersebut terdapat serotonin yang berperan dalam proses tidur.
 Perangsangan pada area dalam nuclei traktus solitarius (merupakan region sensorik
medulla dan pons)  yang dilewati sinyal sensorik visceral yang memasuki otak
melalui saraf IX dan X  keadaan tidur.
 Adanya rangkaian SSP dan batang otak saling menghambat dan mengaktifkan neuron
area locus ceruleus dan norepinefrin  mencetuskan terjadinya tidur.1

Tipe-tipe tidur, yaitu:


Tidur terdiri atas dua keadaan fisiologis: nonrapid eye movement (NREM)dan rapid eye
movement (REM).Pada tidur NREM, yang terdiri atas tahap 1 sampai 4, sebagian besar
fungsi fisiologis sangat berkurang dibandingkan dengan keadaan terjaga.Tidur REM
merupakan jenis tidur yang secara kualitatif berbeda, ditandai dengan tingginya aktivitas otak
dan tingkat aktivitas fisiologis yang menyerupai tingkat aktivitas saat terjaga.
Hal yang sangat penting dalam tidur REM :
- Tidur REM biasanya disertai mimpi yang aktif dan pergerakan otot tubuh yang aktif.
- Seseorang lebih sukar dibangunkan oleh rangsangan sensorik selama tidur gelombang
lambat, namun orang-orang terbangun secara spontan dipagihari sewaktu episode tidur
REM.
- Tonus otot diseluruh tubuh sangat berkurang, dan ini menunjukkan adanya hambatan
yang kuat pada area pengaturan otot dispinal.
- Frekuensi denyut jantung dan pernafasan biasanya menjadi iregular, dan ini merupakan
sifat dari keadaan tidur dengan mimpi.
 Walaupun ada hambatan yang sangat kuat pada otot-otot perifer, masih timbul pergerakan
otot yang tidak teratur. Keadaan ini khususnya mencakup pergerakan mata yang cepat.Pada
tidur REM, otak menjadi sangat aktif, dan metabolisme diseluruh otak menjadi meningkat
sebanyak 20%. Pada elektroensefalogram (EEG) terlihat pola gelombang otak yang serupa
dengan yang terjadi selama keadaan siaga. Tidur tipe ini disebut juga tidur
paradoksikal karena hal ini bersifat paradoks, yaitu seseorang dapat tetap tertidur walaupun
aktivitas otaknya meningkat.
Elektroensefalogram (EEG) saat terjaga ditandai oleh gelombang alfa dengan frekuensi 8 –
12 siklus perdetik dan aktivitas tegangan rendah dari frekuensi campuran. Saat seorang
tertidur, aktivitas alfa mulai menghilang.
 Stadium 1 (stadium tidur  yang paling ringan): ditandai aktifitas teratur tegangan
rendah dan dengan frekuensi 3 – 7 siklus perdetik setelah beberapa detik atau menit
masuk ke stadium 2.
 Stadium 2: suatu pola gelombang yang menunjukkan pencatatan berbentuk pilin
(spindle shaped) yang kerap dengan frekuensi 12 – 14 siklus perdetik (sleep spindle),
lambat dan trifasik yang dikenal sebagai kompleks K.
 Stadium 3: segera setelahnya, gelombang delta yaitu aktivitas tegangan tinggi dengan
frekuensi 0,5 – 2,5 perdetik  membuat penampakan dan menghabiskan kurang dari
50% pencatatan.
 Stadium 4: gelombang delta menghabiskan >50 % catatan rekaman.3

5. Mengapa kebangkrutan bisa menyebabkan cemas, gelisah, jantung berdebar dan nyeri ulu
hati?4

Kebangkrutan yang dialami oleh Tn. Y merupakan suatu stimulus pencetus stress atau
disebut stressor. Keluhan yang muncul pada Tn. Y yaitu cemas, gelisah, jantung berdebar dan
nyeri ulu hati merupakan manifestasi dari tahap stress yang terjadi pada Tn. Y. Menurut
Dr.Robert J. Van Amberg (1979), sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Dadang Hawari
(2001) bahwa tahapan stress ada 6 tahapan, yaitu sebagai berikut:

a) Stress tahap pertama (paling ringan), yaitu stresss yang disertai perasaan nafsu bekerja
yang besar dan berlebihan, mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa memperhitungkan
tenaga yang dimiliki, dan penglihatan menjadi tajam.
b) Stress tahap kedua, yaitu stress yang disertai keluhan, seperti bangun pagi tidak segar
atau letih, cepat lelah pada saat menjelang sore, cepat lelah sesudah makan, tidak
dapat rileks, lambung atau perut tidak  nyaman, jantung berdebar, dan punggung
tegang. Hal ini karena cadangan tenaga tidak memadai.
c) Stress tahap ketiga, yaitu tahapan stress dengan keluhan, seperti defekasi yang tidak
teratur, otot semakin tegang, emosional, insomnia, mudah terjaga dan sulit tidur
kembali, koordinasi tubuh terganggu, dan mau jatuh pingsan.
d) Stress tahap keempat, yaitu tahapan stress dengan keluhan, seperti tidak mampu
bekerja sepanjang hari, aktivitas pekerjaan terasa sulit dan menjenuhkan, kegiatan
rutin terganggu, gangguan pola tidur, sering menolak ajakan, konsentrasi dan daya
ingat menurun, serta timbul ketakutan dan kecemasan.
e) Stress tahap kelima, yaitu tahapan stress yang ditandai dengan kelelahan fisik dan
mental, ketidakmampuan menyelesaikan pekerjaan yang sederhana dan ringan,
gangguan pencernaan berat, meningkatnya rasa takut dan cemas, bingung, dan panik.
f) Stress tahap keenam (paling berat), yaitu tahapan stress dengan tanda-tanda seperti
jantung berdebar keras, sesak napas, badan gemetar, dingin, dan banyak keluar
keringat, loyo, serta pingsan atau collaps.

Berikut adalah mekanisme stressor dapat menimbulkan keluhan pada Tn. Y:


Cemas dan gelisah
Adanya stressor  gagal melakukan adaptasi terhadap stressor  terjadi perubahan
keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan sistem pemberi sinyal
intraneuronal  terjadinya perubahan pada pengaturan sistem adrenegik 
penurunan regulasi dari reseptor adrenergik beta  penurunan norepinefrin bersama
dengan penurunan serotonin  sinyal di kirim ke korteks serebri, sistem limbik
(amigdala dan hipokampus), batang otak dan medulla spinalis  respon rasa takut
yang berlebih  cemas dan gelisah.
Jantung berdebar-debar
Stressor peningkatan epineprin/penurunan norepineprin  vasokonstriksi  terjadi
hipoksia di jaringan perifer peningkatanCardiac Outputheart rate meningkat
(takikardi).
Nyeri ulu hati
Akibat adanya gangguan psikologis berupa cemas terjadi perubahan keadaan
fungsional berbagai neurotransmitter dan sistem pemberi signal intraneuronal 
terjadi perubahan dapat berupa hilangnya neuron dan penurunan besar dalam kontak
sinaptik  pengaruh pada faktor biologik  terjadi disregulasi heterogen pada amin
biogenik  terjadi aktivasi adregenic alfayang berlokasi pada neuron serotogenik 
mengatur jumlah serotonin  penurunan serotonin  stimulasi saraf otonom 
meningkatkan tonus simpatis  peningkatan kerja lambung  peningkatan produksi
HCL  nyeri ulu hati.

6. Apa saja jenis-jenis insomnia?2

Insomnia dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:


a. Insomnia primer
Merupakan gangguan kesulitan tidur yang berlangsung dalam jangka waktu lama
atau kronis, sering mengakibatkan terjadinya komplikasi kecemasan dan depresi
sehingga mengakibatkan gangguan kesulitan tidur semakin parah. Insomnia primer
dapat diistilahkan sebagai insomnia jangka panjang/kronis (long term insomnia).
ditandai dengan kesulitan tidur nyenyak pada satu atau beberapa malam selama lebih
dari enam bulan.
b. Insomnia sekunder
Merupakan gangguan kesulitan tidur yang berlangsung dalam jangka waktu
pendek/sementara. Insomnia sekunder dibagi menjadi dua, yaitu:
 Insomnia sementara (transient insomnia)
Terjadi pada seseorang yang dapat tidur dengan normanl, namun adanya stres
sementara atau ketegangan sementara mengakibatkan orang tersebut mengalami
kesulitan tidur. contoh: seseorang yang tinggal dekat jalan raya atau dekat pabrik,
akan mengalami kebisingan sehingga mengakibatkan orang tersebut kesulitan tidur,
seseorang yang mengalami kesulitan tidur karena harus menghadapi rapat dengan
perusahaan pada keesokan harinya. seseorang yang mengalami insomnia sementara
mengalami kesulitan untuk tidur dengan nyenyak selama kurang lebih satu malam dan
kurang dari empat minggu.
 Insomnia jangka pendek (short term insomnia)
Terjadi pada seseorang yang mengalami stres situasional atau mengalami sakit fisik.
contoh: seseorang sedang batuk sehingga mengalami kesulitan tidur, seseorang yang
mengalami insomnia jangka pendek mengalami kesulitan tidur nyenyak selama empat
minggu hingga enam bulan. insomnia yang dibahas disini adalah insomnia yang
disebabkan oleh penyakit fisik, penyalahgunaan obat, kondisi lingkungan.
Berdasarkan waktu terjadinya :
 Transient insomnia (insomnia sementara) kesulitan tidur hanya beberapa malam
 Insomnia akut  berlangsung dari 1 malam sampai beberapa minggu
 Insomnia kronik  berlangsung lebih lama, terjadi paling sedikit 3 malam/minggu.

7. Apa saja gangguan tidur lain selain insomnia?2

 Mudah Tertidur (Hipersomnia)


Gangguan akibat tidur yang berlebihan disebut hipersomnia. Yang termasuk
kelompok ini antara lain sleep apnea, narkolepsi, nocturnal myoclonus, obstructive sleep
apnea (OSA), dan sebagainya. Jika seseorang tidak dapat tidur dalam, tahap REM pun
tidak akan terjadi. Dan ketika bangun, ia merasa lelah. Gejala utamanya mengantuk di
siang hari. Narkolepsi merupakan keinginan tidur yang tidak tertahankan pada siang hari,
meski tidur malamnya cukup. Ini bisa menyerang laki-laki maupun perempuan dewasa
dan muda. Sementara nocturnal myoclonus adalah keadaan dimana terdapat pergerakan
periodik dari tungkai ke bawah ketika tidur. Ini berhubungan dengan rasa mengantuk
yang berlebihan pada siang hari.
 Parasomnia
Yaitu gangguan perilaku saat tidur, yang umumnya terjadi pada anak-anak.
Penyebabnya biasanya saraf dan psikis (traumatis). Yang termasuk parasomnia antara
lain sleep terror dan sleep walking. Sleep terror adalah mendadak bangun dari tidur
dengan ketakutan, berkeringat, denyut jantung cepat dan bingung. Sementara sleep
walking adalah berjalan ketika tidur dan tidak diingat/disadari oleh yang bersangkutan.
Umumnya menyerang anak usia 2-12 tahun dan penyebabnya bisa karena sindroma otak
organik, reaksi terhadap obat, atau penyebab psikis.
 Akibat Jadwal Tidur
Gangguan tidur lain adalah gangguan yang berhubungan dengan jadwal tidur yang
teratur. Misalnya ketika melakukan perjalanan ke wilayah yang berbeda zona waktunya,
atau pada pekerja shift. Yang termasuk ini antara lain sleep state misperception (jumlah
waktu tidur berbeda dari yang diduga), natural short sleeper (tidur lebih sedikit tapi
tanpa gangguan), sindroma tidur-bangun yang tidak teratur.

8. Bagaimana mekanisme dari ejakulasi dini?5

Ejakulasi terdiri dari dua fase utama, yaitu fase emisi dan fase ekspulsi. Persarafan eferen
yang bertanggung jawab dalam fase emisi adalah serabut saraf simpatis (T10-L2), yang
menyebabkan kontraksi bergiliran dari epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, dan
prostat, dengan penutupan orificium urethra internum. Pada fase emisi, kontraksi organ
ejakulasi tambahan menginduksi akumulasi semen di uretra posterior. Pelebaran uretra
posterior menciptakan sensasi emisi dan informasi sensorik yang dihantarkan ke korda
spinalis. Informasi sensorik (aferen) dihantarkan melalui nervus dorsalis penis (S4) ke korda
spinalis lumbosacral, dan bergabung dengan pembuluh aferen simpatetik dari plexus
hipogastrikus. Berjalan ke atas, impuls-impuls sensoris berintegrasi di struktur otak yang
secara spesifik diaktifkan selama ejakulasi untuk menciptakan jaringan yang saling
berhubungan erat antara hipotalamus, diensefalon, dan area pontine.

Fase ekspulsi diawali secara somatik dari korda spinalis sakralis (S2-S4; pusat mekanik)
melalui nervus pudendus, mengakibatkan kontraksi ritmik otot bulbospongiosus dan
bulbokavernosus dan otot perineal yang berhubungan, yang menekan ejakulat melalui uretra
distal. Semen yang diejakulasi mempunyai beberapa komponen termasuk sekret dari vesikula
seminalis, prostat, dan gl. bulbouretra (Cowper) dan spermatozoa.
Neurotransmitter yang terlibat dalam proses ini bekerja bersamaan untuk menciptakan
keseimbangan antara transmisi eksitasi dan inhibisi, yang penting untuk fungsi ejakulasi
normal. Ketidakseimbangan yang disebabkan oleh gangguan dari sistem-sistem ini dapat
menyebabkan ejakulasi dini ataupun ejakulasi terlambat.
9. Apa saja pemeriksaan kesehatan yang dapat dilakukan untuk Tn.Y?6,7

 Pemeriksaan psikiatri
 Menilai deskripsi umum seperti penampilan, kesadaran, perilaku dan aktivitas
psikomotor, pembicaraan dan sikap terhadap pemeriksa
 Menilai keadaan afektif, mood dan keserasian
 Menilai fungsi kognitif dan intelektual
 Menilai gangguan persepsi
 Menilai proses pikir
 Menilai pengendalian impuls
 Daya nilai dan tilikan
 Penilaian terhadap taraf untuk dapat dipercaya
 Pemeriksaan fisik
 Vital sign yaitu pemeriksaan kesadaran, suhu, nadi, RR, tekanan darah
 Pemeriksaan fisik lengkap head to toe
 Pemeriksaan tambahan status neurologis seperti penilaian rangsangan
meningeal, refleks fisiologis dan patologis, penilaian nervus cranialis.
 Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan darah lengkap
 Pemeriksaan urin dan lain-lain

10. Bagaimana cara diagnosis berdasarkan PPDGJ?8

Proses diagnosis gangguan jiwa mengikuti prosedur klinis yang lazim dilakukan dalam
praktek kedokteran klinis, yaitu meliputi langkah langkah sebagai berikut:

1. Anamnesis
 Alasan berobat/keluhan utama
 Riwayat gangguan sekarang
 Riwayat gangguan dahulu
 Riwayat perkembangan diri
 Lata belakang sosial, keluarga, pendidikan, pekerjaan, perkawinan,dll.
2. Pemeriksaan
 Fisik-diagnostik
 Status mentalis
 Laboratorium
 Radiologik
 Evaluasi psikologik, dll.
3. Diagnosis
 Aksis I: Gangguan Klinis
 Aksis II: Gangguan kepribadian dan status mentalis
 Aksis III: Kondisi Medik Umum
 Aksis IV: Gangguan Psikososial
 Aksis V: Taraf Fungsi

Tujuan dari diagnosis multiaksial ini yaitu :

1. Mencakup informasi yang komprehensif (gangguan jiwa, kondisi fisik umum, masalah


psikososial dan lingkungan, taraf fungsi secara global), sehingga dapat membantu dalam
 Perencanaan terapi
 Meramalkan “outcome” atau prognosis

2.Format yang “mudah” dan “sistematik”, sehingga dapat  membantu dalam:


 Menata dan mengkomunikasikan informasi klinis
 Menangkap kompleksitas situasi klinis
 Menggambarkan heterogenitas individual dengan diagnosis klinis yang
sama.

3. Memacu penggunaan “model bio-psiko-sosial” dalam klinis, pendidikan dan penelitian.

11. Apa hubungan tuntutan kehidupan yang besar dengan semangat berkurang, kehilangan
minat dan hal-hal yang membuat senang, sosialisasi dan perawatan diri berkurang?

13. Apa yang terjadi pada Tn. Y?

Tn. Y mengalami gejala gangguan depresi sedang dengan gejala somatik.


1V. SINTESIS

1. Definisi9

Diagnosis gangguan sedang menurut PPDGJ III adalah tergolong gangguan depresi mayor
menurut DSM V. Menurut American Psychiatric Association (APA), gangguan depresi
mayor adalah berkurangnya mood/hilangnya minat pada aktivitas biasa yang berlangsung
sedikitnya 2 minggu dan disertai rangkaian gejala berupa perubahan pola makan/tidur,
kelelahan, sulit berkonsentrasi, bimbang, pemikiran untuk bunuh diri, perasaan tidak berharga
dan tidak punya pengharapan.

2. Etiologi2

a. Faktor Psikologi
Stress yang berkepanjangan paling sering menjadi penyebab dari insomnia jenis kronis,
sedangkan berita-berita buruk, gagal rencana dapat menjadi penyebab insomnia
transmiten
b. Problem Psikiatri
Depresi paling sering ditemukan jika bangun lebih pagi dari biasanya yang tidak
diinginkan, adalah gejala paling umum dari awal depresi, cemas dan gangguan
psikologis lainnya sering menjadi penyebab dari gangguan tidur.
c. Sakit fisik
Sesak nafas pada orang yang terserang asma, sinus, flu, sehingga hidung yang tersumbat
dapat merupakan penyebab gangguan tidur. Selama penyebab fisik atau sakit fisik
tersumbat belum dapat ditanggulangi dengan baik, gangguan tidur atau sulit tidur akan
dapat tetap terjadi.
d. Faktor Lingkungan
Lingkungan yang bisisng seperti lingkungan atau rumah yang berada dekat dengan
keramaian, lingkungan kereta api dan bisa juga dilingkungan pabrik dapat menjadi faktor
penyebab susah tidur.
e. Gaya hidup
Alkohol, rokok, kopi, obat penurun berat badan, jam kerja yang tidak teratur juga dapat
menjadi faktor penyebab sulit tidur.
3.Epidemiologi2

Rata-rata usia sekitar 40 tahunan hampir 50% awitan diantara usia 20-50 tahun. Gangguan

depresi berat dapat timbul pada masa anak atau lanjut usia. Data terkini menunjukkan

gangguan depresi berat diusiakurang dari 20 tahun. Mungkin berhubungan dengan

meningkatnya penggunaan alkohol dan penyalahgunaan zat dalam kelompok usia tertentu.

4. Faktor resiko2

1. Jenis Kelamin
Secara umum dikatakan bahwa gangguan depresi lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan pada pria. Pendapat-pendapat yang berkembang mengatakan bahwa
perbedaan dari kadar hormonal wanita dan pria, perbedaan faktor psikososial berperan
penting dalam gangguan depresi mayor ini. Sebuah diskusi panel yang
diselenggarakan oleh American Psychological Association(APA) menyatakan bahwa
perbedaan gender sebagian besar disebabkan oleh lebih banyaknya jumlah stres yang
dihadapi wanita dalam kehidupan kontemporer.
2. Umur
Depresi dapat terjadi dari berbagai kalangan umur. Sekitar 7,8% dari setiap populasi
mengalami gangguan mood dalam hidup mereka dan 3,7%
mengalamigangguanmoodsebelumnya. Depresi mayor umumnya berkembang pada
masa dewasa muda, dengan usia rata-rata onsetnya adalah pertengahan 20. Namun
gangguan tersebut dapat dialami bahkan oleh anak kecil, meski hingga usia 14 tahun
resikonya sangat rendah.
3. FaktorSosial-EkonomidanBudaya
Tidak ada suatu hubungan antara faktor sosial-ekonomi dan gangguan depresi mayor,
tetapi insiden dari gangguan bipolar I lebih tinggi ditemukan pada kelompok sosial-
ekonomi yang rendah. Dari faktor budaya tidak ada seorang pun mengetahui mengapa
depresi telah mengalami peningkatan di banyak budaya, namun spekulasinya berfokus
pada perubahan sosial dan lingkungan, sepertimeningkatnya disintegrasi keluarga
karena relokasi, pemaparan terhadap perang, dan konflik internal, serta meningkatnya
angka kriminal yang disertai kekerasan, seiring dengan kemungkinan pemaparan
terhadap racun atau virus di lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan mental
maupun fisik.

5. Manifestasi Klinis8

Gejala utama

o Afek depresif
o Kehilangan minat dan kegembiraan
o Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa
lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas

      Gejala lainnya

o Konsentrasi dan perhatian berkurang


o Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
o Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
o Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
o Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri
o Tidur terganggu
o Nafsu makan berkurang

Klasifikasi:

o F32.0 Episode DepresifRingan


 Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti
tersebut di atas.
 Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya.
 Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya.
 Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2
minggu.
 Hanya sedikit kesulitan pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa
dilakukan.
Karakter kelima: F32.00 = Tanpa gejala somatik dan F32.01 dengan gejala
somatik.

o F32.1 Episode DepresifSedang


 Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama.
 Ditambah sekurang-kurangnya 3 dari gejala lainnya.
 Lama seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu.
 Mengalamikesulitandalampekerjaandankegiatansosial, pekerjaan dan
urusan rumah tangga.
Karakter kelima: F32.10 = Tanpa gejala somatik dan F32.11 dengan gejala
somatik.

o F32.2 Episode DepresifBerattanpagejalapsikotik


 Semua 3 gejala utama depresi harus ada.
 Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa
gejala diantaranya harus berintensitas berat.
 Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor)
yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu
untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian,
penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresif berat masih
dapat dibenarkan.
Paling sedikit telah berlangsung dua minggu atau gejala amat berat dan
onset sangat cepat.
 Sangat tidak mungkin melakukan pekerjaan atau urusan rumah tangga
dan kegiatan sosial kecuali pada taraf yang sangat terbatas.
o F32.3 Episode DepresifBeratdengangejalapsikotik
 Episode depresif berat memenuhi kriteria episode depresi berat tanpa
gejala psikotik.
 Waham, halusinasi atau stupor depresif.
o F32.8 Episode Depresiflainnya
o F32.9 Episode Depresif YTT (yang tidak tergolongkan)

6. Patofisiologi dan Patogenesis10

Hipotesis Defisiensi Monoamin

Hipotesis monoamin pada depresi mempostulasikan defisiens neurotransmisi serotonin


atau norepinefrin di otak. Neurotransmisi monoaminergik dimediasi oleh serotonin (5-
hydroxytryptamine 1A [5-HT1A] dan 5-hydroxytryptamine 1B [5-HT1B]) atau norepinefrin
(noradrenalin) yang dilepaskan dari neuron presinaptik. Serotonin disintesis dari triptofan,
dengan langkah pertama dalam jalur sintesis yang dikatalisasi oleh triptofan hidroksilase;
norepinefrin disintesis dari tirosin, dengan langkah pertama dalam jalur sintesis yang
dikatalisasi oleh tirosin hidroksilase. Kedua transmitter monoamin tersebut disimpan dalam
vesikel-vesikel di neuron presinaptik dan dilepaskan di celah sinaptik, yang mempengaruhi
baik neuron presinaptik maupun postsinaptik. Penghentian kerja sinaptik dari neurotansmitter
terjadi dengan cara reuptake melalui transporter spesifik serotonin dan norepinefrin dan
kontrol umpan balik pelepasan melalui autoreseptor regulatori presinaptik 5-HT1A dan 5-
HT1B untuk serotonin dan autoreseptor 2-noradrenergik untuk norepinefrin. Monoamine
oxidase A (MAO-A) mengkatabolisasi monoamin di presinaps dan secara tidak langsung
mempengaruhi isi vesikel. Protein p11, yang berinteraksi dengan reseptor 5-HT1B,
meningkatkan fungsi dari reseptor. Di postsinaps, serotonin dan norepinefrin mengikar dua
jenis guanin nukleotid trifosfat-protein pengikat (protein G)-coupled receptor: cAMP-
coupled receptor, yang mengaktifkan adenilat siklase (AC) untuk menghasilkan cAMP, dan
fosfatidilinositol (PI)-coupled receptor, yang mengaktifkan fosfolipase C (PLC). PLC
menghasilkan inositol trifosfat (IP3) dan diasilgliserol (DAG); cAMP mengaktifkan protein
kinase A (PKA), dan IP3 dan DAG mengaktifkan protein kinase C (PKC). Kedua protein
kinase mempengaruhi cAMP response element-binding protein (CREB). Penemuan pada
pasien-pasien dengan depresi yang mendukung hipotesis ini meliputi relaps depresi dengan
penghambatan tirosin hidroksilase atau tidak adanya asupan triptofan, peningkatan frekuensi
mutasi yang mempengaruhi bentuk spesifik-otak dari triptofan hidroksilase (TPH-2),
peningkatan ikatan ligand spesifik dengan MAO-A, reseptor 5-HT1A subsensitif, malfungsi
reseptor 5-HT1B, penurunan kadar p11, polimorfisme transporter reuptake serotonin yang
berhubungan dengan depresi, respon inadekuat dari protein G ke sinyal neurotransmitter, dan
penurunan kadar cAMP, inositol, dan CREB pada otak postmortem.
7. Alur Diagnosis2,8

1. Anamnesis
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa sekurang-
kurangnya 2minggu untuk penegakan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dan
dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.
Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0), sedang (F32.1) dan berat (F32.2)
hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama). Episode depresif
berikutnya harus diklasifikasi di bawah salah satu diagnosis gangguan depresif berulang
(F33.-)

2. Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital:
- Nadi
- RR
- Tekanandarah
- Suhu
3. PemeriksaanPsikiatri
Deskripsiumum
- Mood, afekdanperasaan
- Bicara
- Gangguanpersepsi
- Pikiran, dll

4. PemeriksaanPenunjang
 Dexamethasone suppression test (DST)
 Peningkatankortisol serum
 Penurunan MHPG urindan 5-HIAA cairansecebrospinal
 Ujistimulasi TRH
 Ujitantangan stimulant

Diagnosis multiaksial menurut PPDGJ III


Aksis I : F32.1 Episode Depresif Sedang
F.32.11 dengan Gejala Somatik
Aksis II : Tidak didiagnosis
Aksis III :-
Aksis IV : Masalah pekerjaan
Aksis V : 80-71 (gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam
sosial, pekerjaan, dll)

8. Tatalaksana2

1.  Penderita diberi kesempatan untuk mengemukakan keluhan-keluhannya.


2.  Psikoterapi suportif dan disertai bantuan memecahkan problem yang dihadapi.
Psikoterapi adalah cara pengobatan dengan ilmu kedokteran terhadap gangguan
mental emosional, pola pikiran, perasaan, dan perilaku agar terjadi keseimbangan
dalam diri individu tersebut. Dalam melakukan psikoterapi sangat diperlukan
hubungan yang baik antara dokter dengan pasien.

Tujuan Psikoterapi Suportif:

o Menguatkan daya tahan mental yang telah dimilikinya.


o Mengembangkan mekanisme daya tahan mental yang baru dan yang lebih baik
untuk mempertahankan fungsi pengontrolan diri.
o Meningkatkan kemampuan adaptasi terhadap lingkungan.

Indikasi Psikoterapi Suportif:

o Digunakan untuk semua jenis gangguan jiwa.


Beberapa jenis Psikoterapi Suportif:
a. Ventilasi (katarsis)

o Psikoterapi ventilasi adalah bentuk psikoterapi yang member kesempatan


seluas – luasnya kepada penderita untuk mengemukakan isi hatinya dan
sebagai hasilnya ia akan merasa lega serta keluhannya akan berkurang.
o Sikap terapis à Menjadi pendengar yang baik dan penuh pengertian.
o Topik pembicaraan à permasalahan yang menjadi stress psikologik utama.

b. Persuasi

o Persuasi adalah psikoterapi suportif yang dilakukan dengan menerangkan


secara masuk akal tentang gejala – gejala penyakitnya yang timbul sebagai
akibat cara berpikir, perasaan, dan sikapnya terhadap permasalahan yang
dihadapinya.
o Sikap terapis:
o Terapis berusaha membangun, mengubah, dan menguatkan impuls
tertentu serta membebaskannya dari impuls yang mengganggu secara
masuk akal dan sesuai hati nurani.
o Berusaha menyakinkan pasien dengan alasan yang masuk akal bahwa
gejalanya akan hilang.
o Topik pembicaraan: Ide dan kebiasaan pasien yang mengarah pada terjadinya
gejala.

c. Psikoterapi Reassurance

o Psikoterapi Reassurance adalah psikoterapi yang berusaha menyakinkan


kembali kemampuan pasien, bahwa ia sanggup mengatasi masalah yang
dihadapinya.
o Sikap terapis à menyakinkan dengan tegas dengan menunjukkan hasil – hasil
yang telah dicapai pasien.
o Topik pembicaraan à pengalaman pasien yang beehasil secara nyata.

d. Psikoterapi Sugestif

o Psikoterapi Sugestif adalah psikoterapi yang berusaha menanamkan


kepercayaan pada pasien bahwa gejala – gejala gangguannya akan hilang.
o Sikap terapis à menyakinkan dengan tegas bahwa gejala pasien pasti hilang.
o Topik pembicaraan à gejala-gejala bukan karena kerusakan organik/fisik dan
timbul gejala-gejala tersebut tidak logis.

e. Bimbingan

o Bimbingan adalah psikoterapi yangmemberikan nasehat-nasehat praktis dan


khusus yang berhubungan dengan masalah kesehatan jiwa pasien, agar ia
lebih mampu mengatasi masalah tersebut.
o Sikap terapis à menyampaikan nasihat dengan penuh wibawa dan pengertian.
o Topik pembicaraan à cara hubungan antar manusia, cara berkomunikasi, cara
bekerja dan belajar yang baik.

f. Penyuluhan

o Penyuluhan adalah psikoterapi yang membantu pasien mengerti dirinya


sendiri secara lebih baik, agar ia dapat mengatasi permasalahannya dan dapat
menyesuaikan diri.
o Sikap terapis à menyampaikan secara halus dan penuh kearifan.
o Topik pembicaraan à masalah pendidikan, pekerjaan, pernikahan, pribadi.

9. Komplikasi2

 Menurunkankualitashidup
 Mencetuskandanmemperlambatpenyembuhanataumemperberatpenyakitfisik
 Meningkatkanbebanekonomi

10. Prognosis11

Prognosis akanbaikjika episode ringan, tidakadagejalapsikotik, singkatnyarawatinap,


indikatorpsikososialmeliputimempunyaitemanakrabselamamasaremaja, fungsikeluargastabil,
lima tahunsebelumsakitsecaraumum fungsi sosialbaik. Sebagaitambahan,
tidakadakomorbiditasdengangangguanpsikiatrilain,
tidaklebihdarisekalirawatinapdengandepresiberat, onsetnyaawalpadausialanjut. Episode
depresi yang ditangani biasaya akan sembuh dalam 3 bulan, Atau bisa sampai 6-12 bulan.
Walaupun menggunakan obat, pada 20-35% pasien mengalami gejala residual dan gangguan
fungsi sosial.
V. MINDMAPPING

Faktor psikososial: masalah


ETIOLOGI
pekerjaan

Hipotesis defisiensi monoamin


(serotonin dan norepinefrin)

Gejala utama dan gejala lainnya


DIAGNOSIS berdasarkan pedoman diagnostik
PPDGJ III

Gangguan depresif sedang dengan


gejala somatik berdasarkan PPDGJ

PROGNOSIS
TATALAKSANA
Baik

Farmakoterapi Antidepresan Psikoterapi

Lini 1: SSRI (sertraline)


DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton, Arthur C, dan John E. Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta:
EGC; 2011
2. Sadock B, Sadock VA. Kaplan & Sadock. Buku Ajar Psikiatri Klinis, Edisi 2. Jakarta:
EGC; 2010
3. Price, Sylvia. Buku Ajar Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses PenyakitEdisi ke–9.
Volume 2. Jakarta: EGC; 2005
4. Hawari, Dadang.Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi. Jakarta: Fakultas. Kedokteran
Universitas Indonesia. Hurlock, Elizabeth; 2001
5. Andersson, KE dan Abdel-Hamid, IA. Therapeutic targets for premature ejaculation.
Maturitas 70. Elsevier; 2011: hlm 27-28
6. Muslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkasan PPDGJ-III.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya; 2001
7. Maramis WF, Maramis AA. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi Kedua. Surabaya:
Airlangga University Press; 2009
8. Muslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta: PT Nuh Jaya; 2013
9. American Psychiatric Association. Practice Guideline for the Treatment of Patients With
Major Depressive Disorder, Third Edition; 2010. Diunduh dari www.psychiatryonline.org
10. Belmaker, RH dan Agam, G. Major depressive disorder. The New England Journal Med
358(1): hlm 58-59; 2008
11. Elvira, SD dan Hadisukanto, G. Buku Ajar Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2010

Anda mungkin juga menyukai